BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Prestasi Kerja Pustakawan
Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa
Inggris disebut dengan performance. Prestasi kerja sangat erat hubungannya
dengan produktivitas kerja. Pelaksanaan kerja dalam arti prestasi kerja tidak hanya
menilai hasil fisik yang telah dihasilkan oleh seorang pustakawan.
Menurut Yuli (2005, 89) “Prestasi kerja (job performance) merupakan hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya”.
Hal yang sama dinyatakan oleh Mangkunegara (2006, 121) menyatakan
bahwa, “kinerja pustakawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja yang berkualitas
dan kuantitas yang dicapai seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya untuk
mencapai tujuan organisasi”.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya untu
mencapai tujuan organisasi.
Soeprihanto (2000, 7) menyatakan bahwa, “prestasi kerja seorang karyawan
pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standard, target/sasaran
Sedangkan Hariandja (2002, 195) mengemukakan bahwa, “prestasi kerja
merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang
ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi. Prestasi kerja pegawai
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha organisasi untuk mencapai
tujuannya”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja pustakawan
merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang pustakawan selama periode
tertentu dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya untuk mencapai tujuan organisasi.
2.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja
Prestasi kerja karyawan di setiap organisasi sangat berbeda-beda. Para
pemimpin organisasi sangat menyadari adanya perbedaan antara satu karyawan
dengan karyawan yang lain, meskipun para karyawan tersebut berada ditempat
yang sama produktivitas kerjanya tidaklah sama, maka dari itu kinerja individu
setiap karyawan akan dapat tercapai apabila didukung dengan upaya bekerja dan
didukung oleh organisasinya. Oleh karena itu prestasi kerja dipengaruhi oleh
beberapa faktor.
Menurut Davis yang dikutip oleh Mangkunegara (2006, 13), prestasi kerja
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Faktor kemampuan (Ability) Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Yang maksudnya pimpinan dan karyawan harus memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai prestasi yang maksimal.
organisasinya. Situasi kerja yang dimaksud mencakup hubungan kerja, fasilistas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
Sedangkan menurut Nasution (2000, 119) faktor-faktor yang termasuk
dalam penilaian prestasi kerja terdiri dari:
1. Kualitas pekerjaan 2. Sikap
3. Ketaatan terhadap pekerjaan 4. Koordinasi dan kepemimpinan 5. Perencanaan dan pengorganisasian 6. Pendelegasian dan kontrol
7. Pembinaan bawahan.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Fhatoni (2006, 240) yang menyatakan
bahwa terdapat berbagai faktor penilaian prestasi kerja yaitu:
1. Yang dinilai adalah manusia yang memiliki kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan
2. Penilaian pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara objektif
3. Hasil penilaian harus disampaikan kepada pustakawan yang dinilai dengan maksud ialah:
a. Dalam hal penilaian tersebut positif, menjadi dorongan kuat bagi pustakawan yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi di masa yang akan datang.
b. Dalam hal penilaian tersebut negatif, pustakawan yang bersangkutan mengetahui kelemahannya dan dengan demikian dapat mengambil berbagai langkah untuk mengatasi kelemahan tersebut.
c. Jika seseorang merasa mendapat penilaian yang tidak objektif, diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatannya
4. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu didokumentasikan dengan rapi dalam arsip kepegawaian setiap orang hingga tidak ada informasi yang hilang
5. Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai mutasi pegawai. Selain pendapat di atas, menurut Pareek yang dikutip oleh Arep (2002, 174), faktor-faktor penilaian prestasi kerja adalah : 1. Kemampuan merencanakan
2. Kemampuan berorganisasi 3. Koordinasi
5. Kepemimpinan dan dinamika 6. Inisiatif
7. Kepandaian mencari akal 8. Kreatifitas dan daya khayal 9. Perkembangan para bawahan
10. Sumbangan kepada semangat kelompok 11. Kemampuan analisis
12. Pendelegasian
13. Hubungan masyarakat 14. Sosialibilitas
15. Kepercayaan pada diri sendiri 16. Pengambilan keputusan 17. Kerjasama
18. Fleksibilitas
19. Penyelesaian masalah 20. Pengambilan resiko
21. Kemampuan memotivasi bawahan 22. Mengelola konflik
23. Keterampilan komunikasi (lisan &tertulis) 24. Keuletan
25. Kerja keras 26. Integritas 27. Niat 28. Empati 29. Ketegasan 30. Keahlian 31. Pengaturan data
32. Perhatian terhadap orang lain.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi penilaian prestasi kerja seorang pustakawan adalah kemampuan
tertentu yang dimiliki oleh seorang pustakawan, sikap, ketaatan terhadap suatu
pekerjaan, koordinasi dan kepemimpinan, kemampuan berorganisasi, kerja sama,
kemampuan berkomunikasi dan perhatian terhadap orang lain. Selanjutnya hasil
penilaian yang dilakukan secara berkala itu didokumentasikan untuk menjadi
2.1.2Unsur-unsur Penilaian Prestasi Kerja
Selain faktor-faktor penilaian prestasi kerja, terdapat juga unsur-unsur
penilaian prestasi kerja. Menurut Nasution (2000, 95) unsur-unsur penilaian
prestasi kerja dibagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu unsur kepala regu ke bawah dan
kepala seksi ke atas. Masing-masing unsur-unsur tersebut adalah:
1. Kepala regu ke bawah: a. absensi
b. tanggung jawab terhadap pekerjaan c. kualitas pekerjaan
d. kecekatan atau keterampilan kerja e. inisiatif dan kreativitas
2. Kepala seksi ke atas: a. absensi
b. tanggung jawab terhadap pekerjaan c. kualitas pekerjaan
d. kecekatan atau keterampilan kerja e. inisiatif dan kreativitas
f. loyalitas
g. kemampuan mengatur dan merencanakan pekerjaan h. kemampuan untuk melatih dan membina.
Sedangkan menurut Utomo dan Hermawan (2000, 10), unsur-unsur dari
penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang pegawai adalah :
1. Kesetiaan ialah tekat dan kesanggupan mentaati, melaksanakan dan
mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung
jawab. Tekat dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dalam sikap dan
tingkah laku seharihari dalam perbuatan melaksanakan tugas.
2. Prestasi Kerja ialah suatu hasil kerja yang secara nyata dapat dicapai oleh
seorang PNS dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
Prestasi kerja tersebut akan dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan,
3. Tanggung Jawab ialah kesanggupan seorang PNS untuk menyelesaikan
pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknyadan tepat
pada waktunya serta berani memikul resiko atas keputusan yang
diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.
4. Ketaatan ialah kesanggupan seorang PNS untuk mentaati seala peraturan
perundangundangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati
perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang serta
kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan.
5. Kejujuran ialah ketulusan hati seorang PNS dalam melaksanakan ugas
dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang
diberikan kepadanya.
6. Kerja Sama ialah kemampuan seorang PNS untuk bekerja bersama-sama
dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan,
sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
7. Prakarsa ialah kemampuan seorang PNS untuk mengambil keputusan,
langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan
dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan.
8. Kepemimpinan ialah kemampuan seorang PNS untuk meyakinkan orang
lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan
tugas pokoknya. penilaian unsur kepemimpinan hanya dikenakan bagi
PNS yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a ke atas yang
Pendapat lain dikemukakan oleh Flippo (1995, 250) menyatakan bahwa
faktor-faktor prestasi kerja adalah:
1. Mutu kerja : ketepatan, keterampilan, ketelitian, kerapian
2. Kuantitas kerja : keluaran ; jangan hanya mempertimbangkan tugas-tugas reguler, tetapi juga betapa cepat seseorang menyelesaikan tugas-tugas “ekstra” atau mendesak
3. Ketangguhan : mengikuti perintah, kebiasaan, keselamatan (safety) yang baik, inisiatif, ketepatan waktu dan kehadiran
4. Sikap : terhadap perubahan pekerjaan dan teman sekerja.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
unsur-unsur penilaian prestasi kerja antara kepala regu ke bawah dengan kepala
seksi ke atas karena kenyataannya kemampuan, keahlian, tugas dan tanggung
jawab mereka pun sangat berbeda. Unsur-unsur penilaian prestasi kerja tersebut
dapat dilihat dari kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran,
kerja sama, prakarsa, kepemimpinan, mutu kerja, kuantitas kerja, ketangguhan,
dan sikap.
Uraian di atas menyatakan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja yang
dicapai oleh seorang karyawan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya untuk mencapai tujuan organisasi.
2.2 Penilaian Prestasi Kerja
Prestasi kerja pustakawan akan lebih baik apabila ditunjang dengan
kedisiplinan, taat dan tepat waktu dalam menjalankan aktifitas kerja sehari-hari,
untuk itu pustakawan harus membenahi diri dan menambah pengetahuan di segala
bidang dalam menunjang aktivitasnya.
Panggabean (2004, 17) menyatakan bahwa:
digunakan sebagai input dalam melaksanakan hampir semua aktivitas MSDM lainnya, yaitu promosi, kenaikan gaji, pengembangan dan pemutusan hubungan kerja.
Sedangkan Rao (1986, 1) mengemukakan bahwa:
Penilaian prestasi kerja merupakan sebuah mekanisme untuk memastikan bahwa orang-orang pada tiap tingkatan mengerjakan tugas-tugas menurut cara yang diinginkan oleh atasan mereka, dengan demikian para atasan disetiap tingkatan berusaha memperbaiki tingkatan prestasi kerja mereka dengan cara menilai pekerjaan bawahan mereka dan dengan demikian mengendalikan perilaku mereka.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa penilaian prestasi kerja merupakan
suatu proses yang ditujukan untuk memperoleh informasi tentang kinerja
pustakawan serta mekanisme yang digunakan untuk memastikan bahwa
orang-orang pada tiap tingkatan mengerjakan tugas-tugas menurut cara yang diinginkan
oleh atasan mereka. Penilaian prestasi kerja sangat diperlukan untuk mengetahui
tingkat pelaksanaan pekerjaan serta kompetensi pustakawan sebagai tenaga
fungsional pada perpustakaan.
2.2.1 Tujuan dan Manfaat Penilaian Prestasi Kerja
Mencapai suatu prestasi tidak mudah diungkapkan dengan kata-kata saja
melainkan harus didasarkan pada penilaian yang objektif dan sistematis sehingga
dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan. Tujuan penilaian prestasi kerja
adalah untuk mengetahui apakah karyawan telah bekerja sesuai dengan
standarstandar yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Yuli (2005, 90) penilaian prestasi kerja bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan karyawan.
b. Dengan diketahuinya peringkat keberhasilan setiap karyawan, maka akan terdorong keinginan untuk selalu meningkatkan prestasi.
d. Penilaian prestasi kerja diharapkan akan dapat diperoleh informasi mengenai mengapa seorang karyawan memiliki perbedaan dalam hal kemampuan walaupun memiliki fasilitas kerja.
e. Menetapkan kebijakan strategis.
f. Membantu manajemen untuk merumuskan kebijakan-kebijakan dalam rangka peningkatan kinerja karyawan secara khusus dan organisasi pada umumnya.
Selain tujuan penilaian prestasi kerja, Yuli (2005, 91) juga menjelaskan
manfaat dari penilaian prestasi kerja yaitu:
a. Manfaat bagi manajer penilai.
b. Dengan melakukan penilaian yang objektif, penilai (manajer) akan mudah mengidentifikasi beberapa hal mengenai karyawan yang dinilai. c. Manfaat bagi karyawan.
d. Karyawan akan memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan pandangannya, mengetahuai kekuatan dan kelemahan dirinya.
e. Manfaat bagi organisasi
f. Penilaian prestasi kerja akan mampu meningkatkan kinerja individu, meningkatkan kinerja departemen, adanya efisiensi, meningkatkan kualitas produksi/pelayanan.
Penilaian pegawai perlu dilakukan karena penilaian pegawai memiliki
manfaat ganda, yaitu bagi pegawai dan bagi perusahaan: Manfaat penilaian
prestasi kerja bagi pegawai (Wursanto 2002, 86) antara lain:
a. Menciptakan iklim kehidupan perusahaan, yang dapat menjamin kepastian hukum bagi pegawai
b. Memberikan dorongan kepada pegawai untuk lebih giat dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya
c. Melatih pegawai untuk selalu berdisplin dalam segala hal. Manfaat penilaian pegawai bagi perusahaan antara lain:
d. Dapat mengetahui kelemahan-kelemahan yang dialami oleh setiap pegawai
e. Hasil penilaian dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menempatkan pegawai sesuai dengan bidang dan tugasnya
f. Memudahkan dalam menentukan apakah suatu latihan dibutuhkan untuk mengembangkan keterampilan pegawai.
Sedangkan Nasution (2000, 73) mengemukakan tujuan dan manfaat yang
Tujuan:
a. Untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan selama periode waktu tertentu.
b. Untuk mengetahui tentang diri karyawan (bail sikap, watak, kekuatan, maupun kelemahannya) sehubungan dengan pekerjaannya.
c. Untuk mengetahui apakah karyawan mempunyai potensi untuk menduduki jabatan lain.
Manfaat:
a. Manfaat bagi pekerja, terutama sebagai umpan balik (feedback) tentang prestasi kerjanya selama ini.
b. Manfaat bagi perusahaan, sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang promosi, mutasi, demosi atau PHK.
Selain pendapat di atas Fathoni (2006, 242) mengemukakan bahwa suatu
sistem penilaian prestasi kerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai
kepentingan, antara lain :
a. Mendorong peningkatan prestasi kerja
b. Sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan c. Untuk kepentingan mutasi pegawai
d. Guna menyususun program pendidikan dan pelatihan yang dimaksudkan untuk mengatas kekurangan dan kelemahan pegawai
e. Membantu para pegawai menentukan rencana kariernya dan dengan bantuan bagian kepegawaian menyusun program pengembangan karier yang paling tepat.
Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa tujuan penilaian prestasi kerja
adalah meningkatkan kemampuan karyawan selama periode tertentu, mengetahui
tentang diri karyawan, identifikasi faktor penghambat kerja, menetapkan
kebijakan strategis, memberikan dorongan kepada pegawai agar lebih giat dalam
bekerja sesuai dengan tugas yang telah diberikan, mutasi pegawai, dan bahan
pengambilan keputusan. Sedangkan manfaat penilaian prestasi kerja adalah
2.2.2 Proses Penilaian Prestasi Kerja
Proses penilaian prestasi kerja merupakan hal penting dalam penilaian,
maka proses-proses penilaian harus dilakukan dengan mekanisme yang benar
sesuai standar operasional presedur.
Menurut Dessler (2008, 327) proses penilaian prestasi kerja terdiri dari tiga
tahap yaitu:
1. Mendefinisikan pekerjaan. Mendefinisikan pekerjaan berarti memastikan bahwa pemimpin dan bawahan setuju dengan kewajiban dan standar pekerjaannya
2. Menilai kinerja. Penilaian kinerja berarti membandingkan kinerja sesungguhnya dari bawahan anda dengan standar yang telah ditetapkan, hal ini biasanya melibatkan beberapa jenis formulir peringkat.
3. Memberikan umpan balik. Penilaian kinerja biasanya membutuhkan sesi umpan balik. Dalam hal ini, atasan dan bawahan mendiskusikan kinerja dan kemajuan karyawan, dan membuat rencana untuk pengembangan apapun yang dibutuhkan.
Sedangkan menurut Hariandja (2005, 199) penilaian prestasi kerja harus
dikaitkan dengan usaha pencapaian hasil kerja yang diharapkan, maka
sebelumnya harus ditentukan tujuan-tujuan setiap pekerjaan, kemudian penentuan
standar kinerja serta ukurannya, diikuti dengan penentuan metode penilaian
pelaksanaan dan evaluasi. Proses penilaian prestasi kerja tersebut yaitu:
1. Penentuan Sasaran
Penentuan sasaran sebagaimana disebutkan harus spesifik, terukur, menantang, dan didasarkan pada waktu tertentu. Di samping itu perlu pula diperhatikan proses penentuan sasaran tersebut, yaitu diharapkan sasaran tugas individu dirumuskan bersama-sama antara atasan dan bawahan. Setiap sasaran merupakan sasaran yang diturunkan atau diterjemahkan dari sasaran yang lebih tinggi. Jadi sasaran unit adalah bagian dari sasaran perusahaan.
2. Penentuan Standar Prestasi Kerja
sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan.
Untuk itu sistem penilaian prestasi kerja harus : a. Mempunyai standar
Mempunyai standar berarti mempunyai dimensi-dimensi yang menunjukan perilaku kerja yang sedang dinilai, yang umumnya diterjemahkan dari sasaran kerja, misalnya hasil kerja berupa barang yang dihasilkan, kuantitas atau kualitas, kehadiran di tempat kerja, kepatuhan terhadap peraturan atau prosedur dan lain-lain.
b. Memiliki ukuran yang dapat dipercaya
Ukuran yang dapat dipercaya dengan pengertian bilamana digunakan oleh orang lain atau beberapa orang dalam waktu yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang sama, misalnya : ukuran kuantitas yang baik berarti sesuai dengan target, ukuran kualitas yang baik berarti tidak ditemukan barang yang cacat, ukuran kehadiran yang baik berarti tidak pernah absen kerja tanpa alas an dan lain-lain.
c. Mudah digunakan
Penilaian prestasi kerja harus praktis dalam arti mudah digunakan dan dipahami oleh penilai dan yang dinilai.
3. Penentuan Metode dan Pelaksanaan Penilaian
Metode yang dimaksudkan disini adalah pendekatan atau cara serta perlengkapan yang digunakan seperti formulir dan pelaksanaannya. Metode- metode itu seperti metode perbandingan, tes dan lain-lain.
4. Evaluasi Penilaian
Merupakan pemberian umpan balik kepada karyawan mengenai aspek-aspek hasil kerja yang harus diubah dan dipertahankan serta berbagai tindakan yang harus diambil, baik oleh perusahaan maupun karyawan dalam upaya perbaikan kinerja pada masa yang akan datang.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses penilaian prestasi kerja
merupakan hal penting dalam usaha pencapaian hasil kerja yang diharapkan, maka
proses-proses penilaian harus dilakukan dengan mekanisme yang benar sesuai
standar operasional presedur
2.2.3 Metode Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja dapat dilakukan dalam berbagai cara atau metode.
Metode penilaian yang dilakukan organisasi tentunya tergantung pada sasaran
yang ingin dicapai. Beberapa metode dapat digunakan untuk menilai prestasi kerja
karena itu metode penilaian prestasi kerja dapat berbeda-beda tergantung pada apa
yang menjadi tujuan dilaksanakan penilaian kerja dan hal yang ingin dicapai
organisasi.
Menurut Hariandja (2005, 204) pada dasarnya metode penilaian prestasi
kerja dikelompokan atas dua, yaitu :
1. Penilaian yang berorientasi pada masa lalu
Metode penilaian yang berorientasi pada masa lalu diartikan sebagai penilaian perilaku kerja yang dilakukan pada masa lalu sebelum penilaian dilakukan. Melalui hasil penilaian tersebut dapat dilakukan usaha untuk mengubah perilaku kerja atau pengembangan karyawan. Beberapa metode terdiri dari :
a. Rating Scale
Penilaian yang didasarkan pada suatu skala, dari sangat memuaskan, memuaskan, cukup, sampai kurang memuaskan, pada standar-standar hasil kerja seperti inisiatif, tanggung jawab, hasil kerja secara umum dan lain-lain. Penilaian dilakukan oleh seorang penilai yang biasanya atasan langsung, yang dilakukan secara subjektif. Kemudian untuk memudahkan pengelompokan karyawan yang baik atau buruk, skala tersebut diberi bobot.
b. Check List
Penilai yang didasarkan pada suatu standar hasil kerja yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa apakah karyawan sudah memenuhi atau melakukannya. Standar-standar hasil kerja misalnya karyawan hadir dan pulang tepat waktu, karyawan bersedia bilamana diminta untuk lembur, karyawan patuh pada atasan dan lain-lain. Penilai disini adalah atasan langsung. Hampir sama dengan Rating Scale, setiap standar penilaian dapat diberikan bobot sesuai dengan tingkat kepentingan standar tersebut.
c. Critical Incident
Dengan metode ini penilai yang didasarkan pada perilaku khusus yang dilakukan di tempat kerja, baik perilaku yang baik maupun perilaku tidak baik. Penilaian dilakukan melalui observasi langsung ke tempat kerja, kemudian mencatat perilaku-perilaku kritis yang tidak baik atau baik, dan mencatat tanggal dan waktu terjadinya perilaku tersebut. d. Skala Penilaian Berjangkar Perilaku
e. Observasi dan Tes Kerja
Penilaian yang dilakukan melalui tes di lapangan. f. Metode Perbandingan Kelompok
Membandingkan seorang karyawan dengan rekan-rekan kerjanya, yang dilakukan oleh atasan dan beberapa teknik pemeringkatan (ranking method), pengelompokan pada klasifikasi yang sudah ditentukan (force distribution), pemberian poin atau angka (point allocation method) dan metode perbandingan dengan karyawan lain.
2. Penilaian yang berorientasi masa depan
Metode penilaian masa yang akan datang diartikan dengan penilaian akanpotensi seorang karyawan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang. Metode-metode penilaian ini terdiri dari :
a. Penilaian Diri Sendiri
Penilaian karyawan untuk diri sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat mengidentifikasikan aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. Pelaksanaannya, perusahaan atau atasan penilai mengemukakan harapan-harapan yang diinginkan dari karyawan pada perusahaan, tujuan perusahaan dan tantangan yang dihadapi perusahaan. Kemudian berdasarkan informasi tersebut karyawan dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku yang perlu diperbaiki. Salah satu kebaikan dari metode ini adalah dapat mencegah terjadinya perilaku membenarkan diri. Metode ini disebut pendekatan masa depan sebab karyawan akan memperbaiki diri dalam melakukan tugas-tugas untuk masa yang akan datang dengan lebih baik.
b. Management By Objective (MBO)
Sebuah program yang melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan sasaran-sasaran yang dicapainya, yang dapat dilakukan melalui prosedur, atasan menginformasikan tujuan yang dicapai unit kerjanya yang merupakan terjemahan dari tujuan yang lebih atas, dan tentunya dengan tantangan-tantangan yang mungkin dihadapi dalam pencapaian tujuan tersebut. Kemudian setiap individu menentukan tujuan masing-masing yang dirundikan dengan atasan dalam periode waktu tertentu, berikut tantangan- tantangan yang akan dihadapi dan bagaimana cara mengatasi tantangan tersebut. Dalam proses pencapaian tujuan, atasan dapat membantu dalam bentuk memberi umpan balik. Pada akhir periode yang ditentukan, atasan dan bawahan melakukan evaluasi tentang pencapaian tujuan tersebut. Kelebihan dari metode ini sebagaimana tersirat di dalamnya adalah standar kerja jelas, ukuran kinerja jelas dapat menunjukan bimbingan dan dukungan yang akan diberikan dalam penigkatan prestasi kerja serta pengembangan karyawan.
c. Penilaian Secara Psikologis
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi, dan lain-lain yang bersifat psikologis. Penilaian ini biasanya melalui serangkaian tes psikologi seperti tes kecerdasan, tes kecerdasan emosional, dan tes kepribadian, yang dilakukan melalui wawancara atau tes-tes tertulis.
d. Assessment Centre
Assessment Centre atau pusat penilaian adalah penilaian yang dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar. Proses pelaksanaannya dilakukan dengan interview mendalam, tes psikologi, pemeriksaan latar belakang, penilaian rekan kerja, diskusi terbuka, dan mensimulasikan pekerjaan dalam bentuk pengambilan keputusan dari suatu masalah untuk mengetahui kekuatan- kekuatan, kelemahan-kelemahan, dan potensi seseorang. Assessment centre biasanya dilakukan di suatu tempat yang terpisah dari tempat kerja dan membutuhkan waktu yang lama dan tentu saja biaya yang besar.
Sedangkan menurut Mutiara S. Panggabean (2002, 68-70), metode
penilaian pretasi kerja karyawan pada dasarnya terdiri dari :
1. Rating Scales
Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisiatif, ketergantungan, kematangan dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh hasil perbandingan dari pekerjan yang telah dilakukan setiap karyawan dengan hasil perbandingan yang akan datang, kemudian diperoleh peringkat karyawan, dengan peringkat inilah perusahaan akan dapat menentukan karyawan yang mempunyai prestasi karja yang baik. 2. Critical Incidents
Dengan metode ini, penilai harus mencatat semau kejadian mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan ke dalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya.
3. Essay
Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang berkenaan dengan orang atau karyawan yang sedang dinilainya 4. Work Standards
Metode ini membadingkan kinerja karyawan dengan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Standar mencerminkan hasil yang normal dari rata- rata pekerjaan dalam menuliskannya dengan baik. 5. Rangking
karyawan yang satu dengan karyawan lainnya untuk menentukan siapa yang lebih baik dari pada siapa dan kemudian menempatkan karyawan dalam urutan yang terbaik sampai yang terburuk. Kesulitan dihadapi apabila terdapat dua orang atau lebih yang memiliki prestasi yang hampir tidak dapat dibedakan.
6. Forced Distribution
Dalam metode ini diasumsikan bahwa karyawannya dapat dikelompokan ke dalam lima kategori yaitu dari kategori yang paling baik (10%), kemudian yang baik (20%), yang cukupan (40%), yang buruk 20%, dan sisanya(10%). Kelemahan dari metode ini adalah apabila hampir semua karyawan dalam bagianya mempunyai kinerja yang sangat memuaskan, maka akan sangat sulit untuk membaginya ke dalam lima kategori, begitu pula jika yang terjadi kebalikannya. 7. Forced-choice and Weighted Cheklist Performance Report
Laporan ini memerlukan penilain untuk memilih karyawan mana yang dapat mewakili kelompoknya. Faktor yang dinilai adalah perilaku karyawan. Dan penilai memberikan nilai positif atau negatif. Namun, penilai tidak perduli dengan bobot penilainnya.
Sebagaimana halnya dengan metode forced distribution, dalam metode ini sulit mengetahui faktor apa yang mengakibatkan mereka masuk dalam kategori sangat berprestasi. Begitu pula sebaliknya, faktor apa yang mengakibatkan mereka masuk ke dalam kategori sangat tidak berprestasi.
8. Behaviorally Anchored Scale
Merupakan metode penilaian berdasarkan catatan penilai yang menggabarkan perilaku karyawan yang sangat baik atau sangat jelekdalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja.
9. Metode Pendekatan Management By Objective(MBO)
Dalam pendekatan ini, setiap karyawan dan penyedia secara bersama-sama menentukan sasaran organisasi, tujuan individu dan sara-saran untuk meningkatkan produktivitas organisasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode penilain prestasi
kerja merupakan cara-cara untuk menilai prestasi kerja berdasarkan tujuan
organisasi. Metode penilaian prestasi kerja dikelompokkan menjadi dua, yaitu
penilaian yang berorientasi pada masa lalu dan penilaian yang berorientasi masa
2.2.4 Hambatan Penilaian Prestasi Kerja
Didalam suatu penilaian Prestasi Kerja Karyawan terdapat suatu masalah
yang dihadapi oleh seorang penilai, dimana seorang penilai harus dapat
mengetahui dan harus dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi tersebut.
Menurut Handoko (2008,140) ada 5 (lima) kendala dalam melakukan
penilaian prestasi kerja, yaitu:
1. Hallo Effect
Hallo effect terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan mempengaruhi pengukuran prestasi kerja. Sebagai contoh, bila sorang atasan senang kepada seorang karyawan, maka pandangan ini bisa mengubah estimasi atasan terhadap prestasi kerja karyawan. Masalah ini paling mudah terjadi bila para penilai harus mengevaluasi teman- teman mereka.
2. Kesalahan Kecenderungan Terpusat
Banyak penilai yang tidak suka menilai para karyawan yang efektif atau yang tidak efektif, dan sangat baik atau sangat jelek, sehingga penilaian prestasi kerja cenderung dibuat rata-rata pada formulir penilaian ekstrim dan dekat dengan nilai-nilai tengah.
3. Bias Terlalu Lunak dan Terlalu Keras
Kesalahan terlalu lunak (leniency bias) disebabkan oleh kecenderungan penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik dalam evaluasi prestasi kerja karyawan. Kesalahan terlalu keras (strickness bias) adalah sebaliknya, yang terjadi karena penilai cenderung terlalu ketat dalam evaluasi mereka. Kedua kesalahan ini pada umumnya terjadi bila standar-standar prestasi tidak jelas.
4. Prasangka Pribadi
Faktor-faktor yang membentuk prasangka pribadi terhadap seorang atau kelompok bisa mengubah penilaian. Sebab-sebab prasangka pribadi lain yang mempengaruhi penilaian mencakup faktor senioritas, kesukuan, agama, kesamaan kelompok dan status sosial.
5. Pengaruh Kesan Terakhir
Bila mengunakan ukuran-ukuran prestasi kerja subjektif, penilaian sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan karyawan yang paling akhir (recency effect). Kegiatan-kegiatan terakhir baik atau buruk cenderung lebih diingat oleh penilai.
Sedangkan menurut Sirait (2006, 152) hambatan penilaian prestasi kerja,
a. Halo Effect
Terjadi jika perasaan/pendapat pribadi si penilai dilibatkan dalam penilaian karyawan, biasanya pada saat penilai harus mengevaluasi sahabat atau orang yang tidak disukai. Penilai (rater) yang baik harus bersifat netral dalam penilaian. Pengawasan pelaksanaan penilaian dapat mengurangi masalah ini.
b. Central Tendency
Terjadi jika penilai tidak berani memberi nilai rendah atau tinggi, sehingga nilai yang diberikan cenderung di tengah-tengah (rata- rata). c. Leniency & Strictness Biases
Leniency dihasilkan jika penilai cenderung memberikan nilai yang tinggi terhadap karyawan dinilai. Sedangkan strictness biases terjadi jika penilai cenderung memberikan nilai rendah kepada karyawan.
d. Recency Effect
Penilai menggunakan ukuran subjektif. Pada saat penilaian, cenderung dipengaruhi oleh tindakan karyawan yang terakhir dan paling diingat, sehingga tindakan- tindakan dan kejadian pada masa lalu dianggap tidak ada.
Untuk mengatasi permasalahan yang timbul saat penilaian prestasi kerja
karyawan, Sirait (2006, 155) mengemukakan 3 (tiga) cara dalam meminimalisir
pengaruh masalah tersebut :
1. Memahami masalah yang dihadapi, hal ini membantu untuk mencegah datangnya permasalahan itu sendiri.
2. Memilih alat penilaian prestasi kerja yang tepat.
3. Latih pengawas (supervisor) dan penilai (rater) untuk menghilangkan kesalahan- kesalahan penilaian. Latihan untuk penilai menyangkut tiga hal, yaitu :
a. Bias (biases) dan penyebabnya harus dijelaskan.
b. Peranan penilaian prestasi kerja harus dijelaskan, bahwa hal penilaian ditujukkan untuk hal- hal yang objektif.
c. Penilai harus mempraktekkan dalam bentuk latihan penilaian.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hambatan penilain prestasi
kerja merupakan suatu masalah yang dihadapi oleh seorang penilai, dimana
seorang penilai harus dapat mengetahui dan harus dapat mengatasi
2.2.5 Indikator Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja harus memiliki indikator tertentu mengenai sifat dan
karakteristik kerja karyawan yang dapat diukur (measureable).
Menurut Mathis dan Jackson (2006, 378) dalam terjemahannya terdapat
beberapa indikator dalam mengukur prestasi kerja karyawan yaitu :
1. Kualitas kerja
Meliputi segi ketelitian dan kerapihan kerja, kecepatan penyelesaian pekerjaan, ketepatan waktu dan kecakapan.
2. Kuantitas kerja
Merupakan kemampuan secara kuantitaif dalam mencapai target atau basil kerja atas tugas-tugas, seperti kemampuan menyusun rencana, kemampuan melaksanakan perintah/instruksi.
3. Kehadiran
Adalah aktifitas para karyawan di dalam kegiatan rutin kantor maupun acara-acara lain yang ada kaitannya dengan kedinasan.
4. Kerjasama
Yaitu kemampuan karyawan dalam melakukan kerjasama dengan setiap orang baik vertikal maupun horisontal.
Sedangkan menurut Moeheriono (2009, 106) dalam mengimplementasikan
penilaian prestasi kerja, langkah terpenting adalah menentukan variabel penilaian.
Variabel penilaian yang diukur dalam proses penilaian prestasi, yaitu :
1. Hasil kerja
Pencapaian hasil kerja atau target karyawan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
2. Kerjasama
Kesediaan karyawan untuk berhubungan dan bekerjasama, secara vertikal maupun horizontal dalam menyelesaikan pekerjaan.
3. Sikap kerja (work attitude)
Sikap karyawan dalam bekerja, semangat kerjanya serta motivasi yang timbul di dalam individu karyawan.
4. Disiplin kerja
Sikap karyawan yang mematuhi peraturan perusahaan dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh atasan.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kinerja merupakan output
penerimaan seorang pekerja atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat
motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi faktor-faktor di atas, maka semakin
besarlah kinerja karyawan yang bersangkutan.
2.3 Pustakawan
Pustakawan adalah orang yang bergerak di bidang perpustakaan atau ahli
perpustakaan. Menurut kode etik Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) bahwa yang
disebut pustakawan adalah “Seseorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan
dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas
lembaga induknya berdasarkan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi
yang dimiliki melalui pendidikan”. Sedangkan menurut kamus istilah
perpustakaan karangan Lasa, HS “Pustakawan, penyaji informasi adalah tenaga
profesional dan fungsional dibidang perpustakaan, informasi maupun
dokumentasi”.
Menurut UUD RI Nomor 43 Tahun 2007, “Pustakawan adalah seseorang
yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan
kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan
pengelolaan dan pelayanan perpustakaan”.
Aziz (2006, 44) mengemukakan bahwa, “Pustakawan merupakan tenaga
profesi dalam bidang informasi, khususnya informasi publik, informasi yang
disediakan merupakan informasi publik melalui lembaga kepustakawanan yang
meliputi berbagai jenis perpustakaan”.
Sedangkan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PER
Pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi instansi pemerintah dan atau unit tertentu lainnya.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan
pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui
pendidikan atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
2.3.1 Jabatan Fungsional Pustakawan
Jabatan fungsional Pustakawan pertama kali diatur dengan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (KEP MENPAN) No. 18 tahun 1988
tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya yang menyatakan
jabatan fungsional pustakawan terdiri dari pustakawan tingkat terampil dan
pustakawan tingkat ahli. Dengan jabatan fungsional yang berbeda maka berbeda
pula tugas yang diemban tiap-tiap pustakawan. Sejak Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara(KEP MENPAN) No. 18 tahun 1988 diterbitkan,
dalam pelaksanaanya dilapangan ada beberapa kendala yang di jumpai oleh
pustakawan antara lain bobot angka kredit persatuan kegiatan dari butir-butir
kegiatan yang dirasakan terlalu rendah, jenis dan jumlah butir kegiatan
pustakawan yang tercakup dalan keputusan tersebut juga dianggap masih kurang.
Untuk mengatasi kendala tersebut kantor MENPAN bersama Perpustakaan
Nasional berupaya menyempurnakan/ menata kembali keputusan tersebut dengan
menerbitkan keputusan MENPAN Nomor 33 tahun 1998 tentang jabatan
fungsional pustakawan dan angka kreditnya. Jabatan fungsional pustakawan
dengan keluarnya Keputusan Presiden No. 87 tahun 1999, nama jabatan
fungsional pustakawan juga perlu disesuaikan kembali berdasarkan ketentuan
yang diatur dalam KEPPRES tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, terbit
keputusan MENPAN No. 132 tahun 2002 tentang jabatan fungsional pustakawan
dan angka kreditnya yang mengatur kembali tentang tim penilai, nama jabatan dan
lain-lain yang berhubungan seperti pembebasan sementara dan pemberhentian
dari jabatan. Kemudian direvisi kembali sehingga terbitlah Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PERMENPAN)
Nomor 9 tahun 2015 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka
Kreditnya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa jabatan fungsional
pustakawan dan angka kreditnya mengalalami perubahan, yaitu:
1. Kepmenpan Nomor 33 tahun 1988 tentang jabatan fungsional pusakawan dan angka kreditnya
2. Kepmenpan Nomor 132 tahun 2002 tentang jabatan fungsional pustakawan dan angka kreditnya
3. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 tahun 2015 tentang jabatan funsionaal pustakawan dan angka kreditnya
Jabatan fungsional pustakawan mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung
jawab, wewenang, dan hak untuk melaksanakan kegiatan kepustakawan. Dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 9 tahun 2015 menyatakan bahwa:
Tugas pokok pustakawan yaitu melaksanakan kegiatan dibidang
kepustakawanan diatur pada bab II, bagian ketiga, pasal 4 yaitu:
1. Pengelolaan Perpustakaan
Kegiatan yang meliputi perencanaan, monitoring, dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan perpustakaan.
2. Pelayanan Perpustakaan
Kegiatan memberikan bimbingan dan jasa perpustakaan dan informasi kepada pemustaka meliputi pelayanan teknis dan pelayanan pemustaka 3. Pengembangan Sistem Kepustakawanan
Pengembangan sistem kepustakawanan tingkat ahli meliputi kegiatan menyempurnakan sistem kepustakawan yang meliputi pengkajian kepustakawan, pengembangan kepustakawanan, penganalisian/ pengkritisian karya pustakawan, dan penelaahan pengembangan sistem kepustakawanaan. Pengembangan sistem kepustakawanan pustakawan tingkat terampil meliputi kegiatan menyempurnakan sistem kepustakawanan yang meliputi sosialisasi dan promosi perpustakaan.
Rincian kegiataan pustakawan menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara(PER MENPAN) No. 9 tahun 2015 adalah:
1. Rincian kegiatan Pustakawan Tingkat Terampil sesuai jenjang jabatan: a. Pustakawan Pelaksana Golongan II b-II d, meliputi:
1. Mengumpulkan data untuk persiapan perencanaan penyelenggaraan perpustakaan
2. Menghimpun alat seleksi bahan perpustakaan
3. Mengidentifikasi bahan perpustakaan untuk pengadaan 4. Membuat desiderata
5. Meregistrasi bahan perpustakaan
6. Menyusun daftar tambahan bahan perpustakaan (accession list) 7. Memverifikasi data bibliografi
8. Melakukan katalogisasi deksriptif salinan 9. Melakukan alih data bibliografi secara manual 10. Melakukan alih data bibliografi secara elektronik 11. Membuat kelengkapan bahan perpustakaan
12. Mengeluarkan koleksi perpustakaan dari jajaran koleksi dalam rangka pelestarian
13. Merawat koleksi perpustakaan bersifat pencegahan
14. Mereproduksi koleksi perpustakaan dalam bentuk tercetak 15. Mengelola jajaran koleksi perpustakaan (shelving)
b. Pustakawan Pelaksana Lanjutan Golongan III a-III b, meliputi: 1. Mengolah data untuk persiapan perencanaan penyelenggaraan
perpustakaan
2. Menyusun rencana kerja operasional sebagai peserta/anggota 3. Melakukan monitoring penyelenggaraan Perpustakaan 4. Melakukan katalogisasi deksriptif tingkat satu
5. Mengelola data bibliografi dalam bentuk kartu katalog 6. Mengelola data bibliografi dalam bentuk basis data 7. Membuat kliping
8. Mengidentifikasi kerusakan koleksi perpustakaan 9. Merawat koleksi perpustakaan bersifat penanganan
10. Mereproduksi Koleksi perpustakaan dalam bentuk elektronik 11. Menyediakan koleksi di tempat
12. Melakukan layanan bahan pandang dengar 13. Melakukan layanan story telling
14. Membuat statistic perpustakaan
15. Menyusun materi publisitas berbentuk poster, spanduk, pembatas buku stiker, dan sejenisnya
16. Menyelenggarakan pameran sebagai penata pameran, dan
17. Menyelenggarakan pameran sebagai pemandu pameran di dalam negeri.
c. Pustakawan Penyedia III c- III d, meliputi:
1. Menyusun rencana kerja operasional sebagai koordinator 2. Melakukan evaluasi penyelenggaraan Perpustakaan
3. Melakukan survei sederhana kebutuhan informasi Pemustaka 4. Melakukan katalogisasi deksriptif tingkat dua
5. Melakukan validasi katalogisasi deskriptif;
6. Membuat anotasi Koleksi Perpustakaan berbahasa Indonesia 7. Melakukan klasifikasi ringkas dan menentukan tajuk subjek 8. Melakukan validasi klasifikasi ringkas dan tajuk subjek 9. Melakukan layanan referensi cepat (quick reference) 10. Melakukan layanan penelusuran informasi sederhana 11. Melakukan layanan orientasi Perpustakaan
12. Melakukan layanan penyebaran informasi terbaru/kilat (current awareness service)
13. Melaksanakan penyuluhan tatap muka dalam kelompok tentang kegunaan dan pemanfaatan Perpustakaan kepada Pemustaka
14. Melaksanakan penyuluhan massal tentang kegunaan dan pemanfaatan perpustakaan,
15. Menyelenggarakan pameran sebagai panitia.
2. Rincian kegiatan Pustakawan Tingkat Ahli sesuai jenjang jabatan: a. Pustakawan Pertama Golongan III a-III b, meliputi:
1. Mengumpulkan data untuk persiapan perencanaan penyelenggaraan perpustakaan
2. Mengidentifikasi koleksi perpustakaan untuk penyiangan
4. Membuat kata kunci
5. Membuat cadangan data (backup) 6. Mengelola basis data (data maintenance)
7. Membuat anotasi koleksi perpustakaan berbahasa daerah 8. Membuat anotasi koleksi perpustakaan berbahasa asing
9. Membuat abstrak indikatif koleksi perpustakan berbahasa Indonesia
10. Membuat abstrak indikatif koleksi perpustakaan berbahasa daerah
11. Menyusun literatur sekunder berupa bibliografi tercetak/elektronik
12. Menyusun literatur sekunder berupa indeks tercetak/elektronik 13. Menyusun literatur sekunder berupa kumpulan abstrak
tercetak/elektronik
14. Menyusun literatur sekunder berupa bibliografi beranotasi tercetak/elektronik
15. Melakukan pelestarian informasi koleksi mikrofis 16. Melakukan pelestarian informasi koleksi mikrofilm 17. Melakukan pelestarian informasi koleksi foto 18. Mengelola layanan sirkulasi
19. Mengelola layanan pinjam antar Perpustakaan (inter library loan service)
20. Mengelola layanan Koleksi Perpustakaan bukan buku (non book materials service)
21. Mengelola layanan story telling
22. Mengelola layanan bagi Pemustaka berkebutuhan khusus
23. Menyusun dan menyebarkan informasi terseleksi dalam bentuk lembar lepas secara cetak/elektronik
24. Membuat statistik Kepustakawanan
25. Melakukan pengkajian Kepustakawanan bersifat sederhana (teknis operasional)
26. Melakukan sosialisasi Perpustakaan dan Kepustakawanan sebagai penyaji
27. Melakukan publisitas melalui media cetak dalam bentuk berita 28. Melakukan publisitas melalui media cetak dalam bentuk
brosur/leaflet/spanduk dan sejenisnya
29. Melakukan publisitas melalui media elektronik dalam bentuk membuat naskah siaran radio
30. Melakukan publisitas melalui media elektronik dalam bentuk membuat naskah dan mengunggah melalui web (intranet/ internet); dan
31. Menyelenggarakan pameran sebagai panitia. b.Pustakawan Muda Golongan III c-III d, meliputi:
1. Mengolah data untuk persiapan perencanaan penyelenggaraan Perpustakaan
3. Melakukan monitoring penyelengaraan Perpustakaan 4. Melakukan survei kebutuhan informasi Pemustaka 5. Melakukan seleksi Koleksi Perpustakaan
6. Mengevaluasi Koleksi Perpustakaan untuk penyiangan
7. Melakukan klasifikasi kompleks dan menentukan tajuk subjek bahan perpustakaan
8. Membuat tajuk kendali nama badan korporasi 9. Membuat tajuk kendali nama orang
10. Membuat tajuk kendali nama geografi 11. Menyunting data bibliografi
12. Membuat abstrak indikatif koleksi perpustakan berbahasa asing 13. Membuat abstrak informatif koleksi perpustakan berbahasa
Indonesia
14. Membuat abstrak informatif Koleksi Perpustakaan berbahasa daerah
15. Menyusun literatur sekunder berupa direktori tercetak/ elektronik 16. Melakukan pelestarian fisik Koleksi Perpustakaan
17. Melakukan pelestarian informasi Koleksi Perpustakaan dalam format digital
18. Melakukan bimbingan Pemustaka dalam bentuk pendidikan Pemustaka
19. Melakukan penelusuran informasi kompleks 20. Membina kelompok pembaca
21. Menyusun dan menyebarkan informasi terseleksi dalam bentuk paket informasi secara tercetak/elektronik
22. Melakukan pengkajian Kepustakawanan bersifat sederhana (taktis operasional)
23. Memberi konsultasi Kepustakawanan yang bersifat konsep kepada perorangan
24. Melaksanakan penyuluhan tentang pemanfaatan Perpustakaan sebagai penyaji
25. Melaksanakan penyuluhan tentang pengembangan Kepustakawanan sebagai penyaji
26. Melakukan publisitas melalui media elektronik dengan menyiarkan naskah melalui radio
27. Menyelenggarakan pameran sebagai pemandu di dalam negeri c.Pustakawan Madya Golongan IV a- IV c, meliputi:
1. Menyusun rencana kerja strategis sebagai peserta/anggota 2. Menyusun rencana kerja operasional sebagai koordinator 3. Melakukan evaluasi penyelenggaraan perpustakaan 4. Mengelola koleksi perpustakaan hasil penyiangan
5. Melakukan validasi katalogisasi deskriptif bahan perpustakaan tingkat tiga
6. Membuat panduan pustaka (pathfinder)
8. Membuat tajuk kendali subjek
9. Melakukan validasi data di pangkalan data
10. Membuat abstrak informatif koleksi perpustakaan berbahasa asing 11. Melakukan bimbingan pemustaka dalam bentuk literasi informasi 12. Mengelola layanan e-resources
13. Melakukan bimbingan penggunaan sumber referensi
14. Melakukan pengkajian kepustakawanan bersifat kompleks (strategis sektoral)
15. Membuat prototip/model perpustakaan diakui untuk lingkup kelembagaan
16. Memberi konsultasi kepustakawanan yang bersifat konsep kepada institusi
17. Mengidentifikasi potensi wilayah untuk penyuluhan tentang pemanfaatan perpustakaan
18. Melaksanakan penyuluhan tentang pemanfaatan perpustakaan sebagai narasumber
19. Melakukan sosialisasi perpustakaan dan kepustakawanan sebagai narasumber
20. Melakukan publisitas melalui media cetak dalam bentuk sinopsis 21. Melakukan publisitas melalui media elektronik dalam bentuk
membuat naskah siaran televisi
22. Melakukan publisitas melalui media elektronik dalam bentuk menyiarkan naskah melalui televisi
23. Melakukan publisitas melalui media elektronik dalam bentuk membuat naskah film dalam bentuk audio visual
24. Menyelenggarakan pameran sebagai pemandu di luar negeri 25. Menyelenggarakan pameran sebagai perancang desain 26. Menganalisis/membuat kritik karya sistem kepustakawanan. d. Pustakawan Utama Golongan IV d-IV e, meliputi:
1. Menyusun rencana kerja strategis sebagai koordinator
2. Melakukan pengkajian kepustakawanan bersifat kompleks (strategis nasional)
3. Membuat prototip/model perpustakaan yang dipatenkan 4. Melakukan pengembangan prototip/model perpustakaan 5. Membangun jejaring perpustakaan tingkat nasional 6. Membangun jejaring perpustakaan tingkat internasional
7. Mengidentifikasi potensi wilayah untuk penyuluhan tentang pengembangan kepustakawanan
8. Melaksanakan penyuluhan tentang pengembangan perpustakaan sebagai narasumber
9. Menyempurnakan karya kepustakawanan 10. Menelaah sistem kepustakawanan
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan
pendidikan atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
2.4. Indikator Prestasi Kerja Pustakawan
Dalam penelitian ini untuk mengukur indikator Prsetasi Kerja Pustakawan
menggunakan lima indikator dari Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (PER MENPAN) No. 9 tahun 2015, yaitu:
1. Layanan Teknis, terdiri dari: a. Pengadaan
b. Pengolahan c. Perawatan
2. Layanan Pengguna, terdiri dari: a. Layanan Anak
b. Layanan Pengguna
c. Layanan Perpustakaan Keliling
2.5 Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kegiatan mempengaruhi orang lain supaya mereka
dapat bekerja sama mencapai tujuan yang diinginkan, dan bukan hanya jabatan
semata yang memberi kualifikasi kepada seorang supaya memimpin bahkan lebih
dari itu, bahwa kepemimpinan adalah kesanggupan yang dimiliki oleh seseorang
untuk mempengaruhi pendapat, sikap dan tingkah laku orang lain.
Menurut Kartono (2005, 41)
Kepemimpinan merupakan suatu sikap seorang pemimpin yang memiliki kemampuan dalam mengadakan koordinasi, membuat konsep sekaligus menjabarkan tujuan-tujuan umum yang jelas, bersikap adil dan tidak berat sebelah, sanggup membawa kelompok kepada tujuan yang pasti dan menguntungkan, dan membawa pengikutnya kepada kesejahteraan.
Sedangkan Ruky (2002, 109) mengemukakan bahwa:
tersebut (mungkin orang atau sekelompok orang) mau melakukan sesuatu dalam usaha untuk mencapai apa yang diinginkan oleh orang yang mempengaruhi atau oleh mereka semua.
Dalam kemampuannya mempengaruhi bawahan untuk mencapai sasaran,
seorang pemimpin memiliki cara tersendiri yang khas. Sehubungan dengan
kepemimpinan di atas Tjiharjadi (2012, 18) menyatakan bahwa “Kepemimpinan
adalah pengaruh, tidak lebih, tidak kurang, kapasitas menerjemahkan visi ke
dalam realitas, sebagai kesadaran dan keinginan untuk mempengaruhi orang lain,
yang selanjutnya memberikan tanggapan atas keinginan sendiri untuk
mengikutinya, serta penyebab berbagai tindakan yang digerakkan orang secara
cermat. Dengan perencanaan yang bertujuan untuk penyelesaian agenda
pemimpin, juga sarana komunikasi kepada orang tentang nilai dan potensinya
kemudian dengan sangat jelas datang untuk menemukannya dalam diri sendiri”.
Selain pendapat di atas Gitosudarmo dan Mulyono (2001, 216)
mengemukakan bahwa “Kepemimpinan merupakan suatu upaya menanamkan
pengaruh dan bukan paksaan untuk memotivasi karyawan sehingga mereka
bekerja sesuai dengan yang manajer kehendaki yaitu pencapaian tujuan
organisasi”.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan
merupakan aktivitas seseorang untuk mempengaruhi individu, kelompok, dalam
organisasi sebagai satu kesatuan sehingga kepemimpinan diberi makna sebagai
kemampuan mempengaruhi semua anggota kelompok dalam suatu organisasi agar
2.5.1 Peranan Kepemimpinan
Seseorang yang menduduki jabatan pemimpin dalam suatu organisasi
memainkan peranan yang sangat penting, tidak hanya secara internal bagi
organisasi yang bersangkutan, akan tetapi juga dalam menghadapi berbagai pihak
luar organisasi yang semuanya dimaksudkan untuk mengingatkan kemampuan
organisasi mencapai tujuannya (Siagian 2009, 24).
Peranan atau fungsi kepemimpinan dikategorikan dalam tiga bentuk, yaitu:
yang bersifat pengambilan keputusan, interpersonal, informasional, kemudian
dijabarkan dalam sepuluh kriteria diantaranya yaitu: pengambilan keputusan,
actuating atau penggerakkan atau arahan, motivator, pimpinan, perencanaan dan
pengawasan (Siagian 2009, 24). Di bawah ini akan dikemukakan peranan
kepemimpinan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, yaitu:
a. Peranan pengambilan keputusan
Seseorang yang mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan
pemimpin dituntut memiliki dalam hal pengambilan keputusan yang akan
berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi. Ada tiga proses dalam
pengambilan keputusan, yaitu:
1. Inteligence activity, yaitu proses penelitian situasi dan kondisi dengan wawasan yang inteligent.
2. Design activity, yaitu proses menemukan masalah, mengembangkan pemahaman dan menganalisis kemungkinan pemecahan masalah serta tindakan lebih lanjut, jadi ada perencanaan pola kegiatan.
b. Perencanaan
Perencanaan berfokus pada masa depan, apa yang harus dicapai dan
bagaimana esensinya. Perencanaan termasuk aktifitas manajerial yang
menetapkan sarana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan. Hasil dari
perencanaan adalah suatu dokumen tertulis yang menetapkan serangkaian
tindakan yang akan diambil (Azwar 1994, 21).
Ciri-ciri perencanaan
Perencanaan yang baik, mempunyai beberapa ciri yang harus diperhatikan.
Ciri-ciri yang dimaksud secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Bagian dari sistem administrasi. Suatu perencanaan yang baik adalah yang berhasil menempatkan pekerjaan perencanaan sebagai bagian dari sistem administrasi secara keseluruhan.
2. Dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Suatu perencanaan yang baik adalah yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
3. Berorientasi pada masa depan. Suatu perencanaan yang baik adalah yang berorientasi pada masa depan. Artinya, hasil dari pekerjaan perencanaan tersebut, apabila dapat dilaksanakan, akan mendatangkan berbagai kebaikan tidak hanya saat ini, tetapi juga pada masa yang akan datang. 4. Mampu menyelesaikan masalah. Suatu perencanaan yang baik adalah
yang mampu menyelesaikan berbagai masalah dan ataupun tantangan yang dihadapi. Penyelesaiaan masalah ataupun tantangan yang dimaksudkan di sini tentu harus disesuaikan dengan kemampuan.
5. Mempunyai tujuan Suatu perencanaan yang baik adalah yang mempunyai tujuan yang dicantumkan secara jelas. Tujuan yang dimaksudkan di sini biasanya dibedakan atas dua macam, yakni tujuan umum yang berisikan uraian secara garis besar, serta tujuan khusus yang berisikan uraian lebih spesifik.
6. Bersifat mampu kelola. Suatu perencanaan yang baik adalah yang bersifat mampu kelola, dalam arti bersifat wajar, logis, objektif, jelas, runtun, fleksibel, serta telah disesuaikan dengan sumber daya (Azwar1994, 24).
c. Penggerakkan atau pengarahan (Actuating).
Penggerakkan atau pengarahan (actuating) atau fungsi penggerakkan
sama optimal menjalankan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan keterampilan
yang dimiliki, sumber daya yang tersedia. Kejelasan komunikasi, pengembangan
motivasi Universitas Sumatera Utara dan penerapan kepemimpinan yang efektif
akan sangat membantu suksesnya fungsi ini (Azwar 1994, 33).
Manfaat Pengarahan
Sebagai salah satu dari fungsi administrasi, pekerjaan pengarahan ini adalah
penting. Pada dasarnya dengan pengarahan tersebut diupayakan agar berbagai
keputusan yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Apabila pengarahan dapat dilakukan dengan baik, memang akan diperoleh
manfaat yang jika disederhanakan terlihat sebagai berikut:
1. Para pekerja mendapatkan informasi yang tepat tentang segala sesuatu yang akan dikerjakannya.
2. Para pekerja akan terhindar dari kemungkinan berbuat salah dan dengan demikian tujuan akan lebih mudah tercapai.
3. Para pekerja selalu berhadapan dengan dengan belajar mengajar sehingga pengetahuan, keterampilan dan kreativitas akan meningkat.
4. Para pekerja akan berada dalam suasana yang menguntungkan yakni terciptanya hubungan pimpinan dan bawahan yang baik (Azwar 1994, 35).
d. Pemimpin
Pemimpin adalah seseorang yang mampu dijadikan sebagai pimpinan yang
dapat mempengaruhi bawahannya agar dapat bekerja sama guna mencapai tujuan
yang ditetapkan.
e. Motivator
Seorang pemimpin harus dapat sebagai motivator yang mana seorang
pemimpin dapat mendorong bawahannya atau memberikan motif untuk dapat
melakukan sesuai yang kita inginkan dengan cara memenuhi kabutuhannya guna
2.6 Gaya Kepemimpinan
Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam
memimpin para pengikutnya, perilaku para pemimpin itu disebut dengan gaya
kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk
mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau
kepribadian. Seorang pemimpin merupakan seseorang yang memiliki suatu
program dan yang berperilaku secara bersama-sama dengan anggota-anggota
kelompok dengan mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga
kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik yang mendorong,
memotivasi dan mengkordinasikan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Menurut Sunarto (2005, 24) Gaya Kepemimpinan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Kharismatik/non kharismatik Para pemimpin kharismatik bergantung pada kepribadian, kualitas pemberi semangat serta aura-aura-nya. Mereka adalah pemimpin yang visioner, memiliki orientasi presentasi mengambil resiko yang penuh perhitungan, dan juga merupakan komunikator yang baik. Adapun pemimpin non kharismatik sangat bergantung pada pengetahuan mereka, kepercayaan diri dan ketenangan diri, serta pendekatan analitis dalam menangani permasalahan.
b. Otokratis/demokratis Para pemimpin otokratis cenderung membuat keputusan sendiri, mengunakan posisinya untuk memaksa karyawan agar melaksanakan perintahnya. Adapun cara pemimpin demokratis mendorong karyawan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan.
c. Pendorong/pengawas Pemimpin yang memiliki sifat mendorong, member semangat kepada karyawan mengunakan visinya dan membudayakannya untuk mencapai tujuan kelompok. Adapun pemimpin bergaya pengawas memanipulasi karyawan agar patuh.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang pemimpin dalam mengarahkan, mempengaruhi,
mendorong dan mengendalikan orang bawahan untuk bisa melakukan sesuatu
pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
2.7 Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional merupakan pendekatan terakhir yang hangat
dibicarakan selama dua dekade terakhir ini. Menurut Luthan dan Robbins (2013,
24) bahwa:
Kepemimpinan Transformasional termasuk dalam teori kepemimpinan modern yang gagasan awalnya dikembangkan oleh James McGroger Burns, yang secara eksplisit mengangkat suatu teori bahwa kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses dimana pimpinan dan para bawahannya berusaha mencapai tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.
Menurut Setiawan dan Muhith (2012, 19) secara leksikal istilah
kepemimpinan transformasional terdiri dari dua kata yaitu kepemimpinan dan
transformasional. Istilah tersebut bermakna perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi
dan lain sebagainya) bahkan ada juga yang menyatakan bahwa kata
transformasional berinduk dari kata “to transform” yang memiliki makna
mentransformasionalkan visi menjadi realitas, panas menjadi energi, potensi
menjadi faktual, laten menjadi manifest, dan sebagainya.
Selanjutnya Burns (2008, 77) mengemukakan bahwa:
seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan bukan didasarkan atas emosi, misalnya keserakahan, kecemburuan atau kebencian.
Sehubungan dengan di atas Burns (2010, 119) mengemukakan bahwa:
Kepemimpinan transformasional yang mampu dan melaksanakan perubahan karena kepemimpinan transformasional menyediakan visi yang jelas bagi perubahan. Lebih lanjut dikemukakan pemimpin mempunyai tujuan jelas yang bisa membimbing organisasi menuju arah baru, pemimpin menekankan pentingnya melihat kemungkinan baru dan mempromosikan visi masa datang yang menggairahkan.
Menurut Masaong (2011, 180) “Seorang pemimpin transformasional
memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistis tentang bagaimana
organisasi di masa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah tercapai”.
Seorang pemimpin transformasional memandang nilai-nilai organisasi sebagai
nilai-nilai luhur yang perlu dirancang dan ditetapkan oleh seluruh staf sehingga
para staf mempunyai rasa memiliki dan komitmen dalam pelaksanaannya.
Seorang pemimpin transformasional adalah seorang yang mempunyai keahlian
diagnosis, selalu meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian dalam upaya
memecahkan masalah dari berbagai aspek.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan
transformasional adalah sebuah proses dimana pimpinan dan para bawahannya
berusaha mencapai tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.
Kepemimpinan ini juga bertujuan untuk perubahan, perubahan yang dimaksud
diasumsikan sebagai perubahan yang lebih baik menentang status quo dan aktif.
2.7.1 Komponen Kepemimpinan Transformasional
Komponen secara leksikal diartikan sebagai bagian dari keseluruhan; unsur
dengan kata “kepemimpinan transformasional” bermakna unsur-unsur kecil yang
membentuk satu kesatuan anatomi kepemimpinan transformasional yang utuh.
Setiawan (2013, 149).
Bernard M. Bass menyatakan ada empat komponen dalam kepemimpinan
transformasional. Komponen-komponen tersebut adalah:
1. Motivasi inspirasi (Inspirational Motivation)
Pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas. Mereka mampu mengartikulasikan visi mereka kepada anggota tim.
2. Stimulasi intelektual (Intellectual Stimulation)
Pemimpin Transformasional tidak hanya menantang status quo; mereka juga mendorong kreativitas di kalangan anggota tim. Pemimpin mendorong anggota timnya untuk mengeksplorasi cara- cara baru dalam melakukan sesuatu dan kesempatan baru untuk belajar.
3. Pertimbangan individu (Individualized Consideration)
Kepemimpinan transformasional juga melibatkan, menawarkan dukungan dan dorongan kepada masing-masing individu dalam tim. Mereka juga menjaga jalur komunikasi tetap terbuka sehingga anggota tim merasa bebas untuk berbagi ide dan memberikan pengakuan langsung dari kontribusi unik dari setiap anggota tim.
4. Pengaruh ideal(Idealized Influence)
Pemimpin transformasional berfungsi sebagai panutan bagi pengikutnya. Mereka tidak hanya memimpin tapi mereka juga memberikan contoh nyata.
Dari yang disampaikan Bernard M. Bass tentang komponen- komponen
kepemimpinan tranformasional, yaitu untuk menjadi pemimpin transformational
harus melakukan hal-hal untuk mendapatkan empat komponen tersebut dalam diri
seseorang. Caranya adalah dengan melakukan beberapa hal berikut ini:
1. Membuat visi dan misi yang jelas
Semua pemimpin besar bertindak dengan visi dan misi yang jelas.
Mereka salalu bisa memberikan jawaban dengan pasti mengapa mereka
malakukan sebuah tindakan, dan untuk menciptakan visi dan misi yang
Pertama, tulislah satu atau dua paragraf tentang alasan yang membuat
anda bergairah mengembangkan diri anda, organisasi dan tim anda.
Kedua, Pastikan visi dan misi anda emosional, inspiratif yang mampu
menggerakkan diri anda dan tim anda untuk melakukan tindakan. Ketiga,
Pastikan visi dan misi anda spesifik. Keempat, Jangan perfeksionis.
2. Mengelola penyampaian visi Perlu anda pahami sejelas dan seinspiratif
apapun visi dan misi anda, jika tim anda tidak mamahami dan tidak
peduli, semua akan sia-sia. Karena itulah sangat penting bagi anda untuk
mengelola penyampaian visi dan misi anda, supaya tim anda memliki
pemahaman yang sama, keyakinan yang sama dan tujuan yang sama
untuk kesuksesan bersama.
3. Memotivasi Tim, Mungkin Anda memiliki motivasi yang kuat, tapi
apakah tim Anda juga memiliki itu. Anda harus sadar, motivasi Anda
tidak bisa Anda miliki sendiri, tapi harus Anda salurkan ke semua tim
Anda, supaya mereka memiliki motivasi untuk mencapai visi dan misi
yang anda tetapkan. Karena jika tidak, usaha anda akan sia-sia.
4. Kreatif dan Inovatif, Menjadi pemimpin transformasional berarti anda
siap menjadi orang berbeda. Dan untuk itu anda perlu menjadi kreatif dan
inovatif. Ini tidak hanya berlaku untuk diri anda tapi juga bagi tim anda.
Kreatif dan inovatif ini penting, karena akan menjadikan diri anda, tim
anda dan organisasi anda berbeda dengan yang lain.
5. Membangun budaya belajar di dalam organisasi; Jika ingin organisasi
mengesampingkan hal ini. Membangun budaya ini penting itu
menciptakan anggota tim yang tangguh dan produktif.
Dengan demikian untuk mewujudkan kepemimpinan transformasional harus
berawal dari membuat visi dan misi yang jelas dan diakhiri dengan membangun
budaya belajar dalam organisasi. Jika hal ini dilakukan dengan baik, maka
kualitas diri akan semakin meningkat yang pada akhirnya akan terwujud
organisasi yang maju dan organisasi yang bunafit dan kompetitif.
2.7.2Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Transformasional
Paradigma baru dari kepemimpinan transformasional mengangkat tujuh
prinsip untuk menciptakan kepemimpinan transformasional yang sinergis
sebagaimana di bawah ini (Erik Rees, 2001) :
1. Simplifikasi, keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan serta keterampilan dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan tentu saja transformasional yang dapat menjawab “Kemana kita akan melangkah?” menjadi hal pertama yang penting untuk kita implementasikan.
2. Motivasi, Kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap orang yang terlibat terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua yang perlu kita lakukan. Pada saat pemimpin transformasional dapat menciptakan suatu sinergitas di dalam organisasi, berarti seharusnya dia dapat pula mengoptimalkan, memotivasi dan memberi energi kepada setiap pengikutnya. Praktisnya dapat saja berupa tugas atau pekerjaan yang betul-betul menantang serta memberikan peluang bagi mereka pula untuk terlibat dalam suatu proses kreatif baik dalam hal memberikan usulan ataupun mengambil keputusan dalam pemecahan masalah, sehingga hal ini pula akan memberikan nilai tambah bagi mereka sendiri. 3. Fasilitasi, dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif
memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak pada semakin bertambahnya modal intektual dari setiap orang yang terlibat di dalamnya.
efektif dan efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi perubahan dan seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan tersebut. Dalam kasus tertentu, pemimpin transformasional harus sigap merespon perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim kerja yang sudah dibangun.
5. Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung jawab.
6. Siap Siaga, yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang positif.
7. Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu perlu pula didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan fisik serta komitmen.
2.7.3 Karakteristik-Karakteristik Kepemimpinan Transformasional
Karakteristik pemimpin transformasional menurut Yulk (1998, 56) adalah :
1. Menciptakan visi dan kekuatan misi
2. Menanamkan kebanggaan pada diri bawahan 3. Memperoleh dan memberikan penghormatan 4. Menumbuhkan kepercayaan di antara bawahan 5. Mengkomunikasikann harapan tertinggi
6. Menggunakan simbol untuk menekankan usaha tinggi 7. Mengeskpresikan tujuan penting dalam cara yang sederhana
8. Menumbuhkan dan meningkatkan kecerdasan, rasionalitas dan pemecahan masalah secara hati-hati pada bawahan
9. Memberikan perhatian secara personal
10. Membimbing dan melayani tiap bawahan secara indivdual 11. Melatih dan memerikan saran-saran
12. Menggunakan dialog dan diskusi untuk mengembangkan potensi dan kinerja bawahan
Devanna dan Tichy mengemukakan beberapa karakteristik dari pemimpin
transformasional yang efektif antara lain ( Luthans1995) :
1. Mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai agen perubahan
2. Mereka mendorong keberanian dan pengambilan resiko yang berhati-hati
3. Mereka percaya pada orang-orang dan sangat peka terhadap kebutuhan-kebutuhan mereka