• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Simbolik dalam Komunitas Punk. Studi Kasus: Komunitas Street Punk Gonzo di Jalan Mandala By Pass Kelurahan Bandar Set Kecamatan Medan Tembung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna Simbolik dalam Komunitas Punk. Studi Kasus: Komunitas Street Punk Gonzo di Jalan Mandala By Pass Kelurahan Bandar Set Kecamatan Medan Tembung"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Interaksionisme Simbolik

Menurut seorang filsuf Amerika pada awal abad ke-19, George Herbert Mead, orang tak hanya menyadari orang lain tetapi juga mampu menyadari dirinya sendiri. Dengan demikian orang tidak hanya berinteraksi dengan orang lain, tetapi secara simbolis dia juga berinteraksi dengan dirinya sendiri. Interaksi simbolis dilakukan dengan menggunakan bahasa, sebagai satu-satunya simbol yang terpenting, dan melalui isyarat. Simbol bukan merupakan fakta-fakta yang sudah jadi, simbol berada dalam proses yang berkelanjutan. Proses penyampaian makna ini yang merupakan pokok dari sejumlah analisa kaum interaksionis simbolis. Bagi Mead, pokok permasalahan sosiologi adalah interaksi para aktor yang terorganisir dan terpola di dalam situasi-situasi sosial (Poloma, 2010: 257).

Blumer mengutarakan tentang tiga prinsip utama interaksionisme simbolik dalam Symbolic Interactionism: Perspective and Method, yaitu tentang pemaknaan (meaning), bahasa (language), dan pikiran (thought). Premis ini nantinya mengantarkan kepada konsep diri seseorang dan sosialisasinya kepada komunitas yang lebih besar yakni masyarakat.

1. Blumer mengajukan premis pertama, bahwa human act toward people or things on the basis of the meanings they assign to those people or things.

(2)

Sebagai contoh, di kota-kota besar jika ada seorang wanita yang berbusana minim (sexy) ketika mengunjungi sebuah mall, ke tempat-tempat hiburan lain atau ke acara-acara ekslusif seperti di gedung atau hotel-hetel mewah, maka orang-orang yang berada di lingkungan tersebut akan menganggap itu hal yang wajar dan sah-sah saja, atau bahkan malah mengagumi karena keberaniannya untuk berbusana seperti itu. Lain hal nya jika seorang yang berbusana minim itu datang ke desa, atau melakukan aktivitas-aktivitas disana dengan penampilan yang sexy,

masyarakat di desa tersebut akan melihat dan memperhatikannya dari atas sampai bawah dengan tatapan aneh, mereka akan menganggap wanita tersebut tidak mempunyai nilai-nilai kesopanan dan nilai-nilai agama. Maka dapat disimpulkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi antara wanita berbusana sexy tersebut dengan masyarakat kota dan desa dilandasi dengan pemikiran-pemikiran yang berbeda.

Pemaknaan tentang apa yang nyata bagi kita pada hakikatnya berasal dari apa yang kita yakini sebagai kenyataan itu sendiri. Karena kita yakin bahwa hal tersebut nyata, maka kita mempercayainya sebagai kenyataan. Dalam contoh yang sama apabila kita memaknai wanita yang berbusana sexy tersebut sebagai hal yang wajar dan patut dikagumi maka kita menganggap bahwa pada kenyataannya berbusana seperti itu memang hal yang wajar dan benar dan patut dikagumi, begitu pula sebaliknya.

2. Premis kedua Blumer adalah meaning arises of the social interaction that people have with each other (Pemaknaan muncul dari interaksi sosial yang dipertukarkan di antara mereka).

(3)

negosiasi melalui penggunaan bahasa (language) dalam perspektif interaksionisme simbolik. Di sini, Blumer menegaskan tentang pentingnya penamaan dalam proses pemaknaan. Sementara itu Mead juga meyakini bahwa penamaan simbolik ini dasar bagi masyarakat manusiawi (human society).

3. Premis ketiga Blumer adalah an individual’s interpretation of symbols is modified by his or her own thought process (interpretasi seorang individu mengenai simbol disesuaikan dengan proses pemikiran individu itu sendiri).

Interaksionisme simbolik menggambarkan proses berpikir sebagai perbincangan dengan diri sendiri. Proses berpikir ini sendiri bersifat refleksif. Walaupun secara sosial kita berbagi simbol dan bahasa yang sama seperti dalam konteks wanita berbusana sexy tadi, belum tentu dalam proses berpikir kita sama-sama menafsirkannya dengan cara atau maksud yang sama-sama dengan orang lain. Semuanya sedikit banyak dipengaruhi oleh interpretasi individu dalam penafsiran simbolisasi itu sendiri.

Setelah kita paham tentang konsep meaning, language, dan thought saling terkait, maka kita dapat memahami konsep Mead tentang ‘diri’ (self). Konsep diri menurut Mead sebenarnya kita melihat diri kita lebih kepada bagaimana orang lain melihat diri kita (imagining how we look to another person). Kaum interaksionisme simbolik melihat gambaran mental ini sebagai the looking-glass self dan bahwa hal tersebut dikonstruksikan secara sosial.

(4)

terhadap harapan atau penafsiran orang lain tersebut kepada diri kita (Scott, 2012: 341).

Dikaitkan dengan teori, Komunitas Street Punk Gonzo ini sesuai dengan namanya yang menonjolkan kata Punk yang merupakan simbol perlawanan terhadap kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya di masyarakat, mempengaruhi pemikiran dan ekspektasi masyarakat yang mendengar atau melihat keberadaan mereka. Simbol-simbol perlawanan yang mereka lakukan akan menjadi sorotan dan perbandingan sesuai dengan nilai-nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat.

2.2 Simbol Sebagai Representasi

Simbol merupakan suatu media yang menyampaikan makna di luar media tersebut, fungsi simbol hadir ketika ekspresi membawa sebuah makna tertentu di luar ekspresi tersebut (Eco, 2009: 69). Seperti hal nya lampu merah di jalan raya yang bukan menitik beratkan pada warna melainkan pada arti yang hendak disampaikan oleh warna tersebut, bahwa merah bukan berarti representasi warna tetapi merah berarti berhenti.

(5)

mengetahui bahwa seseorang adalah kelompok atau golongan tertentu berdasarkan fashion yang digunakan.

Meski demikian, peran fashion sebagai simbol tidak hadir dengan begitu saja. Butuh proses produksi dan identifikasi tersendiri untuk dapat menjadikan

fashion sebagai simbol, selain itu juga butuh penempatan serta penyesuaian terhadap situasi dan kondisi tertentu. Memakai fashion untuk alasan yang bersifat sosial merupakan ciri universal dalam budaya manusia (Danesi, 2010: 211). Foucault (2001: 67) juga menyatakan bahwa “hal tersebut bukan dikarenakan manusia memiliki semua tanda yang memungkinkan, melainkan karena tidak pernah ada tanda hingga ada kemungkinan yang diketahui tentang tanda. Tanda tidak menunggu dalam diam atas kedatangan manusia, melainkan dapat dibentuk dan diciptakan hanya dengan sebuah tindakan dan kesadaran”. Beberapa orang akan mengenakan setelan dan gaun mewah pada acara pesta demi memunculkan citra dan derajat kemapanan yang lebih tinggi. Sebagian menghindari memakai baju tidur di pusat perbelanjaan karena akan membuat mereka terlihat konyol. Maka dari itu, penggunaan fashion sebagai simbol juga harus disesuaikan dengan kondisi di sekitar jika ingin makna yang tersirat sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Dari situlah fashion memiliki peran penting dalam proses manifestasi gagasan dan bahkan identitas.

2.3 Identitas Kelompok

(6)

yang dibentuk berdasarkan proses sosialisasi. Singkatnya identitas adalah tentang diri dan sosial, tentang diri kita dan tentang relasi kita dengan orang lain. Identitas bukanlah suatu hal yang paten yang kita miliki, melainkan suatu proses yang merupakan hasil dari proses sosial, dan identitas sebagai produk sosial. Diri (self)

akan mempengaruhi masyarakat melalui perilaku secara individual yang dengan demikian membentuk berbagai kelompok, organisasi, jaringan dan institusi. Menggunakan ide-ide dari interaksionis simbolik dari George Herbert Mead, Jenkins (dalam Anggraheni, 2009) berargumen bahwa identitas terbentuk melalui proses sosialisasi. Melalui proses ini orang belajar untuk membedakan persamaan dan perbedaan signifikan secara sosial antara mereka dengan orang lain. Identitas seseorang selalu dibentuk dalam hubungan dengan orang lain (Anggraheni, 2009).

Dengan menggunakan pendekatan interaksionisme simbolik, suatu fenomena dalam lingkungan sosial akan lebih mudah dipahami melalui defenisi individu atau interpretasi diri sendiri, orang lain dan bahkan situasi melalui identifikasi makna-makna yang diberikan aktor pada lingkungannya, untuk memahami mengapa melakukan sesuatu dengan cara mereka sendiri.

Istilah kelompok yang berarti sejumlah orang yang secara bersama-sama memiliki aktivitas dan tujuan yang sama dalam bertindak. Identitas kelompok merupakan bentuk spesifik dari identitas budaya. Identitas kelompok bisa dilihat sebagai sebuah kumpulan ide tentang satu kepemilikan keanggotaan kelompok (Lubis, 2012). Hal ini menyangkut beberapa dimensi yaitu:

(7)

2. Pengetahuan tentang budaya kelompok (tradisi, kebiasaan, nilai dan perilaku)

3. Perasaan mengenai kepemilikan pada kelompok tertentu

Memiliki sebuah identitas kelompok berarti mengalami sebuah perasaan memiliki pada suatu kelompok dan mengetahui sesuatu tentang pengalaman yang dibagi pada anggota kelompok. Setiap kelompok masing-masing memiliki identitas yang berbeda dan kategori komunitas (community) sebagai klasifikasi orang-orang dalam konteks identitas umum yang paling dasar (basic most general identity), yang ditentukan oleh kesamaan identitas di dalamnya. Simbol ataupun atribut penting yang pada dasarnya mengidentifikasi kelompok adalah faktor-faktor primordial seperti aktivitas, atribut yang digunakan, nilai-nilai simbolik, dan teritorial. Setiap kelompok dalam komunitas memiliki identitas umum yang paling dasar yang membentuk kesamaan antara orang-orang dalam satu kelompok tersebut.

Identitas umum tersebut juga membentuk perbedaan dengan orang-orang di luar kelompok dan identitas tersebut terlihat sehingga menciptakan sesuatu yang khas dan unik. Identitas merupakan hal yang dinamis dan beragam, artinya identitas bukanlah suatu hal yang statis, namun pada suatu saat bisa berubah. Sama halnya dengan identitas komunitas yang bisa saja mengalami perubahan bahkan menghilang.

2.4 Penelitian Yang Relevan

(8)

Universitas Sebelas Maret yang berjudul “Konstruksi Identitas Komunitas Punk

Maladaptif Terroe Crew di Kota Surakarta”. Penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana fenomena pembentukan identitas dari Komunitas Punk

yang ada di kota Surakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung dan wawancara secara mendalam.

Dalam hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pembentukan identitas dari Komunitas Punk Maladaptif Terroe Crew terdapat empat karakteristik simbol yang melekat. Pertama, jenis tanda yang berkaitan dengan tanda-tanda periklanan. Berdasarkan temuan di lapangan ditemukan tanda berupa identitas komunitas yang diwujudkan dalam ikon atau gambar tengkorak. Secara konotatif tengkorak dimaknai oleh komunitas Maladaptif Terroe Crew sebagai sebuah perlawanan dengan kondisi sosial yang sudah lepas kendali dari norma-norma sosial yang mengikat. Selain itu, temuan lainnya berkaitan dengan periklanan yaitu warna hitam yang secara konotatif dimaknai sebagai bentuk tanda solidaritas kelompok berdasarkan konvensi (kesepakatan) sosial dalam kelompok yang dibangun.

(9)

negatif oleh sebagian masyarakat. Melalui Zine komunitas ini dapat menyuarakan aspirasi, opini, dan juga kritik terhadap persoalan yang ada di masyarakat.

Ketiga berkaitan dengan aktivitas dan penampilan. Terdapat dua temuan yang berkaitan yaitu aksi sosial Food Not Bombs dan juga ekualitas kelompok dalam bentuk minuman keras. Food Not Bombs merupakan aksi sosial yang dilakukan komunitas Punk Maladaptif Terroe Crew dengan cara membagikan makanan kepada orang-orang yang berada di jalanan seperti Tunawisma, gelandangan dan sebagainya. Aksi tersebut sebagai wujud ironis dan apatis mereka terhadap pemerintah khususnya Kota Surakarta yang berkewajiban memelihara dan melindungi gelandangan, pengemis, Tunawisma dan sebagainya. Sedangkan aktivitas ekualitas dalam bentuk minuman keras secara konotasi, aktivitas tersebut dimaknai sebagai simbol solidaritas dan ikatan persahabatan, serta ekualitas (kesamarataan) sosial.

Referensi

Dokumen terkait

Rearrange the jumbled words into good

Kelompok Kerja 3 Unit Layanan Pengadaan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2017 akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket

Karena tidak ada peserta yang lulus evaluasi dokumen penawaran, maka Panitia Pengadaan menyatakan bahwa lelang Pengadaan Pekerjaan Penataan dan Penyediaan Fasilitas

Penggunaan framework juga mempermudah pengembangan aplikasi web karena pengembang tidak perlu mengulang kode program untuk fungsi-fungsi yang sering digunakan, tetapi cukup

Demikian undangan ini kami sampaikan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.. PEMERINTAH KABUPATEN

( 7) Ket ent uan- ket ent uan t eknis t ent ang kegiat an perkuliahan dan at uran rem idial diat ur lebih lanj ut oleh j urusan/ program st udi. ( 9) Ket ent uan- ket ent uan

Demikian undangan ini kami sampaikan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.. PEMERINTAH KABUPATEN

(3) Mahasiswa dapat meminta bantuan PA dalam hal mendapatkan informasi tentang program pendidikan di UMM, pengarahan dalam menyusun rencana studi untuk semester yang akan