• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meningioma Konveksitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Meningioma Konveksitas"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ISBN 10: 602-0885-13-5 ISBN 13: 978-602-0885-13-1 Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia)

Jl. Palmerah Barat 29-37, Unit 1 - Lantai 2, Jakarta10270 T: (021) 53677834, F: (021) 53698138

(2)

Buku Teks Komprehensif

Meningioma

Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi, SpBS(K)

Ketua Departemen Ilmu Bedah Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP H. Adam Malik

Medan – Sumatera Utara

(3)

Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi, SpBS(K)

ISBN 10: 602-0885-13-5

ISBN 13: 978-602-0885-13-1

Editor Kepala: Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi, SpBS(K)

Pengayakan Bahasa: Dr. Dwi Widayati, M.Hum

Editing Radiologi: dr. Elvita Rahmi Daulay, M.Ked(Rad), SpRad(K)

Editing Patologi: dr. Sufitni, M.Kes, SpPA. dr. Sufida, SpPA

Penata Letak: Maria Theresa & Aditya Ramadita

©2015, PT Bhuana Ilmu Populer

Jl. Palmerah Barat 29–37, unit 1, lantai 2, Jakarta 10270

Diterbitkan pertama kali oleh

Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer

No. Anggota IKAPI: 246/DKI/04

Kuipan Pasal 72:

Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta (UU No. 19 Tahun 2002)

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan se ba-gai mana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, menge darkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

© Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Diterbitkan oleh PT Bhuana Ilmu Populer

(4)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... v

Bab 1 Asal Meningioma ... 1 Iskandar Japardi

Bab 2 Biologi Meningioma ... 25 Iskandar Japardi

Bab 3 Biologi Molekular dan Genetik ... 40 Rr Suzy Indharty

Bab 4 Neuropatologi Meningioma ... 61 Iskandar Japardi

Bab 5 Meningioma dan Edema Otak ... 91 Iskandar Japardi

Bab 6 Gejala Klinis Meningioma ... 109 Iskandar Japardi

Bab 7 Angiogenesis Meningioma ... 120 Iskandar Japardi

Bab 8 Prinsip Umum Operasi Meningioma ... 143 Julius July

Bab 9 Meningioma Olfactory Groove ... 153 Iskandar Japardi

Bab 10 Meningioma Fossa Media ... 179 Iskandar Japardi

Bab 11 Meningioma Petroclival Teknik Transpetrosal Fossa Media Anterior ... 188 Iskandar Japardi

Bab 12 Meningioma Petroclival Teknik Petrosal Posterior ... 198 Iskandar Japardi

(5)

Iskandar Japardi

Bab 15 Meningioma Suprasellar ... 229 Iskandar Japardi

Bab 16 Meningioma Tuberculum Sellae ... 240 Iskandar Japardi

Bab 17 Meningioma Clinoidalis Anterior ... 258 Iskandar Japardi

Bab 18 Meningioma Clinoidalis Posterior ... 278 Iskandar Japardi

Bab 19 Meningioma Intrasellar dan Diaphragma Sellae ... 281 Iskandar Japardi

Bab 20 Meningioma Sphenoid Wing ... 290 Iskandar Japardi

Bab 21 Meningioma Foramen Magnum ... 324 Iskandar Japardi

Bab 22 Meningioma Konveksitas ... 346 Rr Suzy Indharty

Bab 23 Meningioma Konveksitas Serebellar ... 377 Iskandar Japardi

Bab 24 Meningioma Parasagittal ... 384 Iskandar Japardi

Bab 25 Meningioma Falx ... 406 Iskandar Japardi

Bab 26 Meningioma Sinus Cavernosus ... 427 Iskandar Japardi

Bab 27 Meningioma Tentorial... 453 Iskandar Japardi

Bab 28 Meningioma Cerebellopontine Angle ... 475 Abdul Gofar Sastrodiningrat

Bab 29 Meningioma Falcotentorial ... 486 Iskandar Japardi

(6)

Iskandar Japardi

Bab 32 Meningioma Multipel Intrakranial ... 527 Iskandar Japardi

Bab 33 Meningioma pada Anak ... 544 Iskandar Japardi

Bab 34 Invasi Sinus Dural pada Meningioma ... 555 Iskandar Japardi

Bab 35 Invasi Meningioma pada Sinus Sagitalis Superior ... 562 Iskandar Japardi

Bab 36 Meningioma Metastasis ... 573 Iskandar Japardi

Bab 37 Meningioma Orbita ... 586 Rr Suzy Indharty

Bab 38 Meningioma Spinal ... 601 Rr Suzy Indharty

Bab 39 Terapi Radiasi dan Radiosurgery Meningioma Intrakranial ... 627 Iskandar Japardi

Bab 40 Kemoterapi pada Intrakranial Meningioma ... 644 Iskandar Japardi

Bab 41 Peneliian Meningioma ... 652

Adril Arsyaad Hakim dan kawan-kawan

(7)

P E N D A h u luA N

Meningioma konveksitas adalah suatu tumor

yang timbul dari konveksitas ruang tengkorak

yang melekat pada dura. Meningioma ini tidak

melibatkan sinus dan tidak berhubungan

de-ngan falx atau substansi skull base. Meningioma

konveksitas umumnya mudah diatasi, terutama

kalau tidak terlalu besar dan tidak menggeser

struktur neurovaskular yang penting.

Meni-ngioma konveksitas dapat sembuh dengan

re-seksi total, termasuk rere-seksi dura yang

terli-bat. Insiden meningioma konveksitas sekitar

15-19% dari semua meningioma, dengan lokasi

utama terletak pada supratentorial.1

Meningio-ma menempati urutan kedua tertinggi setelah

meningioma parasagittal. Peningkatan insiden

meningioma berhubungan dengan radioterapi,

mutasi pada kromosom 22 dan

neurofibroma-tosis II (NF2).

Tumor ini dapat timbul di mana saja dari

dura di atas konveksitas, tetapi lebih sering

di sepanjang sutura coronaria dekat daerah

parasagittal. Umumnya reseksi tumor lebih

mudah karena jalan masuk untuk operasi

mu-dah dicapai. Berdasarkan letaknya, tumor ini

dibagi menjadi tujuh subgrup, yaitu

precoro-nal, coronal, postcoronal, parietal, prerolandic,

temporal, dan occipital. Kebanyakan tumor ini

terletak pada anterior fisura rolandic (70%).

Ke-untungan subklasifikasi adalah memberi kesan

ada atau tidaknya sifat tumor mengenai korteks

di bawahnya. Terhadap kategori ini juga dapat

ditambahkan meningioma pterional atau

sphe-noid wing lateral yang tumbuh semata-mata

atau terutama keluar ke arah lobus frontalis dan

temporalis. Meningioma konveksitas lebih

lan-jut dapat diklasifikasikan secara radiologi, yaitu

globose atau en plaque. Globose berbentuk

klasik spherical dan massa lobulated,

sedang-kan meningioma en plaque berbentuk rata,

car-pet-like yang menginflitrasi dura. Meningioma

konveksitas juga dapat diklasifikasikan ke dalam

subtipe berdasarkan divisi anatomi secara

tra-22

MENINGIOMA

KONVEKSITAS

(8)

disional, yaitu precoronal, coronal, postcoronal,

paracentral, parietal, temporal, dan occipital.2

Insiden meningioma konveksitas meninggi

ber-hubungan dengan radioterapi.2 Meningioma

konveksitas juga berhubungan dengan kelainan

kromosom, seperti DNA dengan hilangnya

kro-mosom 22, yaitu suatu kelainan genetik yang

ditemukan pada NF2.3

G E J A l A K l I N I K

Kebanyakan penderita menunjukan tanda dan

gejala, seperti tekanan tinggi intrakranial,

ke-jang, sakit kepala, dan fokal defisit neurologis

yang bergantung pada lokasi tumor. Umumnya,

pertumbuhan tumor lambat dan penderita

de-ngan meningoma konveksitas khas dede-ngan

ge-jala klinis yang panjang atau berlarut-larut serta

tumornya lebih besar daripada yang

diperkira-kan pada saat diagnosis. Gejala meningginya

tekanan intrakranial karena kompresi langsung

permukaan otak adalah berdekatan atau efek

massa karena edema. Ada sekitar 14-20%

pen-derita tanpa gejala.4 Pada penderita yang

me-munyai gejala ditemukan tanda berupa efek

massa pada daerah tumor. Akibatnya,

pende-rita mengalami keluhan sakit kepala (39-48%),5

psychosyndrome organic, dan kejang. Gejala

defisit neurologis bergantung pada letak tumor.

Paresis kontralateral dan kejang motorik adalah

karena tumor di sekitar korteks precentralis,

sedangkan defisit sensorik dan kejang

Jackso-nian adalah karena tumor berdekatan dengan

korteks postcentralis. Kejang dapat terjadi

da-hulu dengan motor atau sensorik aura dan

kemudian diikuti dengan Todd’s palsy. Kejang

ditemukan sekitar 20-40,7% pada konveksitas

meningioma.6

Diagnosis dapat ditegakkan jika mengenai

lobus cerebral hemisfer yang dominan dengan

defisit motorik atau sensorik (lesi perirolandic),

hilangnya memori, depresi atau perubahan

kepribadian, dan daerah frontal dengan

gang-guan bicara karena melibatkan area Brocca’s

atau temporal pada daerah Wernicke’s. Tumor

mengenai lobus temporalis terutama area

tem-poromesial dapat menyebabkan kejang. Bila

tumornya besar, cenderung kompresi peduncle

kontralateral mengenai pinggir tentorium dan

dapat menyebabkan spastik kelemahan

tung-kai ipsilateral atau defek lapangan penglihatan;

defisit lapangan pandang termasuk gangguan

persepsi warna dan tracking object (oksipital);

alexia dan kesulitan kalkulasi (parietal);

apha-sia (lesi daerah dominan pterional atau

tempo-ral posterior). Sampai 40% penderita dengan

meningioma konveksitas mengalami kejang

sebelum operasi.6

Dengan berkembangnya teknik pencitraaan

dan bertambahnya sejumlah aplikasi untuk

tu-juan pemeriksaan, diagnosis meningioma juga

bertambah. Oleh karena itu, satu hal dianggap

penting terhadap indikasi dan saatnya operasi

pada penderita yang khusus ini.7 Juga, untuk

penderita tua dengan subtotal tumor reseksi

dengan pilihan terapi lain, seperti obat-obatan

atau radioterapi. Akurasi dan evaluasi sebelum

operasi merupakan dasar yang harus

(9)

PEMERIKSAAN SEBEluM OPERASI

CT scan digunakan untuk mendiagnosis lesi dan

memperlihatkan kalsifikasi di dalamnya. MRI

sebagai gold standard untuk diagnosis

meni-ngioma memperlihatkan gambaran uniform

en-hance yang lebih jelas dengan gadolinium. Dural

tail enhance selalu tampak di sekitar duramater

yang merupakan tanda khas untuk

meningio-ma. Sekitar 6% dari semua meningioma timbul

kista yang tampak pada MRI dan dicurigai

se-bagai suatu metastasis. Kontribusi aliran

pem-buluh darah utama dari arteri karotis interna

dan aliran vena tampak pada MR angiography

dan venography. Selain itu, juga tampak edema

peritumoral.

Digital subtraction angiography (DSA)

un-tuk diagnosis dilakukan sebelum operasi. DSA

efektif berfungsi untuk melihat pembuluh

darah meningioma, aliran arterinya, serta aliran

vena. Angiography berguna untuk embolisasi.

Pada penderita meningioma konveksitas, aliran

darah diketahui berasal dari arteri karotis

eks-terna melalui cabang-cabang arteri meningea

media. Embolisasi biasanya tidak diperlukan

karena aliran arteri meningea dapat oklusi saat

operasi. DSA dapat menunjukan berbagai aliran

arteri karotis interna pada lesi konveksitas.

Ke-banyakan CT scan cukup adekuat untuk koreksi

diagnosis dan memperlihatkan perubahan

tu-lang, seperti hiperostosis dan invasi. Dengan

pemberian kontras tampak gambaran tumor

berupa hyperdense, intense, dan enhance.

Kal-sifikasi ditemukan sekitar 25% dari semua

pen-derita.9

DSA digunakan untuk pemeriksaan tingkat

pembuluh darah, untuk menentukan bridging

vein utama ke arah sinus, dan untuk evaluasi

ke-mungkinan dilakukan embolisasi sebelum

ope-rasi. Umumnya, aliran darah tumor timbul dari

arteri karotis eksterna (arteri meningea media),

tetapi beberapa melalui pembuluh darah pial.

Indikasi operasi terjadi pada penderita dengan

gejala neurologi yang jelek dan kebanyakan

terjadi pada penderita yang berusia dibawah

70 tahun dengan kejang atau gejala neurologi

yang lain. Jika penderita berusia diatas 70 tahun

dengan kejang dan gejala ringan, dapat diikuti

dengan scan dan dilakukan operasi jika jelas

terdapat pertumbuhan. Jika terdapat edema

atau riwayat gejala yang memburuk, usia bukan

merupakan kontra indikasi operasi.

MRI merupakan gold standard untuk

di-agnosis tumor ini dan MRI dapat memberi

semua informasi yang diperlukan. Pada MRI

tanpa kontras, gambarannya adalah isointense

atau hypointense dibandingkan jaringan otak,

sedangkan dengan kontras gadolinium

mem-perlihatkan enhance yang homogen. Dural tail,

dengan kontras enhance sekitar dura mater

membantu untuk diagnosis. Pinggir ruang

sub-arachnoid di sekitar tumor merupakan indikasi

lebih mudah untuk eksisi operasi dan

kemung-kinan dengan reseksi total.10 Batas tegas antara

kapsul tumor dengan membran subarachnoid

merupakan indikasi untuk reseksi total dengan

sedikit risiko karena kerusakan jaringan otak.

Reseksi extrapial berfungsi untuk menghindari

berbagai devaskularisasi korteks di bawahnya

(10)

yang kecil atau hilangnya fungsi. Jika tidak ada

celah pada tumor, berarti vaskularisasi

beras-al dari pembuluh darah pial. Ini dapat dilihat

melalui angiography dan sering berhubungan

dengan edema peritumoral serta berlanjutnya

pertumbuhan tumor. Ukuran tumor di bawah

tiga cm dapat dibuang dengan reseksi

extrapi-al. Sebaliknya, tumor yang besar berhubungan

dengan risiko tinggi vaskularisasi pial dan perlu

dilakukan reseksi subpial. Sepertiga penderita

ditemukan tanpa extrapial dan 30% nya terjadi

gangguan neurologis sewaktu reseksi subpial.

Sebaliknya, jika dilakukan reseksi extrapial,

ha-sil akhir yang merugikan (Karnofsky <80) terjadi

25% dari penderita. Ini penting terutama

apa-bila dilakukan operasi pada area yang penting.

Lebih baik meninggalkan sisa tumor di sekitar

area tersebut untuk menghindari kerusakan

neurologis.

Melalui MRI dapat dilihat pergeseran arteri

besar, dislokasi sulci dan gyri, terutama area

penting, dan edema peritumoral. Functional

imaging dapat digunakan dengan kombinasi

saat operasi dan frameless neuronavigasi.

Be-berapa penderita mengalami kesulitan karena

terdapat kista tumor dan didiagnosis banding

dengan lesi metastasis. 11

Sebenarnya, embolisasi tidak diperlukan

pada penderita ini. Aliran arteri meningeal

da-pat dioklusi saat melakukan operasi. Apabila

di-lakukan embolisasi, dapat digunakan polyvinyl

alkohol dan diberikan satu sampai tiga hari

sebe-lum operasi, walaupun ada yang menganjurkan

menunggu tujuh sampai sembilan hari setelah

operasi.12 Embolisasi bermanfaat mengu rangi

hilangnya darah dan cenderung

mempersing-kat lamanya proses operasi. Embolisasi dapat

mengurangi perdarahan saat operasi dan tidak

signifikan dalam mengurangi lamanya operasi

atau reseksi yang lebih luas.

Dengan seringnya dilakukan CT dan MRI

untuk proses pemeriksaan, angka meningioma

bertambah secara kebetulan. Pada autopsi

didapati sekitar 2,3%. Angka pertumbuhan

absolut tumor adalah antara 0,03 dan 2,62

cm3 per tahun dan angka pertumbuhan relatif

adalah 0,48–72,2%. Tumor pada penderita

tua memperlihatkan pertumbuhan yang

lam-bat dibandingkan dengan individu yang muda.

Kalsifikasi atau ditemukannya gambaran T2

-weighted dengan iso-hypointense di sekitar

ja-ringan dan perbandingan angka pertumbuhan

dapat diprediksi. Terdapat sedikit hubungan

antara volume tumor dan angka pertumbuhan

yang absolut. Oleh karena itu, MRI termasuk

mengukur volume dilakukan setiap tiga sampai

enam bulan pada penderita muda dan enam

sampai duabelas bulan pada penderita tua. Jika

angka pertumbuhan lebih besar dari satu cm3/

tahun, harus dilakukan operasi reseksi.13 Hal

Posisi kepala dengan permukaan tumor 1.

(11)

Insisi dan flap tulang harus cukup besar 2.

sehingga dapat dilakukan eksisi pinggir

dura di sekitar tumor yang melekat

Bila tampak arteri

3. meningeal, dapat

di-oklusi

Dapat dilakukan reseksi total dan apabila 4.

permukaan tumor idak tampak, dilakukan

tumor debulking atau dekompresi internal

dan kemudian kapsul didekompresi di

sekitarnya

Apabila tumor timbul dari hubungan 5.

fronto-temporal dan tumbuh ke dalam

sylvian issure, medial kapsul dan dura

melekat meluas ke bawah lantai samping

dari fossa anterior dan dinding depan dari

fossa media. Kemudian, bagian tengah

kapsul dari tumor dapat melekat dengan

cabang arteri serebri media

T I N D A K A N O P E R A S I

Tumor ini memperlihatkan potensi tinggi untuk

penyembuhan terutama apabila batas

kapsul-nya jelas dan reseksi total memungkinkan pada

kebanyakan kasus karena lebih mudah untuk

operasi. Keputusan terapi terutama diberikan

pada usia penderita atau status medikal, ukur

-an tumor, gejala y-ang kompleks, d-an hubung-an

dengan edema. Dari hasil akhir jangka panjang

yang baik dari meningioma konveksitas

diper-oleh mortalitas operasi 0%, morbiditas

(neu-rologiis) 3-5%, dan rekuren 0% dengan reseksi

grade 0, dan WHO meningioma grade I.4,5

Tidak ada keraguan bahwa operasi

diper-lukan apabila defisit neurologis akibat ukuran

tumor dan luasnya, dan/atau terjadi peninggian

tekanan intrakranial. Edema perifocal terutama

ditemukan pada subgroup yang khusus dari

meningioma secretory yang memperlihatkan

potensi epilepsi yang tinggi walaupun ukuran

tumor kecil. Anti edema diberikan sebelum

operasi. Aspek kosmetik dan mencegah infeksi

juga merupakan indikasi operasi untuk tumor

yang osteophytic. Untungnya tumor seperti ini

jarang. Intervensi operasi penderita dengan

meningioma konveksitas harus reseksi tingkat

nol, yaitu reseksi tumor dengan eksisi dua cm

mengelilingi pinggir batas duramater.

Usia bukan merupakan kontraindikasi

un-tuk operasi, hanya ada hubungan risiko anastesi

dan tingginya angka mortalitas dan morbiditas.

Pada penderita usia tua (>70 tahun) perbaikan

defisit neurologis adalah sekitar 57,6%, tidak

berubah 16,6%, dan mengalami kemunduran

18,2%, sedangkan 7,6% penderita meninggal

dalam tiga puluh hari pertama setelah

opera-si.14 Terdapat hubungan antara ukuran tumor

dan lamanya operasi dan antara luasnya edema

perifocal dengan hasil akhir neurologis. Hasil

akhir penderita dengan tumor rekuren, jelek.

Dilaporkan bahwa angka mortalitas 16% dan

komplikasi 39% terjadi pada penderita yang

di-lakukan operasi dengan usia 65 tahun. Laporan

lain adalah angka mortalitas 1,8% dan angka

komplikasi 7%.15

Yang penting, faktor untuk menentukan

ope rasi atau tidak, adalah status neurologis

dan kesehatan secara umum.16 Kesan

opera-si pada penderita dengan kriteria American

(12)

in-dex Karnofsky adalah di atas 70. Total reseksi

bukan merupakan pilihan walaupun risiko

ren-dah de ngan signifikan rekuren tumor. Penderita

dengan adanya tanda pertumbuhan, pilihannya

berupa terapi konservatif, seperti radioterapi

dan farmakoterapi (hydroxyurea).17

P R O S E D u R O P E R A S I

Pada penderita dengan edema peritumoral

diberikan dexamethason selama dua minggu

sebelum dilakukan operasi. Antikonvulsi

diberi-kan pada penderita yang kejang sebelum

opera-si dan sebaliknya, dapat diberikan antikonvulopera-si

dosis loading intraoperasi saat mulai operasi.

Titik tulang, seperti sutura coronal dan

sagit-tal, bagian luar telinga, dan meatus serta

ping-gir orbita harus diketahui untuk menentukan

lokasi tumor dan dilakukan rencana yang baik

dalam menentukan lokasi tumor dan insisi kulit

serta flap dari tulang.

P O S I S I P E N D E R I TA

Posisi yang adekuat penting ditentukan untuk

keberhasilan operasi dengan reseksi total. Ada

yang menginginkan posisi penderita de ngan

lokasi tumor di atas lapangan operasi,

sedang-kan yang lain dengan posisi tumor miring

ter-hadap garis tengah mengikuti gravitasi atau

posisi dengan retraksi otak yang minimal sesuai

gravitasi. Hal Ini membuat ahli bedah bekerja

sesuai dengan bentuk anatomis dan

fungsio-nalnya sehingga meningkatkan efisiensi kerja

dalam posisi yang menyenangkan. Setiap

per-darahan yang terjadi pada dasar ruang reseksi

dapat dikontrol jika pandangan lebih baik. Bila

memunyai alat neuronavigasi, kraniotomi dapat

dilakukan dengan lebih baik.

Posisi penderita bergantung pada lokasi

tumor, dapat terlentang atau terlungkup. Bila

tumor terletak pada frontal, posisi kepala

pen-derita miring kontralateral sehingga lapangan

operasi sejajar dengan lantai. Insisi bicoronal

di-lakukan di belakang batas rambut dengan

unila-teral kraniotomi. Pada tumor yang terletak

fron-totemporal atau sphenoid wing lateral, kepala

miring kontralateral terletak sekitar 450 dengan

posisi penderita terlentang. Insisi standar

pte-rional dilakukan dengan memisahkan diseksi

scalp dan temporalis. Bila tumor terletak pada

daerah temporal posterior dan parietal lateral,

posisi penderita terlentang dengan bahu

ipsila-teral diputar dan dilakukan kraniotomi dengan

insisi horseshoe yang lebih besar. Bila tumor

terletak pada parietal medial atau lobus

occipi-tal, posisi penderita terlungkup dengan kepala

diputar dengan tepat dan insisi sesuai dengan

ukuran tumor. Untuk fiksasi kepala digunakan

dengan three-pin pada meja operasi dengan

kepala lebih tinggi dari jantung. Dengan fiksasi

yang adekuat, kemungkinan untuk

menggerak-an meja operasi, kepala, dmenggerak-an tubuh penderita

sebagai satu unit dapat digerakan dengan cepat

apabila terjadi perdarahan sinus.

Fiksasi penderita dilakukan sedemikian

baik-nya sesuai keterampilan ahli bedahbaik-nya. Harus

ada tempat untuk meletakan lengan ahli bedah

(arm rest fixed) pada meja operasi. Perhatian

(13)

se-perti plexus brachialis, saraf perifer, dan mata,

dengan menggunakan bantal dan posisi yang

adekuat. Walaupun ada ahli bedah tidak

men-cukur rambut penderita atau sebagian, pada

tu-mor yang besar seluruh rambut harus dicukur.

Setelah rambut dicukur, lapangan operasi

di-cuci. Prosedur dilakukan dengan hati-hati agar

cairan tidak mengenai mata. Akhirnya, lapangan

operasi ditutup dengan melekatkan film plastic

dan perhatikan identitas garis operasi yang

te-lah dibuat dengan steril sebelum prosedur.

I N S I S I K u l I T

Gambaran yang adekuat terhadap skin flap

sa-ngat penting. Insisi kulit diberlakukan dengan

mempertahankan graft pericranial, kemudian

dilakukan kraniotomi yang cukup besar agar

tu-mor dapat terlihat secara keseluruhan di sekitar

dura. Tumor harus tampak secara adekuat, aliran

darah kulit yang baik, dan modifikasi insisi yang

memungkinkan. Ini penting jika lokasi tumor

tidak akurat, struktur penting tidak cukup untuk

diambil, dan pada penderita rekuren pinggir

tu-mor berlebih sebelumnya. Perdarahan, kontrol

dengan koagulasi bipolar, hemostatic agent,

atau dilakukan insisi dura

segera/devasku-larisasi awal. Pada proses ini dapat ditemukan

per darahan berlebihan dari basal dura

men-ingioma. Bila perlu, dura ditutup dengan

peri-cranial flap. Kosmetik juga perlu diperhatikan,

misalnya tumor daerah frontal atau

frontotem-poral, de ngan risiko insisi melewati garis

ram-but. Kosmetik deformitas akibat burr hole harus

dihindari dengan melakukan insisi bicoronal

atau insisi Soutar. Saraf facial cabang temporal

harus di selamatkan dengan mengakhiri insisi

pada puncak cabang zygomatic dan insisi harus

dibuat pada bagian depan telinga. Gambaran

jalur saraf facial daerah temporal diperhatikan

untuk mencegah berbagai kerusakan akibat

ten-sion yang berlebihan. Secara umum, insisi linear

atau bentuk S pada daerah lesi merupakan dasar

dan memberikan pandang an yang adekuat dan

mudah untuk modifikasi walaupun pada

ope-rasi tumor rekuren. Hal ini perlu juga terhadap

aliran darah. Dasar skin flap harus pada pedicle

pembuluh darahnya dan tidak boleh melebihi

perbandingan panjang/lebar dari tiga per dua.

Skin flap dilakukan sedikit lebih besar daripada

tulang. Dengan perkataan lain, flap sebaiknya

dilakukan lebih besar daripada terlalu kecil.

Insisi pericranium dilakukan secara tajam atau

kauterisasi dengan monopolar. Kauterisasi

di-lakukan terhadap semua aliran darah tumor

yang timbul dari kulit yang banyak

vaskularisasi-nya pada meningioma.

B O N E F l A P

Untuk menghindari kerusakan akibat kurang

ha-ti-hati terhadap otak dan menghindari bridging

vein yang besar, bone flap harus luas,

teruta-ma jika operasi dilakukan pada daerah penting

atau jika bridging vein meliputi tumor. Flap

tu-lang yang baik harus memunyai ruangan untuk

diseksi dura, sehingga tidak terlalu

memanipu-lasi tumor di bawahnya. Jika kurang hati-hati,

dura dapat robek dan piamater berhubungan

(14)

Per-ubahan dalam struktur tulang, terutama

per-forasi oleh tumor atau ossifikasi berlebihan

merupakan tanda lokasi yang nyata. Hati-hati

jangan memotong tulang pada garis sinus. Bone

waxed digunakan pada pinggir tulang setelah

dilakukan burr hole. Melalui burr hole tulang

di-potong dengan Gigli saw atau dilakukan

kranio-tomi. Hindari agar dura tidak robek dan cegah

agar bone flap tidak tertekan saat menutup.

Dengan menggunakan air driven osteotomie,

perdarahan dari pinggir tulang dapat dihindari

oleh oklusi diploic channel dengan memakai

bone wax.

Bone flap diangkat ke atas dengan

meng-gunakan elevator dan tumor dilepaskan dari

tu-lang dengan disektor secara tumpul. Hati-hati

jangan merobek dura. Hal ini kadang-kadang

sulit, terutama jika melekat pada bone flap. Jika

terdapat perdarahan dari granulasi arachnoid,

gunakan gelatin sponge atau cellulose oxidized

yang ditutup dengan cotton pad. Setelah luka

diirigasi dengan larutan air garam, dipakai moist

skin towel dipakai pada pinggir kulit dan

kemu-dian dura dibuka.

Jika ditemukan invasi tumor, seluruh bone

flap dibuang dan diganti melalui kranioplasti.

Tumor yang melibatkan kalvarial dilakukan

diseksi Penfield, seperti dengan standar

kranio-tomi. Hal ini akan sulit dan berbahaya ter hadap

jaringan otak di bawahnya untuk tumor ini

da-pat digunakan neuronavigasi dengan CT atau

MRI (bila memunyai alat ini) untuk

menggam-barkan pinggir tumor-kalvarial. Perdarahan

tu-lang diatasi dengan menggunakan bone-wax.

Penebalan tulang atau hiperostosis dibuang.

In-filtrasi sisa tulang dan dura di dekatnya dibuang

bersamaan dengan bagian tumor superfisial.

M E M B u K A D u R A

Sebelum insisi dura, aliran darah tumor

dikoa gulasi atau diikat, terutama pada

tu-mor dengan hipervaskular. Perhatian untuk

menghindari dura yang tegang atau otak yang

bengkak cen derung menyebabkan herniasi

kor-teks setelah insisi dura. Jika tidak segera diatasi,

sering terjadi kematian jaringan otak. Terapi

yang adekuat terdiri atas meninggikan kepala,

hiperventilasi, dan meneruskan pemberian

steroid dan mannitol. Pada tekanan intrakranial

yang meninggi dan tidak terkontrol, dilakukan

ventrikulostomi dan diversi CSF.

Dura dibuka dengan jarak sekitar dua cm

atau setengah cm dari pinggir tumor

kemu-dian dura dinaikan dengan pengait dan

in-sisi meng gunakan pisau. Hipervaskular tumor

adalah melalui aliran darah dari cabang arteri

meni ngeal. Karena memungkinkan

hilang-nya darah yang cukup bahilang-nyak, perlu dilakukan

devaskularisasi awal dan fasilitasi dengan

cer-mat. Pada meni ngioma konveksitas, saat insisi

dura, dapat ditemukan pedicle pembuluh darah

dari tumor dan ini dapat dikauter.

Ultrasono-graphy atau neuronavigasi dapat membantu

menentukan batas tumor. Kemudian, insisi dura

dilakukan dengan menggunakan gunting dura.

Selain itu, perlu dihindari segala kerusakan dari

vena yang berjalan sekitar tumor, terutama

pada dae rah yang penting. Setelah reseksi

(15)

sampai sepuluh mm dari pinggir tumor yang

ke-mungkinan merupakan sisa tumor yang tampak

pada pemeriksaan histologis, walaupun pada

dura18 tampak normal dan ditemukan sampai

40% dari penderita. Dural tail yang tampak

pada MRI dan yang disebabkan oleh tumor

in-vasi atau hipervaskularisasi, perlu dibuang

ber-samaan dengan hasil angiography atau kontras

enhance pada radiologi. Luasnya jaringan tumor

yang diduga tampak dalam dura. Jika terdapat

keraguan untuk reseksi total, dilakukan

peme-riksaan histologis yang berulang-ulang.

Kadang-kadang tumor en plaque atau menyebarnya

sel-sel tumor dalam arachnoid dapat terjadi dan

dura dibuka dengan ukuran yang adekuat.19

Un-tuk menghindari rekuren, dilakukan kauterisasi

terhadap sisa tumor pada pinggir dura.

E K S I S I T u M O R

Dengan berpedoman pada ukuran dan lokasi

tumor, dibuat keputusan apakah reseksi en bloc

memungkinkan atau dilakukan intracapsular

debulking. Diseksi extracapsular dilakukan

un-tuk meminimalisasi retraksi otak. Unun-tuk tumor

ukuran kecil dilakukan reseksi en bloc, tetapi

ukuran sedang dan besar awalnya diperlukan

internal debulking. Proses debulking dilakukan

sampai dinding kapsul tipis. Awalnya, aliran

darah dikauter agar perdarahan seminimal

mungkin. Keputusan dibuat sebelum dilakukan

reseksi secara microsurgery, sebagai standar.

Penggunaan retraktor otak dan cotton pad

di-hindari bila memungkinkan dan jika perlu hanya

sebagai transisi.

Pada meningioma precentral, reseksi

dimu-lai dari frontal dan pada meningioma postcentral

dari batas belakang. Saat preparasi, dura ditarik

ke atas agar dapat dilihat batas antara

arach-noid dan tumor. Tumor tanpa kapsul dan yang

tumbuh sepanjang pembuluh darah tanpa

ba-tas yang jelas, sangat sulit dilakukan preparasi.

Sebaliknya, apabila memunyai kapsul dan batas

jelas, sangat mudah. Dengan operasi mi kroskop,

yang penting pada tingkat diseksi adalah

mem-bebaskan kapsul dari berbagai perlengketan pia,

dan mempertahankan semua struktur

neuro-vaskular sekitarnya. Forcep kauter dan gunting

mikro digunakan untuk diseksi secara tumpul.

Alat-alat digunakan untuk melihat, koagulasi,

dan memotong perlengketan lapisan arachnoid

dan pembuluh darah kecil tumor. Segala

per-lengketan pia tumor yang kecil digunakan

bi-polar dan dipisahkan dengan baik. Umumnya,

selama diseksi extracapsular, tidak ada arteri

yang dikorbankan kecuali pembuluh darah

se-bagai sumber untuk tumor. Reseksi lebih agresif

perlu pada meningioma rekuren dan keganasan

yang memperlihatkan gambaran atypical serta

eksisi lebih luas.

Perhatian, agar operasi tersebut tidak

me-rusak cabang-cabang arteri cerebral media yang

mungkin melekat pada kapsul tumor daerah

sylvian fissure. Meningioma sphenoid wing

la-teral selalu dapat masuk ke sylvian fissure, yang

meliputi cabang-cabang middle cerebral artery

(MCA); meningioma konveksitas jarang sumber

darah langsung dari arteri cerebral besar, oleh

karena itu cabang-cabang ini harus

(16)

kortikal dapat ditemukan dan juga harus

hati-hati diseksi untuk mencegah kematian jaringan

otak dari vena lokal dan dari yang jauh. Diseksi

dan preparasi dilakukan dengan cermat

hadap kapsul mulai dari daerah yang tidak

ter-libat. Hal yang sama dilakukan juga untuk aliran

vena yang besar pada daerah penting, seperti

vena rolandic. Reseksi otak dihindari pada

tu-mor yang besar dan jaringan otak yang

me-lapisinya. Serangkaian cotton pat dipakai untuk

mencegah diseksi arachnoid dan struktur

pem-buluh darah besar.

Jika reseksi en bloc bukan merupakan

pilihan, tumor dieksenterasi

sepotong-sepo-tong atau diposepotong-sepo-tong dengan menggunakan

dia-termi atau aspirator ultrasonic. Umumnya,

intracapsular debulking dilakukan setelah

ter-dapat suatu ruangan antara kapsul tumor dan

arachnoid. Tanpa mengorbankan kapsul tumor

dan otak sekitarnya. Setelah dilakukan

de-bulking , kapsul yang tipis dapat diretraksi ke

dalam/ruangan dan tumor direseksi sampai

batasnya, terutama pada tumor yang besar. Jika

tumornya lunak, tidak vaskularisasi, dan

nekro-sis, memungkin kan untuk dilakukan debulking

dengan suction/mengisap dan kuret.

Pada vaskularisasi yang banyak dan tumor

angioblastic, perdarahan merupakan masalah

sehingga perlu dilakukan embolisasi sebelum

operasi. Umumnya, pada meningioma produksi

fibrin lebih cepat karena aktivitas fibrinolitic

meninggi menyebabkan perdarahan

intra-capsular dan kontrol memakai aplikasi menekan

dengan cotton ball. Jika tidak dapat dikontrol,

dipakai thrombin-soaked absorbable gelatin

sponge dan oksidasi sellulose atau

microfibril-lar collagen hemostat. Jika memungkinkan,

to-leransi sedikit perdarahan dilakukan enukleasi

tumor dengan cepat.

Jika terdapat risiko defisit neurologis dan

tidak dapat dilakukan total reseksi, sisa tumor

dibiarkan. Pada penderita tua, observasi

per-tumbuhan tumor, dan pada penderita muda

dengan terapi tambahan.20 Derajat luasnya

re-seksi tumor berdasarkan Simpson adalah21:

Derajat 1: total reseksi dengan eksisi

dura yang melekat

Derajat 2: total reseksi dengan koagulasi

Derajat 4: reseksi sebagian, meninggalkan

sisa tumor

Derajat 5: dekompresi sederhana atau

biopsi

Bergantung pada tingkat reseksi, terapi lebih

lanjut dapat dilakukan. Umumnya, meningioma

konveksitas memunyai prognosis sangat baik

bila akses tumor mudah dan kesempatan

un-tuk dilakukan total reseksi. Total reseksi

dilaku-kan jika terdapat pertumbuhan en plaque dan

tidak terjadi rekuren pada kebanyakan

pende-rita. Pertumbuhan kembali memungkinkan jika

pada sisa tumor masih ada secara mikroskopis

di dalam membran arachnoid. Ini mungkin

ka-rena sekresi vascular endothelial growth factor

(VEGF) dapat menyebabkan neovaskularisasi

(17)

P E N u T u PA N

Setelah reseksi tumor, sekitar dura

diperha-tikan dengan seksama untuk memeriksa

ke-mungkinan adanya sisa tumor. Dura ditutup

menggunakan graft pericranial atau dura

bu-atan. Kemudian digunakan glue seperti, fibrin

glue pada garis sutura dura. Pada meningioma

konveksitas dengan invasi calvarial, dilakukan

cranioplasty menggunakan titanium. Dura

ditu-tup langsung jika tidak ada infiltrasi. Umumnya

menggunakan pericranial flap atau otot

tem-poral untuk menghindari bocornya CSF,

jaring-an parut otak, herniasi otak, atau infeksi luka.

Artificial atau heterologous dura graft

meru-pakan pilihan ke dua. Sebelum dura ditutup,

ruang subdural diisi dengan cairan saline.

Ke-mudian, dilakukan bone flap dan difiksasi

de-ngan benang yang tidak di resorbsi (Vicryl) atau

stainless miniplate. Cranioplasty dilakukan

apa-bila bone flap dibuang karena invasi tumor,

ter-utama bila dibuka kecil. Lapisan subcutaneous

dan cutaneous ditutup setelah memasang

drain subgaleal. Drain dipasang satu sampai

tiga hari bergantung pada ukuran cranioplasty.

Pada reseksi dan defek dura yang besar

dilaku-kan cranioplasty se telah enam sampai delapan

ming gu dari operasi pertama.

P E R AwATA N S E T E l A h O P E R A S I

Setelah operasi meningioma yang kecil,

pende-rita diekstubasi dan hindari peningkatan

teka-nan darah dan intrakranial. Penderita dirawat

satu malam diruang ICU. Gejala baru setelah

operasi, defisit neurologi, dan kejang harus

di-periksa dengan waspada termasuk pemeriksaan

laboratorium dasar dan imaging untuk

menying-kirkan kemungkinan adanya perdarahan atau

infark sekunder. Pada tumor yang besar,

teru-tama jika otak bengkak, diperlukan pemakaian

ventilator beberapa hari. Kondisi neurologis,

se-perti tingkat kesadaran, defisit neurologis fokal,

kejang, vital sign, fungsi paru, asupan cairan,

dan elektrolit perlu dipantau selama penderita

dirawat di ICU. Posisi kepala ditinggikan 20-30

derajat disertai pemberian steroid sampai dua

minggu dengan H2-receptor antagonist untuk

melin dungi periode pembengkakan otak secara

maksimal yang kemudian diturunkan secara

be-rangsur. Jika terapi ini tidak memberikan hasil

yang cukup, dapat diberikan terapi tambahan

berupa mannitol atau furosemide selama

em-pat hari setelah operasi.

Koagulasi dihambat dengan pemberian

heparin untuk menghindari tromboemboli.

Pemberian obat anti kejang diteruskan apabila

sebelumnya ditemukan kejang dan dihentikan

sampai adanya hasil pemeriksaan EEG.

Profilak-sis kejang diberikan selama sekitar tiga bulan

setelah operasi. Perlu dihindari peninggian

te-kanan intrakranial akibat otak bengkak,

hema-toma, atau trombosis. Jika terjadi defisit

neu-rologis yang baru atau kejang, segera lakukan

pemeriksaan CT scan dan terapi yang adekuat,

yaitu operasi ulang apabila ditemukan efek

massa atau terapi otak bengkak.

Bila perdarahan sebagai penyebab

kema-tian setelah operasi meningioma terjadi, perlu

(18)

tu-lang, duramater, dan pembuluh darah

intrakra-nial. Apabila terjadi infeksi pada bone flap,

tulang harus dibuang dan diberi antibiotika

selama empat belas hari. Tiga bulan kemudian

dapat dilakukan operasi cranioplasty.

Semua tipe meningioma pada penderita

usia tua memunyai angka mortalitas dan

mor-biditas yang tinggi. Angka mortalitas pada hari

ke tiga puluh setelah operasi adalah sekitar 16%

dan angka komplikasi sekitar 39%. Emboli paru

yang fatal ditemukan sekitar 1,2% dari semua

penderita setelah operasi meningioma.23

Prediksi epilepsi lebih sulit, tetapi

pen-derita dengan meningioma konveksitas

memu-nyai efek yang lebih sering dari meningioma

yang lain. Kadang-kadang sulit menentukan

ada sebelumnya atau timbul setelah operasi.

Kemungkinan terlibatnya daerah fungsional

dan hubungannya dengan aliran vena yang

be-sar. Adanya kejang sebelumnya, dapat menjadi

prediksi hasil akhir. Penyebab kejang setelah

operasi kemungkinan adalah rekuren tumor,

komplikasi waktu operasi, seperti retraksi otak

yang berlebihan, pengorbanan aliran vena

be-sar, atau diseksi subpial. Dalam hal ini terapi

antikonvulsi dimulai atau diteruskan (jangan

dihentikan) sampai satu tahun setelah operasi.

Gamma-Knife radiosurgery memunyai risiko

tinggi terhadap perubahan peritumoral,

kom-plikasi yang lebih tinggi (43%) dibandingkan

dengan tindakan operasi,24 dan risiko

transfor-masi keganasan. Gamma-Knife radiosurgery

hanya digunakan pada penderita usia tua

de-ngan risiko tinggi terhadap anesthesia.

Terapi operasi pada meningioma

konvek-sitas memunyai risiko yang rendah terhadap

morbiditas dan mortalitas. Angka mortalitas 0%

terjadi dalam tiga puluh hari setelah operasi.

Insiden operasi adalah 1,7%-3%. Komplikasi ini

termasuk onset baru defisit neurologi/kejang,

perdarahan, kebocoran CSF, dan infeksi luka.

Komplikasi yang juga dapat terjadi berupa

he-matom epidural setelah operasi intracranial.

Untuk itu perlu dilakukan scan setelah operasi

sekalian untuk melihat ukuran dan efek massa.

Lee dan kawan-kawan,25 mendapati hubungan

yang signifikan terhadap hematom setelah

ope-rasi pada penderita dengan usia di atas tujuh

puluh tahun dan memunyai jumlah platelet

kurang dari 150x103/mL. Kemungkinan

fak-tor risiko yang lain yang belum terbukti

ada-lah penggunaan obat anti trombotik sebelum

ope rasi, lokasi dan histologis dari meningioma,

invasi sinus venosus, infiltrasi arachnoid, dan

banyaknya tumor yang dibuang. Walaupun

he-matom sering ditemukan setelah operasi

meni-ngioma daripada operasi tumor intracranial

yang lain,26 kebanyakan terjadi pada tumor bed

nya. Palmer dan kawan-kawan27 menjelaskan

bahwa sering terjadi hematom intraparenchym

setelah operasi meningioma. Profil koagulasi

darah normal, tetapi diperkirakan reaksi

per-darahan yang terlambat terjadi karena

se-rangan hipertensi. Kemungkinan perdarahan

terjadi setelah operasi akibat hipertensi. Oleh

karena itu, harus dilakukan monitoring setelah

operasi. Bosnjak dan kawan-kawan28

menemu-kan ciri-ciri clinic-pathological pada penderita

(19)

tendensi perdarahan bertambah pada

penderi-ta usia di bawah tiga puluh penderi-tahun dan di apenderi-tas

tu-juh puluh tahun pada meningioma konveksitas,

lokasi intraventrikular, dan meningioma fibrous.

Pada meningioma konveksitas grade I WHO, era

modern memperlihatkan angka rekuren 3-4%.

Rekuren terutama pada tumor jenis atypical

dan anaplastic atau reseksi subtotal.29 Analisis

survival menunjukan, 90% dengan lima tahun.

T I N D A K A N R E K u R E N

Manajemen sisa tumor terutama pada tumor

grade II dan III dengan atau tanpa invasi otak.

Sebaliknya, pada reseksi subtotal meningioma

grade I, dilakukan follow-up dengan imaging

secara regular untuk melihat pertumbuhan.

Radiasi dapat digunakan dalam bentuk

ste-reotactic radiasi pada meningioma ini. Adanya

kontroversi tentang terapi radiasi ditemukan

setelah operasi. Modha dan Gutin memberi

ke-san bahwa tumor grade II dan III dengan reseksi

subtotal invasi otak memunyai indexmindbomb

homog-1 (MIB-1) lebih besar dari 4,2% dan

ha-rus diterapi dengan radiasi.30

Mean time terhadap rekuren adalah

sebe-las sampai empat besebe-las bulan. Reseksi ulang

dengan operasi mikro apabila diperlukan, yaitu

pada penderita muda (efek jangka panjang

de-ngan radiasi lebih baik dihindari), gejala

pen-derita berhubungan dengan edema, atau

meni-ngioma menurut WHO grade II dan III yang

memperlihatkan pertumbuhan walaupun

dira-diasi setelah operasi. Sebaliknya, radira-diasi

stereo-tactic dapat digunakan pada penderita dengan

rekuren tumor. Beberapa studi memperkirakan

penggunaan fokus radiasi pada meningioma

konveksitas menunjukan angka kontrol tumor

mendekati 71% dengan follow-up lima tahun.31

P R O G N O S I S

Prognosis penderita dengan meningioma

kon-veksitas sangat baik apabila jalan masuk

opera-si memungkinkan untuk dilakukan resekopera-si total.

Reseksi total juga dilakukan apabila terdapat

pertumbuhan en plaque dan selalu tidak terjadi

rekuren walaupun beberapa reseksi total juga

melibatkan penebalan bagian arachnoid sekitar

tumor.

Rekuren lebih sering pada meningioma

atypical dan anaplastic. Semakin cepat deteksi

rekuren, ukuran tumor masih kecil, dan

kesem-patan lebih baik dilakukan terapi selanjutnya

dengan hasil yang lebih baik. Ini juga dilakukan

pada penderita dengan meningioma

konveksi-tas yang jinak dan ulangan operasi merupakan

terapi pilihan.

Radiotherapy merupakan indikasi terapi

tambahan yang diikuti dengan membuang lesi

yang rekuren jenis atypical atau yang ganas.

Stereotactic radiosurgery dengan

mengguna-kan LINAC atau Gamma Knife system dapat juga

digunakan pada lesi ukuran tiga cm atau lebih

kecil. Perubahan peritumoral dan transformasi

keganasan masih merupakan risiko hipotesis

dengan radiosurgery, tetapi terapi ini masih

dilakukan untuk penderita tua atau memunyai

risiko anastesi yang tinggi. Operasi masih

(20)

se-cara medis. Radiotherapy atau radiosurgery

un-tuk rekuren tumor dengan ciri-ciri atypical atau

keganasan yang tidak dapat dioperasi karena

usia atau kondisi penderita secara umum.

Ke-moterapi dengan hydroxyurea diberikan untuk

kontrol pertumbuhan tumor, walaupun

peran-an kemoterapi terbatas pada penderita dengperan-an

tumor konveksitas.

KO M P l I K A S I

Kerusakkan jaringan otak di bawah tumor yang

dapat menyebabkan defisit neurologis atau

fokus epileptogenik. Rekuren atau sisa massa

tumor. Komplikasi lain, seperti perdarahan

in-trakranial, venous infark, emboli udara,

kebo-coran CSF, kejang, dan infeksi.

S I M P u l A N

Meningioma konveksitas menunjukan suatu

anatomi subset dari meningioma yang memberi

kemungkinan untuk tindakan operasi.

Keputus-an terapi lesi ini lebih kepada suatu seni

dari-pada suatu ilmu pengetahuan. Dengan proses

ini, dasarnya adalah pada status medikal

pen-derita, gejala kompleks, pemeriksaan radiologi,

dan perhatikan kemungkinan lesi high-grade.

Sasaran intervensi operasi adalah reseksi grade

nol dengan membuang tumor serta sekitar

ba-tas dura. Keberhasilan intervensi operasi dan

minimalisasi morbiditas adalah pandangan

yang baik dan diseksi extracapsular dengan

teliti, serta mempertahankan struktur arteri

dan vena. Harapan operasi adalah tidak ada

re-kuren dengan morbiditas operasi yang minimal.

Manajemen setelah operasi adalah follow-up

terhadap kemungkinan rekuren pada reseksi

total dan kapan dilakukan terapi untuk sisa dan

rekuren.

Pada lesi tanpa gejala, lebih baik

dilaku-kan observasi terhadap tanda pertumbuhan

atau perkembangan edema atau gejala. Pada

lesi dengan gejala, terapi awal dengan reseksi

operasi versus terapi radiosurgical bergantung

pada banyak faktor termasuk ukuran dan

(21)

Gambar 1. Pada MRI Kepala perempuan 31 tahun potongan T1 aksial massa tumor terlihat hipointens berbatas tegas pada

daerah temporalis kiri.

Gambar 2. MRI kepala T1 kontras potongan sagital (A), koronal (B), dan aksial (c) serta T2 aksial (D) terlihat massa hiperintens yang cukup besar dengan perifokal edema minimal pada daerah temporoparietalis kiri dengan gambaran dural tail. Massa terlihat menekan

dan mendorong ventrikel lateralis kiri dan menyebabkan pergeseran garis tengah ke

(22)

Gambar 3. cT scan kepala perempuan 29 tahun potongan aksial tanpa kontras (A)

tampak massa relaive hiperdens berbatas tegas dan terlihat penyangatan kuat setelah pemberian kontras (b). Massa tampak mendorong dan menekan ventrikel

lateralis kiri ke kanan menyebabkan pergeseran garis tengah.

Gambar 4. Durante operasi

Gambar 5. Meningothelial meningioma grade i who, tampak sel-sel tumor

berkelompok membentuk struktur lobulus-lobulus yang dipisahkan oleh jaringan

(23)

E N P l A q u E M E N I N G I O M A

Istilah en plaque dibuat oleh Cushing,32 sebagai

flat spreading carpets of tumor”. En plaque

meningioma merupakan tipe meningioma

yang jarang, khas dengan sifat infiltrasi lokal,

pertumbuhan sheet-like, dan invasi tulang.33

Walaupun invasinya lokal, biasanya menunjang

histologis WHO grade I meningioma. Tumor ini

biasanya sulit untuk dilakukan reseksi total, dan

lebih mudah rekuren atau mengalami

keganas-an 11%, dibkeganas-andingkkeganas-an dengkeganas-an meningioma

in-trakranial yang lain 2%.34

Ciri-Ciri klinis

Biasanya progresivitasnya lambat, tanpa rasa

sakit, unilateral exophthalmus. Kadang-kadang

terdapat massa daerah temporalis anterior,

sakit kepala, gangguan sensasi NV divisi satu

dan dua, dan ekstensi intracranial dari tumor

dapat menyebabkan kejang atau gangguan

fungsi neurologis.

Ciri-ciri histopatologi meningioma en

plaque mirip dengan meningioma biasa yang

kadang-kadang sulit untuk diprediksi pada

penderita. Meningioma ekstrakranial

ditemu-kan 1-2% dari semua meningioma.35 Variasi en

plaque sering melibatkan frontoparietal,

jux-taorbital, sphenoid wing, diffuse calvarial, atau

jarang daerah spinal.36 Meningioma

ekstrakra-nial merupakan suatu tumor yang jarang,

di-fus dengan ekstensi melibatkan dura, ekstensi

ekstrakranial ke kalvaria, orbita, jaringan lunak

termasuk otot ske letal, dan angioinvasi. Tumor

ini sering terjadi pada sphenoid ridge,

kalvari-um atau daerah spinal, dan memunyai

pertum-buhan “collar like” atau “sheetlike” sepanjang

dura dan tidak seperti meningioma globular.36

En plaque meningioma kebanyakan terjadi

pada wanita usia menengah dan sering invasi

tulang dengan hipertropi, dan menyebabkan

gejala penekanan terhadap struktur sekitarnya.

Durasi gejalanya panjang karena keluhan yang

minimal. Gejala klinis adalah, seperti proptosis,

gangguan penglihatan, facial atau scalp

beng-kak, dan sakit kepala.

Penebalan kalvaria sering ditemukan pada

daerah asal meningioma dan sel-sel

meni-ngothelial yang diketahui invasi dan

menye-bar ke tulang. Hiperostosis sering terjadi pada

variasi en plaque yang berhubungan dengan

infiltrasi dari ruang medullary melalui whorl

dan syncytia dari sel-sel meningothelial. Pada

daerah tumornya ditemukan scalp

membeng-kak, lesi osteolitik, dan massa jaringan lunak

ekstrakranial yang lebih agresif.37

Meningioma umumnya dibagi menjadi

ka-tegori jinak, atypical, dan anaplastic.38 Dalam

hal ini, ciri-ciri meningioma jinak dengan

tan-pa nekrosis dan tantan-pa aktivitas mitosis yang

me ninggi. Infiltrasi tulang melalui canaliculi

osseous tidak dianggap sebagai keganasan.

Keberhasilan merupakan tantangan dan

reseksi total kebanyakan tidak memungkinkan

karena melibatkan ekstensi dura dan kalvaria,

dan dekat dengan struktur vital. Reseksi

subto-tal memunyai angka rekuren yang bertambah.

Ciri-ciri khas yang lain pada en plaque

(24)

rata atau irregular sedangkan fibrous dysplasia

cenderung rata. Pada osteoma, biasanya timbul

dari outer table dari kalvaria dan jarang dari

inner table. Osteoma tidak meluas ke diploe.

Benjolan biconvex inward dan outward bukan

suatu osteoma. Beda yang lain adalah osteoma

tidak meluas melewati garis sutura. Sebaliknya,

hiperostosis dari meningioma dapat melewati

garis sutura.

CT scan memberi gambaran tulang yang

sangat baik pada perubahan intracranial yang

berhubungan dengan en plaque meningioma.

Pada lapisan subdural terdapat enhance pada

intraduralplaque atau osifikasi, yang khas pada

en plaque meningioma. Ciri-ciri yang lain

ada-lah efek penekan pada otak karena benjolan

inward dari tulang hiperostosis. Pada fibrous

dysplasia, inner table normal, dan adanya efek

penekanan sangat jarang.39 Menilai en plaque

meningioma dengan MRI adalah kurang tepat

dan diketahui bahwa MRI kurang sensitif

diban-dingkan de ngan CT dalam deteksi kalsifikasi atau

perubahan tulang. MRI sensitif dalam deteksi

plaque meningioma intracranial. En plaque

meningioma suatu tumor “sheet-like” dan MRI

relatif tidak sensitif dalam deteksi meningioma

kecil. MRI mungkin lebih sensitif daripada CT

dalam deteksi cerebral edema yang

berhubung-an dengberhubung-an en plaque meningioma.

Walaupun mekanisme hiperostosis pada

meningioma masih belum jelas,40 invasi tulang

umumnya diterima diantara berbagai hipotesis.

Kim dan kawan-kawan,41 memberi kesan bahwa

susunan hiperostosis berhubungan dengan en

plaque meningioma mirip dengan meningioma

globoid. Hiperostosis sering pada en plaque

meningioma dengan insiden 13-49% sedangkan

insiden hiperostosis dilaporkan 4,5% dari semua

tipe meningioma. Klasifikasi hiperostosis pada

en plaque meningioma dibagi atas empat

per-bedaan susunan, yaitu 1. Susunan homogen, 2.

Susunan periosteal, 3. Susunan tiga lapisan, dan

4. Susunan diploic. Pada susunan tiga lapisan

dari hiperostosis, permukaan tulang

hiperosto-sis tidak rata/irregular, dan dekat intracranial

bentuk crescent dengan lesi enhance, tetapi

pada lesi tidak ada tonjolan inward. Pada en

plaque meningioma daerah pterional, terutama

ditemukan tipe psammomatous meningioma,

sedangkan tipe meningothelial, dominan pada

daerah konveksitas dari en plaque meningioma.

Tidak ada hubungan antara susunan hiperostosis

dan tipe histologis dari en plaque meningioma.

Dahulu, en plaque meningioma tidak

di-lakukan operasi karena teknik yang sulit dengan

angka mortalitas yang tinggi.42 Saat ini, teknik

fronto-temporal dengan reseksi skull base

la-teralis sebagai terapi pilihan untuk skull base en

plaque meningioma.43 Ditekankan bahwa, dura

harus diinsisi, ruang subdural dibuka, walaupun

nampaknya normal, dan semua bagian yang

terlibat oleh tumor dibuang.

Walaupun telah diberikan terapi radiasi

untuk en plaque meningioma, rekomendasi

ra-dioterapi juga diberikan setelah operasi pada

penderita dengan reseksi subtotal dan

pende-rita meningioma high-grade.Dilaporkan bahwa

tidak ada progresivitas tumor setelah diberi

radio terapi selama periode sampai sembilan

(25)

Diagnosis banding terhadap lesi

me-nyebabkan penebalan dura, termasuk

metas-tasis osteoblastic, idiopathic hypertrophic

cra-nial pachymeningitis, dan sarcoid granuloma,

juga en plaque meningioma. Infeksi jamur juga

dapat menyebabkan penebalan dura, seperti

coccidioidomycosis, blastomycosis, dan

tuber-culoma, serta pleocytosis pada CSF.45

T I N D A K A N O P E R A S I

Operasi merupakan indikasi apabila terdapat

proptosis atau penglihatan semakin berkurang.

Radioterapi digunakan pada penderita dengan

hilangnya penglihatan karena ekstensi jaringan

lunak ke dalam apex orbita. Aliran darah tumor

berasal dari cabang-cabang meningeal, tetapi

kebanyakan tumor ini relatif tidak banyak

per-darahan. Tumor selalu melibatkan kapsul orbita

dan dura sekitar fisura orbita superior, apex

orbita, dan sinus cavernosus.

Posisi dan insisi kulit sama seperti yang

di-gunakan pada meningioma tuberculum sellae,

tetapi dengan penampakan yang lebih dari

tulang temporal anterior dan dinding lateral

orbita. Jika tulang yang kelihatan tidak terlibat

oleh tumor, dapat dilakukan flap tulang

fronto-temporal dan jika tumor tumbuh ke dalam

tu-lang, dilakukan flap sekitar daerahnya. Drill dan

instrumen tulang digunakan untuk membuang

sphenoid wing lateralis dan masuk ke dalam

orbita dan mempertahankan kapsul orbita agar

tetap dalam keadaan baik. Tulang

berangsur-angsur dibuang agar tampak dura daerah

fron-tal, temporal, dan fascia orbita. Pinggir lateral

fisura orbita superior ditemukan dan tampak

lipatan dura yang kecil yang meluas ke dalam

fascia orbita. Semua dinding samping dan atap

orbita dibuang. Jika tulang hiperostosis

me-luas melewati kanalis optikus, ini juga dibuang

sampai foramen rotundum. Kemudian, dura

dibuka dan tumor intracranial direseksi

kemu-dian dilakukan graft dari dura Pada

kebanyak-an penderita, tumor dapat tumbuh ke dalam

fisura orbitalis superior dan dura bagian medial

sehingga tidak mungkin membuang daerah ini.

Terakhir membuka fascia orbita. Lemak orbita

dapat disisihkan ke arah prosedur intracranial.

Massa tumor dapat melibatkan kapsul orbita.

Kadang-kadang ini dapat dibuang, tetapi pada

beberapa penderita, otot rectus lateralis dan/

atau apex orbita terlibat dengan tumor, dan

da-pat dibuang lebih luas. Cranioplasty tidak perlu

dilakukan untuk mengganti atap orbita. Pulsasi

daerah mata berangsur berkurang dan biasanya

(26)

A B C

D E F

Gambar 6. Pada pemeriksaan MRI kepala laki-laki 32 tahun pada T1 kontras

aksial (a), koronal (b), sagital (d) dan lair aksial (E) terlihat massa hiperintens

dan pada T1 sagital (c) terlihat hipointens di daerah parietalis kanan yang

mendorong dan menekan ventrikel lateralis kanan menyebabkan pergeseran

garis tengah ke kiri.

Gambar 7. Pada MRA terlihat arteri serebri media kanan terdorong ke medial.

(27)

A B

Gambar 9.A. Meningothelial meningioma grade I whO, kumpulan sel tumor membentuk

struktur lobulus (hE, 200x). b. ini sel tumor mengalami penjernihan/clearing (hE, 200x)

Gambar 10. Pemeriksaan ihC, EMa posiif

(28)

Gambar 12. Schaedel AP/ lat perempuan 44 tahun terlihat gambaran opak batas tegas pada os sfenofrontotemporalis kiri

Gambar 13. cT scan kepala perempuan 44 tahun potongan aksial brain dan bone window memperlihatkan lesi hiperdens batas tegas pada daerah sfeno-temporalis dengan penebalan disertai gambaran gound-glass os

sfenofrontotemporalis kiri dan massa jaringan lunak sekitar.

Gambar 14. cT scan kepala potongan koronal dan sagital memperlihatkan lesi hiperdens batas tegas pada daerah sfenotemporalis dengan penebalan disertai gambaran gound-glass os sfenofrontotemporalis

(29)

Gambar 15. durante operasi

konveksitas (en Masse)

D E

A B

(30)

F G

Gambar 16. Pemeriksaan MRI Kepala perempuan 33 tahun sebelum operasi terlihat gambaran massa berbatas tegas hiperintens pada T1 kontras potongan aksial, koronal dan sagital (A,D,F), T2 potongan aksial dan koronal (B,E) dan FlAIR potongan aksial (c) di daerah temporo-parietalis kiri dengan terlihat gambaran dural tail yang menekan thalamus, basal ganglia dan

ventrikel lateralis kiri menyebabkan pergeseran garis tengah ke kanan. Pada Mr angio terlihat

distorsi arteri serebri media kiri.

(31)

Gambar 18. Meningothelial meningioma, kumpulan sel tumor membentuk

struktur lobulus yang dipisahkan oleh jaringan ikat (hE, 200x)

Gambar 19. Head cT-scan perempuan 38 tahun dengan kontras terlihat massa hiperdens kuat batas tegas ekstraaksial dengan perifokal edema menempel pada daerah fronto-temporalis kiri yang menyebabkan herniasi

subfalksin ke kanan. Ventrikel lateralis kornu temporalis terlihat dilatasi.

(32)

Gambar 21. Meningothelial meningioma, tampak struktur lobulus yang

dipisahkan oleh jaringan ikat (hE, 100X)

Gambar 22. head cT-scan perempuan 38 tahun dengan kontras terlihat massa hiperdens kuat batas tegas ekstraaksial dengan perifokal edema menempel pada daerah fronto-temporalis kiri yang menyebabkan herniasi

(33)

Gambar 23. MRI brain laki-laki 71 tahun potongan aksial, koronal, sagital terlihat massa ekstraaksial, batas tegas, hipointens T1, slight hiperintens pada T2 dan FlAIR serta menyangat kuat (hiperintens) pasca kontras dengan perifokal edema di daerah temporoparietalis kanan. Massa menyebabkan herniasi subfalksin ke

kiri. Pada MRA terlihat distorsi a. Serebri Media kanan.

(34)

Gambar 25. Mrv dan Mr spectrometry tumor terlihat peningkatan kadar Cho dan penurunan naa

Gambar 26. Durante operasi

Gambar 27. Atypical meningioma, grade II whO, proliferasi sel-sel tumor, sebagian membentuk pola fasikulus, dengan

Gambar

Gambar 2. MRI kepala T1 kontras potongan sagital (A), koronal (B), dan aksial (c) serta T2 aksial (D) terlihat massa hiperintens yang cukup besar dengan perifokal edema minimal pada daerah temporoparietalis kiri dengan gambaran dural tail
Gambar 3. cT scan kepala perempuan 29 tahun potongan aksial tanpa kontras (A) tampak massa relaive hiperdens berbatas tegas dan terlihat penyangatan kuat setelah pemberian kontras (b)
Gambar 6. Pada pemeriksaan MRI kepala laki-laki 32 tahun pada T1 kontras aksial (a), koronal (b), sagital (d) dan lair aksial (E) terlihat massa hiperintens dan pada T1 sagital (c) terlihat hipointens di daerah parietalis kanan yang mendorong dan menekan ventrikel lateralis kanan menyebabkan pergeseran garis tengah ke kiri.
Gambar 9.A. Meningothelial meningioma grade I whO, kumpulan sel tumor membentuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Penderita tidak demam atau tanpa gejala klinis lainnya,tapi - Penderita tidak demam atau tanpa gejala klinis lainnya,tapi.. Pengobatan malaria vivaks/ovale resisten

Dengan kondisi saat ini yang mana sekolah menerapkan GLS tanpa adanya asesmen sebagai upaya pengembangan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan rujukan untuk

Aplikasi ini dibangun dengan menggunakan ASP.NET yang tediri dari proses data penerimaan untuk maintenance data penerimaan minyak yang masuk, data pengiriman untuk

Format Permohonan pengajuan Tambahan Uang Persediaan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk mendapat persetujuan PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat

Halaman olah katalog adalah halaman untuk admin mengisikan detail barang yang akan di tampilkan dalam aplikasi E-katalog yang digunakan pada pengguna atau customer..

Pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk sejak tahun 2012 s.d Juli 2013, Komisaris PT Citra Margatama Surabaya tahun 2013, Direktur Utama PT

Amyotrophic lateral Sclerosis (ALS) merupakan penyakit motor neuron yang menyebabkan gangguan fungsi ektremitas dan bulbar yang ukup jarang terjadi, dengan indisen

Tabel 4.9 Korelasi Tingkat Kebahagiaan Dengan Tingkat Kepuasaan Hidup Correlations Tingkat Kepuasan Tingkat Kebahagiaan Spearman's rho Tingkat Kepuasan Correlation Coefficient