• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh motif McClelland terhadap Hardiness orang Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh motif McClelland terhadap Hardiness orang Simalungun"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat terlepas dari interaksi

lingkungan sekitarnya. Interaksi yang dilakukan oleh manusia dimulai dari

interaksi pada lingkup terkecil yaitu keluarga sampai dengan masyarakat. Hasil

dari interaksi dari masyarakat adalah nilai dan norma yang membentuk budaya.

Budaya mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, baik cara berpikir,

merasakan sesuatu, cara berpakaian, jenis-jenis makanan, cara memakan sesuatu,

cara berbicara, nilai dan moral apa yang sangat mendasar dalam diri seseorang,

serta cara berinteraksi dengan orang lain (Boas dalam Hogg, 2002). Psikolog

budaya dan beberapa psikolog sosial, telah memberikan banyak bukti mengenai

pengaruh budaya terhadap berbagai perilaku dasar manusia dan proses-proses

psikologis lainnya (Hogg, 2002). Indonesia adalah negara yang kaya dengan

ragam budaya. Suku merupakan salah satu dari keragaman budaya di Indonesia.

Suku ditentukan dari garis keturunan orang tua kita yang terdiri dari dua bagian

yaitu patrilineal merupakan suku yang diturunkan dari ayah dan matrilineal atau

suku yang diturunkan dari Ibu.

Salah satu suku yang ada di Indonesia adalah suku Simalungun. Suku

Simalungun merupakan salah satu suku yang terdapat di Sumatera Utara. Batak

Simalungun adalah salah sub Suku Bangsa Batak yang yang menetap di

(2)

2 leluhur suku ini berasal dari daerah India Selatan. Sepanjang sejarah suku ini

terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Marga asli penduduk Simalungun adalah

Damanik, dan 3 marga pendatang yaitu, Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian

marga - marga (nama keluarga) tersebut menjadi 4 marga besar di Simalungun.

Dari kebiasaan hidupnya kita juga tahu orang Simalungun dijuluki Batak yang

halus dalam setiap kosa katanya. Sopan, bahasa yang halus tetap menjadi ciri khas

Simalungun (Saragih, 2008) .

Kebudayaan yang diturunkan secara turun temurun tersebut dapat kita lihat

dari segala aktivitas kehidupan masyarakat Simalungun. Pada suku Simalungun,

orang tua selalu menanamkan prinsip Habonaron do bona kepada anak cucunya,

dimana dalam hidup bermasyarakat harus bijaksana (Saragih, 2008). Dari filosofi

habonaran do bona, tercermin prinsip hidup yang banyak diyakini oleh

masyarakat Simalungun berupa kata-kata nasehat dalam bentuk ungkapan,

pepatah, kiasan. Secara umum prinsip habonaron do bona menanamkan kehati -

hatian, hidup bijaksana, matang dalam berencana sehingga tidak jadi penyesalan

di kemudian hari (Saragih, 2008).

Suku Simalungun memiliki falsafah”totik mansiatkon diri, marombow bani

simbuei” yang artinya cermat (bijak) membawakan diri dan mengabdi kepada

khalayak umum sehingga selalu menyenangkan bagi orang lain (Saragih, 2008).

Menurut Saragih, hal ini lah yang membuat masyarakat Simalungun lebih sering

menyesuaikan diri dengan sekitarnya. Masyarakat Simalungun cenderung untuk

menghindari konflik, bahkan ketika mempertahankan pendapatnya sendiri pun.

(3)

3 ataupun perlakuan yang kurang pantas yang diterima tidak harus dibalas, karena

masyarakat Simalungun yakin bahwa Tuhan (Naibata) yang akan membalaskan.

Masyarakat Simalungun cenderung untuk mengerjakan sesuatu berjalan apa

adanya, dan selalu berusaha menyenangkan orang lain sehingga terkadang hal

tersebut menyebabkan masyarakat Simalungun kurang gigih dalam

memperjuangkan dirinya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan komunikasi personal

berikut :

“Kalo ada acara atahupun diskusi orang Simalungun ini sering

kali terlalu mempertimbangkan perasaan orag lain, takut kali

orang lain tersinggung. Jadi kalo pun ada yang ga sesuai sa ma isi

hatinya, dibiarkan aja gitu lalu. Padahal ntah benar pun yang

dikatakannya kan. Dari pada bergado mending ikuti aja kekmana

pendapat umum. ”(Komunikasi Personal, Oktober 2015)

Kenyataannya pada saat ini Suku Simalungun tersisih dalam daerahnya

sendiri oleh suku pendatang yang datang ke daerahnya. Contoh dari keadaan

tersebut dapat dilihat pada kota Siantar. Penduduk asli kota Pematang Siantar

adalah Batak Simalungun, sekitar 60% dari jumlah penduduk Kota Pematang

Siantar merupakan suku Simalungun, sisanya di penuhi suku lainnya selain suku

Batak ada juga suku Melayu, Tionghoa, dan sebagainya. Banyak nya pergolakan

kependudukan di Kota Pematang Siantar, membuat Batak Simalungun tidak lagi

menjadi dominan sebagai yang berkuasa di Kota Pematang Siantar. Suku Batak

(4)

4 pakai adalah bahasa Batak Toba, selain bahasa Indonesia. Ibukota Kabupaten

Simalungun berpindah ke Raya. Di Daerah Kabupaten Simalungun juga tidak

jauh berbeda, daerah Kabupaten Simalungun penduduknya ternyata lebih

dominan suku jawa (46%) disusul suku Batak Toba (35%), orang Simalungun asli

(15%) dan sisanya suku-suku lain (Juandaha Raya, dalam Saragih, 2008). Secara

geografis sekitar 80% orang Simalungun tinggal di daerah Simalungun Atas dan

sisanya tinggal di Simalungun Bawah. Kota Parapat juga merupakan bagian dari

Kabupaten Simalungun, namun dapat dilihat bahwa kota Parapat di dominasi oleh

suku Toba, dan bahasa Toba sebagai bahasa kesehariannya. Kabupaten

Simalungun, yang seharusnya didominasi oleh suku Simalungun, malah tergerus

dan mengikuti budaya pendatang yang datang ke daerahnya. Dari hal tersebut

terlihat bahwa kecenderungan untuk mengikut arus dan menanggalkan budaya

Simalungun dilakukan untuk menyenangkan orang lain, menciptakan hubungan

yang nyaman dan damai walaupun harus mengorbankan apa yang ada pada diri

mereka.

Kecenderungan orang Simalungun untuk mengikut arus, membuat situasi

yang nyaman, dan menciptakan hubungan yang aman dan damai seringkali

membuat orang Simalungun kurang memiliki daya tahan untuk menghadapi

berbagai situasi yang dialami dalam kehidupannya, Saragih ( 2008 ) menyatakan

orang Simalungun seringkali berpasrah diri dalam menghadapi kehidupannya.

Sehingga kurang memaknai setiap pekerjaan yang dikerjakan, dan juga

berpengaruh terhadap kerja keras dan keinginan untuk berkompetisi. Pada suku

(5)

5 dalam melakukan sebuah tindakan, begitu juga dalam berperilaku dengan orang

lain, orang Simalungun kebanyakan takut melukai perasaan orang lain, karena

memikirkan bagaimana rasa sakit yang dialami orang lain, jika dihadapkan pada

situasi yang sama. Hal ini juga mengakibatkan suku Simalungun kurang baik

dalam penyelesaian masalah, dan menghadapi lingkungan yang penuh stress

karena sering kali suku Simalungun menghindari untuk menyelesaikan masalah

yang dimilikinya dengan orang lain, dan juga menghindari untuk menghadapi

suatu keadaan yang penuh tekanan ( Saragih, 2008). Sehingga dari hal ini terlihat

orang Simalungun kurang terbiasa dalam menghadapi situasi stress dalam

kehidupannya. Menurut Maddi, dan Kobasa, sikap dan keterampilan untuk

bertahan dalam keadaan stress, kemampuan bertahan dalam berbagai peristiwa

baik dan buruk dalam kehidupannya disebut juga dengan Hardiness (Maddi,

2013).

Eid dan Morgan (dalam Lusiana, 2009) menyatakan individu dengan

hardiness percaya bahwa dirinya mampu mengontrol atau mempengaruhi apa

yang akan dialaminya, memiliki komitmen yang tinggi pada apa yang akan

dilakukan, memiliki nilai-nilai, tujuan, orientasi yang jelas dalam hidup. Individu

dengan hardiness cenderung menafsirkan peristiwa yang menekan sebagai satu

tantangan dan kesempatan belajar.

Cooper (2015) mendeskripsikan individu dengan kepribadian hardiness

yang tinggi percaya bahwa mereka dapat mengontrol kejadian-kejadian yang

terjadi dalam hidup mereka, memiliki komitmen dalam setiap kegiatan dan

(6)

6 bukan sebagai hal yang negatif dan mengancam mereka. Bissonette (dalam

Luthfiatuz, 2012) menyatakan Individu yang memiliki hardiness yang tinggi

mempunyai serangkaian sikap yang membuat individu tahan terhadap stress,

senang bekerja keras karena dapat menikmati apa yang dia lakukan, memandang

hidup ini sebagai sesuatu yang harus diisi agar memiliki makna. Individu yang

memiliki hardiness yang tinggi akan memiliki sikap positif dalam menghadapi

setiap peristiwa yang tidak menyenangkan dalam kehidupannya, bukan malah

menghindarinya (Cooper,2015).

Hardiness merupakan karakteristik kepribadian yang berasal dari dalam diri

individu, McRae dan Costa ( 2000) menyatakan kepribadian pada individu tidak

dapat terlepas dari motif atau dorongan yang dimiliki oleh individu. Motif atau

dorongan membentuk kepribadian seeorang, begitu juga membentuk hardiness

pada individu. Moskowitz (2005) menyatakan motif didefinisikan sebagai

keinginan atau dorongan yang menentukan perilaku dan kepribadian seseorang.

Hardiness merupakan merupakan suatu struktur kepribadian yang membedakan

individu dalam menanggapi lingkungan yang penuh dengan stress (Sarafino,

2011). Motif juga dapat mengurangi diskrepansi yang terjadi dalam kehidupan

seorang individu. Sehingga, perbedaan motif ataupun kebutuhan pada seorang

individu juga dapat membedakan tinggi rendahnya hardiness pada individu.

McClelland ( Shaffer, 2006) menyatakan ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi

oleh manusia untuk menutupi kekurangan manusia dalam dirinya antara lain :

Need for affiliation, Need for Achievement, dan Need for Power. McClellands (

(7)

7 yang dimiliki untuk berjuang demi memperoleh keberhasilan dan meraih suatu

standard keunggulan yang tinggi. Individu yang memiliki semangat kerja yang

tinggi akan bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan efisien

dibandingkan hasil sebelumnya, individu yang memiliki semangat kerja yang

tinggi tentu saja akan mampu menghadapi berbagai situasi yang dihadapinya

termasuk menghadapi situasi yang penuh tekanan ataupun stress. Menurut Roland

dan Picano (2008) individu yang memiliki kebutuhan untuk mencapai prestasi

yang tinggi, akan memiliki Hardiness yang tinggi pula. Didalam konsep

McClelland kebutuhan untuk mencapai prestasi yang melebihi standard

keunggulan disebut dengan Need for Achievement. Hal ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Goldenberg (1999) yang menyatakan terdapat

hubungan yang signifikan antara pencapaian prestasi dengan hardiness pada

individu. Dari hal ini peneliti berasumsi bahwa Need for Achievement

berpengaruh terhadap Hardiness.

McClelland (Shaffer, 2006) menyatakan Need for Power adalah keinginan

untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi perilaku mereka, atau

memiliki rasa tanggung jawab pada orang lain. Individu dengan Need for power

yang tinggi akan memiliki karakteristik berani berkompetisi, kuat, dan berani

mengambil resiko. Individu yang memiliki hardiness yang tinggi juga memiliki

kepribadian yang tahan banting, dan mampu bertahan dalam segala resiko, dari

hal itu peneliti berasumsi bahwa Need for Power berpengaruh terhadap

hardiness. Hasil penelitian Laberg dan Johnsen (2009) menunjukkan bahwa

(8)

8 lain, juga berkeinginan yang tinggi untuk bertanggung jawab atas orang lain, akan

memiliki hardiness yang tinggi pula. Kebutuhan untuk mengontrol, dan

mempengaruhi orang lain, dan berkeinginan untuk bertanggung jawab pada orang

lain pada konsep motif sosial McClelland, disebut juga dengan need for power.

Bartone dan Nissestad (2007) menyatakan individu yang memiliki keinginan

untuk mempengaruhi dan mengontrol orang lain yang berada disekitarnya, juga

akan memiliki hardiness yang tinggi. Individu dengan hardiness yang tinggi juga

dikatakan memiliki penyelesaian masalah yang baik terutama ketika berada dalam

tantangan.

McClelland (Shaffer,2006) menyatakan Need for Affiliation adalah

kebutuhan akan suatu persahabatan, berkaitan dengan adanya keinginan untuk

memastikan, memelihara atau mementingkan efektivitas dari hubungan dengan

individu atau kelompok. Pada suku Simalungun, kebutuhan untuk berinteraksi

dengan orang lain terlihat menonjol dibandingkan dua kebutuhan lainnya.

Individu yang memiliki interaksi sosial yang baik dengan orang lain, memiliki

keinginan untuk bekerjasama dan mendekatkan diri dengan orang lain, biasanya

akan memiliki kemampuan untuk bertahan dalam setiap situasi yang dihadapinya

baik menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Maddi (2002)

menyatakan individu yang memiliki interaksi sosial yang baik dengan orang lain,

memiliki keinginan untuk bekerjasama dan mendekatkan diri dengan orang lain

akan memiliki hardiness yang tinggi. Keinginan untuk berhubungan, bekerja

(9)

9 McClelland, disebut dengan Need for Affiliation. Sehingga peneliti berasumsi

Need for affiliation berpengaruh terhadap hardiness seseorang.

Orang Simalungun memiliki prinsip“ Ulang songon pangultop ni si Darendan” yang mengajarkan dalam bekerja jangan tanggung dan harus punya

tekad yang kuat, perhitungan yang baik, dan selalu bekerja keras. Dari falsafah

tersebut terlihat bahwa sebenarnya orang Simalungun memiliki Need for Power

dan Need for Achievement. Namun hal itu kurang tergambar dalam penelitian

selama ini.

Dari beberapa penelitian diatas terlihat hardiness berhubungan dan memiliki

pengaruh dengan kebutuhan manusia terkhusus kebutuhan yang diungkapkan oleh

McClelland. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik

untuk melihat pengaruh Motif McClelland yang terdiri dari need for achievement,

need for power, need for affiliation, terhadap hardiness pada orang Simalungun

yang berdomisili di Raya. Dari latar belakang diatas peneliti juga tertarik untuk

melihat gambaran hardiness dan gambaran motif mcClelland pada orang

Simalungun di Raya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan yang muncul dalam penelitian ini adalah “apakah secara bersama- sama Need for

Achievement, Need for Power, dan Need for Affiliation berpengaruh terhadap

hardiness orang Simalungun di Raya? Dan apakah masing- masing motif

(10)

10 C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh motif McClelland yang

terdiri dari Need for Achievement, Need for Power, dan Need for Affiliation,

terhadap hardiness pada orang Simalungun di Raya

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat mengenai hubungan

hardiness dengan motif sosial suku Simalungun yang tinggal di kabupaten

Simalungun baik manfaat secara teoritis maupun manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang Psikologi Sosial, khususnya mengenai

pengaruh motif McClelland yang terdiri dari Need for Achievement, Need for

Power, dan Need for Affiliation, terhadap hardiness pada orang Simalungun di

Raya

2. Manfaat Praktis

a. Bagi suku Simalungun yang tinggal di kabupaten Simalungun.

- Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai

pengaruh motif McClelland yang terdiri dari Need for Achievement, Need for

Power, dan Need for Affiliation, terhadap hardiness pada orang Simalungun di

(11)

11 - Menambah hasil penelitian mengenai budaya Simalungun

b. Penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi

penelitian selanjutnya khususnya pada penelitian yang berkaitan dengan hardiness

dan motif sosial pada suku Simalungun yang tiggal di kabupaten Simalungun.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Proposal penelitian ini terdiri dari tiga bab yaitu bab I sampai bab V

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. BAB I : Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang masalah, rumusan permasalahan, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

2. BAB II: Landasan Teori

Berisikan teori yang di dalamnya terdapat penjabaran mengenai hardiness,

motif McClelland, suku Simalungun dan filosofi pada suku Simalungun.

3. BAB III : Metode Penelitian

Terdiri dari identifikasi variable penelitian, defenisi operasional, populasi,

sampel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, validitas dan

reliabilitas, dan metode analisa data.

(12)

12 Terdiri dari gambaran subjek penelitian, hasil utama penelitian, hasil

tambahan dan deskripsi data penelitian

5. BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi mengenai kesimpulan penelitian, dan saran penelitian dari

(13)

13 Alur Pikir

Pengaruh Motif McClelland terhadap Hardiness pada orang Simalungun di Raya

Referensi

Dokumen terkait

PPKA Bodogol atau yang dikenal dengan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol adalah sebuah lembaga konservasi alam di daerah Lido Sukabumi dan masih merupakan bagian dari

Untuk membuat maupun menulis file excel sebenarnya tidak terlalu sulit, karena sudah cukup banyak tersedia library atau class yang dibuat khusus untuk menangani

Tegasnya, Syaykh Abd Aziz bin Abd Salam telah memberi suatu sumbangan yang besar terhadap metodologi pentafsiran kepada pengajian tafsir di Malaysia.. Sumbangan

Skripsi tersebut membahas mengenai permasalahan perlindungan hukum atas hasil penelitian yang dilakukan oleh pengajar pada Perguruan Tinggi menurut regime

Selanjutnya kelompok kedua yang mendukung perlunya keterlibatan sosial perusahaan mengajukan argumen sebagai berikut (Keraf, 1998: 129-132): 1) Kebutuhan dan harapan

Pada hasil partisipasi aktif siswa, siswa telah berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran dan keaktifan siswa pada proses pembelajan berlangsung dapat dilihat

Ada sebagian orang yang senang sekali membatasi hidup orang lain berdasarkan warna yang dia gunakan, misalnya mengatakan “kamu sih suka baju warna hitam,

Dari pengujian ini terlihat rata-rata latency yang dialami oleh tiap connected request cukup besar, hal ini disebabkan layanan yang hanya berjalan pada satu node