BAB IV
perkembangannya. Hampir semua kondisi-kondisi anak autis itu berada di bawah
anak-anak normal. Mereka sulit kontak mata, wajah yang tidak berekspresi dan
sulit mengembangkan hubungan. Kurang dalam menunjukkan minat, dan juga
kurang dalam bermain yang variatif. Dalam kehidupan social mereka sangat
kaku, dan senang dengan rutinitas yang khusus walaupun tidak ada manfaatnya.
Semua keadaan itu bukanlah harga mati yang tidak bisa berubah lebih baik lagi.
Keadaan yang sesungguhnya merupakan akibat dari tidak selarasnya pikiran dan
perilaku mereka sendiri. Ketidakselarasan antara pikiran dan perilaku mereka
mengakibatkan tidak mampunya otak mentransfer perintah agar dikerjakan oleh
anggota tubuh. Ketidakselarasan ini jelas seperti yang disebut diatas menjadikan
anak autis sulit sekali untuk menyatakan ide, perasaan serta mengaktualkan
dirinya secara benar.
2. Menyelaraskan pikiran dan perilaku anak autis dapat dilakukan dengan
meningkatkan kecerdasan kinestetik jasmani anak itu sendiri. Jika kecerdasan
perilaku anak autis. Anak yang memiliki kecerdasan kinestetik memiliki
koordinasi tubuh yang baik. Gerakannya seimbang, luwes dan cekatan. Tugas
motorik halus bisa mereka lakukan jika kecerdasan kinestetik ini meningkat
misalnya menggunting, melipat, menjahit, mengecat dan menulis. Secara artistic
mereka akan mampu menari. Kalau ini sudah ada pada anak autis hal itu berarti
keselarasan antara pikiran dan perilaku mereka telah meningkat juga.
3. Perkembangan kecerdasan kinestetik ini cenderung diperoleh melalui terapi
bermain. Terapi bermain lebih menekankan pada kemampuan seseorang dalam
menangkap informasi dan mengolahnya sedemikian cepat, lalu dikongkritkan
dalam wujud gerak, yakni dengan menggunakan badan, tangan dan kaki. Proses
kerja terapi bermain harus distimulasi secara berkesinambungan dengan aktivitas
dan permainan yang menyenangkan sekaligus menantang bagi anak.
Komponen-komponen inti dari terapi bermain adalah kemampuan fisik yang spesifik seperti
koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan
maupun kemampuan menerima rangsangan. Dalam terapi bermain, respon yang
ditunjukkan oleh anak merupakan gerakan otot-otot tubuh sebagai akibat dari
adanya perintah dari sel saraf pusat (otak).
4. Dengan terapi bermain secara teratur dan terpola maka kecerdasan kinestetik
jasmani akan terlatih dan meningkat. Meningkatnya kecerdasan kinestetik
jasmani itu berarti bahwa kognitif anak telah mampu menerima perintah dan
berkembangnya kecerdasan kinestetik anak itu berarti telah ada keselarasan
anatara pikiran dan perilaku.
4.2 Rekomendasi.
1. Bagi Rumah Pintar anak berkebutuhan khusus Togaten Salatiga bermain sudah
menjadi program pendidikan untuk anak. Hal ini sesuai dengan dunia
anak-anak yang suka bermain. Melalui penelitian bermain itu bukan hanya sekedar
permainan saja namun mampu meningkatkan kecerdasan kinestetik anak yang
juga mendorong munculnya kecerdasan lainnya. Oleh karena itu sangat
diharapkan agar Rumah Pintar Togaten dalam programnya boleh
mempergunakan terapi bermain ini lebih terfokus untuk meningkatkan
kecerdasan kinestetik anak.
2. Bagi pemerhati dan yang peduli dengan anak autis. Belakangan ini telah
dikembangkan terapi bermain walaupun belum mendapat rekomendasi sebagai
terapi yang ampuh untuk anak autis. Melalui penelitian yang dilakukan di Rumah
Pintar Togaten Salataiga terhadap anak autis terapi bermain ini layak untuk
dipergunakan secara khusus melatih kecerdasan kinestetik jasmani mereka.
Namun efektifitas kecerdasan kinestetik ini mampu meningkatkan keselaras
antara pikiran dan perilaku anak autis belum teruji. Oleh karena itu diharapkan
adanya penelitian lanjutan oleh para pemerhati di bidangini.
3. Gereja sudah saatnya untuk lebih memperhatikan kehidupan para anak autis.
menjadikan mereka sebagai salah satu focus pelayanan yang terprogram dan
menetap. Dengan mendirikan sekolah inklusi bagi anak autis agar perkembangan
kognitif dan kecerdasan lainnya dapat dikembangkan demi masa depan
kehidupan mereka sendiri. Mereka sekarang ada di tengah-tengah gereja dan