• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (2)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL PENELITIAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION

( CIRC ) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DI KELAS X

SMA NEGERI 2 TEBINGTINGGI T.A. 2011/2012

Oleh :

Diajukan Untuk Seminar Proposal Penelitian Dalam Penyusunan Skripsi

Oleh :

Nama : Chriswijaya Sibarani

NIM : 071244110100

Program Studi : Pend. Matematika

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan bidang studi yang wajib dipelajari oleh semua siswa SD hingga SMA, bahkan juga di Perguruan Tinggi. Melalui pembelajaran matematika, siswa dilatih untuk berfikir logis dan terampil menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari–hari. Pembelajaran matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengomunikasikan gagasan dan bahasa melalui model matematika yang berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik, dan tabel. Hal ini senada dengan pendapat Cornellius dalam Abdurrahman (2009:253) :

“Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.”

Salah satu tujuan pembelajaran matematika menurut Sihombing (2009:111) adalah untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Untuk itu, guru diharapkan dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sehingga siswa dapat memecahkan masalah matematika secara terstruktur, sistematis dan logis.

Selain itu Hudojo dalam Tambunan, (2010:17) juga menyatakan,

“Pemecahan masalah mempunyai fungsi penting dalam kegiatan belajar mengajar matematika. Melalui pemecahan masalah matematika siswa dapat berlatih dan mengintegrasikan konsep – konsep , teorema – teorema dan keterampilan yang telah dipelajari”.

(3)

Berdasarkan buku-buku penunjang pelajaran matematika yang mengacu pada kurikulum, banyak dijumpai soal-soal yang berbentuk soal cerita, bahkan hampir pada setiap materi pokok.

GE Mozaik (http://ganeca.blogspirit.com/ archive /2005/05/27/ge mozaik

mei 2005%E2%80%93 bagaimana mengajar matematika _yang_ben.html)

mengatakan “Dalam matematika sering kali terdapat banyak soal cerita. Ketika mengerjakan soal cerita, kita dituntut mengaitkan beberapa hal sehingga dapat membuat logika kita berjalan.” Kenyataannya banyak siswa yang kesulitan mengerjakan soal cerita karena kurang mampu memahami masalah, artinya siswa tidak mampu menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan. Selain itu, kurang mampu merencanakan penyelesaian masalah, artinya siswa kurang mampu memilih metode yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut, kurang mampu menghubungkan secara fungsional unsur-unsur yang diketahui untuk menyelesaikan masalahnya, kurang mampu memisalkan data dengan variabel tertentu, serta kurang mampu membentuk model matematika .

Abdurrahman, Mulyono (2009 : 257 – 258) mengatakan,

“Dalam menyelesaikan soal-soal cerita, banyak anak yang mengalami kesulitan. Kesulitan tersebut tampaknya terkait dengan pengajaran yang menuntut anak membuat kalimat matematika tanpa terlebih dahulu memberikan petunjuk tentang langkah-langkah yang harus ditempuh.”

Kenyataan serupa juga ditemui di SMA Negeri 2 Tebingtinggi. Melalui pengalaman PPL di SMA Negeri 2 Tebingtinggi, didapati kemampuan pemecahan masalah bentuk soal cerita pada siswa kelas X cukup rendah. Hal ini dikuatkan kembali ketika dilakukannya observasi pada Sabtu, 19 Maret 2011.

Observasi dimulai dengan wawancara kepada guru matematika dan beberapa siswa. Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru matematika , Ibu Mulidarni, S.Pd., beliau mengatakan,

(4)

siswa tidak bisa menuliskan model matematikanya. Selain itu, ada juga siswa yang tidak bisa menentukan rencana penyelesaiannya, yaitu menentukan metode atau rumus apa yang akan dipakai”

Hal yang sama juga diungkapkan salah satu siswa SMA Negeri 2 Tebingtinggi, kelas X saat diadakannya observasi ke lokasi penelitian, “Susah mengerti soalnya. Selain itu, enggak tahu rumus apa yang akan dipakai.” Bahkan, ada siswa lain yang mengatakan malas untuk membaca soal berbentuk cerita.

Observasi selanjutnya adalah pemberian tes yang berhubungan dengan pemecahan masalah bentuk soal cerita. Siswa kesulitan memecahkan soal cerita seperti berikut :

1. Taman kota memiliki keliling 60 m. Taman tersebut berbentuk persegi panjang dengan panjangnya 5 m lebih dari lebarnya. Berapakah luas dari taman kota itu?

2. Diketahui 2 bilangan dengan ciri seperti berikut. Bilangan yang kecil ditambah dengan tiga kali bilangan yang besar sama dengan 110. Bilangan yang besar ditambah empat kali bilangan yang kecil sama dengan 99. Berapakah masing-masing bilangan tersebut?

Dari 35 siswa, hanya 5 siswa yang bisa menjawab semua soal dengan benar, 4 siswa yang bisa menjawab soal nomor 1 dan 3 siswa yang bisa menjawab soal nomor 2. Selebihnya, memberikan hasil yang mengecewakan.

Berikut adalah hasil pengerjaan beberapa kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita.

No Hasil Pekerjaan Siswa Analisis Kesalahan

1. - Salah menuliskan

diketahui dan ditanya

karena Salah

mengartikan informasi dari soal

(5)

- Salah menuliskan Persamaan Linear Dua Variabel dengan standar kompetensi memecahkan masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dan pertidaksamaan satu variabel. Masalah yang dimaksudkan berkaitan dengan soal cerita yang akan dibentuk ke dalam model matematika. Siswa sering kesusahan ketika mengkonstrusikan soal ke dalam model matematika dan merencanakan penyelesaian masalah, sehingga tak heran jika banyak siswa yang gagal atau belum mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM) untuk standar kompetensi ini.

(6)

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah bisa terjadi karena metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru bidang studi. Berdasarkan observasi, metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru matematika adalah metode ceramah. Penggunaan metode ini mengakibatkan siswa menjadi pasif dan memposisikan siswa sebagai pendengar dan penerima. Akibatnya, siswa tidak terlatih untuk berpikir mandiri dan kreatif dalam menyelesaikan masalah.

Upaya peningkatan kemampuan pemecahan masalah bentuk soal cerita yang direncanakan adalah melalui penerapan pembelajaran Kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition). CIRC merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif, yaitu siswa belajar secara berkelompok dan guru memberikan materi untuk dipahami siswa, setelah itu guru memberikan kartu masalah (misalnya, berbentuk soal cerita) kemudian siswa membacakan masalah sementara anggota kelompok lain memikirkan cara penyelesaiannya, mendiskusikannya kemudian dipresentasikan di depan kelas..

Dengan menerapkan model pembelajaran CIRC, suasana belajar yang ditimbulkan akan lebih terasa menyenangkan karena siswa belajar dan saling bertukar pikiran dengan temannya sendiri. Selain itu, diharapkan juga siswa bisa berpikir kreatif melalui tukar pikiran dengan sehingga dapat menyelesaikan masalah dengan sistematis. Selain itu, diharapkan juga siswa tidak lagi kebosanan dalam membaca soal berbentuk cerita

Melalui penelitian ini diharapkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah berbentuk soal cerita, khususnya pada materi SPLDV, meningkat. Untuk itu, dilakukanlah penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah di Kelas X SMA Negeri 2 Tebingtinggi T.A. 2011/2012 ”.

(7)

Berdasarkan latar belakang masalah, yang menjadi identifikasi masalah penelitian ini adalah :

1. Kemampuan pemecahan masalah siswa SMA Negeri 2 Tebingtinggi dalam menyelesaikan soal cerita masih rendah.

2. Siswa kurang mampu memahami masalah.

3. Siswa kurang mampu merencanakan penyelesaian masalah. 4. Siswa kurang mampu menuliskan model matematika. 5. Siswa malas membaca soal berbentuk cerita.

6. Penggunaan metode ceramah menyebabkan siswa tidak dapat berpikir mandiri, kreatif, dan sistematis.

7. Siswa banyak yang belum mencapai angka kriteria ketuntasan pada materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel, yaitu sekitar 65% dari 40 siswa.

1.3. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada upaya meningkatan kemampuan pemecahan masalah pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition ( CIRC ) kelas X SMA Negeri 2 Tebingtinggi T.A 2011/2012. 1.4. Rumusan Masalah

Apakah penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Cooperative

Integrated Reading and Composition ( CIRC ) dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah siswa kelas X SMA Negeri 2 Tebingtinggi?

(8)

Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Tebingtinggi.

1.6. Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan penulis mengenai model pembelajaran

Cooperative Integrated and Reading Composition (CIRC) di SMA Negeri 2 Tebingtinggi

2. Sarana informasi dan sumbangan yang bermanfaat bagi sekolah dan guru- guru dalam rangka perbaikan pembelajaran dan dapat menjadi alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

3. Sebagai referensi dan masukan bagi civitas akademis Fakultas MIPA UNIMED dan pihak lain dalam melakukan penelitian yang sama.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Masalah Matematika

(9)

anak dan anak tersebut bisa langsung mengerjakannya dengan benar maka itu bukan termasuk masalah. Sehingga dapat disimpulkan masalah itu bersifat relatif.

Sternberg dan Been-Zeev dalam Kadir (http://kadirraea.blogspot .com/ 2008/06/pendekatan-pemecahan-masalah.html) menyatakan bahwa suatu masalah dapat dikategorikan sebagai masalah matematika jika prosedur matematika seperti aritmatika dan aljabar dibutuhkan untuk memecahkannya. Sementara Soejono dalam Sihombing (2008 : 9) mengatakan, “Suatu masalah matematika dapat dilukiskan sebagai ‘tantangan’ bila pemecahannya memerlukan kreativitas, pengertian, pemikiran yang asli atau imajinasi.” Dapat disimpulkan, suatu masalah disebut masalah matematika bilamana masalah tersebut merupakan tantangan dan dibutuhan prosedur maematika dalam menyelesaikannya..

Menurut Polya dalam Purwati (2006 : 27), ada dua macam masalah, yaitu: 1. Masalah untuk menemukan, dapat berupa teoritis atau praktis, abstrak

atau konkrit, termasuk teka-teki. Kita harus mencari semua variable tersebut, mencoba unutk mendapatkan, menghasilkan atau mengkonstruksi semua jenis objek yang dapat dipergunakan unutk menyelesaikan masalah itu. Bagian utama dari masalah itu adalah : a. Apakah yang dicari

b. Bagimana data yang diketahui c. Bagaimana syaratnya

Ketiga bagian utama tersebut sebagai landasan untuk dapat menyelesaikan masalah

2. Masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah, tidak kedua-duanya. Kita harus menjawab pertanyaan, “Apakah pernyataan itu benar atau salah?”. Bagian utama dari masalah adalah hipotesa dan konklusi dari suatu teorema /sifat yang harus dibuktikan kebenarannya.

Menurut Suyitno dalam Inayah (2007:21) suatu soal dapat dikatakan sebagai masalah bagi siswa jika memenuhi syarat-syarat berikut :

1. Siswa memiliki pengetahuan prasyarat untuk mengerjakan soal tersebut

(10)

Dengan demikian guru perlu teliti dalam menentukan soal yang akan disajikan sebagai pemecahan masalah. Suatu soal/pertanyaan akan merupakan suatu masalah hanya jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut.

2.1.2. Soal Cerita

Dalam matematika, masalah dapat diartikan sebagai soal. Hal ini didukung oleh pendapat Sujono dalam Tambunan, Janter. A, (2010 :16) bahwa : “Dalam matematika, istilah masalah biasanya disamakan dengan soal atau diartikan sebagai soal cerita”. Masalah-masalah yang diberikan berkaitan dengan kehidupan nyata atau kehidupan sehari-hari. Hal ini senada dengan pendapat Suyitno dalam Sari, Virginia (2007 : 13) soal cerita merupakan soal yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari (contextual problem). Berdasarkan masalah yang ada kita dituntut untuk menyelesaikannya.

Soal cerita dalam pengajaran matematika sangatlah penting, sebab diperlukan dalam perkembangan proses berpikir siswa. Soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek terdiri dari beberapa kalimat. Cerita yang disajikan dapat berupa masalah dalam kehidupan sehari-hari atau yang lainnya. Panjang pendeknya kalimat yang digunakan untuk membuat soal cerita biasanya berpengaruh terhadap tingkat soal tertentu.

Dalam menghadapi masalah matematika, khususnya soal cerita, siswa harus melakukan analisis dan interpretasi informasi sebagai landasan untuk menentukan pilihan dan keputusan.

(11)

Kebaikan-kebaikan soal berbentuk uraian menurut Arikunto (2009: 163) antara lain:

a. Mudah disiapkan dan disusun

b. Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan

c. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus

d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri

2.1.3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Salah satu indikasi adanya transfer belajar adalah kemampuan menggunakan informasi dan keterampilan untuk memecahkan masalah-masalah. Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar bagi manusia karena sebagian besar kehidupan kita adalah berhadapan dengan masalah-masalah.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari strategi belajar mengajar yang sangat penting terutama dalam kegiatan belajar mengajar matematika. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Hudojo dalam Tambunan (2010:17) menyatakan bahwa:

“Pemecahan masalah mempunya fungsi yang penting di dalam kegiatan belajar mengajar matematika. Melalui pemecahan masalah siswa – siswa dapat belatih dan mengintegrasikan konsep – konsep, teorema – teorema dan keterampilan yang telah dipelajari”.

Polya dalam Firdaus (http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/

kemampuan-pemecahan-masalah-matematika/) mengartikan pemecahan masalah

sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai. Sementara Sumarmo dalam Firdaus

(http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/

kemampuan-pemecahan-masalah-matematika/) mengartikan pemecahan masalah sebagai kegiatan menyelesaikan

(12)

Woolfolk dalam Uno (2007 : 134) mengatakan,

“Keterampilan pemecahan masalah adalah suatu keterampilan seseorang siswa dalam menggunakan proses berpikirnya unutk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta, analisis informasi, menyusun berbagai alternative, dan memilih pemecahan yang paling efektif.”

Suyatno (2009 : 9) mengatakan :

“Kemampuan tentang pemecahan masalah lebih dari sekedar akumulasi pengetahuan, tetapi merupakan perkembangan fleksibilitas dan strategi kognitif yang membantu mereka menganalisis situasi tak terduga serta mampu menghasilkan solusi yang bermakna.”

Di Amerika Serikat, penyelidikan tentang pemecahan masalah telah dilakukan beberapa puluh tahun yang lalu. Diantaranya, penyelidikan yang dilakukan oleh Dodson (1971) dan Hollander (1974). Menurut mereka (http: //amustofa70.wordpress.com/), kemampuan pemecahan masalah yang harus ditumbuhkan adalah :

1. Kemampuan mengerti konsep dan istilah matematika 2. Kemampuan mencatat kesamaan, perbedaan, dan analogi

3. Kemampuan untuk mengidentifikasi elemen terpenting dan memilih prosedur yang benar

4. Kemampuan untuk mengetahui hal yang tidak berkaitan 5. Kemampuan untuk menaksir dan menganalisa

6. Kemampuan unutk menvisualisasi dan mengimplementasi kuantitas atau ruang

7. Kemampuan untuk memperumum (generalisasi) berdasarkan beberapa contoh

8. Kemampuan unutk mengganti metode yang telah diketahui

9. Mempunyai kepercayaan diri yang cukup dan merasa senang dengan materinya

Dalam memecahkan masalah matematika, siswa harus menguasai cara mengaplikasikan konsep-konsep dan menggunakan keterampilan komputasi dalam berbagai situasi baru yang berbeda-beda.

Indikator pemecahan masalah matematika menurut Sumarno dalam Arniati, dkk (http://rian.hilman.web.id/?p=52) antara lain:

(13)

b. Merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematika c. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis

dan masalah baru) dalam atau luar matematika.

d. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil permasalahan menggunakan matematika secara bermakna.

Menurut Polya dalam Muijs, Daniel dan David Reynolds (2008 : 187), dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu:

(1). Memahami dan mempresentasikan masalah, (2). Memilih atau merencanakan solusinya, (3). Melaksanakan rencana tersebut

(4). Mengevaluasi hasilnya

Sementara itu, menurut Sumarmo (http://educare.e_fkipunla.net) aktivitas-aktivitas yang terdapat dalam kegitan pemecahan masalah adalah :

1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, dinyatakan, serta kecukupan unsure yang diperlukan,

2. Merumuskan masalah situasi sehari-hari dan matematik; menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau luar matematika,

3. Menjelaskan/menginterpretasikan hasil sesuai masalah asal,

4. Menyusun model matematika dan menyelesaikannya untk masalah nyata dan menggunakan matematika secara bermakna

2.1.4. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama siswa antar kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Suyatno (2009 :51),

(14)

mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Kelompok yang terbentuk adalah kelompok kohesif (kompak-pastrisipatif), tiap anggota kelompok tyerdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol dan fasilitasi, dan meminta langsung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.”

Sementara, menurut Isjoni (2010 : 14)

“Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan slaing membantu untuk emmahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah sau teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran”

Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Melalui pembelajaran kooperatif, siswa dilatih untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Lie (2008:31) mengemukakan ada lima unsur pembelajaran kooperatif, yaitu ”Saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antaranggota dan evaluasi proses kelompok.”

Menurut Riyanto (2009 : 270), ciri-ciri model pembelajaran Kooperatif adalah :

1. Kelompok dibentuk dengan siswa kemampuan tinggi, sedang, rendah. 2. Siswa dalam kelompok sehidup semati

3. Siswa melihat semua anggota mempunyai tujuan yang sama 4. Akan dievaluasi untuk semua

(15)

menumbuhkan sukap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan.

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif.

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka Fase-5 upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok Sumber : Ibrahim,dkk dalam Trianto (2010 : 67)

2.1.5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

(16)

dasar. Namun, CIRC telah berkembang bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga pelajaran eksak seperti pelajaran matematika.

Dalam model pembelajaran CIRC, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. Dalam kelompok-kelompok ini tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Jadi, dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa merasa cocok satu sama lain. Dengan pembelajaran kooperatif, diharapkan para siswa dapat meningkatkan cara berfikir kritis, kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.

Menurut Slavin, Robert (2010 : 203), tujuan utama dari CIRC adalah menggunakan tim-tim operatif untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami bacaan yang dapat diaplikasikan secara luas.

Langkah-langkah tipe ini menurut Steven dan Slavin (1995) dalam Riyanto (2009 : 283) adalah :

1. Membentuk kelompok yang terdiri dari empat orang secara heterogen

2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran

3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan member tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas

4. Mempresentasikan dan atau membacakan hasil kelompok 5. Guru membuat kesimpulan bersama

6. Pembelajaran ditutup

2.1.5.1. Komponen-komponen dalam pembelajaran CIRC

Model pembelajaran CIRC menurut Slavin dalam Rochani

(http://wwwkocarkucur.blogspot.com/2011_02_01_archive.html) memiliki

delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut antara lain:

(1) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4

atau 5 siswa;

(2) Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang tertentu;

(17)

(4) Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberika bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya;

(5) Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas;

(6) Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok;

(7) Facts test, yaitu pelaksanaan test atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa;

(8) Whole-class units, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah. 2.1.5.2. Kegiatan pokok pembelajaran CIRC dalam memecahkan

masalah

Menurut Suyitno dalam Inayah (2007, 25), kegiatan pokok dalam CIRC untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yaitu:

(1) Salah satu anggota atau beberapa kelompok membaca soal,

(2) Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan masalah, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan memisalkan yang ditanyakan dengan suatu variabel,

(3) Saling membuat ikhtisar/rencana penyelesaian soal pemecahan masalah,

(4) Menuliskan penyelesaian soal pemecahan masalah secara urut, dan (5) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian

2.1.5.3. Penerapan model pembelajaran CIRC

Penerapan model pembelajaran CIRC untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dapat ditempuh dengan:

1) Guru menerangkan suatu pokok bahasan matematika kepada siswa, pada penelitian ini digunakan LKS yang berisi materi yang akan diajarkan pada setiap pertemuan

2) Guru memberikan latihan soal

3) Guru siap melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan siswanya dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah melalui penerapan model CIRC

(18)

5) Guru mempersiapkan soal pemecahan masalah dalam bentuk kartu masalah dan membagikannya kepada setiap kelompok

6) Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan bersama yang spesifik

7) Setiap kelompok bekerja berdasarkan kegiatan pokok CIRC. Guru mengawasi kerja kelompok

8) Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan kelompoknya

9) Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan soal pemecahan masalah yang diberikan

10) Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan temuannya

11) Guru bertindak sebagai narasumber atau fasilitator 12) Guru memberikan tugas/PR secara individual

13) Guru membubarkan kelompok dan siswa kembali ke tempat duduknya

14) Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian soal pemecahan masalah

15) Guru memberikan kuis

2.1.5.4. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran CIRC

Secara khusus, Slavin (http://matematikacerdas.wordpress.com/2010/01/ 28/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-circ/) menyebutkan kelebihan model pembelajaran CIRC sebagai berikut:

1). CIRC amat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah

2). Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang

3). Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok

4). Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya

5). Membantu siswa yang lemah

(19)

Kelemahan metode CIRC menurut Slavin, Robert (2008:213 ) antara lain: 1. Pada saat presentasi hanya siswa yang aktif yang tampil didepan

kelas:

2. Siswa yang tidak tampil mereka bersikap pasif dalam mengikuti pelajaran

3. Apabila tidak bisa mengontrol kelas dengan baik maka akan membuat kelas menjadi ramai

4. Tidak semua guru pandai melaksanakan metode CIRC sebagai tujuan pelajaran mudah dicapai dengan metode ini.

2.1.6. Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Sistem Persamaan Linear

Sistem persamaan linier adalah suatu sistem persamaan yang variabel-variabel dari persamaan tersebut berpangkat satu. Sistem persamaan linear dua variabel terdiri atas dua persamaan linear yang masing-masing bervariabel dua.

SPLDV dalam variabel x dan y dapat ditulis sebagai : ax + by = c atau a1x + b1y = c1

px + qy = r a2x + b2y = c2

dengan a, b, c, p, q, r atau a1, a2, b1, b2, c1, c2, merupakan bilangan real.

Jika nilai x = x0 dan y = y0 dalam pasangan terurut ditulis (x0, y0),

memenuhi SPLDV a1x + b1y = c1

a2x + b2y = c2

maka, haruslah berlaku hubungan a1x0 + b1y0 = c1 dan a2x0 + b2y0 = c2.

Dalam hal demikian, maka (x0, y0) disebut penyelesaian SPLDV dan himpunan

penyelesaiannya ditulis {(x0, y0)}.

Sistem persamaan linear 2 variabel dapat diselesaikan dengan : substitusi, eliminasi, gabungan sliminasi-substitusi.

a. Metode Grafik

(20)

- Menggambarkan masing-masing persamaan pertama pada sebuah bidang Cartesius

- Jika kedua garis berpotongan pada satu titik, maka himpunan penyelesaiannya tepat memiliki satu anggota

- Jika kedua garis sejajar, maka himpunan penyelesaiannya tidak memiliki anggota. Dikatakn himpunan npenyelesaiannya adalah himpunan kosong

- Jika kedua garis itu berimpit, maka himpunan penyelesaiannya memiliki anggota yang tidak hingga banyaknya.

Contoh :

x + y – 2 = 0 x – 2y – 8 = 0

dengan menggunakan metode grafik, diperoleh kedua garis berpotongan di titik (4,-2). Maka yang menjadi himpunan penyelesaiannya adalah {(4,-2)}

b. Metode Substitusi

Penyelesaian sistem persamaan dengan metode substitusi adalah dengan mengganti variabel persamaan yang satu dengan variabel dari persamaan yang lainnya.

Langkahnya :

−6 −4 −2 2 4 6

−4 −3 −2 −1 1 2 3 4

(21)

- Memilih salah satu persamaan (jika ada pilih yang sederhana), kemudian nyatakan x sebagai fungsi y atau y sebagai fungsi x. - Substitusikan x atau y pada langkah 1 kepersamaan lain. Contoh : Tentukan himpunan Penyelesaian dari :

2x + 3y = 2 pers. 1 x – y = 1 pers. 2

Jawab : Pers. 1 : 2 x + 3y = 2

2x = 2 – 3y x = 223y

Disubstitusikan ke pers. 2 x – y = 1

223y = 1 2 – 3y = 2

– 3y = 0 y = 0

dari y = 0 , maka nilai x : x = 223.0  x = 1

maka himpunan penyelesaiannya : {(1,0)} c. Metode Eliminasi

Eliminasi artinya menghilangkan salah satu variabel dari system persamaan linear, dengan cara menyamakan konstanta variabel yang dihilangkan serta menggunakan operasi penjumlahan atau pengurangan.

(22)

x – y = 1 x 2   2x – 2y = 2 5y = 0 y = 0 2x + 3y = 2 x 1   2x + 3y = 2 x – y = 1 x 3   3x – 3y = 3 +

5x = 5 x = 1 Jadi himpunan penyelesaian : { (1 ,0) }

d. Metode Gabungan Eliminasi-Substitusi

Contoh : Tentukan himpunan Penyelesaian dari 2x + 3y = 2 x – y = 1 Jawab : 2x + 3y = 2 x 1   2x + 3y = 2

x – y = 1 x 2   2x – 2y = 2 5y = 0 y = 0

Setelah mendapatkan nilai y = 0, maka untuk mendapatkan nilai x menggunakan metode substitusi : x – y = 1

x – 0 = 1 x = 1 Jadi himpunan penyelesaian : { (1,0) }

Merancang Model Matematika yang Berbentuk Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)

Model matematika adalah hasil penerjemahan kasus-kasus yang umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk matematika.

Langkah pertama yang dibutuhkan adalah mampu mengidentifikasi bahwa karakteristik masalah yang akan diselesaikan berkaitan dengan sistem persamaan. Langkah selanjutnya:

i) Menyatakan besaran yang ada dalam masalah sebagai variabel (dilambangkan dengan huruf) sistem persamaan.

(23)

iii) Menentukan penyelesaian dari model matematika system persamaan yang diperoleh pada langkah (ii)

Contoh :

A berbelanja ke toko buku, ia membeli 4 buah buku tulis dan 1 buah pensil. Untuk itu A harus membayar sejumlah Rp 5.600,00. Di toko buku yang sama B membeli 5 buah buku tulis dan 3 buah pensil. Jumlah yang harus dibayar oleh B sebesar Rp 8.400,00. Berapa harga untuk sebuah buku tulis dan sebuah pensil?

Penyelesaian :

2.2.

Penelitian yang Relevan

Nurul Inayah (2007) melakukan penelitian dengan judul “Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah pada Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007”. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII

Misalkan harga sebuah buku tulis adalah x rupiah dan harga pensil adalah y rupiah.

Berdasarkan soal diperoleh hubungan :

4x + y = 5.600 5x + 3y = 8.400

Menyatakan besaran ke dalam variabel x dan y

(24)

SMP N 13 Semarang. Teknik pengambilan sampel digunakan teknik random sampling, karena populasi homogen. Terpilih siswa kelas VII E sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas VII F sebagai kelas kontrol. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, metode observasi dan metode tes. Berdasarkan perhitungan uji t diperoleh thitung = 2,0447 dan ttabel = 1,98 untuk α

= 5% dan dk = 86. jadi thitung > ttabel. Dengan demikian H0 ditolak. Ini berarti

rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah siswa yang pembelajarannya dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC berbeda dari pada rata-rata siswa yang pembelajarannya dengan metode ekspositori pada pokok bahasan segiempat siswa kelas VII SMP N 13 Semarang tahun ajaran 2006/2007. Rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah dengan metode ekspositori adalah 69,4091 sedangkan dengan model CIRC adalah 75,772. Ini menunjukkan model CIRC efektif diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

Virgania Sari (2007) melakukan penelitian dengan judul “Keefektifan Model Pembelajaran Problem Posing dengan Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) pada Kemampuan Siswa Kelas VII Semester 2 SMP 16 Semarang dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Pokok Himpunan Tahun Pelajaran 2006/2007”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP N 16 Semarang tahun pelajaran 2006/ 2007. Pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling, diambil 3 kelas yaitu kelas problem posing sebanyak 42 siswa, kelas CIRC sebanyak 42 siswa dan kelas uji coba sebanyak 43 siswa. Namun pada saat tes evaluasi baik kelompok problem posing maupun kelompok kooperatif CIRC ada masing-masing 3 siswa berhalangan hadir. Hasil yang diperoleh adalah nilai matematika setelah diberi pembelajaran problem posing rata-ratanya 62,256, sedangkan pada kelas pembelajaran kooperatif CIRC rata-ratanya 69,282. Berdasarkan uji kesamaan dua pihak dengan menggunakan uji t diperoleh dengan uji t diperoleh thitung = -1,7008

dan ttabel = 1,67, karena thitung > ttabel maka H0 ditolak. Artinya ada perbedaan

(25)

2.3. Kerangka Konseptual

Dalam belajar matematika akan sering ditemui masalah-masalah yang harus dipecahkan. Masalah-masalah tersebut umunya dituangkan dalam bentuk soal cerita yang berdasarkan kehidupan sehari-hari (contextual problem).

Pemecahan masalah merupakan bagian penting dalam kegiatan pembelajaran matematika. Untuk memecahkan soal cerita, terlebih dahulu siswa mampu memahami masalah tersebut. Mampu mengidentifikasi apa yang diketahui, apa yang hendak dicari, serta mampu membuat model matematikanya. Setelah itu, siswa merencanakan algoritma penyelesaian masalah. Kemudian mengaplikasikannya sehingga memperoleh penyelesaian. Langkah terakhir adalah mengevaluasi hasil yang dicapai, apakah pekerjaannya sudah benar atau belum. .

Pemilihan model ataupun metode pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah perlu dicermati guru. Pembelajaran yang berlangsung selama ini masih menggunakan model pembelajaran konvensional, yaitu ceramah. Siswa hanya diposisikan sebagai penerima saja, sehingga tidak bisa mengembangkan kemampuan berfikirnya. Akibatnya, siswa kurang kreatif dalam memecahkan masalah. Siswa pasif dan selalu bergantung kepada pendapat guru.

Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa adalah Cooperative Intergrated Reading and Composition (CIRC). CIRC merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif, yaitu siswa belajar secara berkelompok dan guru memberikan materi untuk dipahami siswa, setelah itu guru memberikan kartu masalah (misalnya, berbentuk soal cerita) kemudian siswa membacakan masalah sementara anggota kelompok lain memikirkan cara penyelesaiannya lalu didiskusikan. CIRC merupakan kegiatan terpadu membaca dan menulis. Saat siswa membaca soal yang diberikan guru, anggota kelompok lain berpikir dan menuliskan data-data yang terdapat didalamnya. Melalui model ini, interaksi siswa tumbuh, kemampuan berfikir siswa berkembang, dan diharapkan siswa tidak kebosanan membaca soal.

(26)

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition

(CIRC) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di kelas X SMA Negeri 2 Tebingtinggi T.A 2011/2012.

Tindakan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Tahap orientasi lapangan

 Memberikan tes diagnostik awal

 Mengadakan wawancara terhadap guru dan siswa untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan siswa dalam memecahkan masalah

2. Tahap persiapan

 Menyususn RPP dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) untuk tiap siklus

 Menyusun LKPD untuk membantu siswa memahami materi  Membentuk kelompok siswa

 Menyusun lembar observasi

 Menysun tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa 3. Tahap pelaksanaan

 Menerakan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) sesuai dengan RPP yang telah direncanakan

 Memberikan tes kemampuan pemecahan masalah di setiap akhir siklus untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi sistem persamaan linear dua variabel.

(27)

bisa meningkat setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe

Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).

BAB III

METODE PENELITTIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Tebingtinggi Jln. K.L. Yos Sudarso km 5 Tebingtinggi.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di semester ganjil, bulan Juli – Agustus 2011 di kelas X Tahun ajaran 2011/2012.

3.2. Subjek dan Objek Penelitian 3.2.1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 2 Tebingtinggi.

3.2.2. Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated

Reading and Composition, khususnya pada materi sistem persamaan linier dua

(28)

3.3. Defenisi Operasional

Penelitian ini berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah di Kelas X SMA Negeri 2 Tebingtinggi T.A. 2011/2012 ”. Istilah-istilah yang memerlukan penjelasan adalah sebagai berikut :

1. Model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading

and Composition (CIRC) merupakan model pembelajaran kooperatif

terpadu membaca dan menulis, anggota kelompok bergantian membacakan masalah/soal cerita sedangkan anggota lain menyimak pembacaan tersebut, mendiskusikannya, kemudian dipresentasikan di depan kelas.

2. Kemampuan pemecahan masalah merupakan proses pengembangan berpikir untuk menyelesaikan suatu masalah, sehingga siswa harus dapat menuliskan data yang diketahui, ditanyakan, dan menyusun algoritma penyelesaian, kemudian menyelesaikannya berdasarkan rencana.

3. Sistem persamaan linier dua variabel adalah beberapa persamaan linier dengan dua variabel yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga penyelesaiannya merupakan irisan dari himpunan penyelesaian masing-masing persamaan.

3.4. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan tujuan untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di kelas X SMA Negeri 2 Tebingtinggi tahun ajaran 2011/2012.

3.5. Prosedur Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan kelas, maka penelitian ini terdiri dari beberapa siklus.

(29)

Siklus I

Dalam siklus ini akan dibahas :

i) Penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dengan metode grafik

ii) Penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dengan metode substitusi

iii) Penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dengan metode eliminasi

iv) Penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dengan metode eliminasi-substitusi

Kegiatan yang akan dilakukan adalah : 1. Perencanaan tindakan

a. Identifikasi Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya kemampuan pemecahan masalah. Masalah ini diperoleh melalui hasil wawancara dengan guru matematika dan beberapa siswa SMA Negeri 2 Tebingtinggi. Selain itu, masalah ini juga diperoleh melalui tes awal yang diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah tentang materi prasyarat dari materi bahasan.

b. Penetapan alternatif pemecahan masalah

Untuk mengatasi masalah di atas, direncanakan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Materi

yang akan dibahas telah ditentukan sebelumnya, yaitu sistem persamaan linear dua variabel.

(30)

2. Pelaksanaan tindakan

Setelah perencanaan tindakan disusun, maka tahap selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan, yaitu sebagai berikut :

a) Memberikan apersepsi kepada siswa dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai

b) Menyajikan informasi kepada siswa

c) Membentuk kelompok belajar siswa (learning society) yang heterogen.

d) Guru menyampaikan materi kepada siswa dengan melalui LKPD yang berisi materi yang akan diajarkan tiap pertemuan.

e) Guru memberikan contoh latihan soal cerita kemudian membimbing siswa menyelesaikannya

f) Memberikan soal cerita yang disajikan dalam LKPD yang telah disiapkan kemudian menyuruh siswa mengerjakannya dengan melakukan kegiatan berikut :

 Salah satu atau beberapa anggota kelompok saling membaca soal cerita

 Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal termasuk menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan

 Saling membuat rencana penyelesaian soal cerita

 Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut

 Menyerahkan hasil tugas kelompok kepada guru

g) Guru mengawasi diskusi kelompok supaya terjaga ketertibannya dan berjalan dengan baik

h) Guru meminta perwakilan kelompok tertentu untuk menyajikan temuannya di depan kelas. Guru bisa menjadi fasilitator jika diperlukan

(31)

j) Pada setiap akhir siklus diberikan tes kemampuan pemecahan masalah matematiika kepada siswa unutk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah bentuk soal cerita

3. Pengamatan (observasi)

Pengamatan (observasi) dilakukan secara bersamaan pada saat pelaksanaan tindakan pembelajaran. Kegiatan observasi ini dilakukan untuk mengamati perilaku peneliti yang bertindak sebagai uru selam proses belajar-mengajar berlangsung, yaitu unutk mengetahui apakh peneliti telah melaksanakan pembelajaran sesuain dengan RPP dan untuk melihat kesesuaian tahapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC.

Setelah observasi selesai, dilanjutkan dengan diskusi antara guru dengan peneliti untuk memperoleh balikan. Balikan ini sangat diperlukan untuk memperbaiki proses penyelenggaraan tindakan. Peneliti yang bertindak sebagai guru akan dinilai sesuai dengan lembar observasi aktivitas guru.

4. Analisis data

Data yang dianalisis diperoleh dari tes hasil belajar yang mencakup materi sistem persamaan linier dua variabel dan hasil observasi terhadap peneliti.

5. Refleksi

Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran berdasarkan penerapan model pembelajaran model kooperatif tipe CIRC, apakah terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa. Hasil analis data digunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus beerikutnya.

Siklus II

(32)

Penyelesaian model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear

Pada siklus ini difokuskan pada perbaikan pelaksanaan tindakan atau perbaikan penerapan model pembelajaran dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa hasil refleksi di siklus I.

Kegiatan yang akan dilakukan adalah : 1. Perencanaan tindakan

a. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah untuk siklus II ini adalah perbaikan kemampuan pemecahan masalah berdasarkan pelaksanaan siklus I.

b. Penetapan alternatif pemecahan masalah

Untuk mengatasi masalah di atas, direncanakan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan merencanakan tindakan untuk menjawab masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan I.

2. Pelaksanaan tindakan

Setelah perencanaan tindakan disusun, maka tahap selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan, yaitu sebagai berikut :

a) Melakukan kegiatan pembelajaran berdasarkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Kegiatan pembelajaran dilakukan mengacu pada RPP dan LKPD yang telah disusun sebelumnya. Proses kegiatan yang dikerjakan seperti pada siklus I ditambah dengan perbaikan proses pembelajaran

b) Melakukan tindakan untuk menjawab masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan I.

(33)

d) Jika pada siklus I masih ada siswa yang belum memahami suatu topik, guru menjelaskan kembali topik tersebut dan memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah.

e) Jika dalam suatu kelompok semua siswanya tidak mencapai ketuntasan belajar, kelompok belajar siswa dimodifikasi sehingga tidak ada kelompok yang semuanya tidak tuntas tes kemampuan pemecahan masalah bentuk soal cerita siswa I.

f) Mengoptimalkan pekerjaan kelompok belajar siswa

g) Mengobservasi pelaksanaan tindakan pembelajaran untuk melihat keseluruhan kegiatan pembelajaran sedang berlangsung

h) Memberikan tes kemampuan pemecahan masalah II di akhir siklus

3. Pengamatan (observasi)

Pengamatan (observasi) dilakukan secara bersamaan pada saat pelaksanaan tindakan pembelajaran. Kegiatan observasi ini dilakukan untuk mengamati perilaku peneliti yang bertindak sebagai uru selam proses belajar-mengajar berlangsung, yaitu untuk mengetahui apakh peneliti telah melaksanakan pembelajaran sesuain dengan RPP dan untuk melihat kesesuaian tahapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC serta mengetahui apakah maslah yang ditemukan dalam tindakan I telah bisa ditanggulangi.

Setelah observasi selesai, dilanjutkan dengan diskusi antara guru dengan peneliti untuk memperoleh balikan. Balikan ini sangat diperlukan untuk memperbaiki proses penyelenggaraan tindakan. Peneliti yang bertindak sebagai guru akan dinilai sesuai dengan lembar observasi aktivitas guru.

4. Analisis data

Data yang dianalisis diperoleh dari tes hasil belajar yang mencakup materi sistem persamaan linier dua variabel dan hasil observasi terhadap peneliti.

(34)

Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran berdasarkan penerapan model pembelajaran model kooperatif tipe CIRC, apakah terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa bentuk soal cerita. Hasil analis data digunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya.

Untuk membantu memperjelas prosedur penelitian, dapat dilihat dari skema berikut :

Gambar 3.1 Skema prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas berdasarkan alurnya (sumber : Arikunto, 2008 : 74)

3.6. Alat Pengumpul Data

SIKLUS I

Permasalahan Alternatif Pemecahan

(Rencana Tindakan I) Pelaksanaan Tindakan I

Observasi I Analisis data I

Refleksi I Terselesaikan

SIKLUS II

Belum Terselesaikan Alternatif Pemecahan

(Rencana tindakan II)

Pelaksanaan Tindakan

II

Observasi II Analisis data II

Refleksi II Terselesaikan

(35)

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah bentuk soal cerita dan nontes berupa lembar observasi.

1. Tes kemampuan pemecahan masalah

Tes kemampuan pemecahan masalah digunakan untuk mengetahui bagaimana tingkat kemampuan siswa memecahkan masalah matematika, khususnya bentuk soal cerita dalam situasi tertentu. Tes ini dilakukan setiap akhir siklus. Untuk memvalidkan tes atau validasi soal, peneliti meminta bantuan dua orang dosen matematika Universitas Negeri Medan dan satu orang guru bidang studi matematika SMA Negeri 2 Tebingtingi.

2. Lembar Observasi

Lembar observasi ini berisi pengamatan terhadap seluruh kegiatan pelajaran dan perubahan yang terjadi saat dilakukannya pemberian tindakan. Dalam hal ini, guru kelas bertindak sebagai pengamat (observer) yang bertugas untuk mengobservasi peneliti (yang bertindak sebagai guru) selama kegiatan pembelajaran.

3.7. Teknik Analisis Data 3.7.1. Reduksi data

Setelah semua data terkumpul, dilakukanlah reduksi data. Reduksi data dilakukan dengan mengkategorikan dan mengklasifikasikan data. Setelah dilakukan pengelompokan data, dilakukan paparan data.

3.7.2. Paparan data

Data yang telah diklasifikasikan dipaparkan menurut masalah penelitian. Pemaparan dapat dilakukan dengan menampilkan satuan-satuan informasi secara sistematis. Dengan adanya pemaparan informasi, peneliti dapat menarik kesimpulan dengan mudah. Pemaparan data dapat dilakukan dengan menuangkan data ke bentuk tabel ataupun bentuk naratif.

(36)

Kesimpulan yang diperoleh dapat dijadikan sebagai dasar untuk siklus berikutnya. Kesimpulan ini dapat diperoleh dengan cara berikut :

 Tingkat kemampuan pemecahan masalah

Untuk mengetahui persentase penguasaan siswa secara individu:

PPS = x100% Keterangan : PPS = persentase penguasaan siswa Siswa dikatakan menguasai materi jika PPS  65%.

Tingkat kemampuan pemecahan masalah bentuk soal cerita dapat ditentukan dengan kategori sebagai berikut :

Tabel 3.1 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah

Tingkat Penguasaan Kategori

Kriteria tingkat kemampuan pemecahan masalah bentuk soal cerita akan dipenuhi jika minimal termasuk dalam kategori sedang.

Selanjutnya untuk mengetahui ketuntasan secara klasikal ditentukan dengan rumus berikut :

D = x100%

N X

(sumber : Arikunto, 2008)

(37)

N = jumlah seluruh siswa

Kriteria ketuntasan belajar siswa secara klasikal akan dipenuhi jika di dalam kelas tersebut terdapat 85% siswa yang telah mencapai nilai  65 (Sidabariba, 2009:33)

 Penilaian observasi

Penilaian observasi dilakukan dengan formula berikut : %

100 x S

S P

maks i i

Dengan Si = skor pengamatan

Pi = nilai proses pembelajaran ke –i

Adapun kriteria penilaian observasi adalah seperti tabel di bawah:

Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Observasi Nilai akhir proses pembelajaran Kategori

1,0 – 1,5 1,6 – 2,5 2,6 – 3,5 3,6 – 4,0

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Gambar 3.1 Skema prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas
Tabel 3.1 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Observasi

Referensi

Dokumen terkait

Pada pendidikan pola lama sistem pendidikan lebih cenderung pada teacher center dimana guru lebih mendominasi proses pendidikan. Dalam pola lama ini siswa hanyalah bagaikan sebuah

KAMPUS JAKARTA PANDUAN PENGAMBILAN MATA KULIAH PROGRAM SARJANA TERAPAN.

bahwa dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 7 Tahun 2001

Penelitian yang dilakukan oleh Aldy (2015) yang berjudul “Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Market To Book Value Ratio, dan Ukuran Perusahaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asam fumarat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak

Lokasi Pusat Pendidikan dan Terapi Autis biasanya dipilih antara lingkungan yang tenang dan mudah untuk mencapainya. Leslie) Lokasi tapak bangunan Pusat Pendidikan dan

Pertimbangan untuk membatasi penelitian hanya pada industri high profile didasari oleh beberapa penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Roberts (1992) dalam Hackston

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan terdapat ekspansi, konversi, modifikasi, dan irisan dalam tayangan OVJ episode Nyai Anteh Penjaga Bulan yang dipandang sebagai