BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 PERKERASAN SECARA UMUM
Perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang
dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban lalu lintas sehingga tanah tidak mengalami deformasi yang berarti. Sedangkan
defenisi dari perkerasan jalan adalah bagian dari jalur lalu-lintas yang merupakan penampang struktur dalam kedudukan yang paling sentral dalam suatu badan jalan. Lalu-lintas langsung terkonsetrasi pada bagian ini, sehingga dapat dikatakan
merupakan urat nadi suatu konstruksi jalan (Saodang, 2005:1).
Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan
aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya, oleh karena itu pada waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami kerusakan-kerusakan yang dapat
menurunkan kualitas pelayanan lalu lintas.
Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan
aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan
pembentuknya. Fraksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking), dan kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan,
campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh sifat agregat dan aspal serta
sifat-sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut. Perkerasan beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak akan dapat
diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun peralatan dan metoda kerja yang digunakan telah sesuai. Perkerasan jalan di Indonesia umumnya mengalami kerusakan awal (kerusakan dini) antara lain akibat pengaruh
beban lalu lintas kendaraan yang berlebihan (over loading), temperatur (cuaca), air, dan konstruksi perkerasan yang kurang memenuhi persyaratan teknis.
Berdasarkan gradasinya campuran beraspal panas dibedakan dalam tiga jenis campuran, yaitu campuran beraspal bergradasi rapat, senjang dan terbuka. Tebal minimum penghamparan masing-masing campuran sangat tergantung pada
ukuran maksimum agregat yang digunakan. Tebal padat campuran beraspal harus lebih dari 2 kali ukuran butir agregat maksimum yang digunakan. Beberapa jenis
campuran aspal panas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :
- AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)
- AC-BASE (Asphalt Concrete-Base) atau laston (lapis lapisan pondasi atas)
- HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal)
Laston (AC) merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi
Tabel 2.1. Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC)
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Rev.2
Laston (AC) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada konstruksi perkerasan jalan, yaitu untuk lapis permukaan atau lapisan aus
(AC-wearing course) dan untuk lapis pondasi (AC-base, AC-binder, ATB (Asphalt Treated Base)).
a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt
Concrete – Wearing Course) dengan tebal minimum AC – WC adalah 4cm. Lapisan ini adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan ban
kendaraan.
b. Laston sebagai lapisan pengikat,dikenal dengan nama AC-BC(Asphalt
c. Laston sebagai lapisan pondasi,dikenal dengan nama AC-Base(Asphalt
Concrete-Base) dengan tebal minimum AC-Base adalah 7,5cm. Lapisan ini tidak berhubungan langsung dengan cuaca tetapi memerlukan stabilitas
untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.
Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi
(bila diperlukan) dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu. Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus
direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan beraspal yang memenuhi kriteria :
a) Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban
lalu-lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan deformasi plastis selama umur rencana.
b) Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu-lintas.
c) Kelenturan yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan
akibat beban lalu-lintas tanpa mengalami retak.
d) Cukup kedap air. Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada
rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.
e) Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan beraspal
berhubungan erat dengan keselamatan pengguna jalan.
g) Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah
dihamparkan dan dipadatkan.
h) Untuk dapat memenuhi ketujuh kriteria tersebut, maka sebelum pekerjaan
campuran beraspal dilaksanakan, perlu terlebih dahulu dibuat formula campuran kerja (FCK). Pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK) atau lebih dikenal dengan JMF (Job Mix Formula), meliputi penentuan proporsi
dari beberapa fraksi agregat dengan aspal sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kinerja perkerasan yang memenuhi syarat. Pembuatan
campuran kerja dilakukan dengan beberapa tahapan dimulai dari penentuan gradasi agregat gabungan yang sesuai persyaratan dilanjutkan dengan membuat Formula Campuran Rencana (FCR) yang dilakukan di
laboratorium. FCR dapat disetujui menjadi FCK apabila dari hasil percobaan pencampuran dan percobaan pemadatan di lapangan telah
memenuhi persyaratan.
Sampai sekarang teknologi perkerasan jalan menurut Sukirman (1995:4) terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu:
A.Perkerasan lentur (flexible pavement)
Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikatnya. Perkerasan lentur memiliki umur rentang antara 10-20 tahun masa pemakaian saja. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan
yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya. Perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis bertujuan untuk
bawahnya. Biasanya material yang digunakan pada lapisan-lapisan perkerasan
jalan semakin kebawah akan semakin berkurang kualitasnya. Karena lapisan yang berada dibawah lebih sedikit menahan beban.
lapis permukaan (surface) lapis pondasi atas (base)
lapis pondasi bawah (subbase)
tanah dasar (subgrade) Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur
Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas
yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang berfungsi sebagai berikut:
1. Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus
mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan.
2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.
3. Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat
B.Perkerasan kaku (rigid pavemet)
Perkerasan kaku merupakan suatu susunan konstruksi perkerasan dimana
sebagai lapisan atasnya digunakan pelat beton, yang terletak di atas pondasi atau langsung di atas tanah dasar. Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu
material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar. Lapisan-lapisan perkerasan kaku adalah seperti gambar 2.2 di bawah
ini.
plat beton (concrete slab)
lapis pondasi bawah (subbase)
tanah dasar (subgrade)
Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku ini memiliki umur rencana yang lebih lama dibandingkan perkerasan lentur, tetapi lebih mahal biaya yang dibutuhkan. Pada umumnya
perkerasan kaku dipakai pada jalan antar lintas provinsi karena arus lalu lintasnya padat. Selain dari kedua jenis tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (composite pavement).
Perkerasan komposit merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan
dengan perkerasan lentur. Perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau sebaliknya.
lapis permukaan (surface) plat beton (concrete slab)
lapis pondasi bawah (subbase)
tanah dasar
Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit
D.Perbedaan antara perkerasan lentur dan pekerasan kaku
Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perbedaan Perkerasan Lentur dan Pekerasan Kaku
Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku
Bahan Pengikat Aspal Semen
Repetisi Beban Timbul rutting (lendutan pada jalur roda)
Timbul retak-retak pada permukaan
Penurunan Tanah
Dasar
Jalan bergelombang (mengikuti
tanah dasar)
Bersifat sebagai balok
Perubahan
II.2. KRITERIA DAN FUNGSI LAPISAN PADA PERKERASAN LENTUR
Upaya yang dilakukan dalam memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan, maka kontruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat
tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu : a. Syarat-syarat berlalu-lintas.
permukaan jalan sehingga tak mudah selip.
Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.
b. Syarat-syarat kekuatan/struktural
Kontruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat:
Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan
lalu-lintas ke tanah dasar.
Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di
Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya
dapat cepat di alirkan.
Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi
yang berarti.
Secara jelas susunan lapis konstruksi perkerasan lentur terdiri dari : a. Lapis Permukaan (surface course)
Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas
yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang berfungsi sebagai berikut:
Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai
stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan.
Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya
yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.
Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan
sehingga mudah menjadi aus.
Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul
oleh lapisan lain.
Jenis lapis permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut:
Burtu (laburan aspal satu lapis), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan
Burda (laburan aspal dua lapis), yaitu lapis penutup yang teridri dari lapisan
aspal ditaburi agregat dua kali secara berurutan dengan tebal maksimal 3,5 cm. Latasir (lapis tipis aspal pasir), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan
aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal 1-2 cm.
Lataston (lapis tipis aspal beton), yaitu lapis penutup yang terdiri dari
campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi dan aspal keras dengan perbandingan tertentu dan tebal antara 2 – 3,5 cm.
Jenis lapisan di atas merupakan jenis lapisan yang bersifat nonstructural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air dan memberikan bantuan tegangan tarik yang
berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas. Pemilihan bahan lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur
rencana, serta pentahapan kontruksi agar di capai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan. Jenis lapisan berikutnya merupakan jenis lapisan yang bersifat structural yang berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan
menyebarkan beban roda, antara lain:
Penetrasi macadam (lapen), yaitu lapis pekerasan yang terdiri dari agregat
pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis.
Tebal lapisan bervariasi antara 4 – 10 cm.
Lasbutag, yaitu lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan
bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal
Laston (lapis aspal beton), yaitu lapis perkerasan yang terdiri dari campuran
aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Laston terdiri dari 3 macam
campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (ACBase).
Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19mm, 25mm dan
37,5 mm. Jika campuran aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh campuran aspal tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing campuran dan
tebal nominal rancangan.
b. Lapis Pondasi Atas (base course)
Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu material yang digunakan
harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar.
c. Lapis Pondasi Bawah (subbase course)
Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi dan tanah dasar. Jenis pondasi bawah yang biasa digunakan di Indonesia
adalah sebagai berikut:
Agregat bergradasi baik, dibedakan atas: Sirtu/pitrun kelas A, Sirtu/pitrun kelas
B, Sirtu/pitrun kelas C.
Stabilisasi: a). Stabilisasi agregat dengan semen, b). Stabilisasi agregat dengan
kapur, c). Stabilisasi tanah dengan semen, d). Stabilisasi tanah dengan kapur.
Lapisan paling bawah adalah lapisan tanah dasar yang dapat berupa
permukaan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang menjadi dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Perkerasan lain diletakkan di atas
tanah dasar, sehingga secara keseluruhan mutu dan daya tahan seluruh konstruksi perkerasan tidak lepas dari sifat tanah dasar.
II.3.BAHAN CAMPURAN ASPAL PANAS
II.3.1. AGREGAT
Agregat atau batu, atau glanular material adalah material berbutir yang
keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat/batuan di definisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal (solid). ASTM (1974) mendefinisikan batuan
sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen. Agregat/batuan merupakan komponen utama
dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan di tentukan daya
dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Agregat mempunyai peranan
yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh
Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan
jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis dan
daya pelekatan dengan aspal.
II.3.1.1. Sifat agregat.
Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu-lintas. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan
kontruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu: 1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan
dipengaruhi oleh:
a. Gradasi
b. Ukuran maksimum
c. Kadar lempung
d. Kekerasan dan ketahanan e. Bentuk butir
f. Tekstur permukaan 2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik,dipengaruhi oleh: a. Porositas
b. Kemungkinan basah c. Jenis agregat
3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman danaman, dipengaruhi oleh:
a. Tahanan geser (skid resistance)
II.3.1.2. Klasifikasi agregat
Di tinjau dari asal kejadiannya agregat/batuan dapat di bedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).
- Batuan beku
Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Di bedakan atas batuan beku luar (exstrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive
igneous rock).
- Batuan sedimen
Sedimen dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan tanaman. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di
danau, laut dan sebagainya.
- Batuan metamorf
Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses
perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit bumi.
II.3.1.3. Jenis agregat dan Persyaratan Sifat Agregat.
Batuan atau agregat untuk campuran beraspal umumnya diklasifisikan berdasarkan sumbernya, seperti contohnya agregat alam,agregat hasil pemrosesan,
agregat buatan atau agregat artifisial.
Secara umum bahan penyusunan beton aspal terdiri dari agregat kasar,
bahan tersebut sebelum digunakan harus diperiksa di laboratorium. Agregat yang
akan dipergunakan sebagai material campuran perkerasan jalan haruslah memenuhi persyaratan sifat dan gradasi agregat seperti yang ditetapkan didalam
buku spesifikasi pekerjaan jalan atau ditetapkan badan yang berwenang. Menurut Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI untuk Campuran Beraspal Panas, Dep. PU, 2010 memberikan persyaratan untuk agregat
sebagai berikut : 1. Agregat Kasar
Tabel 2.3. Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal.
Jenis pemeriksaan Standart
Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 30 %
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*)
Partikel Pipih dan Lonjong(**) RSNI T-01-2005 Maks. 10 %
Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks.1 %
Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI PerkerasanBeraspal, Dep. PU, 2010
Catatan :
(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua
(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5
2. Agregat Halus
Tabel 2.4.Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal
Jenis Pemeriksaan Standar Syarat Maks/Min
Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks. 60 %
Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 8 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 %
Kadar Lempung SNI 3432 : 2008 Maks. 1%
Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010)
3. Bahan Pengisi (filler)
Menurut SNI 03-6723-2002 yang dimaksud bahan pengisi adalah bahan yang lolos ukuran saringan no.30 (0,59 mm) dan paling sedikit 65% lolos saringan no.200 (0.075 mm). Pada waktu digunakan bahan pengisi harus cukup kering
untuk dapat mengalir bebas dan tidak boleh menggumpal. Macam bahan pengisi yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur padam, portland cement (PC), debu
dolomite, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya. Banyaknya bahan pengisi dalam campuran aspal beton sangat
terdeformasi oleh roda kendaraan sehingga menghasilkan jalan yang
bergelombang.
Tabel 2.5. Gradasi Bahan Pengisi.
Ukuran Saringan Persen Lolos
No. 30 (600 mikron) 100
No. 50 (300 mikron) 95 – 100
No. 200 (75 mikron) 70 – 100
Sumber : SNI 03-6723-2002 (spesifikasi bahan pengisi untuk campuran beraspal)
Material filler bersama-sama dengan aspal membentuk mortar dan berperan sebagai pengisi rongga sehingga meningkatkan kepadatan dan ketahanan campuran serta meningkatkan stabilitas campuran, sedangkan pada campuran
laston filler berfungsi sebagai bahan pengisi rongga dalam campuran. Pada prakteknya fungsi dari filler adalah untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan mengurangi kepekaan terhadap temperature. Meningkatkan komposisi filler dalam
campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi menurunkan kadar air void (rongga udara) dalam campuran. Berikut hasil pengujian kandungan apa saja
yang terkandung dalam Semen dan Abu Vulkanik Gunung Sinabung.
Sumber : Laboratorium FMIPA Kimia Universitas Sumatera Utara
Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik
agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan
jalan. Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja campuran tersebut.
Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperiksa antara lain : a) Ukuran butir
b) Gradasi c) Kebersihan d) Kekerasan
e) Bentuk partikel f) Tekstur permukaan
g) Penyerapan
Berat jenis suatu agregat adalah perbandingan berat dari suatu satuan
volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20o– 25oC (68o–77o F). Dikenal beberapa macam Berat Jenis agregat, yaitu :
a) Berat Jenis semu (apparent specific gravity), Berat Jenis Semu, volume dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak termasuk volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam.
b) Berat Jenis bulk (bulk specific gravity), Berat Jenis bulk, volume dipandang volume menyeluruh agregat, termasuk volume pori yang dapat
terisi oleh air setelah direndam selama 24 jam.
c) Berat Jenis efektif (effective specific gravity), Berat Jenis efektif, volume dipandang volume menyeluruh dari agregat tidak termasuk volume pori
yang dapat menghisap aspal.
II.3.1.4. Sifat-Sifat Fisik Agregat dan Hubungannya Dengan Kinerja Campuran. Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor
penentu dari kinerja campuran tersebut. Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperhatikan antara lain:
a. Ukuran butir b. Gradasi
c. Kebersihan d. Kekerasan e. Bentuk partikel
f. Tekstur permukaan
g. Penyerapan
II.3.2. ASPAL
Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat
cukup pemanasan dan sebaliknya.
II.3.2.1. Jenis aspal.
Berdasarkan cara diperoleh aspal dapat dibedakan atas: 1. Aspal alam,
2. Aspal buatan.
II.3.2.1.1. Aspal minyak (petroloeum aspal).
Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas: a. Aspal keras/semen (AC).
Asphalt Concrete(AC) adalah lapisan atas kontruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal dengan agregat yang dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. AC merupakan jenis lapisan permukaan struktural yang berfungsi
sebagai lapisan aus dan pelindung kontruksi di bawahnya, tidak licin, permukaannya rata, sehingga memberikan kenyamanan pengguna jalan. Aspal
keras/aspal cement adalah aspal yang di gunakan dalam keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temerature ruang) .
Aspal semen pada temperature ruang ( berbentuk padat. Aspal
Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan niai penetrasinya
yaitu:
1. AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50
2. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70 3. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-100 4. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150
5. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300 b. Aspal dingin/cair.
Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap
bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas: 1. RC (Rapid Curing Cut Back)
2. MC (Medium Curing Cut Back) 3. SC (Slow Curing Cut Back) c. Aspal emulsi.
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi.
II.3.2.1.2. Aspal buton.
Aspal alam yang terdapat di indonesia dan telah dimanfaatkan adalah aspal dari pulau buton. Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan bahan material lainnya dalam bentuk batuan. Karena aspal buton merupakan
rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumen yang dikandungnya aspal
buton dapat dibedakan atas B10, B13, B20, B25, dan B30. (aspal buton B10 adalah aspal buton dengan kadar bitumen rata-rata 10%).
II.3.2.2. Komposisi aspal
Aspal merupakan unsur hydrokarbon yang sangat komplek, sangat sukar
untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes
merupakan material berwarna hitam atau cokelat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau cokelat tua yang
memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oil yang berwarna lebih
muda merupakan media dari asphaltenes dan resin. Proporsi dari asphaltenes, resins, dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal
dalam campuran.
II.3.2.3. Sifat aspal.
Aspal yang dipergunakan pada kontruksi perkerasan jalan berfungsi
sebagai:
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang
ada dari agregat itu sendiri.
Berarti aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang baik.
1. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini
merupakan sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dan lain-lain. Meskipun demikian sifat ini dapat diperkirakan dari pemeriksaan TFOT.
2. Adhesi dan Kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga
dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah jadi pengikatan.
3. Kepekaan terhadap temperature
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau
lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan
4. Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke
permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada waktu pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa
pelaksanaan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang
menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.
II.3.2.4. Pemeriksaan Properties Aspal
Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam, sehingga
sifat-sifat aspal harus diperiksa di labotarium dan aspal yang memenuhi syarat yang telah di tetapkan dapat di pergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur.
Pemeriksaan sifat (asphalt properties) dari campuran dilakukan melalui beberapa uji meliputi:
a. Uji penetrasi
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan apakah aspal keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban, waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian ini dilakukan
dengan membebani permukaan aspal seberat 100 gram pada tumpuan jarum
ukur dan dinyatakan dalam angka yang dikalikan dengan 0,1 mm. Semakin tinggi
nilai penetrasi menunjukkan bahwa aspal semakin elastis dan membuat perkerasan jalan menjadi lebih tahan terhadap kelelehan/fatigue.Hasil pengujian
ini sselanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau ter untuk keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh fakor berat beban total, ukuran sudut dan
kehalusan permukaan jarum, temperatur dan waktu.
b. Titik lembek.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal yang
berkisar antara sampai . Temperatur pada saat dimana aspal mulai menjadi lunak tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun
mempunyai nilai penetrasi yang sama. Titik lembek adalah temperatur pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan
dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai
akibat kecepatan pemanasan tertentu. Hasil titik lembek digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Aspal dengan titik lembek yang
c. Daktalitas.
Tujuan untuk percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dari aspal, Dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat di tarik antara dua cetakan
yang berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Kohesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lain, sifat kohesi sangat penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat
ini sangat mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Aspal dengan nilai daktalitas yang rendah adalah aspal yang mempunyai kohesi yang kurang baik
dibandingkan dengan aspal yang memiliki daktalitas yang tinggi. Daktalitas yang semakin tinggi menunjukkan aspal tersebut baik dalam mengikat butir-butir agregat untuk perkerasan jalan.
d. Berat jenis.
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis apal keras dengan
alat piknometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan
berat zat cair suling dengan volume yang sama pada suhu
Berat jenis diperlukan untuk perhitungan analisis campuran:
Berat jenis
[ ] ... (2.1)
Dimana :
A = Berat piknometer (gram)
C = berat piknometer berisi aspal (gram)
D = Berat piknometer berisi air dan aspal (gram)
Data temperatur dan berat jenis aspal diperlukan dalam penentuan faktor koreksi
volume berdasarkan SNI 06-6400-2000 berikut :
V = Vt x Fk...(2.2)
Dimana :
V = Volume aspal pada temperatur
Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu
Fk = Faktor Koreksi
e. Titik Nyala dan Titik Bakar
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar
dari semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang
mempunyai titik nyala open cup kurang dari Dengan percobaan ini akan
diketahui suhu dimana aspal akan mengalami kerusakan karena panas, yaitu saat terjadi nyala api pertama untuk titik nyala, dan nyala api merata
f. Kelekatan Aspal pada Agregat
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan aspal pada batuan tertentu dalam air. Uji kelekatan aspal terhadap agregat merupakan uji kuantitatif
yang digunakan untuk mengetahui daya lekat (adhesi) aspal terhadap agregat. Adhesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Pengamatan terhadap hasil pengujian kelekatan dilakukan secara visual.
II.4. MARSHALL TEST
Pemeriksaan ini pertama kali di kembangkan oleh Bruce Marshall bersama
dengan The Missisippi State Highway Departement. Penelitian ini dilanjutkan the u.s. army corps of enggineers dengan lebih ektensif dan menambah kelengkapan pada prosedur pengujian Marshall dan akhirnya mengembangkan kriteria
rancangan campuran. Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall yang terdiri dari Volumetric
Characteristic dan Marshall Properties. Volumetric Characteristic akan menghasilkan parameter-parameter: void in meineral agregate (VMA), void in mix (vim), void filled with asphalt (VFWA) dan density. Sedangkan marsall
properties menghasilkan stabilitas dan kelelehan (flow) yang diperoleh dari hasil pengujian dengan alat marshall.Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan
ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat.
tersebut dapat di uji dengan menggunakan alat marshall. Hasil yang di peroleh
dari pengujian dengan alat marshall, antara lain: a. Stabilitas
b. Marshall quetient (MQ) c. Kelelehan
d. Rongga dalam campuran (VIM)
e. Rongga dalam agregat (VMA)
Saat ini pemeriksaan marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO T 245-74, atau ASTM D 1559-624T. Beban maksimum yang dapat diterima oleh benda uji sebelum hancur adalah kelelehan (flow) Marshall dan
perbandingan stabilitas dan kelelehan (flow) Marshall disebut Marshall Quotien, yang merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tetap. Alat yang di
gunakan terdiri dari mesin uji Marshall. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan
flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).
II.4.1. Pengujian Marshall Untuk Perencanaan Campuran
Untuk keperluan pencampuran, agreat dan aspal di panaskan pada suhu
dengan nilai viskositas aspal 170 20 centistokes (cst) dan di padatkan pada suhu
dengan tinggi 64 mm dan diameter 102 mm ini di uji pada temperatur
dengan tinggkat pembebanan konstan 51 mm/menit sampai terjadi keruntuhan. Pengujian Marshall untuk perencanaan campuran pada penelitian ini adalah
metode pengujian marshall standart dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1 inchi) dan menggunakan aspal keras. Pengujian marshall di mulai dengan
persiapan benda uji. Untuk keperluan ini perlu di perhatikan hal sebagai berikut : a. Bahan yang di gunakan masuk dalam spesifikasi yang ada
b. Kombinasi agregat memenuhi gradasi yang disyaratan
c. Untuk keperluan analisa volumetrik (density-voids), berat jenis bulk dari semua agregat yang di gunakan pada kombinasi agregat, berat jenis aspal keras harus dihitung lebih dahulu.
Dua prinsip penting pada pencampuran dengan pengujian marshall adalah analisa volumetrik dan analisa stabilitas kelelehan (flow) dari benda uji padat.
Stabilitas benda uji adalah daya tahan beban maksimum benda uji pada
temperatur ( ). Nilai kelelehan adalah perubahan bentuk suatu
campuran beraspal yang terjadi pada benda uji sejak tidak ada beban hingga beban maksimum yang di berikan selama pengujian stabilitas. Pada penentuan kadar aspal optimum untuk suatu kombinasi agregat atau gradasi tertentu dalam
pengujian marshall, pelu dipersiapkan suatu seri dari contoh uji dengan interval kadar aspal yang berbeda sehingga di dapatkan suatu kurva lengkung yang teratur.
II.4.2. Berat Isi Benda Uji Padat
Setelah benda uji selesai, kemudian di keluarkan menggunakan ekstruder dan dinginkan. Berat isi untuk benda uji porus ditentukan dengan melakukan
beberapa kali pertimbangan seperti prosedur (ASTM D 1188). Secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Timbang benda uji di udara
b. Selimuti benda uji dengan parafin c. Timbang benda uji berparafin di udara
d. Timbang benda uji berparafin di air
Berat isi untuk benda uji tidak porus atau bergradasi menerus dapat ditentukan menggunakan benda uji kering permukaan jenuh (SSD) seperti
prosedur ASTM D-2726. Secara garis besar adalah sebagai berikut: a. Timbang benda uji di udara
b. Timbang benda uji SSD di udara c. Rendam benda uji di dalam air d. Timbang benda uji SSD di dalam air
II.4.3. Pengujian Stabilitas dan Kelelehan (flow)
Setelah penentuan berat jenis bulk benda uji dilaksanakan pengujian stabilitas dan kelelehan dilaksanakan dengan menggunakan alat uji. Prosedur
pengujian bedasarkan SNI 06-2489-1991, secara garis adalah sebagai berikut:
b. Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang tersedia pada
alat uji, deformasi konstan 51 mm (2 inchi/menit) sampai terjadi runtuh.
II.4.4. Pengujian Volumetrik
Tiga sifat dari benda uji campuran aspal panas ditentukan pada analisa rongga-density, sifat tersebut adalah:
a. Berat isi atau berat jenis bena uji padat b. Rongga dalam agregat mineral
c. Rongga udara dalam campuran padat
Dari berat contoh dan persentase aspal dan agregat dan berat jenis masing-masing volume dari material yang bersangkutan dapat ditentukan.
Volume ini dapat diperlihatkan pada gambar berikut:
UdaraVa
aspal Vbe VmaVb VbaVmm
AgregatVsb Vse Vmb
Gambar 2.4. Hubungan volume dan rongga-density benda uji campur panas
Keterangan gambar:
Vma = Volume rongga dalam agregat mineral Vmb = Volume contoh padat
Vmm = Volume tidak ada rongga udara dalam campuran Va = Volume rongga udara
Vb = Volume aspal
Vba = Volume aspal terabsorbsi agregat Vbe = Volume aspal effektif
Vsb = Volume agregat (dengan berat jenis curah) Vse = Volume agregat (denan berat jenis effektif) Wb = Berat aspal
Ws = Berat agregat
= Berat volume isi air (1.0 gr/cm^3) = (62,4 lbf/ft^3)
Gmb = Berat jenis curah campuran padat
% rongga =
Rongga pada agregat mineral (VMA) dinyatakan sebagai persen dari total
volume rongga dalam benda uji, merupakan volume rongga dalam campuran yang tidak terisi agregat dan aspal yang terserap agregat. Rongga dalam campuran, Va
Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran beraspal untuk menerima
beban sampai terjadi alir (flow) pada suhu tertentu yang dinyatakan dalam kilogram.Stabilitas merupakan kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu
lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan
terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas
kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai stabilitas yang tinggi.
Kelelehan (flow) merupakan keadaan perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi akibat suatu beban yang diberikan selama pengujian,
dinyatakan dalam milimeter. Ketahanan terhadap kelelehan (flow) merupakan kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa
terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang tinggi.
Marshall quetient adalah rasio antara nilai stabilitas dan kelelehan. Rongga
di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak
termasuk volume aspal yang diserap agregat). Rongga udara dalam campuran atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara di antara
II.5. ANALISA CAMPURAN BERASPAL
Tahap analisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut:
1. Uji berat jenis curah (bulk spesifik gravity) agregat kasar (AASHTO T85 atau
ASTM C 127) dan agregat halus (AASHTO T84 atau ASTM C128).
2. Uji berat jenis aspal keras (AASHTO T 228 atau ASTM D 70) dan bahan pengisi (AASHTO T 100 atau ASTM D 854).
3. Hitung berat jenis curah dari agregat kombinasi dalam campuran.
4. Uji berat jenis maksimum campuran lepas (ASTM D 2041) ASTM T 29.
5. Uji berat jenis campuran padat (ASTM D 1188 atau ASTM D 2726). 6. Hitung berat jenis effektif agregat.
7. Hitung absorbsi aspal dari agregat.
8. Hitung persen rongga diantara mineral agregat (VMA) pada campuran padat. 9. Hitung persen rongga (VIM) dalam campuran padat.
10. Hitung persen rongga terisi aspal (VFB atau VFA) dalam campuran padat. II.5.1.Rumusan Perhitungan dan Parameternya
Parameter dan rumusan untuk menganalisa campuran aspal panas adalah
sebagai berikut:
1. Berat jenis curah agregat
Pada total agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat kasar, agregat halus dan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis curah gabungan
agregat dapat ditentukan sebagai berikut:
Dengan pengertian:
Gsb = berat jenis curah total agregat
= Persentase dalam berat agregat 1, 2,...,n
= berat jenis curah agregat 1, 2,..., n
Berat jenis curah bahan pengisi sukar ditentukan secara akurat, tetapi dengan menggunakan berat jenis semua kesalahan umumnya kecil dapat di
abaikan.
2. Berat jenis effektif agregat.
Jika berdasarkan berat jenis maksimum campuran (Gmm). Berat jenis effektif agregat dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut:
...(2.4)
Dengan pengertian:
Gse = Berat jenis effektif agregat
Pmm = Total campuran lepas, persentase terhadap berat total campuran 100% Pb = Aspal, persen dari berat total campuran
Gmm = berat jenis maksimum (tidak ada rongga udara) ASTM D 2041 Gb = berat jenis aspal
Catatan :
Volume aspal yang terserap oleh agregat umumnya lebih kecil dari volume air yang terserap.
... (2.5)
Denganpengertian :
Gsa = berat jenis semu total agregat
= persentase dalam berat agregat 1, 2,..., n
= berat jenis semu agregat 1, 2,..., n
3. Berat jenis maksimum dari campuran dengan perbedaan kadar aspal
Pada perencanaan campuran dengan suatu agregat tertentu berat jenis maksimum Gmm, untuk kadar yang berbeda diperlukan untuk menghitung
persentase rongga udara masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
... (2.6)
Dengan pengertian:
Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)
Pmm = campuran lepas total, persentase terhadap berat total campuran 100%
Ps = agregat, persen berat total campuran Pb = aspal, persen berat total campuran
4. Penyerapan aspal.
Penyerapan aspal tidak dinyatakan dalam presentase total campuran tetapi dinyatakan sebagai persentase berat agregat, penyerapan aspal dapat dihitung
dengan persamaaan sebagai berikut:
... (2.7)
Dengan pengertian:
Pba = aspal yang terserap, persen berat agregat Gse = berat jenis effektif agregat
Gsb = berat jenis curah agregat
Gb = berat jenis aspal
5. Kadar aspal effektif campuran
Kadar aspal effektif campuran adalah kadar aspal total dikurangi besarnya jumlah aspal yang meresap kedalam partikel agregat. Persamaan untuk
perhitungan adalah sebagai berikut:
... (2.8)
Dengan pengertian:
Pbe = kadar aspal effektif persen total campuran Ps = agregat, persen berat total campuran Pb = aspal, persen berat total campuran
6. Persen VMA pada campuran aspal panas padat.
Rongga adalah mineral agregat, VMA adalah rongga antar partikel agregat pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal effektif, dinyatakan
dalam persen volume total. VMA dihtung berdasarkan berat jenis agregat curah (bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat.
Jika komposisi campuran di tentukan sebagai persen berat dari campuran
total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
... (2.9)
Dengan pengertian:
VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)
Gsb = berat jenis curah campuran padat Pbs = Agregat, persen berat total campuran
Gmb = berat jenis curah campuran padat (ASTM D 1726)
Atau jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat maka
VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
... (2.10)
Dengan pengertian:
Pb= aspal, persen berat agregat
7. Perhitungan rongga udara dalam campuran padat.
Rongga udara, Pa dalam campuran padat terdiri atas ruang-ruang kecil antara partikel agregat terselimuti aspal, rongga udara dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
... (2.11)
Dengan pengertian:
Pa = rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume
Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara) Gmb = berat jenis curah campuran padat
8. Persen VFA (sering disebut VFB) dalam campuran padat.
Rongga udara terisi aspal, VFA merupakan persentase rongga antar agregat partikel (VMA) yang terisi aspal, VFA tidak termasuk aspal yang terserap
agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
... (2.12)
Dengan pengertian:
VFA = rongga terisi aspal, persen dari VMA
VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)
Pa = rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume
II.6. EVALUASI HASIL UJI MARSHALL
Untuk mengetahui karakteristik campuran yang direncankan memenuhi kriteria yang telah di tentukan, maka perlu dilakukan evaluasi hasil pengujian Marshall, meliputi: nilai stabiltas, pelelehan, dan stabilitas sisa, juga termasuk
II.6.1. Stabilitas
Pengukuran nilai stabilitas pada uji Marshall yang dilakukan pada benda uji harus mempunyai tebal standar 2,5 in (63,5), apabila diperoleh tinggi benda uji
tidak standar, maka perlu dilakukan koreksi, yaitu dengan mengalikan hasil yang diperoleh dari uji stabilitas dengan nilai yang telah ditetapkan.
II.6.2. Kelelehan
Nilai pelelehan yang diperoleh dari uji Marshall adalah nilai batas kekuatan stabilitas dari benda uji yang telah mengalami kehancuran antara
komponen bahan pada benda uji.
Setelah diketahui nilai stabilitas dan pelelehan perlu diketahui kuosein Marshall yang merupakan hasil bagi keduanya.Pada penggambaran hubungan
stabilitas, pelelehan dan kuosien Marshall dengan kadar aspal akan mempunyai trend umum:
Nilai stabilitas sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam campuran
sampai nilai maksimum saat nilai stabilitas berkurang.
Nilai pelelehan bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar aspal. Nilai kuoisen Marshall bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar
aspal dalam campuran sampai suatu nilai maksimum setelah nilai kuosien
Marshall berkurang.
Apabila hasil penggambaran tidak sesuai, maka perlu dilakukan evaluasi
II.6.3 Evaluasi VMA
VMA = 100 (1-Gmb(1-Pht)/Gsb)... (2.13) Dari rumustersebut diatas terlihat bahwa VMA merupakan fungsi dari
Gmb, Gsb, dan Pb atau Pagg. Keslahan perhitungan akan menyebabkan kesalahan pada penilaian nilai VMA.
Sebagai contoh penyimpangan nilai VMA akibat kesalahan perhitungan
yang mana kesalahan ini akan menyebabkan pergeseran puncak lengkung hiperbola (titik terendah) kurva hubungan antara VMA dengan kadar aspal.
Pergeseran tersebut akan menyebab kesalahan penentuan kadar aspal dan selanjutnya akan sangat mempengaruhi kinerja campuran beraspal yang dihasilkan.
II.6.4 Pengaruh Rongga Udara dalam Campuan Padat (VIM)
Rongga udara(VIM) setelah selesai dipadatkan dilapangan idealnya adalah 7 %. Rongga udara yang kurang jauh dari 7 % akan rentan terhadap perlelehan, alur dan deformasi plastis. Sementara VIM setelah selesai pemadatan yang jauh
dari 7 % akan rentan terhadap retak dan perlepasan butir (disintegrasi). Untuk mencapai nilai lapangan tersebut dalam spesifikasi, nilai VIM rencana dibatasi
pada interval 3,5 % sampai 5,5 %. Dengan kepadatan lapangan dibatasi minimum 98%.
Hasil penelitian dijalan-jalan utama (lalu-lintas berat) di pulau jawa menunjukkan perkerasan Laston yang mempunyai nilai VIM lapangan diatas 7 % umumnya sudah menampakkan indikasi awal terjadinya retak.Sementara
umumnya sudah mempunyai VIM lapangan di bawah 3 %.Tujuan perencanaan
VIM adalah untuk membatasi penyesuaian kadar aspal rencana pada kondisi VIM mencapai tengah-tengah rentang spesifikasi, atau dalam hal khusus agar
mendekati batas terendah rentang yang disyaratkan serta agar campuran mendekati kesesuaian dengan hasil uji di laboratorium.
II.6.5 Pengaruh Rongga Udara Terisi Aspal (VFA)
Kriteria VFA bertujuan menjaga keawetan campuran beraspal dengan memberi batasan yang cukup. Pada gradasi yang sama, semakin tinggi nilai VFA
makin banyak kadar aspal campuran tersebut. Sehingga kriteria VFA dapat menggantikan kriteria kadar aspal dan tebal lapisan film aspal. VFA, VMA, dan VIM saling berhubungan karena itu bila dua diantaranya diketahui maka dapat
mengevaluasi yang lainnya. Kriteria VFA membantu perencanaan campuran dengan memberikan VMA yang dapat diterima atau memenuhi persyaratan.
Kriteria VFA menyediakan tambahan faktor keamanan dalam merencanakan dan melaksanakan campuran beraspal panas. Karena perubahan dapat terjadi antara tahap perencanaan dan pelaksanaan, maka kesalahan dapat ditampung dengan
memperlebar rentang yang dapat diterima.
II.6.6 Pengaruh Pemadatan
Padar kadar aspal yang sama, maka usaha pemadatan yang lebih tinggi
akan mengakibatkan VIM dan VMA berkurang. Bila kadar aspal campuran rencana yang dipadatkan sebanyak 2 x 50 tumbukan, diambil sebelah kiri VMA terendah, tapi lalu-lintas ternyata termasuk kategori lalu-lintas berat (yang mana
lalu-lintas, keadaan kadar aspal yang sebenarnya akan lebih tinggi. Sebaliknya bila
campuran dirancang untuk 2 x 75 tumbukan tetapi ternyata lalu-lintas cenderung rendah, maka rongga udara akhir akan lebih tinggi sehingga air dan udara akan
mudah masuk. Akibatnya campuran akan cepat mengeras, rapuh dan mudah terjadi retak serta adesivitas aspal berkurang yang dapat menyebabkan pelepasan butir atau pengelupasan. Karena itu maka usaha pemadatan yang direncanakan di