BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunitas Punk menjadi salah satu bagian dalam masyarakat kota yang tidak mengikuti arus yang dibentuk oleh pasar. Citra identitas sebuah komunitas
Punk hadir dalam bentuk simbol-simbol sebagai produk dari subkultur mereka.
Bentuk citra identitas yang dapat dilihat secara jelas dari komunitas ini pada awalnya adalah melalui gaya busana yang dikenakan oleh mereka. Secara
keseluruhan, unsur-unsur visual yang melekat pada style Punk mudah dikenali. Misalnya baju yang dipenuhi aksesoris tempelan berbahan logam (berbentuk
bulat, segitiga, atau yang menyerupai duri), rambut bergaya Mohawk (rambut tegak ke atas) ala suku Indian, pakaian dan celana robek, sepatu boot, dan lain sebagainya. Selain gaya busana sebagai bentuk citra identitas, pola-pola citra
identitas yang dibangun oleh komunitas ini pada akhirnya berkembang melalui berbagai macam cara, tidak hanya melalui bentuk fashion dan musik, melainkan
banyak pola-pola lain yang diterapkan misalnya melalui aksi seni gambar dan lain sebagainya.
Punk adalah salah satu contoh gerakan subkultur di mana terdapat
pola-pola aksi pemakaian simbol-simbol lewat cara “pencurian” simbol, seperti penggunaan objek-objek pakaian seragam militer, aksesoris yang sudah mapan,
tidak secara simbolik yang menyampaikan sikap politis terhadap orde yang mapan. Punk merupakan sebuah bentuk budaya anak muda yang memiliki
semangat anti kemapanan namun menjunjung tinggi kebebasan individu dalam berekspresi. Punk merupakan suatu fenomena budaya yang bersifat sub-altern yang memberikan suatu identitas baru bagi sekelompok kaum muda. Mereka
berusaha membangun sebuah wadah yang dapat menampung segala aktivitas dan ekspresi dalam rangka mencari jati diri, sekaligus sebagai media perlawanan
terhadap berbagai aturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Punk mempunyai beberapa ideologi yaitu DIY (Do It Yourself ), anti kemapanan, dan
Anarchy (Martono, 2009).
Punk adalah perilaku yang lahir dari sifat melawan, tidak puas hati,
marah, dan benci pada sesuatu yang tidak pada tempatnya (sosial, ekonomi,
politik, budaya, bahkan agama) terutama terhadap tindakan yang menindas. Para
Punker mewujudkan rasa itu ke dalam musik dan fashion. Sederhananya, punk
menyampaikan kritikan. Mereka hidup bebas dan bertanggung jawab pada setiap
pemikiran dan tindakannya. Oleh sebab itu, mereka menciptakan perlawanan yang hebat dengan realisasi musik, gaya hidup, komunitas, dan kebudayaan sendiri
(Widya, 2010).
Selain fashion aksi-aksi simbolis yang dilakukan oleh subkultur Punk untuk pertama kalinya juga dilakukan melalui media musik. Punk yang pertama
merupakan sebagai bagian dari bentuk budaya perlawanan terhadap hegemoni kaum elite atau dengan kata lain lahir karena terjadinya ketimpangan antara elite
dan kelas buruh.
Berbagai anggapan tentang kejayaan komunitas Punk dalam perkembangannya, mengatakan bahwa kejayaan komunitas ini dalam
perkembangannya adalah di era tahun 1980-an. Hal tersebut berkaitan dengan gerakan Punk yang merajalela di Amerika. Gerakan anak muda yang diawali oleh
anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi.
Mereka melakukan perlawanan tidak hanya terhadap hegemoni kaum elit, melainkan juga melakukan gerakan terhadap isu-isu politik, sosial, dan
lingkungan di sekitar mereka.
Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat
yang cepat dan menghentak. Banyak yang salah mengartikan Punk sebagai “glue sniffer” dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan "lem
berbau tajam" untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra Punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
dalam bentuk fashion, musik dan pada akhirnya diadopsi pula di Indonesia. Keberadaan komunitas Punk atau subkultur Punk yang berkembang di Indonesia
merupakan bagian dari sebuah proses adopsi subkultur Punk dari negara asalnya yaitu Inggris dan Amerika.
Perkembangan komunitas ini di Indonesia tidak begitu dapat ditemukan
atau dijumpai bagaimana awal subkultur tersebut pertama kali hadir, namun dalam beberapa informasi komunitas ini awalnya muncul pada tahun 1980-an yang
sebelumnya sudah didahului dengan perkembangan subkultur metal dan rock di Indonesia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa perkembangan komunitas
Punk di kota-kota di Indonesia berangkat dari proses adopsi fashion dan musik.
Proses tersebut yang hingga sekarang masih lekat dengan stigma yang dilabelkan pada komunitas Punk di Indonesia.
Menjamurnya anak Punk atau yang lebih terkenal dengan sebutan Punker di Indonesia ini tidak terlepas dari dua faktor yang sangat fundamental yaitu faktor sosial dan faktor ekonomi. Adapun faktor yang pertama yaitu faktor sosial,
dapat dilihat munculnya "gap" atau jurang pemisah antara si kaya dan si miskin yang biasa disebut kesenjangan sosial di dalam masyarakat. Sedangkan faktor
ekonomi yaitu Punk di Indonesia didominasi oleh remaja yang secara finansial cenderung ke bawah, para remaja kelas bawah yang tidak memiliki harapan di masa depan.
(Analisadaily.2012. Eksistensi Punk dan Moralitas Bangsa
Indonesia. Diakses dari
berserikat dan sebagainya (Chainur Arrasjid, 2002). Era pasca Reformasi justru memberikan angin segar dan pengaruh terhadap hadirnya berbagai macam
komunitas, tidak terkecuali Komunitas Punk. Pada masa Orde Baru yang menutup keras terhadap kritik dan peluang terhadap hadirnya kelompok-kelompok yang bertentangan dengan pemerintah dan kaum elite yang berkuasa
saat itu, menjadikan Komunitas Punk kurang populer di masyarakat. Namun, pasca Reformasi 1998 di Indonesia, kemunculan beragam kelompok-kelompok
anti-meanstream di Indonesia mulai bermunculan menunjukkan citra identitasnya masing-masing.
Kota Medan yang juga merupakan salah satu kota di Indonesia yang
mengalami perkembangan sebagai kota Metropolitan, menjadikan kota ini salah satu basis Komunitas Punk di Indonesia. Secara historis, komunitas ini memiliki
sejarah panjang di Kota Medan. Budaya dan scene (istilah kelompok dalam Komunitas Punk) Punk muncul pertama kali berkisar pada akhir tahun 1980 dan di awal 1990. Budaya ini dibawa oleh anak-anak Kota Medan yang sekolah atau
berkunjung dari Pulau Jawa, dan akhirnya meluas sampai ke pinggiran Kota Medan. Tanjung Morawa adalah salah satu kota yang memiliki scene yang sudah
cukup lama eksis dan merupakan pelopor penyebaran budaya Punk di Kota Medan. Salah satu scene awal di Kota Medan tidak terlepas dari nama INALUM Brotherhood, walaupun kini sudah tidak ada lagi. Punker yang dulunya tergabung
Komunitas Punk di Indonesia, termasuk di Kota Medan, memang sangat diwarnai oleh budaya dari barat atau Amerika dan Eropa. Biasanya perilaku
mereka terlihat dari gaya busana yang mereka kenakan seperti sepatu boot, potongan rambut mohawk ala suku Indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, rantai dan spike, jaket kulit, celana
jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan
kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira
bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker (Analisadaily. 2012. Eksistensi Punk dan Moralitas Bangsa Indonesia. Diakses dari
Pada awal tahun 2000 mulai muncul berbagai macam komunitas street
Punk di Kota Medan. Komunitas ini cepat menyebar luas, dan komunitas punkers
baru juga semakin banyak bermunculan. Komunitas street Punk di kota tersebut bermunculan mulai dari Jalan Sutomo, meluas sampai ke daerah Guru Patimpus, Aksara, Juanda, Titi Kuning, Brayan, Bilal, Belawan, Ayahanda, Griya, Speksi
dan akhirnya sampai ke daerah Sei Sikambing (Newkicks. edisi November 2010. Halaman 15).
Hingga kini perkembangannya semakin meluas di Kota Medan. Tepatnya di sekitar di Jalan Mandala By Pass Kecamatan Medan Tembung juga terdapat suatu Komunitas Punk, yang disinyalir berdasarkan informasi dan observasi awal
berada di persimpangan empat jalan kota, menjadikan lokasi ini sebagai lokasi yang ideal bagi Komunitas Punk untuk memperlihatkan eksistensinya kepada
masyarakat Kota Medan.
Dari observasi peneliti di lapangan, kelompok atau scenes Punk di lokasi ini merupakan migrasi dari Komunitas street Punk yang berada di Jalan Aksara
Kota Medan. Perpindahan Komunitas Punk tersebut dikarenakan terjadinya konflik internal diantara kelompok mereka sendiri. Akibat konflik tersebut,
memaksa Kelompok Punk terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mendiami Jalan Aksara dan kelompok yang mendiami Jalan Mandala By Pass Kecamatan Medan Tembung.
Kehadiran Komunitas Punk ini memunculkan berbagai pandangan beragam dari masyarakat sekitarnya. Komunitas Punk oleh sebagian masyarakat
Kota Medan dianggap sebagai pola tindakan menyimpang di masyarakat. Stigma negatif tersebut muncul akibat pola perilaku dan gaya hidup yang ugal-ugalan, hidup di jalanan, kotor, mabuk-mabukan serta terkadang juga tidak jauh dari
narkotika. Namun, hal tersebut oleh Komunitas Punk sendiri merupakan bentuk simbol-simbol perlawanan yang sarat makna terhadap berbagai kondisi sosial,
ekonomi, budaya, politik, dan berbagai macam persoalan di sekitar mereka.
Berangkat dari latar belakang di atas, penelitian ini mencoba mengulas fenomena di balik simbol-simbol dari Komunitas Street Punk Gonzo yang ada di
namun di sisi lain beberapa dari komunitas tersebut lainnya yang berkembang justru memiliki citra identitas yang berbeda-beda dengan negara asalnya, sesuai
dengan situasi, konteks, dan isu-isu sosial politik yang ada di sekelilingnya dan di dalam negeri. Fenomena tersebut yang kemudian menjadi dasar peneliti untuk melakukan pengkajian terhadap bentuk dan makna simbol-simbol perlawanan,
serta proses terbentuknya simbol-simbol perlawanan yang dilakukan Komunitas
Punk tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana bentuk dan makna simbol-simbol perlawanan yang dilakukan Komunitas Street Punk Gonzo di Jalan Mandala By Pass
Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung?
2. Bagaimana proses terbentuknya simbol-simbol perlawanan yang dilakukan Komunitas Street Punk Gonzo di Jalan Mandala By Pass
Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Berdasarkan adanya keinginan
1. Untuk mengetahui dan menginterpretasikan bentuk dan makna simbol-simbol perlawanan yang dilakukan Komunitas Street Punk Gonzo di
Jalan Mandala By Pass Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung.
2. Untuk mengetahui dan menginterpretasikan proses terbentuknya
bentuk simbol-simbol perlawanan yang dilakukan Komunitas Street
Punk Gonzo tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah penelitian
telah selesai ditulis. Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah kajian ilmiah bagi mahasiswa, serta dapat menambah kontribusi bagi perkembangan Sosiologi terkhusus bagi kajian kelompok sosial masyarakat perkotaan.
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Komunitas Punk
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tinjauan terhadap komunitas tersebut, agar menjadi lebih baik serta menambah wawasan dari setiap anggota komunitas mengenai simbol-simbol perlawanan mereka.
2. Masyarakat
3. Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi tambahan
kepada pemerintah dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan mengenai Komunitas Punk khususnya di Kota Medan, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
1.5 Definisi Konsep
Dalam sebuah penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah definisi abstrak mengenai gejala atau realita suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan
suatu gejala (Moleong, 1997). Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan konteks penelitian ini antara lain:
a. Komunitas Punk
Komunitas Punk menjadi salah satu subkultur dalam masyarakat kota yang tidak mengikuti arus yang dibentuk oleh pasar. Citra identitas sebuah komunitas
Punk hadir dalam bentuk simbol-simbol sebagai produk dari subkultur mereka.
Bentuk citra identitas yang dapat dilihat secara jelas dari komunitas ini adalah
melalui fashion, musik, dan bentuk simbol-simbol perlawanan lainnya sesuai dengan situasi, konteks, dan isu-isu terkait sosial, ekonomi, politik, bahkan agama yang ada di sekelilingnya (ruang lingkup yang kecil) dan di dalam negara (ruang
b. Makna Simbolik
Makna simbolik berkaitan dengan interaksionisme simbolik. Interaksi
bukan hanya reaksi belaka dari tindakan orang lain, melainkan atas “makna” yang diberikan terhadap tindakan orang lain. Interaksi tersebut biasanya ditandai dengan penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk
memahami maksud dari tindakan masing-masing.
Dapat disimpulkan bahwa makna simbolik itu adalah proses percakapan
pada diri sendiri dengan individu lain berdasarkan makna tersebut. Seseorang yang menjadi aktor memberikan informasi hasil dari pemaknaan simbol dari perspektifnya kepada orang lain, dalam proses saling mempengaruhi tindakan
sosial.
c. Punker
Punker merupakan sebutan bagi seseorang atau individu yang memilih
menjalani hidup dengan berdasarkan ideologi Punk. Adapun seseorang yang menjalani hidup sebagai seorang Punker akan mengaplikasikan ideologi tersebut
ke dalam kehidupannya sehari-hari, seperti hal nya agama di dalam kehidupan masyarakat.
d. Ideologi
Ideologi adalah suatu kumpulan gagasan, ide-ide, dasar, paham, keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis dengan arah dan tujuan yang hendak
e. Simbol Perlawanan Komunitas Punk
Simbol Perlawanan Komunitas Punk dalam penelitian ini adalah media
yang biasa digunakan dan dilakukan oleh Komunitas Street Punk Gonzo sebagai bentuk simbol-simbol perlawanan mereka seperti melalui fashion, musik, grafity, produk yang dihasilkan, serta kegiatan lainnya seperti penggunaan “gelek” dan
“polisi gopek”. f. Fashion
Melalui dimensi sosial kultural, fashion dijadikan sebagai media
komunikasi, ekspresi, dan gagasan. Demikian pula dalam Komunitas Street Punk
Gonzo, fashion menjadi salah satu media simbol perlawanan yang komunitas
gunakan sebagai wujud manifestasi sebuah pernyataan yang lebih dari sekedar gaya. Perwujudan manifestasi makna dalam fashion yang digunakan Komunitas
Street Punk Gonzo dalam penelitian ini seperti diantaranya rambut Mohawk,
celana ketat dan robek, tatto, jacket, tindik, pierching, sepatu boot, rantai, kalung, resleting, emblem.
g. Musik
Dalam Komunitas Street Punk Gonzo musik menjadi media simbol
perlawanan yang sangat vital. Hal ini disebabkan musik menjadi media sosialisasi yang lebih mudah dipahami dan dimengerti masyarakat. Dalam bermusik, Punker lebih mengutamakan lirik musik dibandingkan teknis dalam bermain musik. Irama
ini biasa Komunitas Street Punk Gonzo lakukan saat anggota komunitas mengamen.
h. Grafity
Grafity merupakan coret-coret pada dinding yang menggunakan komposisi
warna, garis, bentuk dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau kalimat
tertentu. Adanya kelas sosial yang terlalu jauh menimbulkan kesulitan bagi masyarakat golongan tertentu untuk mengeksplorasikan kegiatan seninya.
Akibatnya beberapa golongan tersebut menggunakan sarana yang hampir tersedia di seluruh kota yaitu dinding. Biasanya karya ini menunjukkan ketidakpuasan terhadap golongan sosial (pemerintah) yang mereka alami.
i. Produk
Menghasilkan produk secara mandiri mulai dari mengenali produk baru,
mengatur permodalan, menentukan cara produksi, serta memasarkannya juga dilakukan Komunitas Street Punk Gonzo. Produk-produk yang dihasilkan dibagi dalam dua bentuk yaitu dalam bentuk barang dan dalam bentuk jasa. Selain
sebagai pemenuhan kebutuhan, Komunitas Street Punk Gonzo juga menjadikan kegiatan ini sebagai media merepresentasikan simbol perlawanan yang ingin
komunitas sampaikan kepada masyarakat di sekitarnya. j. “Gelek”
“Gelek” adalah istilah lain yang biasa digunakan untuk menyebutkan salah
satu jenis narkotika yaitu ganja. Dalam penelitian ini, Komunitas Street Punk
Gonzo biasa menggunakan barang narkotika jenis ini bersamaan dengan minuman
Pemilihan bahan narkotika jenis ini lebih sering mereka konsumsi dikarenakan harganya yang lebih terjangkau dibandingkan narkotika jenis lainnya.
k. “Polisi gopek”
“Polisi gopek” adalah kegiatan mengatur jalan lalu lintas seperti hal nya Polisi Satuan Lalu Lintas (Satlantas) yang bertugas mengatur lalu lintas dan
berusaha untuk mendapatkan upah dari pengemudi kendaraan dengan sukarela. Dalam penelitian ini, kegiatan “polisi gopek” di perempatan antara Jalan Letda
Sudjono dan Jalan Mandala By Pass biasa dilakukan anggota-anggota Komunitas
Street Punk Gonzo ketika terjadi kemacetan lalu lintas, dan tidak adanya petugas