BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Merek
The American Marketing Association dalam Kotler (2002:275) menyatakan bahwa brand adalah suatu nama, istilah, simbol, atau desain (rancangan), atau kombinasinya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari
seorang penjual atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari
barang-barang yang dihasilkan oleh pesaing. Dalam dunia usaha, merek merupakan persepsi
atau emosi yang dipertahankan dan dipelihara oleh para pembeli atau calon pembeli
yang melukiskan pengalaman yang berhubungan dengan persoalan menjalankan
bisnis-bisnis bersama sebuah organisasi atau memakai produk atau jasa-jasanya
dalamMc Nally (2002)
Keegan et al. dalam Erna (2008:137) menyatakan bahwa merek adalah sejumlah citra dan pengalaman dalam benak konsumen yang mengkomunikasikan
manfaat yang dijanjikan produk yang diproduksi oleh perusahaan tertentu.
Berdasarkan Undang-undang No.15 pasal 1 ayat 1 Tahun 2001, merek adalah
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna,
atau kombinasi unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
Giribaldi dalam Soehadi (2005:115), mendefinisikan merek sebagai
kombinasi dari atribut-atribut, yang dikomunikasikan melalui nama atau simbol, yang
dapat mempengaruhi proses pemilihan suatu produk atau layanan dibenak konsumen.
Stanton dalam Rangkuti (2004:76), mengemukakan merek sebagai nama,
istilah, simbol atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang
dirancang untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa merek
mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu yang spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek, selain berguna untuk
membedakan satu produk dari produk pesaingnya juga berguna untuk mempermudah
konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak
dibeli. Dengan demikian, merek tersebut meliputi:
1. Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut.
2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat.
3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khas.
4. Nama merek harus mudah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa asing.
5. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat
perlindungan hukum.
Pemberian nama atau merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya
merupakan suatu simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian, yaitu:
2. Manfaat : Suatu merek lebih dari serangkaian atribut, pelanggan tidak membeli
atribut tetapi merka membeli manfaat.
3. Nilai : Merek menyatakan sesuatu tentang nilai produk, nilai produsen atau
pemegang merek, dan nilai pelanggan.
4. Budaya : Merek berperan mewakili budaya tertentu.
5. Kepribadian : Merek mencerminkan kepribadian tertentu.
6. Pemakai : Merek dapat menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau
menggunakan produk tersebut.
The American Marketing Association dalam Kotler (2002:277) membedakan merek menjadi empat pengertian :
1. Brand name (nama merek) merupakan bagian dari merek yang terdiri atas kata-kata, huruf, dan atau angka yang dapat diucapkan, seperti ; Sony,
Panasonic dan Pepsodent.
2. Brand mark (tanda merek) merupakan bagian dari merek yang dinyatakan dalam bentuk simbol, desain, warna, atau huruf tertentu untuk member
identitas pada suatu produk atau untuk membedakan suatu produk dengan
produk lain. Lambang sayap pada Honda, dan desain mata pada produk
Dagadu adalah contoh-contoh brand mark.
3. Trade mark (tanda merek dagang) adalah merek yang dilindungi oleh undang-undang karena sudah didaftarkan pada pemerintah dan perusahaan
kata-kata, huruf atau angka-angka yang dapat diucapkan, termasuk juga brand mark.
4. Copyright (hak cipta) merupakan hak istemewa yang dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya
musik atau karya seni.
2.1.2 Manfaat Merek
Penggunaan merek memberikan manfaat bagi pembeli, seperti :
1. Mempermudah pembeli dalam mengenal barang yang diinginkan.
2. Pembeli dapat mengandalkan keseragaman kualitas barang-barang yang
bermerek.
3. Melindungi konsumen, karena melalui merek barang dapat diketahui
perusahaan yang membuatnya.
4. Barang-barang yang bermerek cenderung untuk ditingkatkan kualitasnya, karena
perusahaan yang memiliki merek tersebut akan berusaha mempertahankan dan
meningkatkan nama baik mereknya.
Beberapa manfaat yang diperoleh distributor atas penggunaan merek antara
lain :
1. Memudahkan penanganan produk.
2. Mengidentifikasi pendistribusian produk.
3. Meminta produksi agar berada pada standar mutu tertentu.
Penggunaan merek juga memberikan beberapa manfaat bagi penjual,
diantaranya:
1. Nama merek lebih memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri
masalah.
2. Nama merek dan tanda merek penjual memberikan perlindungan hukum atas
ciri-ciri produk yang unik.
3. Penggunaan merek memberikan kesempatan kepada penjual untuk menarik
pelanggan-pelanggan yang setia dan memberikan keuntungan.
4. Penggunaan merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar.
5. Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan, yang dapat
mempermudah perusahaan dalam meluncurkan merek-merek baru dan diterima
oleh distributor dan konsumen.
Merek menawarkan dua jenis manfaat lain (Aaker & Joachimstahler dalam
Erna, 2008:139), yaitu:
1. Manfaat fungsional, yang mengacu pada kemampuan produk yang
ditawarkan.
2. Manfaat emosional adalah kemampuan merek untuk membuat
penggunanya merasakan sesuatu selama proses pembelian atau selama
konsumsi.
Menurut Heggelson & Suphelen dalam Erna (2008:139), manfaat lain yang
ditawarkan merek kepada konsumen adalah manfaat simbolis. Manfaat simbolis
menggunakan merek tersebut artinya merek tersebut akan mengkomunikasikan siapa
dan apa konsumen pada konsumen lain.
Sumber: Erna (2008:139)
Gambar 2.1: Manfaat Produk dan Pilihan Konsumen 2.1.3 Elemen Merek
Elemen-elemen utama dari merek terdiri atas beberapa hal sebagai berikut.
1. Nama Merek
Nama merek adalah hal mendasar yang menggambarkan tema sentral atau
asosiasi kunci suatu produk dalam suatu penyajian iklan yang sederhana maupun
yang lebih kompleks.
2. Logo dan Simbol
Logo dan simbol merupakan kesatuan yang dapat mewakili desin produk,
yakni mengenai baik atau buruknya desai tersebut dalam pemikiran konvensional
3. Karakter
Manfaat karakter adalah bahwa produk tersebut mendapat citra (image) dan dapat digunakan untuk membuat suatu kesadaran merek para konsumen.
4. Slogan
Slogan merupakan suatu rangkaian kalimat pendek yang bertujuan untuk
mengkomunikasikan informasi tentang suatu merek.
5. Jingles
Jingles merupakan suatu pesan musikal yang ditulis dalam cakupan merek
tersebut.
6. Kemasan
Kemasan merupakan suatu hal yang pertama kali dilihat oleh konsumen
dalam memilih suatu merek pada produk.
2.1.4 Analisis Strategi Merek
Analisis strategi merek akan membantu memahami kebutuhan dan keinginan
konsumen, pesaing, dan merek itu sendiri (termasuk perusahaan/organisasi pemegang
merek tersebut).
1. Analisis Pelanggan
Analisis pelanggan dilakukan untuk dapat memahami apa yang diinginkan
oleh konsumen dan bukan hanya keinginan eksplisit tetapi konteks dibalik itu, sampai
2. Analisis Pesaing
Analisis pesaing, yakni mengamati perilaku pesaing protensial (real-time competitior) untuk memastikan bahwa strategi yang dipilih dapat membedakan merek dan program komunikasi yang dapat dipisahkan atau dipilah-pilah dari setiap
persaingan yang dihadapi pada setiap segmen pasar tertentu dengan cara tertentu
pula.
3. Analisis Diri Sendiri
Analisis diri sendiri dapat mengidentifikasi apakah merek tersebut memiliki
sumber daya, kemampuan, dan keinginan untuk menyampaikan pesan yang
terkandung dalam suatu produk atau merek tertentu.
2.1.5 Perubahan Merek (Rebranding)
Perubahan merek (rebranding) perusahaan (corporate rebranding) bertujuan untuk membentuk citra (image) dan atau merefleksikan perubahan identitas. Kata
rebranding itu sendiri dapat diartikan secara etimologis, yang merupakan kombinasi kata yaitu re dan brand. Re berarti kembali sedangkan brand berarti merek, jadi jika diartikan berdasarkan asal katanya rebranding memilki arti pemberian nama merek kembali. Rebranding mengindikasikan adanya tujuan penghapusan pernyataan atas sesuatu yang sebelumnya, misalnya penghapusan citra atau reputasi yang terbentuk
sebelumnya. Dorongan atas rebranding adalah untuk mengirimkan sinyal kepada pasar, mengkomunikasikan kepada pemegang modal (stakeholder) bahwa sesuatu
Rebranding merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga untuk mengubah total atau memperbaharui sebuah brand yang telah ada agar menjadi lebih baik, dengan tidak mengabaikan tujuan awal dari perusahaan tersebut.
Melakukan rebranding membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Excelcomindo misalnya, membutuhkan sekitar satu milyar rupiah untuk proses rebranding yang dijalankan. Melakukan rebranding berarti melakukan perubahan dalam berbagai hal yang bersangkutan dengan brand tersebut, misalnya perusahaan harus mengganti
brand yang ada di kendaraan perusahaan, seragam pegawai, atau bangunan perusahaan.
Menurut Wasesa (2005), rebranding sebagai sebuah perubahan merek, seringkali identik dengan perubahan brand ataupun lambang sebuah merek. Dalam masyarakat di mana kesan visual lebih ditekankan, maka perubahan visual akan
menjadi salah satu pertanda utama terjadinya sebuah perubahan dalam merek.
Rebranding sebetulnya lebih dekat pada perubahan nilai sebuah merek. Dengan kata lain, ketika melakukan rebranding maka yang berubah adalah nilai-nilai dalam merek itu sendiri. Rebranding adalah sebuah alat, yaitu sebagai salah satu alat manajemen untuk melakukan revitalisasi nilai-nilai perusahaan.
Rebranding dapat juga diartikan sebagai suatu proses pemberian nama brand
baru atau identitas baru pada produk atau jasa yang sudah mapan tanpa perubahan
menunjukkan perubahan yang nyata pada bentuk logo, nama merek, dan slogan. Dari
tiga tipe perubahan tersebut memungkinkan permutasi, sebagai berikut :
1. Perubahan nama dan logo.
2. Perubahan nama, logo dan slogan.
3. Perubahan logo saja. 4. Perubahan slogan dan logo. 5. Perubahan slogan saja.
Proses rebranding terdiri atas dua tipe, tipe pertama adalah apabila dalam proses rebranding terjadi penggantian merek yang sudah mapan dengan merek yang baru seperti Cellular One menjadi Cingular Wireless dan National menjadi Panasonic, sedangkan tipe kedua adalah apabila dalam proses rebranding terjadi suatu modifikasi dari merek yang sudah mapan seperti Coco Krispies menjadi Coco Pops dan produk minuman Nestle Quik menjadi Nesquik. Bentuk lain dari proses
rebranding adalah segmentasi pasar dan diferensiasi produk. Segmentasi pasar dan diferensiasi produk termasuk dalam proses rebranding karena kedua kegiatan tersebut menunjukkan tindakan yang berbeda pada setiap wilayah. Segmentasi pasar dan
2.1.6 Proses Perubahan Merek 2.1.6.1 Faktor Perubahan Merek
Hal ini berhubungan dengan latar belakang perusahaan yang ingin melakukan
adaptasi agar lebih eksis terhadap perubahan lingkungan bisnis atau untuk
meningkatkan daya saing dalam era kompetitif. Beberapa hal yang biasanya menjadi
dasar perubahan di antaranya:
a. Pergantian pemimpin, seringkali pergantian pemimpin juga diikuti dengan proses
rebranding sebagai bentuk pemberitahuan pada publik internal dan eksternal akan adanya kepemimpinan yang baru dalam perusahaan.
b. Krisis image, image sebagai bentuk persepsi eksternal terhadap aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan seringkali harus diubah karena adanya krisis yang
dihadapi oleh perusahaan. Kasus korupsi 1,7 triliun yang dihadapi oleh BNI pada
akhir tahun 2004 membuat pihak manajemen merasa perlu melakukan rebranding
sebagai upaya untuk menunjukkan kepada publik bahwa pihak manajemen telah
melakukan perubahan dan lebih profesional dalam melayani publik.
c. Kejenuhan pasar, ada saat di mana pasar merasa jenuh dengan brand image yang diusung sebuah produk atau perusahaan yang berdampak pada menurunnya
penjualan. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan penyegaran dengan
melakukan rebranding.
d. Visi baru perusahaan, adanya keinginan untuk memunculkan satu nilai bersama
dari beragam unit bisnis akan melahirkan sebuah visi baru. MedcoEnergi
serta sikap, merasa perlu memunculkan kesamaan sikap dan rasa kebersamaan
yang berdampak pada perlunya rebranding. Di tahap awal prosesnya rebranding
MedcoEnergi berhubungan dengan perubahan dan penyatuan identitas visual,
penyeragaman sistem penamaan unit bisnis dan penyamaan common values (tata nilai bersama).
2.1.6.2 Proses Perubahan Merek
Pada tahapan ini sesungguhnya dikembangkan rencana strategic dari
rebranding perusahaan berdasarkan pada latar belakang. Bagaimana persepsi publik terhadap brand perusahaan perlu diketahui terlebih dahulu agar tujuan dari
rebranding menjadi lebih terukur. Hermawan Kertajaya (2005) menekankan perlunya dipertimbangkan segitiga positioning – differentiation – brand yang bisa digunakan baik untuk sebuah brand produk baru maupun dalam konteks repositioning dan rebranding. Strategic repositioning dan rebranding dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan bottom up value dan experiencing model. Ketika rencana sudah disusun, maka hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Sosialisasi rencana rebranding, di mana tidak hanya melibatkan publik internal tapi juga perlu dilibatkan publik eksternal seperti konsumen maupun media sehingga
publik internal dan eksternal merasa bangga menjadi bagian dari perubahan yang
dilakukan oleh perusahaan.
b. Internalisasi nilai-nilai rebranding, proses rebranding yang dilakukan menjadi sia-sia jika tidak ada perubahan baik pada tingkat karyawan maupun manajemen. Hal
kepada karyawan. Pemahaman ini akan lebih berhasil jika karyawan juga
dilibatkan dalam proses pembentukan rebranding dari awal karena karyawan akan merasa ikut memiliki terhadap brand perusahaan dan tidak merasa dipaksa. Internalisasi rebranding yang dilakukan MedcoEnergi, misalnya ditujukan untuk menumbuhkan kebersamaan antara unit-unit usaha di bidang energi agar lebih
saling peduli, lebih terbuka, saling mendukung, penciptaan suana kerja yang lebih
kondusif dan adanya knowledge sharing (transfer pengetahuan) yang lebih aktif. c. Eksternalisasi nilai-nilai rebranding, kalau internalisasi nilai-nilai perubahan yang
dilakukan sudah bisa diterima dengan baik oleh karyawan dan pihak manajemen
dengan baik, maka hal ini diharapkan akan menjadi sebuah kekuatan internal
untuk kemudian mendukung proses eksternalisasi repositioning dan rebranding
yang dijalankan. Konsumen dan publik eksternal lainnya perlu diberikan
pemahaman bahwa rebranding yang dilakukan tidak semata perubahan visual,
packaging atau pergantian pimpinan perusahaan. 2.1.6.3 Hasil Perubahan Merek
Implementasi dari proses rebranding yang dijalankan oleh perusahaan biasanya berhubungan dengan tiga hal berikut:
a. Perubahan logo, karena logo lama dianggap sudah ketinggalan jaman atau terjadi
kesalahan asosiasi brand. Apa yang dialami oleh PT Excelcomindo di mana pelanggan lebih mengasosiasikan product brand Pro XL dengan company brand
brand dan menganggap product brand sebagai company brand. Logo baru diharapkan bisa mengubah asosiasi yang keliru terhadap product brand dan
company brand.
b. Refreshment logo, pada prinsipnya tidak ada perubahan logo, tapi lebih dimaksudkan untuk menyegarkan product brand atau company brand di benak pelanggan agar tetap menjadi top of mind. Di kalangan karyawan sendiri diharapkan adanya kegairahan atau motivasi dalam bekerja sebagai wujud
komitmen refreshment logo yang dilakukan. Positioning perusahaan perlu ditegaskan kepada karyawan agar dampak dari refreshment yang dilakukan bisa dirasakan oleh seluruh anggota perusahaan yang akan berimbas pada aktivitas
yang dilakukan oleh perusahaan dan akan dipersepsi oleh publik perusahaan.
c. Perubahan visi, visi perusahaan yang baru diharapkan akan lebih mampu
beradaptasi terhadap lingkungan bisnis yang secara konstan akan terus berubah.
Indikator seperti perkembangan teknologi dan liberalisasi perdagangan harus
dicermati agar perusahaan dapat senantiasa beradaptasi dengan baik. Rebranding
perusahaan dalam menyikapi perubahan ini seringkali akan berimbas pada lahirnya
visi perusahaan yang baru.
2.1.7 Loyalitas Merek
Loyalitas merek (brand loyalty) merupakan suatu indikator yang dapat menggambarkan peluang pelanggan untuk beralih ke merek lain, terutama jika pada
merek tersebut terdapat suatu perubahan, baik mengenai harga ataupun atribut lain
melakukan pembelian ulang terhadap suatu merek produk. Pembelian ulang ini
memperlihatkan tingkat kepuasaan yang dirasakan oleh konsumen atas suatu merek
produk. Dengan adanya pembelian ulang, produsen menperoleh keuntungan berupa
peningkatan penjualan produknya. Brand loyalty dapat memberikan beberapa keuntungan bagi perusahaan,
diantaranya :
1. Reduced marketing cost (mengurangi biaya pemasaran) Brand loyalty yang tinggi pada pelanggan akan mengurangi biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh
perusahaan, karena biaya dalam mempertahankan pelanggan lebih rendah jika dibandingkan denganmenarik pelanggan baru.
2. Trade leverage (meningkatkan perdagangan) Loyalitas pelanggan yang kuat terhadap suatu merek akan meningkatkan perdagangan, karena terdapat kecenderungan kesulitan untuk beralih kemerek lain pada diri pelanggan.
3. Attracting new customer (menarik minat pelanggan baru) Dengan banyaknya pelanggan yang loyal terhadap suatu merek akan menyebabkan perasaan yakin bagi calon pelanggan baru untukmenggunakan merek tersebut, sehingga muncul pelanggan baru yangmerupakan orang-orang terdekat dari pelanggan yang loyal.
Committed Buyer Liking the Brand
Satisfied Buyer Habitual Buyer
Switcher
Sumber : Durianto (2004)
Gambar 2.2 : Piramida Brand Loyalty
Piramida brand loyalty menggambarkan tingkatan brand loyalty pelanggan yang terdiri dari (Durianto, dkk, 2004) :
1. Switcher
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan pelanggan yang berada
pada tingkat paling dasar, karena mereka memiliki kecenderungan yang tinggi
untuk beralih ke merek lain yang mereka anggap memadai. Pelanggan yang
berada pada tingkat ini cenderung untuk membeli suatu produk karena harganya
yang murah.
2. Habitual buyer
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikategorikan sebagai pelanggan
yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya. Pelanggan pada tingkat ini
pengorbanan. Dengan kata lain, pelanggan yang berada pada tingkat ini melakukan
pembelian didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
3. Satisfied buyer
Pelanggan yang berada pada tingkatan loyalitas ini merupakan pelanggan yang
puas terhadap suatu merek, namun masih memiliki kemungkinan untuk beralih ke
merek lain dengan pengorbanan tertentu.
4. Likes the brand
Pelanggan yang berada pada tingkatan loyalitas ini merupakan pelanggan yang
sungguh-sungguh menyukai merek tertentu karena rangkaian pengalaman yang
dialami dalam penggunaan sebelumnya ataupun asosiasi yang terkait pada merek
tersebut.
5. Comitted buyer
Pada tingkatan ini, pelanggan merupakan pelanggan yang setia yang memiliki
kebanggaan sebagai pengguna suatu merek sehingga mereka mengaktualisasikan
loyalitasnya dengan merekomendasikan merek tersebut ke pihak lain.
2.1.8 Perilaku Konsumen
Menurut Nugroho (2003:3), perilaku konsumen adalah tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk
atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.
kognisi, perilaku, dan lingkungannya di mana manusia melakukan kegiatan
pertukaran dalam hidup mereka.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen Kotler dalam Nugroho
(2003:11) adalah:
1. Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan
dan perilaku seseorang. Bila makhluk-makhluk lainnya bertindak berdasarkan
naluri, maka perilaku manusia umumnya dipelajari. Seorang anak yang sedang
tumbuh mendapat seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku melalui
suatu proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dari lembaga sosial lainnya.
2. Faktor Sosial
Faktor sosial yang terdiri atas sekelompok referensi yaitu seluruh kelompok yang
mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau
perilaku seeorang, keluarga, ataupun peran dan status yaitu posisi seseorang dalam
setiap kelompok. Faktor sosial ini turut member pengaruh dalam membentuk
perilaku seseorang.
3. Faktor Pribadi
Faktor pribadi terdiri dari umur dan tahapan dalam siklus hidup, pekerjaan,
keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan konsep diri. Konsumsi seseorang
4. Faktor Psikologis
Faktor Psikologis terdiri atas motivasi, persepsi, proses belajar, serta kepercayaan
dan sikap. Motivasi merupakan dorongan yang timbul dari suatu keadaan
psikologis tertentu, seperti rasa lapar, rasa haus, dan rasa tidak nyaman.
2.1.9 Loyalitas Konsumen
Menurut Tjiptono (2002) terciptanya kepuasan dapat memberikan beberapa
manfaat diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis,
menjadi dasar bagi pembelian ulang dan menciptakan loyalitas pelanggan serta
rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan.
Menurut Kotler (2003:140) hubungan antara kepuasan dan loyalitas adalah
saat dimana konsumen mencapai tingkat kepuasan tertinggi yang menimbulkan ikatan
emosi yang kuat dan komitmen jangka panjang dengan merek perusahaan.
Griffin (2005) berpendapat bahwa seorang pelanggan dikatakan setia atau
loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau
terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali
dalam selang waktu tertentu. Upaya memberikan kepuasan pelanggan dilakukan
untuk mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih
berkaitan dengan perilaku pelanggan daripada sikap dari pelanggan.
Loyalitas konsumen menurut Dick & Basu dalam Husein Umar (2003:16)
didefinisikan sebagai komitmen konsumen terhadap suatu merek dan pemasok,
konsisten. Definisi ini mencakup dua hal penting, yaitu loyalitas sebagai perilaku dan
loyalitas sebagai sikap. Kombinasi kedua komponen akan menghasilkan empat situasi
kemungkinan, seperti gambar berikut:
Kuat Lemah
Sikap Rendah Tinggi
Sumber: Husein Umar (2003:16)
Gambar 2.3 : Perilaku Pembelian Ulang
Rendah Tinggi
Kepuasan Rendah Tinggi
Sumber : Husein Umar (2003:16)
Gambar 2.4 : Loyalitas
Menurut Schnaars dalam Husein Umar (2003:16) untuk mengkaitkan antara
tingkat kepuasaan dan tingkat loyalitas akan dihasilkan empat alternatif situasi, yaitu
failures, forced loyalty, defectors, dan successes.
Loyalty Latent Loyalty Spurious Loyalty No Loyalty
1. Failures, dicirikan dengan kondisi tidak puas dan tidak loyal.
2. Forced Loyalty, dicirikan dengan kondisi tidak puas, namun ada perasaan terikat pada program promosi yang dicanangkan perusahaan sehingga tetap
menjadi loyal.
2. Defectors, dicirikan sebagai tingkat kepuasan yang tinggi, tetapi merasa tidak harus terikat dengan produk tersebut.
3. Successes, dicirikan sebagai konsumen yang merasa puas dan paling mungkiun untuk memberikan word or mouth yang positif.
Oliver mendefinisikan loyalitas konsumen dengan suatu keadaan dimana
terdapat komitmen yang kuat dalam pembelian ulang dan penggunaan kembali
barang dan jasa perusahaan. Tingkat loyalitas konsumen terdiri dari empat tahap :
1. Loyalitas Kognitif
Tahap dimana pengetahuan langsung maupun tidak langsung konsumen akan
merek, manfaat dan dilanjutkan kepembelian berdasarkan keyakinan akan
superioritas yang ditawarkan. Dasar kesetiaan adalah informasi tentang produk
atau jasa yang tersedia bagi konsumen.
2. Loyalitas Afektif
kesetiaan konsumen adalah sikap dan komitmen terhadap produk dan jasa,
sehingga telah terbentuk suatu hubungan yang lebih mendalam antara konsumen
dengan penyedia produk atau jasa dibandingkan pada tahap sebelumnya.
3. Loyalitas Konatif
Intensi membeli ulang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang
merupakan dorongan motivasi.
4. Loyalitas Tindakan
Menghubungkan penambahan yang baik untuk tindakan serta keinginan untuk
mengatasi kesulitan seperti pada tindakan kesetiaan.
Tjiptono (2002:85) mengemukakan enam indikator yang bisa digunakan
untuk mengukur loyalitas konsumen yaitu :
1. Pembelian ulang
2. Kebiasaan mengkonsumsi merek tersebut
3. Selalu menyukai merek tersebut
4. Tetap memilih merek tersebut
5. Yakin bahwa merek tersebut yang terbaik
Ciri-ciri loyalitas konsumen, yaitu:
1. Memiliki komitmen pada merek tersebut
2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan merek lain
3. Merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain
4. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut, tidak melakukan
pertimbangan
5. Selain mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek tersebut, juga selalu
mengikuti perkembangannya
6. Dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan selalu
mengembangkan hubungan dengan merek tersebut
Untuk menjadi pelanggan yang loyal, seorang pelanggan harus melalui
beberapa tahapan. Proses ini berlangsung lama, dengan penekanan dan perhatian
yang berbeda-beda untuk masing-masing tahapan, karena setiap tahap mempunyai
kebutuhan yang berbeda. Dengan memperhatikan masing-masing tahap dan
memenuhi kebutuhan dalam setiap tahap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang
lebih besar untuk membentuk calon pembeli menjadi konsumen yang loyal dan klien
perusahaan. Hill dalam Sugiyono (2010:154) menggambarkan tingkatan loyalitas
Sumber: Nigel Hill dalam Sugiyono (2010:154)
Gambar 2.5 The Customer Loyalty Pyramid
Menurut Nigel Hill (dalam Sugiyono, 2010:152), tahap loyalitas konsumen
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Suspect, meliputi semua orang yang diyakini akan membeli (membutuhkan) barang/jasa, tetapi belum memiliki informasi tentang barang/jasa perusahaan.
2. Prospect, adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada tahap ini meskipun mereka
belum melakukan pembelian tetapi telah mengetahui keberadaan perusahaan dan
3. Customer, pada tahap ini pelanggan sudah melakukan hubungan transaksi dengan perusahaan, tetapi tidak mempunyai perasaan positif terhadap perusahaan, loyalitas
pada tahap ini belum terlihat.
4. Clients, meliputi semua pelanggan yang telah membeli barang/jasa yang dibutuhkan dan ditawarkan perusahaan secara teratur, hubungan ini berlangsung
lama dan mereka telah memiliki sifat retention.
5. Advocates, pada tahap ini, clients secara aktif mendukung perusahaan dengan memberikan rekomendasi kepada orang lain agar mau membeli barang/jasa di
perusahaan tersebut.
6. Partners, pada tahap ini telah terjadi hubungan yang kuat dan saling menguntungkan antara penyedia jasa dengan pelanggan, dan pada tahap ini pula
pelanggan berani menolak barang/jasa dari perusahaan lain.
2.2 Penelitian Terdahulu
Ulfathul Arzia melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh
Rebranding terhadap Brand Equity Air Conditioner (AC) Panasonic. Penelitian ini
menunjukkan bahwa poses rebranding yang dilakukan oleh PT Panasonic Gobel Indonesia cukup diketahui oleh masyarakat. Responden yang mengetahui pergantian
merek dan logo memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan responden
yang tidak mengetahui pergantian tersebut. Sumber informasi terbesar mengenai
proses rebranding bagi konsumen adalah iklan televisi. Proses rebranding
memberikan pengaruh positif kepada persepsi masyarakat atas produk Panasonic
sudah baik. Jika dibandingkan dengan beberapa merek AC yang lain, AC Panasonic merupakan merek AC yang sangat dikenal oleh masyarakat karena AC Panasonic menempati peringkat pertama pada tingkat top of mind dan tidak ada satu pun responden yang tidak mengenal AC Panasonic. Brand image yang terbentuk pada AC
Panasonic adalah, terasa kesejukannya, aman bagi kesehatan, produk berteknologi
tinggi, dan mudah mengoperasikannya. Melalui analisis perceived quality diketahui bahwa AC Panasonic lebih unggul dalam atribut ketahanan dan teknologi. Konsumen
AC Panasonic sebagian besar berada pada tingkatan satisfiedbuyer yaitu 86,67%. 2.3 Kerangka Konseptual
Menurut Sekaran dalam Sugiono (2009:8), kerangka konseptual merupakan
model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang
telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.
Menurut Wasesa (2005), rebranding sebagai sebuah perubahan merek, seringkali identik dengan perubahan brand ataupun lambang sebuah merek. Dalam masyarakat di mana kesan visual lebih ditekankan, maka perubahan visual akan
menjadi salah satu pertanda utama terjadinya sebuah perubahan dalam merek.
Menurut Kotler (2003:140) hubungan antara kepuasan dan loyalitas adalah
saat dimana konsumen mencapai tingkat kepuasan tertinggi yang menimbulkan ikatan
emosi yang kuat dan komitmen jangka panjang dengan merek perusahaan.
Hubungan perubahan merek dengan loyalitas konsumen adalah dimana
perubahan merek yang dilakukan disini bukan karena merek tersebut telah usang
dipasaran melainkan untuk menjadikan merek tersebut secara global , sehingga
membuat kayakinan dan pengakuan kosumen terhadap merek tersebut semakin
meningkat, dengan meningkatnya keyakinan konsumen maka mereka akan loyal
terhadap merek tersebut.
Sumber : Wasesa (2005) dan Kotler (2003)
Gambar 2.6 : Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
Menurut Sugiono (2009) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
perumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya
disusun dalam kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang
diberikan belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai teoritis terhadap
rumusan masalah penelitian, belum jawaban empirik.
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang dirumuskan
serta teori-teori pendukung, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:
“Perubahan merek Air Conitioner (AC) National menjadi Panasonic berpengaruh
terhadap loyalitas konsumen dalam melakukan keputusan pembelian di Kecamatan