BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN NADZIR WAKAF YANG DIBERHENTIKAN SEBELUM HABIS MASA JABATAN DALAM PERSPEKTIF FIQIH ISLAM
DAN UNDANG-UNDANG WAKAF NOMOR 41 TAHUN 2004
A. Hak dan Kewajiban Nadzir Wakaf Dalam Perspektif Fiqih Islam
Para ulama mazhab sepakat bahwa terhadap pengelola harta hakaf yang
ditunjuk oleh para pewakaf atau hakim boleh mengangkat siapa saja yang dia
kehendaki untuk mengusahakan kemaslahatan dari barang yang diwakafkan.76 Peran seorang pengelola secara mutlak atau ketika semua urusan diserahkan kepada
terhimpun dalam pengelola, penyewa, mendapatkan keuntungan dan membaginya
kepada mustahiqnya, menjaga harta pokok dan dan hasilnya secara teliti karena dia
lah yang diamanhkan untuk menjaganya.
Sebagai pengelola wakaf, Nadzir bertanggung jawab penuh terhadap
pemeliharaan harta wakaf. Nadzir adalah seorang figur penting yang menentukan
berkembang atau tidanknya harta wakaf. Salah satu aspek penting dalam peran nadzir
dalam mengelola harta benda wakaf adalah mengenai pencatatan harta wakaf,
sementara didalam fiqih islam tidak banyak membicarakan mengenai prosudur dan
tata cara perwakafan secara rinci.77 Berbeda dengan hukum positif yang mengatur masalah perwakafan dalam berbagai aturan perundang-undangan yang telah ada.
Dalam hukum islam sendiri tidak ada ketentuan khusus yang mengharuskan
76Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Pt. Lentera Basritam, Jakarta, 1990,
Hal 662
pendaftaran tanah wakaf dengan jelas, karena dalam Islam sendiri praktek wakaf
dianggap telah sah apabila terpenuhi rukun dan syaratnya.
Nadzir wakaf berwenang melakukan segala tindakan yang mendatangkan
kebaikan bagi harta wakaf yang bersangkutan dengan memperhatikan syarat-syarat
yang munkin telah ditentukan oleh wakif. Adapun tugas-tugas nadzir antara lain.78 1. Menyewakan, yaitu menyewakan harta wakaf (miasalkan harta tanah);
2. Memelihara harta wakaf. Terhadap pemeliharaan ini tetunya memerlukan
biaya yang dapa diambil dari hasil harta wakaf yang dimaksud atau di ambil
dari sumber lainnya;
3. Memberikan hasil wakaf kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya.
Menurut Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi menyatakan Nadzir
berkewajiban melaksanakan dan mengikuti syarat-syarat dari wakif yang diakui
secara hukum atau syarat tertulis saat serah terima dan tidak boleh melanggar kecuali
jika ada faktor lain yang memperbolehkannya. Kemudian nadzir berkewajiban untuk
membela mempertahankan kepentingan harta wakaf jika terjadi suatu sengketa,
karena nadzir sebagai pemegang amanah wakaf harus berusaha sekuat tenaga dalam
menjaga keberlangsunganwakaf. Selain itu juga nadzir berkewajiban melunasi segala
utang yang berkaitan dengan harta wakaf yang diambil dari pendapatan atau hasil
produktif harta wakaf tersebut, karena apabila belum lunas dan ditunda-tunda akan
berdampak pada statusharta waka, sehingga tidak bertambah atau berkembang,
bahkan terancam hilang.79
Nadzir atau mutawali yang didalam kekuasaan pengelolaan harta wakaf ialah
kekuasaan yang terbatas dalam memelihara, menjaga, mengelola, dan memanfaatkan
hasil dari barang yang diwakafkan sesuai dengan maksud dan tujunnya. Jika pada
suatu wakaf tidak ada nadzir atau mutawali maka karena jabatannya bertindak
sebagai pengawas dalam pengelolan wakaf. Tanggung jawab seorang nadzir adalah
mengelola, mengawasi, memperbaiki, dan mempertahankan harta wakaf dari gugatan
orang lain. Apabila seseorang telah ditunjuk menjadi nadzir, maka ia boleh
menyewakan dan atau mengembangkan benda harta wakaf serta membagi-bagikan
hasilnya kepada penerima hasil wakaf. Dalam usaha mengembangkan harta wakaf
itu, agar produktif, menurut ulama mazhab Hanafi, nadzir demikian kata mazhab
Hanafi berhak menerima upah yang wajar.80
Nadzir mempunyai kewajiban yang cukup berat tanggung jawabnya selain itu
juga mempunyai hak untuk mendapatkan upah atau imbalan dari hasil pengelolaan
harta wakaf dan tidak bermaksud untuk memperkayakan diri sendiri, besar upah atau
imbalan yang diterima nadzir sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati oleh
wakif atau nadzir.
79
Muhammad Abid Abdulhal Al-Kabisi, Ahkam Al-Waqf Fi Al-Syariah Al-Islamiyah Terjemahan Ahlul Sani Fatkhurrahman,Et Al. Hukum Wakaf, Jakarta : Dompet Dhuafa Dan Iman, 2005, Hal : 479
Menurut golongan Hanafiyah bahwa nadzir berhak mendapatkan gaji selama
ia melaksanakan segala sesuatu yang di minta saat wakaf itu terjadi. Besar gaji biasa
sepersepuluh atau seperdelapan, dan sebagainya sesuai dengan ketetntuan wakif.
Namun bila wakif tidak menetpkan upah atau imbalan nadzir, maka hakimlah yang
akan menetapkannya. Besar upah atau imbalan itu pada umumnya disesuaikan
dengan tugas yang diberikannya.
Menurut Imam Maliki sependapat dengan golongan Hanafiyah, hanya saja
golongan Maliki berpendapat bahwa jika wakif tidak menentukan upah nadzir, maka
nadzir dapat mengambil upah atau imbalan itu dari baitul mal81. Adapun menurut golongan Syafi’i berpendapat bahwa yang menetapkan gaji nadzir itu wakif,
mengenai jumlah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh wakif. Jika
wakif tidak menetpkan upah atau imbalan nadzir menurut Imam Syafi’I nadzir tidak
berhak mendapatkan upahnya. Jika ia memohon kepada hakim sebagian Syafi’iyah
nadzir berhak mendapatkan gaji yang seimbang,sebagian Syafi’iyah yang lain
menyatakan bahwa sebenarnya tidak berhak memohon gaji kecuali apabila keadaan
yang sangat mendesak. Dalam hal ini mereka mengqiyaskan tanggung jawab nadzir
terhadap pengelolaan harta wakaf itu tidak berhak mengambil hartanya melainkan
hanya untuk secukupnya ketika membutuhkannya.82
Menurut Imam Ahmad nadzir berhak mendapatkan upah yang telah
ditentukan oleh wakif. Jika wakif tidak menetukan upah nadzir, dikalangan ini ada
81Wahbah Al-Alzuhaili,Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, (Damsyik: Dar Al-Fik, 1989), Juz
VIII,Hal: 215
dua berpendapat yaitu pendapat pertama menyatakan bahwa nadzir tidak halal
mendapat upah kecuali hanya untuk makan sepatutnya. Pendapat yang kedua
menyatakan bahwa Nadzir wajib mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaanya.83 Dari pembahasa di atas bahwa sebagian besar ulama membolehkan nadzir
menerima upah atau imbalannya baik di ambil dari hasilharta wakaf itu sendiri
maupun dari sumbeh pengelolaan harta wakaf yang lain. Sedangkan jumlah besar
upahnya disesuaikan dengan kondisi pengelolaan hasil harta wakaf dan juga
didasarkan pada ketentuan yang telah ditetapkan oleh wakif sebelumnya.
Selain itu menurut Kompilasi Hukum Islam terhadap hak dan kewajiban
nadzir yang dibebankan kepadanya sebagai mana yang di atur dalam Kompilasi
Hukum Islam pasal 220:
1. Nadzir berkewajiaban untuk mengurus dan bertanggung jawab atas kekayaan wakaf serta hasilnya, dan pelaksanaan perwakafan sesuai dengan tujuan menurut ketentuan-ketentuan yang di atur oleh Menteri Agama;
2. Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berskala atas semua hal yang menjadi tanggung jawabnya sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) kepada Kepala Kantor Urusan Agama setempat dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat;
3. Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Agama.
Dengan demikian nadzir berarti orang yang berhak untuk bertindak atas harta
wakaf, baik untuk mengurusnya, memelihara, dan mendistribusikan hasil wakaf
kepada orang yang berhak menerimannya, atau mengerjakan segala sesuatu yang
memeungkinkan harta itu tumbuh berkembang dengan baik. Akan tetapi nadzir tidak
bebas dalam melaksanakan tugasnya, dalam setiap kegiatan harus membuat laporan
kegiatan yang berkaitan dengan harta wakaf yag dia kelola.Agar untuk kelestarian
harta wakaf tetap terjaga, maka dalam Syariat Islam diberikan hak nadzir sebagai
upah atas tugasnya dalam pengurusan wakaf. Dalam menetukan hak bagi nadzir
Rasulullah menyatakan sebagai berikut:
“dari Ibnu Umar semoga Allah meridhainya keduanya berkata : Tidaklah
berdosa orang yang memelihara harta tersebut memakan dari padanya ( harta
wakaf) dengan cara patut atau memberi makan saudaranya, tidak untuk
menupuk harta memperkaya dirinya( muttaqun alaih).84
Ini artinya bahwa Rasulullah memberikan garisan bahwa nadzir wakaf berhak
mendapatkan upah, selama ia masih melakukan tugasnya dengan baik. Jadi yang
dimaksud dengan kata-kata“ma’ruf” dalam hadist adalah yang sesuai dengan
kebiasaan yang berlaku. Hal tersebut diatas dijelaskan kembali oleh Sayid Sabiq,
yaitu: “orang yang meneruskan harta wakaf boleh memakan sebagian dari
hasilnya”.85
Mengenai hak dari Nadzir didalam Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 222
mengatur bahwa Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang jenis dan
jumlahnya ditentukan berdasarkan kelayakan atas saran Majelis Ulama Kecamatan
dan Kanor Urusan Agama Kecamatan setempat.
84Abdul Halim,Hukum Perwakafan Di Indonesia, (Jakarta :Ciputat Press, 2005), Hal.117.
Adapun dalam konsep hukum Islam upah adalah imbalan yang diterima oleh
seseorang atas pekerjaanya dalam bentuk imbalan materi didunia (adil dan layak).
Dan ketentuan terhadap upah didalam Islam dilihat dari dua faktor yaitu adil dan
layak. Adil memiliki dua arti, pertama jelas dan trasparan , kedua bermakna
proposional. Sedangkan layak memiliki dua arti juga yaitu cukup pangan, sadang dan
papan, yang kedua sesuai dengan transparan yang mana kedua faktor tersebut sudah
memenuhi kebutuhan hidup layak bagi pekerja ataupun buruh. Disinilah letak
perbedaan antara konsep upah menurut Islam dan konsep upah menurut barat, dimana
islam melihat upah sangat besar kaitannya dengan konsep moral dan islamjuga
memandang upah bukan hanya sebatas materi ( kebendaan atau keduniaan) tetapi
menembus batas kehidupan yakni berdimensi pada akhirat yang disebut dengan
pahala sementara dalam konsep barat tidak.86
Dengan dasar itulah mengapa Kompilasi Hukum Islam Indonesia menentukan
penghasilan seseorang nadzir dilihat dari kelayakan tanah wakaf yang dikelola oleh
nadzir tersebut, dalam artian sesuai dengan hasi produksi tanah wakaf tersebut dan
penetapannya juga harus atas pertimbangan Majelis Ulama setempat. Karena
pengelolaan tanah wakaf dinilai untuk umat maka ikut mengelola tanah wakaf tidak
menjadi penting berapa penghasilannya yang lebih penting adalah amal ibadahnya.
Menurut Ismail Daud Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Samudera
terhadap upah dari hasil pengelolaan harta wakaf tidak terlalu menuntut, dikarenakan
Nadzir di Kecamatan Samudra selain perannya sebagai nadzir juga memiliki
pekerjaan lain. Jika ada nadzir yang bergantungan pada pengelolaan harta wakaf
semata itupun hanya sebagian kecil saja. Tetapi nadzir tersebut bisa saja
mengembangkan tanah wakaf menajdi produktif, hasil dari pengelolaan sebagian
besar digunakan untuk modal pengembangan tanah wakaf selanjutnya, dalam hal ini
nadzir di Kecamatan Samudra megelola wakaf persawahan lebih produktif.87 Selanjutnya Drs Ismail Daud mengatakan, dikarenakan tidak ada upah yang jelas
kepada nadzir secara umum para nadzir, tanah wakaf belmdapat melaksanakan
fungsinya secara sesuai dengan fiqih islam dan Undang-Undang tentang wakafyang
telah berlaku. Kantor Urusan Agama Kecamatan Samudera hanya sebagai pengawas
dikarenakan dalam mengelola harta tanah wakaf adalah salah satu ibadah.
B. Hak dan Kewajiban Nadzir Wakaf Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 41Tahun 2004.
Kehadiran nazhir sebagai pihak yang diberikan kepercayaan dalam
pengelolaan harta wakaf sangatlah penting. Walaupun para mujtahid sepakat tidak
menjadikan nazhir sebagai salah satu rukun wakaf, namun para ulama sepakat bahwa
wakif harus menunjuk nazhir wakaf, baik yang bersifat perseorangan maupun
kelembagaan (badan hukum)88
Nadzir adalah perseorangan, kelompok atau badan hukum yang berhak
mengelola tanah wakaf. Agar terhindar dari orang-orang yang mencari keuntungan
pribadi atau penyelewengan dalam pengelolaan tanah wakaf maka perlu diperhatikan
87Wawancara Dengan Ismail Daud, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Samudera 88Paradigma Baru Wakaf di Indonesia.Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat
kewajiban dan hak dari nadzir. Didalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
dalam Pasal 11 menyatakan, nadzir mempunyai tugas:
1. Melakukan pengadministrasian harta wakaf
2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan
fungsi dan peruntukannya.
3. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
4. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia
Dalam melaksanakan tugas tersebut nadzir memperoleh pembinaan dari
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia. Ketentuan mengenai kewajiban nadzir juga
ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf pada
Pasal 13 yang meenyatakan:
a. Nadzir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 7, Pasal 11wajib
mengadministrasikan, mengelola,mengembangkan, mengawasi dan
melindungi harta benda wakaf
b. Nadzir wajib membuat laporan secara berskala kepada Menteri dan BWI
mengenai kegiatan perwakafan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai bagaimana tata cara pembuat laporan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2), diatur dengan peraturan Menteri.
Dimana pada pasal tersebut di atas mejelaskan bahwa tugas nadzir adalah
harta benda wakaf dan membuat laporan secara beskala kepada Menteri dan Badan
Wakaf Indonesia mengenai kegiatan perwakafan.
Seorang nadzir yang bertugas untuk mengurus dan mengelola harta wakaf,
dan mengembangkan, memperbaiki kerusakan-kerusakan, menginvestasikan dan
menjual hasil produksinya serta membagikan keuntungan yang telah terkumpul
kepada mustahik. Dalam hal ini karna sudah selayaknya seorang nadzir mendapatkan
upah yang setimpal atas apa yang telah dikerjakannya mengingat dengan usahanya
yang keras dan waktunya yang tersita, sekiranya digunakan untuk mengelola hartanya
sendiri, pasti menghasilkan laba dan keuntungan yang banyak.89
Tetapi mengenai ketentuan upah tidak ada batasan tertentu, karenanya bisa
berbeda-beda besarnya, tergantung kepada tempat seta penetuan dari wakif. Bentuk
dan upah tersebut juga tidak menentu, bisa berbentuk uang, seperti dua puluh atau
tiga puluh. Atau, berdasarkan prosentase. Seperti sepersepuluh dari keuntunganya.
Juga bisa memberikan hak kepadanya untuk mengambil hasil wakaf setiap bulan atau
setiap tahunnya. Semua itu kembali kepada syarat wakifnya atau kebiasaan yang
berlaku di dalam masalah itu90
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun Tentang Wakaf memberi
pembatasan terhadap hak nadzir. Hal ini sesuai dengan Pasal 12, yang menyatakan
“Dalam melasanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, nadzir dapat
89
Muhammad Abid Abdulhal Al-Kabisi, Hukum Wakaf Kajian Kontenporer Pertama Dan Terlengkap Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf Serta Penyelesaian Atas Sengketa Wakaf, Dompet Dhuafa Republika, Jakarta, 2004, Hal 499
menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen). Nadzir berhak
mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang besarnya dan macamnya ditentukan lebih
lanjut oleh Menteri Agama.91
Adapun terhadap tentang ketentuan hak nadzir terdapat juga dalam Peraturan
Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 yaitu:
1. Nadzir berhak menerima penghasilan dari hasil-hasil tanah wakaf yang
besarnya ditetapkan oleh Kepala Kandepag , Kepala Seksi Urusan Agama
Islam dengan ketentuan tidak melebihi dari 10 persen dari hasil bersih tanah
wakaf.
2. Nadzir dalam menunaikan tugsnya dapat menggunakan fasilitas yang jenis
dan jumlahnya ditetapkan kepala Kandepag, Kepala Seksi Urusan Agama
dengan mengingat hasil tanah wakaf dan tujuannya.
Mengurus harta wakaf kewajiban negara untuk mengelolanya dikarenakan
tujuan dari pengelolaan tanah wakaf adalah kepentingan umum.oleh karena itu negara
wajib memperhatikan gaji para pekerjanya, baik nadzir ataupun yang lainnya.
Sebagai jerih payah mengelolatanah wakaf nadzir berhak mengambil hasil dari tanah
tersebut dihitung sejak ia menjadi nadzir. Akan tetapi hasil pengelolaan antara tanah
wakaf yang satu dengan tanah yang lainnya belum tentu sama. Oleh karena itu, agar
tidak terjadi kesimpangsiuran mengenai besarnya hak nadzir pemerintah menetapkan
91 Paga, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Peradilan Agama Di Indonesia, IAIN
hak yang diberikan kepada nadzir, baik dengan mempertimbangkan pendapat majelis
ulama kecamatan setempat, tidak boleh melebihi dari 10 persen, seperti yang telah di
tentukan dalam Undang-Undang tersebut.
Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa nadzir berkedudukan sebagai
pengelola tanah wakaf berhak mendapatkan honor dengan jalan mengambil sebagian
hasil dari harta wakaf, akan tetapi honor tersebut tidak boleh melebihi dari 10 persen
dari hasil pengelolaan harta wakaf. Berdasarkan penelitian di kecamatan Samudra
Kabupaten Aceh Utara, tanah-tanah wakaf setempat lebih banyak dipergunak untuk
kepentingan ibadah, seperti mesjid atau meunasah, dayah ( tempat pengajian), dimana
yang menjadi nadzir umunya imam mesjid dikecamatan tersebut. Disebabkan
sebahagian besar nadzir adalah Imam mesjid maka tugasnya sebagai nadzir dianggap
ibadah.
Selanjutnya terhadap hak dan kewajiban nadzir lebih lanjut lagi di atur dalam
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, kewajiban nadzir dalam
pasal 11 yaitu :
a. Melakukan pengadministrasi harta benda wakaf.
b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,
fungsi dan peruntukannya
c. Mengawasi dan melindungi tugas harta benda wakaf
d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada badan Wakaf Indonesia.
Hak Nadzir yang termuat dalam pasal 12 adalah melaksanakan tugas
bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak
melebihi 10% (sepuluh persen).
Menurut Drs Ismail Daud, kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Samudra
Kabupaten Aceh Utara, terhadap semua pihak yang tergolong dalam pengurus
pengelolaan tanah wakaf, seperti Nadzir, Kantor Urusan Agama, Keuchik, Baitul Mal
telah sepakat bahwa untuk menentukan seberapa besar upah yang akan diberikan
kepada nadzir tidaklah menjadi persoalan dikarenakan dalam hal ini tidak ada batasan
tertentu, dikarenakan setiap nadzir yang mengelola harta wakaf berbeda-beda luas
batas tanah wakaf. Akan tetapi semua ini disesuaikan dengan kondisi atau
pengehasilan setiap tanah wakaf yang dihasilakan dari pengelolaan tanah wakaf
tersebut. Selain itu ia juga mengatakan ada juga tanah wakaf yang tidak produktif,
salah satunya tanah kuburan, rawa-rawa, jadi nadzir tidak mungkin mendapatkan
upah.92
Wawancara dengan Tgk Muhammad Yusuf Ilyas anggota Komisi C Majelis
Permusyawaratan Ulama Kebupaten Aceh Utara, Mengenai honor tersebut Nadzir
tidaklah menjadi persoalan, dikarenakan hidup nadzir tidaklah bergantung pada hasil
wakaf. Salah satu contoh tidak lah mungkin seorang nadzir mengambil upah dari
tanah wakaf apabila tanah tersebut tidak produktif dalam arti kata tanah tarsebut tidak
ada hasil yang bisa dikelola yang bermanfaat. Dalam hal ini hanya saja berperan
sebagai pemeliharan dan pengawas, agar tanah itu tetap utuh, yang menjadi tanah
92Menurut Drs Ismail Daud, kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Samudra Kabupaten
milik bersama atau milik umat. Bila sudah begitu kondisinya mana mungkin nadzir
bisa mangambil upah atas tanah wakaf tersebut.93
Peraturan Perundang-Undangan mengatakan bahwa yang menentukan upah
nadzir adalah Kepala Kandepag cq Kepala Seksi Urusan Agama, dalam hal ini yang
lebih berperan adalah Kantor Urusan Agama. Akan tetapi pelaksanaanya Kantor
Urusan Agama hanya menerima laporan saja. Mengenai besar kecilnya honor belum
pernah Kantor Urusan Agama yanga menetukannya. Hal ini dikarenakan wakaf yang
dilaporkan kepada Kantor Urusan Agama sudah berjalan turun menurun dalam
masyarakat, jadi sebagaimana yang telah berlaku di Kecamatan Samudra sebelumya
maka tradisi ini terus berjalan sampai sekarang.94
Menurut Tgk.H. Abduh sebagai Nadzir Kecamatan Samudra, para ulama telah
sepakat bahwa wakif berhak untuk menetukan seberapa besar upah yang akan
diberikan kepada pengelola harta wakaf. Dalam penetuan hal tersebut wakif boleh
menetukan upah sesuai ukuran yang layak menurut pandangan wakif, tanpa ad orang
lain yang boleh membatasisnya. Hal ini akan sempurna wakaf, apabila sesuai dengan
apa yang dikatakan dan disyaratkan oleh wakif, selain wakif pemerintah juga berhak
menetukan honor nadzir, apabila dibandingkan dengan wakif, maka kekuasaan
wakkif lebih besar dalam menetapkan seluruh keuntungan wakaf untuk nadzir,
dikarenakan wakif adalah pemberi wakaf. Pemerintah berhak menentukan honor
93
Wawancara Dengan Tgk Muhammad Yusuf Ilyas Anggota Komisi C Majelis Permusyawaratan Ulama Kebupaten Aceh Utara, Selasa, 9 Juni 2015
94Wawancara Dengan Tgk Muhammad Yusuf Ilyas Anggota Komisi C Majelis
nadzir hanya dikarenakan nadzir telah mengurusi untuk kemaslahatan umum, maka
perlu capur tangan pemerintah. Hal ini terjadi disaat Tgk.H. Abduh mejadi nadzir
adalah kebanyakan nadzir-nadzir di wilayah Kecamatan Samudra tidak ada yang
ditentukan upahnya secara jelas. Akan tetapi nadzir wakaf boleh mengambil bagian
dari hasil pengelolaan harta wakaf yang produktif selama ini dia kelola sesuai dengan
kualitas kerjanya.95
Meskipun mengenai honor nadzir tidak menjadi persoalan di Kecamatan
Samudera tetapi harus tetap diperhatikan karena nadzir dalam mengelola harta wakaf
membutuhkan waktu jangka panjang. Selain itu, dengan adanya pemerintah
memperhatikan hak-haknya sebagai nadzir, maka peran sebagai nadzirdalam
mengelola harta wakaf akan pasti lebih perhatian terhadap pengelolaan dan
pemeliharaan harta tanah wakaf, sehingga tugas dan kewajiban sebagai nadzir akan
terus terjaga. Mengenai besar kecilnya honor yang menjadi hak nadzir dan alasan
yang menyebabkan nadzir berhaka atas honor tersebut dapat ditentukan oleh wakif
dan hakim. Dalam hal ini adalah pemerintah yang diwakili Kepala Kantor Kandepag
cq Kepala Seksi Urusan Agama Islam. Dalam hal ini memang diperlukan pembatas
honor yang tidak melebihi dari 10 persen dari hasil tanah wakaf yang telah dikelola
oleh nadzir yang telah ditunjukkan.
Kantor Urusan Agama sebagai salah satu pengawas harta tanah wakaf yang
harus mengawasi setiap upah yang telah ditetapkan untuk nadzir-nadzir yang berada
di Kecamatan Samudra. Bila terjadi penyalahgunaan dari hasil harta wakaf tersebut
maka tentunya tujuan utama dari wakaf telah menyimpang dari tujuan wakaf, karena
tujuan utama wakaf adalah untuk kemaslahatan umat. Dari hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf belum
mengpraktekkan di kecamatan Samuderan Kabupaten Aceh Utara bahkan
Undang-Undang tersebut belum memasyarakat di kecamatan tersebut.
C. Hak Dan Kewajiban Nadzir Wakaf Yang Diberhentikan Sebelum Masa Jabatan Berakhir Di Kecamatan Samudera.
Menurut Asaf A.A Fyzee berpendapat, sebagaimana yang dikutip oleh
Uswatun Hasanah, bahwa kewajiban nadzir adalah mengerjakan segala sesuatu yang
layak untuk menjaga dan mengelola harta wakaf sebagai pengawas harta wakaf,
nadzir dapat mempekerjakan beberapa wakil atau pembantu untuk menyelenggarakan
urutan-urutan yang berkenaan dengan tugas dan kewajiban, maka nadzir bisa berupa
perorangan, organisasi, maupun nadzir berbadan hukum.96 Karena tugas nadzir menyangkut harta benda yang manfaatnya harus disampaikan pada pihak yang berhak
menerimanya, jabatan nadzir harus diberikan kepada orang yang memang mampu
menjalankan tugas. Para Imam Madzhab sepakat pentingnya nadzir memenuhi syarat
adil dan mampu. Menurut Jumhur ulama, maksud adil adalah mengerjakan yang
diperintahkan dan menjauhi yang dilarang menurut Syari’at Islam. Sedangkan
maksud kata mampu berarti kekuatan dan kemampuan seseorang mengelola apa yang
dijaganya.97
96 Departemen Agama Republik Indonesia., Fiqih Wakaf, Jakarta: Proyek Peningkatan
Pemberdayaan Wakaf,2004, Hal : 66.
Mengingat salah satu tujuan wakaf menjadikannya sebagai sumber dana yang
produktif, tentu memerluka nadzir yang mampu melaksakan tugas-tugasnya secara
profesional dan bertanggung jawab. Apabila nadzir tidak mampu melaksanakan yang
sudah menjadi kewajibannya maka Qadhi wajib mengantikannya.98
Maka terhadap harta wakaf yang dikelola oleh nadzir yang telah dianggap sah,
berlaku beberapa ketentuan antara lain:99
1. Pada dasarnya semua aturan yang ditetapkan oleh para wakif adalah mengikat dan wajib diindahkan, sepanajang tidak bertentangan dengan maksud wakaf itu sendiri yaitu ketentuan tentang sifat orang-orang yang berhak memperoleh wakafnya. Ketentuan tentang batas waktu seseorang atau kelompok berhak atas wakaf tersebut dan ketentuan tentang besarnya jumlah yang boleh diterima oleh tiap-tiap orang pengelola, ketentuan tentang pembatasan cara penggelola wakaf agar hasil pengelola harta wakaf jelas hasilnya.
4. Wakaf itu mengikat secara tidak langsung sejak pernyataan, sekalipun didaftarkan kepada masa setelah kematian.
5. Pada dasarnya hak pengagkatan dan memberhentikan nadzir wakaf ada di tangan si wakif. Ketetapan dalam hal ini harus di indahkan, baik ia ia menetapkan dirinya sebagai pengurus, maupun menyerahkannya kepada orang lain. Dalam hal ini, selain ketetapan langsung, wasiatpun harus diindahkan. Bila wakif tidak menetapkan pengurusnya, maka terutama dalam wakaf yang bersifat umum, menurut kebanyakan madzhab pengeangkatan pengurus menjadi wewenang wakif sendiri.
6. Orang yang mengangkat dan pengurus wakaf haruslah orang yang terpercaya (amanah). Jika orang orang yang memegang tersebut kehilangan amanah atau kecakapannya, maka orang yang mengangkatnya harus menarik kekuasaan dalam pengelolaan wakaf itu darinya.
7. Tugas dan wewenang pengurus wakaf ialah kemakmuran, menyewakan, menarik, hasil dari pengeloaan harta wakaf tersebut dibagikan kepada orang yang berhak menerima, serta memelihara hasil pokok wakaf sebaik mungkin. 8. Wakif dibenarkan menyerahkan sebahagian saja tugas dan tanggung jawab
tersebut kepada seseorang, dan menyerahkan selebihnya kepada orang lain. Juga dibenarkan menyerahkan kepengurusan tersebut kepada dua orang yang adil atau lebih.
98 Elsi Kartika Sari,Pengantar Hukum Zakat Dan Wakaf, Pt Grasindo, Jakarta, 2006, Hal: 60 99Said Agil Husaini Al-Munawar, Hukum Islam Dan Pluralits Sosial, Jakarta, Penamadani,
9. Wakif boleh menetapkan bahwa pengurus berhak memperoleh sebahagian hasil wakafnya. Bagian itu dianggap sebagai upah atau imbalan atas pekerjaannya.
10. Bila pengeurus diberhentikan oleh wakif, maka ia kehilangan hak dan kewajiban yang telah ditetapkan, manurut Al-Qaffal, ia tetap mendapatkannya sebagai mantan pengelola. Akan hal ini sesuai dengan adat perolehan pengurus selalu dianggap sebagai upah, yang gugur setelah pemberhentian. 11. Tidak dibenarkan mengubah keadaan wakaf dari keadaan semul,
kecuali jika wakif memberikan hak demikian kepada nadzir, sesuai dengan pertimbangan Kemaslahatan.
Menurut Tgk Marzuki sebagai Panitia Mesjid Kecamatan Samudra,
Terhadapat hak dan kewajiban nadzir wakaf yang terjadi di Kecamatan Samudera
tidak ada ikatan lagi sebagai nadzir apabila ia telah diberhentikan, kebiasaan yang
terjadi selama ini setalah nadzir diberhentikan terhadap tugas dan kewajibannya
dalam mengelola harta wakaf. Hal ini terjadi atas kesepakatan para pengelola harta
wakaf yang berkembang selama ini. Karena di Kecamatan Samudera seorang nadzir
wakaf ini di anggap sudah mengambil haknya selama mejabat sebagai pengelola harta
wakaf, maka dari itu lah nadzir wakaf tidak mendapatkan hak nya lagi. Kebiasaan di
kecamatan samudera ini terjadi sudah dari turun menurun dalam masyarakat dari
pengelola harta wakaf yang sebelumnya. Akan tetapi Dalam hal ini ada pengecualian
terhadap hak nadzir yang setelah diberhentikan mendapatkan haknya, Kalau harta
yang dikelolanya itu bersifat jangka panjang,salah satunya objek yang dikelola,
Sawit, karena sawit di anggap untuk jangka panennya panjang. Maka Nandzir
mendapat hak atas hasil pengelolaan yang selama ini tertunda walaupun ketika panen
terjadi nadzir tersebut sudah diberhentikan.100
100Wawancara Dengan Tgk Marzuki Sebagai Panitia Mesjid Kecamatan Samudra, Senin, 13
Menurut Drs Ismail Daud, kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Samudra
Kabupaten Aceh Utara apabila seorang nadzir yang telah diberhentikan tugas dalam
mengelola dan mengurus harta wakaf maka tidak ada hak dan kewajiban lagi
terhadap apa yang selama ini dikelolaa nadzir. Apabila sudah ada pelaporan tentang
pembentian nadzir maka semenjak adanya tanggal pelaporan tersebut hak dan
kewajibannya nadzir berhenti secara otomatis.101
101 Wawancara dengan Drs Ismail Daud, kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Samudra
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN NADZIR WAKAF DIBERHENTIKAN SEBELUM HABIS MASA JABATANNYA
DIKECAMATAN SAMUDRA
A. Sekilas Tentang Kecamatan Samudra
Kecamatan Samudra merupakan salah satu Kecamatan yang berada di
Kabupaten Aceh Utara yang memiliki luas wilayah yaitu 43,28 Km2 atau Ha. Secara
asronomi terletak pada koordinat 5’07’00” LU dan 97’12’33”BT. Kecamatan
Samudera meiliki batas-batas wilayah adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara dengan selat malaka
2. Sebelah selatan dengan kecamatan Meurah Mulia
3. Sebelah barat dengan Kecamatan Syamtalira Bayu
4. Sebelah Timur dengan Kecamatan Syamtaliran Aron, Kecamatan Tanah Pasir,
dan Kecamatan Nibong
Sebagian besar wilayah kecamatan Samudera berada di daerah bukan pantai
atau daratan dan sebagian kecil berada di daerah pantai, seluruh desa dikecamatan
Samudera terletak diluar hutan, tidak ada desa yang terletak di dalam hutan maupun
di tepi hutan. Kecamatan Samudera terdiri dari 3 Kemukiman yaitu Madan,
Langgahan dan Blang Me, jika dirinci lebih lanjut Kecamatan Samudera terdiri dari
dari 40 desa dan 113 dusun, dan Kaur sebagai pelaksana pemerintahan.selain itu juga
terdapat Tuha Peut yang merupakan sebuah jabatan untuk tingkat Desa atau
Berdasarkan hasil pendataan potensi desa 2015 yang dilakukan pada bulan
April, tercatat sebanyak 25.197 jiwa jiwapenduduk di Kecamatan Samudera yang
terdiri dari 12.464 jiwa penduduk laki-laki dan 12.733 jiwa penduduk perempuan.
Dalam hal ini terjadi peningkatan dari tahun ke tahun sebelumnya. Pada tahun 2007–
2008 terjadi pertumbuhan penduduk sebesar 2,23 persen, namun pada tahun
2009-2010 terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar 3,53 persen.
Kegiatan keagamaan di Kecamatan Samudera meliputi bebrapa pengajian,
yaitu
1. Pengajian rutin yang diadakan seminggu sekali yang meliputi pengajian setiap
kamis malam bertempat di mesjid Kecamatan Samudera.
2. Pengajian umum yang diadakan untuk menyiarkan agama islam biasanya
diadakan pada pada tiap-tiap hari besar islam seperti hari maulid Nabi
Muhammad SAW dan Isra’ Mi’ra, pengajian dalam rangka pengaian halal
bihalal.
3. Pembacaan barzanji yang diadakan pada malam jum’at setelah magrib oleh
orang laki-laki dan setiap siang bagi perempuan.
4. Pembacaan Khoul Arwah yang dilakukan secara bersama-sama bertempat di
makam dalam rangka mendoakan leluhur atau keluarga yang sudah meninggal
dunia( kenduri jrat).
5. Kegiatan belajar mengajar Al-Qur’an setiap hari setelah magrib yang
dilaksanakan di mesjid dan masih banyak kegiatan-kegatan yang bernuasa
Tanah wakaf yang berada di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara
sebagai berikut:
1. Perkarangan dengan akta ikrar wakaf Nomor W.3/ 52/ 15/ Tahun 1993,
dengan luas tanah 1519 m2. Tanah wakaf ini merupakan tanah wakaf dari
Toke Ahmad yang digunakan untuk keperluan kesejahteraan Mesjid dengan
nama nadzir Tgk Abduh.102
2. Perkarangan dengan akta ikrar wakaf Nomor W.3/ 159/ Tahun 2006, dengan
luas tanah 667 m2. Tanah wakaf ini merupakan tanah wakaf dari Burmansyah
yang digunakan untuk perluasan pembangunan Mesjid Kecamatan Samudera
Kabupaten Aceh Utara dengan nama nadzir Tgk Muhammad.103
3. Perkarangan dengan akta ikrar wakaf Nomor K.A3/ 90/ Tahun 1982, dengan
luas tanah 152 m2. Tanah wakaf ini merupakan tanah wakaf dari Tgk Abdul
Latif yang digunakan untuk keperluan kesejahteraan mesjid Kecamatan
Samudera dengan nama nadzir Tgk Nurdin Daud.104
4. Perkarangan dengan akta ikrar wakaf Nomor W.3/ 007/ 15/ Tahun 1992,
dengan luas tanah 840 m2. Tanah wakaf ini merupakan tanah wakaf dari Drs
Syamsuddin yang digunakan untuk keperluan kesejahteraan Mesjid
kecamatan Samudera dengan nama nadzir Tgk Mustafa Thair.105
102
Akta Ikrar Wakaf Nomor W.3/ 52/ 15/ Thn: 1993
103
Akta Ikrar Wakaf Nomor W.3/ 159/ Thn: 2006
104
Akta Ikrar Wakaf Nomor K.A3/ 90/ Thn: 1982
105
5. Perkarangan dengan akta ikrar wakaf Nomor W.3/ 149/ 15/ Tahun 2006,
dengan luas tanah 220,4 m2. Tanah wakaf ini merupakan dari Ir.H.Teuku
Hasdarsyah yang digunakan untuk keperluan kesejahteraan Mesjid kecamatan
Samudera dengan nama nadzir Tgk H.Zainal Fakri.106
6. Perkarangan dengan akta ikrar wakaf dengan Nomor W.3/ 48/ 15/ Tahun
1993, dengan luas tanah 870,25 m2. Tanah wakaf ini merupakan dari Tgk
Ahmad yang digunakan untuk keperluan kesejahteraan Mesjid Kecamatan
Samudera dengan nama nadzir wakaf Tgk Muhammad Amin.107
7. Perkarangan dengan akta ikrar wakaf dengan Nomor W.3/ 25/ 15/ Tahun
1993, dengan luas tanah 608 m2. Tanah wakaf ini merupakan dari Cut
Beuleun yang akan digunakan untuk keperluan perluasan pembangunan
Mesjid Kecamatan Samudera dengan nama nadzir wakaf Tgk Syarifuddin.108 8. Perkarangan dengan akta ikrar wakaf dengan Nomor W.3/15/ 15/ Tahun 1993,
dengan luasa tanah 93,74 m2. tanah wakaf ini merupakan dari Ilyas yang akan
digunakan untuk Kesejahteraan Mesjid Kecamatan Samudera dengan nama
nadzir Tgk Abduh.109
9. Perkarangan dengan akta ikrar wakaf dengan Nomor W.3/ 53/ 15/ Tahun
1993, degan luas tanah 1350 m2. Tanah wakaf ini merupakan dari Toke
106
Akta Ikrar Wakaf Nomor W.3/ 149/ 15/ Thn 2006
107
Ikrar Wakaf Nomor W.3/ 48/ 15/ Thn: 1993
108
Akta Ikrar Wakaf Nomor W.3/ 25/ 15/ Thn: 1993
109
Ahmad yang akan digunakan untuk keperluan kesejahteraan mesjid
Kecamatan Samudera dengan nama nadzir Tgk Abduh.110
10. Perkarangan dengan akta ikrar wakaf dengan Nomor W.3/ 33/ 15/ Tahun 1993
dengan luas Tanah 1034 m2. Tanah wakaf ini merupakan dari Tgk Raden
yang akan di gunakan untuk keperluan Mesjid Kecamatan Samudera dengan
nama nadzir Muhammad Hasan.111
Adapun tanah wakaf yang berupa perkarangan di atas, di Kecamatan
Samudera juga terdapat tanah wakaf lain yang sudah diikrarkan di PPAIW atau
sertifikat wakaf yaitu:112
a. Akta ikrar wakaf dengan Nomor W.3/ 004/ 01/ 05/ 1994, dengan luas tanah
820 m2 yang telah di buat APAIW pada tanggal 17/ 07/ 2006. Tanah wakaf
ini merupakan dari Ismail yang diperuntukkan untuk Yayasan Panti Asuhan di
Kecamatan Samudera dengan nama nadzir Tgk Muhammad Kasem Ismail.
b. Akta ikrar wakaf dengan Nomor W.3/ 16/ 15/ 1992, dengan luas tanah 945,88
m2 yang telah di buat APAIW pada tanggal 11/ 08/ 1993. Tanah wakaf ini
merupakan dari Teuku Banta Gadeng diperuntukkan untuk pembangunan
balai pengajian di Kecamatan Samudera dengan nama nadzir Tgk Mahlin.
c. Akta ikrar wakaf dengan Nomor W.3/ 20/ 15/ 1993, dengan luas tanah
1638,42 m2 yang telah di buat APAIW pada tanggal 07/ 01/ 1993. Tanah
110
Akta Ikrar Wakaf Dengan Nomor W.3/ 53/ 15/ Thn: 1993
111Akta Ikrar Wakaf Dengan Nomor W.3/ 33/ 15/ Thn: 1993
112 Wawancara Dengan Bapak Drs Ismail Daud,Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan
wakaf ini merupakan dari Teuku Banta Ahmad yang diperuntukkan untuk
Kuburan di Kecamatan Samudera Tgk Muhammad Nur dan Tgk Lutan.
d. Akta ikrar wakaf dengan Nomor W.3/ 19/ 15/ 1992, dengan luas tanah 3780
m2 yang telah di buat APAIW pada tanggal 17/ 11/ 1992. Tanah wakaf ini
merupakan dari Teuku Banta Ahmad yang diperuntukkan untuk Kuburan di
Kecamatan Samudera dengan nama nadzir Tgk Muhammad Yusuf
e. Akta ikrar wakaf dengan Nomor W.3/ 39/ 15/ 1993, dengan luas tanah
1400m2 yang telah di buat APAIW pada tanggal 25/ 01/ 1993. Tanah wakaf
ini merupakan dari Tgk Mulet yang diperuntukkan untuk Kuburan di
Kecamatan Samudera dengan nama nadzir Tgk Muhammad Tgk Mahlin
f. Akta ikrar wakaf dengan Nomor W.3/ 31/ 15/ 1992, dengan luas tanah 8549
m2 yang telah di buat APAIW pada tanggal 13/ 02/ 1992. Tanah wakaf ini
merupakan dari Abdul Latif yang diperuntukkan untuk pembangunan
Kuburan di Kecamatan Samudera dengan nama nadzir Tgk Tgk Sulaiman.
Nadzir wakaf di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara adalah
berbentuk perorangan yang merupakan suatu bentuk yang didalamnya terdapat
struktur kepengurusan nadzir. Kewajiban utama nadzir wakaf di Kecamatan
Samudera melakukan pengelolaan dan pemeliharaan barang yang telah diwakafkan
oleh wakif. Sebab apabila nadzir mengabaikan tugas dan kewajibannya maka akan
berakibat pada kerusakan dan kehancuran harta wakaf dan bisa berlanjut pada
Apabila ditinjau dari data nadzir wakaf di Kantor Urusan Agama Kecamatan
Samudera, berdasarkan kepemilikan tanah wakaf adalah sebagai berikut:113 Tabel I
Kepemilikan Tanah Wakaf yang dikelola oleh nadzir di Kecamatan Smudera No Nama Nadzir Alamat Status Tanah Luas Keterangan
1. Abduh Ds.matang
Tanah Kosong 152 m2 Kesejahteraan Mesjid
Tanah kosong 220,4 m2 Kesejahteraan Mesjid
7. Mahlin Ds.Pusong Balai Pengajian 1400m2
-8. Muhammad
Sumber Data: Kantor Urusan Agama Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara
September 2014
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa tanah wakaf yang dikelola oleh nadzir
di kecamatan samudera kabupaten aceh utara bersifat nadzir perseorangan yang
ditunjuk oleh wakif untuk mengelola tanah wakaf baik berupah persawahan, kuburan,
113 Data perwakafan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Samudera Kabupaten aceh uatara,
maupun tanah kosong, akan tetapi pada kenyataanya nadzir tidak berperan mengelola
kesemua tanah wakaf tersebut.Terhadap tata cara pelaksanaan perwakafan di
Kecamatan Samudera kabupaten aceh utara seperti pada umumnya menganut hukum
islam. Menyerahkan sepenuhnya kepada nadzir, hal ini terjadi karena kurangnya
pengetahun wakif tentang peraturan perwakafan yang sebagaimana telah di atur
dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Dalam pengikaran
wakaf, PPAIW kecamatan Samudera memberi dan menjelaskan dua pilihan, yaitu
ikrar wakaf dapat dilaksanakan dikantor PPAIW yang didatangi wakif, nadzir, dan
para saksi-saks datang ke kantor PPAIW, dan ikrar wakaf wakaf dapat dilaksanakan
di mesjid Kecamatan Samudera dimana wakif bertempat tinggal dan dihadiri wakif,
nadzir, dan saksi-saksi.114
B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Nadzir Wakaf Diberhentikan Sebelum Habis Masa Jabatannya Di kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara.
Kehadiran nadzir sebagai pihak yang diberikan kepercayaan dalam mengelola
harta wakaf sangatlah penting. Walaupun para mujtahid tidak menjadikan nadzir
sebagai salah satu rukun wakaf,baik yang bersifat perorangan maupun kelembagaan
(badan hokum), pengangkatan nadzir wakaf ini bertujuan untuk agar harta wakaf
tetap terjaga dan terurus sehingga harta wakaf itu tidak sia-sia.115
114
Wawancara Dengan Bapak Mustafa, Bapak Teuku Banta Ahmad, Bapak Ir.H.Teuku Hasdarsyah, Bapak Abdul Latif, Sebagai Wakif Wakaf Dikecamatan Samudera, Senin 27, 28, 29,30 Juli 2015.
Salah satu yang selama ini menjadi hambatan rill dalam pengembangan harta
wakaf di Kecamatan Samudera adalah keberadaan nadzir (pengelola) harta wakaf
yang masih bersifat tradisional. Ketradisionalan nadzir dipengaruhi, diantaranya:
1. Rendahnya kualitas Suber Daya Manusia Nadzir wakaf. Sebagaimana yang
disebutkan di atas bahwa banyak para wakif yang diserahi harta wakaf lebih
karena didasarkan pada kepercayaan kepada para tokoh agama seperti Kyai,
Ustadz, ajengan, tuan, guru, dan sebagainya, sendangkan mereka kurang atau
tidak mempertimbangkan kualitas (kemampuan) manajerialnya, sehingga
benda-benda wakaf banyak yang tidak terurus (terbengkalai).
2. Lemahnya kemampuan para nadzir wakaf juga menambah ruwetnya kondisi
wakaf di tanah air. Banyak nadzir wakaf yang tidak memiliki milantasi yang
kuat dalam membangun semangat pemberdayaan wakaf untuk kesejahteraan
umat. Naifnya lagi, diantara sekian banyak nadzir di tanah air ada yang justru
mengambil keuntungan secara sepihak dengan menyalahgunakan peruntukan
benda wakaf, seperti menyewakan tanah wakaf untuk bisni demi kepentingan
pribadi atau ada juga yang secara sengaja menjual kepada pihak ketiga dengan
cara yang tidak sah.116
3. Sampai saat ini belum adanya lembaga Badan Wakaf Indonesia untuk tingkat
propinsi aceh, apa lagi untuk tingat Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh
Utara, dimana Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga sebagaimana yang
116 Ahmad Djunaidi, Menuju Era Wakaf Produktif, (Depok : Mumtaz Publishing, 2007),
telah diamatkan oleh Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang
wakafyang memiliki tugas untuk melakukanpembinaan terhadap nadzir dalam
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf.
Selain itu sengketa wakaf dapat juga terjadi disebabkan oleh bebrapa
kemungkinan, yaitu sebagai berikut:
1. Kadangkala pemahaman sebahagian umat islam tentang kedudukan dan arti
dari harta wakaf, baik bagi wakif atau masyarakat, sementara wakaf
mempunyai dimensi, ibadah dan sosial.
2. Harga tanah yang semakin melambung dapat menjadi pemicu timbulnya
masalah wakaf.
3. Sewaktu melakukan ikrar wakaf, pihak wakif tidak memperhitungkan kondisi
ekonomi pihak ahli waris yang ditinggalkan, sehingga seluruh hartanya atau
sebagian besar hartanya atau sebagian harta diwakfkan. Akibatnya terjadi
pengikaran oleh ahli waris.
4. Kondisi ekonomi pihak nadzir yang tidak menguntungkan sehingga
mendorong untuk meyalahgunakan harta wakaf.
5. Kondisi nadzir yang tidak memahami bahwa penggunaan harta wakaf harus
sesuai dengan tujuan pihak wakif yang telah mewakafkannya.
6. Pihak yang berwakaf tidak dengan secara tegas memberitahukan anak atau
7. Nadzirnya bukan badan hukum, melainkan bersiafat pribada atau nadzir
perseorangan, sehingga lebih leluasa dan sekehendal hati manyalahgunakan
benda wakaf tanpa control.
Mengenai benda yang diwakafkan untuk mesjid baik yang bergerak maupun
tidak bergerak jumlahnya sangat banyak, tetapi benda yang diwakafkan untuk Mesjid
terutama di daerah berupa benda yang tidak bergerak, rata-rata meliputi:
1. Tanah persawahan :pertanian, tambak ikan;
2. Tanah perkebunan, perkebunan;
3. Tanah ladang, palawija.117
Kecamatan Samudera adalah merupakan Kecamatan yang salah satu memiliki
tanah wakaf yang sangat luas, tanah wakaf tersebut dikelola oleh para nadzir yang
sudah di tunjuk oleh wakif, dan diikrarkan di Kantor Urusan Agama Kecamatan
Samudera, namun pada pelaksanaanya ada nadzir yang sudah tidak lagi mengikuti
ketentuan atau tidak lagi menjalankan tugasnya sesuai dengan hukum dan
Undang-Undang perwakafan yang telah berlaku, namun pemberhentian nadzir dan pergantian
nadzir tidak melapor kepada Kantor Urusan Agama sebagaimana yang telah di atur
didalam Pasal 221 Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang wakaf.
Mengenai faktor-faktor nadzir diberhentikan sebelum berakhir masa
jabatannya tidak ada diatur secara formal dalam peraturan perundang-undangan
117 Depag RI Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strtegis Di Indonesia,Jakarta:
maupun fikih Islam. Namun dapat dilihat dari prakteknya bahwa telah terjadi
pemberhentian nadzir sebelum berakhir masa jabatannya karena faktor tersebut
diatas. Berdasarkan hasil wawancara dengan Nazaruruddin sebagai Bendahara
pengelola harta wakaf di Kecamatan Samudera yang mengatakan terjadinya
faktor-faktor diberhentikan nadzir sebelum habis masa jabatannya adalah:118
1. Kurangnya transparansi dalam pengelolaan harta wakaf, sehingga selama ini
hasil pengelolaan banyak yang tidak ada kejelasan di tangan nadzir.
2. Tidak adanya pertanggung jawaban dari Nadzir Wakaf atas hasil harta wakaf
selama ini yang telah terkumpul.
3. Tidak adanya kepercayaan lagi dari masyarakat terhadap kepemimpinan
nadzir wakaf di Kecamatan Samudera.
4. Usia yang telah lanjut bisa mengakibatkan kendala-kendala dalam proses
menegelola harta wakaf dan semakin hari semakin sulit nadzir wakaf dalam
dalam mengelola harta wakaf.
Dari faktor di atas, ada sejumlah faktor-faktor yang sesuai dengan aturan
hukum yang terdapat pada fikih Islam dan pasal Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004. Yaitu tidak dapat melakukan kewajibannya sebagai nadzir sebagaimana yang
disebut dalam Pasal 221 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 45 Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Maka dengan adanya faktor-faktor di atas
terjadilah pemberhentian terhadap nadzir yang sudah melalaikan kewajibannya,
118 Wawancara Dengan Tgk Marzuki Selaku Panitia Mesjid Kecamatan Samudra, Senin, 13
sebagai panitia atau pengurus mesjid mengambil langkah untuk memberhentikan
nadzir yang selama ini dia anggap tidak ada kecocokan lagi dalam mengelola harta
wakaf.
Menurut Tgk Muhammad Yusuf Ilyas sebagai anggota Komisi C Majelis
Permusyawaratan Ulama Kebupaten Aceh Utara (MPU) Kabupaten Aceh Utara
menjelaskan tentang faktor-faktor nadzir wakaf diberhentikan adalah:119
1. Hilangnya tanggung jawab nadzir terhadap harta wakaf yang selama ini
dikelola.
2. Harta wakaf beralih fungsi, yang pada dasarnya harta wakaf milik umum
tetapi setelah dikelola oleh nadzir beralih menjadi hak pribadi nadzir atau di
jual untuk orang lain.
3. Hasil dari harta wakaf tidak dipergunakan untuk kepentingan umat banyak,
melainkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
4. Banyaknya harta wakaf yang pada dasarnya produktif akan tetapilama
kelamaan malah tidak produktif lagi. Contohnya yang dulunya tanah sawah
bisa menghasilkan penghasilan tetapi sekarang menjadi terbengkalai.
Pendapat dari Tgk Muhammad Nurdin Thaib sebagai Anggota Komisi B
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Utara, ini sejalan dengan
praktek yang terjadi dilapangan. Melihat dengan adanya faktor-faktor nadzir wakaf
diberhentikan tersebut di atas maka perlu di tingkatkan terhadap kemampuan nadzir
119Wawancara dengan Tgk Muhammad Nurdin Thaib sebagai Anggota Komisi B
dalam sistem manajemen sumber daya manusia agar mempunyai pengetahuan yang
lebih meningkat dalam pengelolaan harta wakaf, kemampuan dan keterampilan pada
semua tingkatan dalam pengelolaan dan mengembangkan harta wakaf yang
profesiaonal. Di samping itu terhadap nadzir perlu dibentuk sikap dan prilaku nadzir
wakaf seasuai dengan posisi yang seharusnya yaitu pemegang amanah umat Islam
yang sudah mempercayakan harta benda wakaf untuk dikelola secara baik dan
bertanggung jawab di hadapan Allah. Dalam rangka meningkatkan kemampuan
nadzir diperlukan sistem manajemen sumber daya manusia yang handal yang
bertujuan untuk:120
a. Meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan para nadzir wakaf disemua tingkatan dalam rangka membangun
kemampuan manajerial yang tangguh, profesional dan bertanggung jawab.
b. Membentuk sikap perilaku nadzir wakaf sesuai dengan posisi yang
seharusnya, yaitu pemegang amanat umat islam yang mempercayakan harta
benda untuk dikelola secara baik dan bertanggung jawaban dihadapan Allah
kelak.
c. Menciptakan pola pikir atau persepsi yang sama dalam memahami dan
menerapkan pola pengelolaan wakaf, baik dari segi peraturan
perundang-undangan maupun teknis manajerial sehingga lebih mudah diadakan control,
baik didaerah maupun di pusat.
120 Wawancara Dengan Muhammad Nurdin Thaib Sebagai Anggota Komisi B Majelis
d. Mengajak para nadzir wakaf untuk memahami tata cara dan pola pengelolaan
yang lebih beroreintasi pada kepentingan pelaksanaan syariat secara lebih luas
dalam jangka panjang. Sehingga wakaf bisa dijadikan sebagai salah satu
elemen penting dalam penunjang penerapan sistem ekonomi syariah secara
terpadu.
Menurut Tgk Mustafa selaku sekretaris dan panitia mesjid kecamatan
Samudera, Dengan adanya rapat untuk pemberhentian nadzir wakaf, atau untuk
kenaikan nadzir wakaf yang baru. Dalam rapat telah di sepakati oleh para panitia
mesjid di kecamatan samudera, untuk mencari jalan yang terbaik untuk nadzir yang
akan di berhentikan. Sebelum adanya keputusan tentang pemberhentian nadzir
terlebih dahulu pengurus mesjid atau remaja mesjid menyuruh nadzir tersebut untuk
menyelesaikan segala tanggumg jawabnya yang belum tuntas atas kelalain kewajiban
nadzir yang selama ini telah mengakibatkan hasil dari harta wakaf tidak jelas kemana
dipergunakan.lebih lanjut lagi mengatakan apabila semua kewajibannya sudah
djalannkan oleh nadzir yang sudah diberhentikan, maka dari pihak pengurus mesjid
akan mecari jalan untuk menunjuk nadzir wakaf yang baru, agar harta wakaf selama
ini yang sudah tidak teratur agar bisa mengelolaanya dengan cara yang jauh lebih
baik lagi.121
Pemberhentian nadzir tersebut hanya dengan berbentuk lisan (rapat) tidak
dengan bukti tertulis, demikian juga dengan penunjukan nadzir penggantinya. Proses
selanjutnya adalah pelaporan oleh Panitia Rapat yang menyatakan nadzir yang
bersangkutan sudah tidak bekerja lagi sebagai nadizir. Dalam Undang-undang Nomor
41 Tahun 2004 tentang Wakaf hanya menyebutkan tentang alasan-alasan nadzir
wakaf diberhentikan,tentang tata cara pemberhentian tidak dijelaskan secara
rinci,hanya menjelaskan tentang pihak-pihak yang terkait dalam pembenhentian
nadzir wakaf yaitu Badan Wakaf Indonesia. Untuk di Kecamatan Samudera hingga
sekarang, belum ada berdiri Badan Wakaf Indonesia. Sehingga tata cara
pemberhentian nadzir yang diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir lebih
condong kepada hukum adat yang ada di Kecamatan Samudera.
Tata cara pemberhentian nadzir yang diberhentikan sebelum masa jabatannya
berakhir yang terjadi tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia, karena dalam peraturan perundang-undangan tersebut juga
belum diatur, ada kekosongan hukum disini,sehingga masyarakat Kecamatan
Samudera menggunakan hukum adat yang ada di masyarakatnya, yakni hukum adat
aceh yang dalam penyelesaiannya lebih cenderung ke musyawarah dan mufakat.
Tentang bukti tertulis ada atau tidak dalam proses ini, tidak menjadi prioritas yang
penting ada saksi yang mengetahuinya.
Secara hukum dalam fiqih islam, nadzir yang diberhentikan sebelum masa
jabatannya berakhir tidak memiliki upaya hukum untuk menggugat keputusan
pemberhentian tersebut. Dan di Kecamatan Samudera sendiri, nadzir wakaf yang
diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir tidak melakukan upaya hukum atau
pemberehentian nadzir wakaf di kecamatan samudera menerima hasil rapat atas
pemberhentian nadzir oleh pengurus harta wakaf atau remaja mesjid setempat.
Setelah adanya keputusan rapat pengurus pengelola harta wakaf terhadap
pemberhentian nadzir, maka nadzir di kecamatan samudera tidak ada tuntutan lagi
terhadap kewajiban nadzir selama ini dia jalankan. Karena nadzir yang telah
diberhentikan ada pekerjaan lainnya walaupun sebelum nadzir ini diberhentikan
sudah ada pekerjaan lain selain dia menjabat sebagai pengelolaa harta wakaf. Nadzir
wakaf yang diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir di kecamatan Samudera
tidak menggugat balik keputusan pemberhentian tersebut,karena para nadzir tersebut
lebih menerima keputusan tersebut karena mereka sudah ada melakukan kesalahan
terlebih dahulu.
C. Akibat Hukum Yang Lahir Dari Pemberhentian Nadzir Wakaf Sebelum Habis Masa Jabatan.
Nadzir sebagai orang yang mengelola harta wakaf. Membangun dan
meningkatkan hasil produksinya dan membagikan keuntungan yang dihasilkan
kepada para mustahik. Serta membela keberadaanya dan pekerjaan lainnya yang tidak
mungkin disebutkan satu persatu. Kekuasaan nadzir atau yang biasanya disebut
mutawali atas wakaf yaitu kekuasaan yang terbatas dalam memelihara, menjaga,
mengelola dan memanfaatkan hasil dari baranng yang diwakafkan sesuai dengan
yang bertindak sebagai pengawas.122Apabila pewakif tidak menentukan akan hal itu, maka qadi karena jabatannya menjadi nadzir wakaf tersebut
Dalam Pasal 41 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
wakaf menyatakan : Pemberhentian dan pergantian nadzir di maksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia. Seorang nadzir yang telah berhenti.
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh nadzir lain
karena pemberhentian dan pergantian nadzir, dilakukan dengan tetap memperhatikan
peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsinya.
Selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 221 Ayat 2 dan 3 juga
menyatakan:, sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 sub a, tidak dengan
sendirinya diganti oleh salah seorang ahli warisnya.
Maka berdasarkan pasal tersebut diatas terhadap kekosongan nadzir yang
telah diberhentikan dilimpahkan kepada Badan Wakaf Indonesia dan Kantor Urusan
Agma di kecamatan tersebut. Di kecamatan Samudera belum mempraktekkan isi dari
pasal 221 Ayat 2 dan 3 Undang –undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan
Pasal 221 Ayat 2 dan 3 Kompilasi Hukum Islam. Menurut Tgk Mustafa selaku
sekretaris dan panitia mesjid kecamatan Samudera, kekosongan nadzir yang
diberhentikan sebelum habis masa jabatannya di alihkan ke panitia Mesjid untuk
melanjutkan mengelola, mengawasi, memperbaiki dan mempertahankan harta wakaf,
bagitu juga dengan tugas pelaporan harta wakaf, akan tetapi setelah adanya
122Wahbah Al-Zuhaili,Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuh, Jilid VIII, (Dar Al-Fikr, Beirut, 1984,
pegangkatan nadzir yang baru yang di tunjuk melalui rapat Pengurus mesjid, segala
sesuatu tanggung jawab yang berhungan dengan harta wakaf di bebankan ke nadzir
yang baru.123
Selanjutnya menurut Tgk Kamaruddin Bagian sekretaris Sebagai Panitia
Mesjid Kecamatan Samudera ada beberapa akibat hukum dari nadzir tidak
melaporkan tentang pemberhentian nadzir wakaf:
a. Harta wakaf hanya untuk di jaga dan dikelola oleh nadzir jadi tidak perlu
melaporkan masalah pemberhentian nadzir wakaf kepada Kantor Urusan
Agama Kecamatan Samudera karena pemberian wakaf dulunya untuk
kesejahteraan Mesjid.
b. Kurangnya Infomasi dan sosialisasi dari Kantor Urusan Agama Kecamatan
Samudera kepada para nadzir.
c. Kurangnya pengetahuan nadzir terhadap kewajiban laporan setelah
diberhentikan.
d. Nadzir yang ditunjuk oleh wakif tidak mempunyai ilmu yang luas tentang
wakaf.
e. Masih mempunyai sifat tradisonal, nadzir masih tidak mengetahui tentang
Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf.
Dari hal tersebut diatas memberikan keyakinan kepada nadzir untuk lebih
mengutamakan pengelolaan dari pada mengutamakan sah atau tidaknya nadzir, di
123
angkat oleh Kantor Urusan Agama atau tidak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemberhentian nadzir wakaf tidak perlu dilaporkan kepada Kantor Urusan Agama
setempat disamping tidak ada pemahaman tentang hakikat wakaf serta hak dan
kewajiban terhadap pemerintah, maka harta wakaf lebih di utamakan sendiri secara
turun menurun di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara.
Maka apabila terjadi pelanggaran pidana dalam pelaksanaan perwakafan
tanah, maka penyelesaiannya dapat melalui Pasal 14 dan Pasal 15 Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977:
Pasal 14 yaitu:
Barang siapa yang melakukan perbuatan hukum yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6 ayat (3) , Pasal 7 ayat (2) dan ayat (2), pasal 9, pasal 10 dan pasal 11, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah)”.
Sedangkan Pasal 15 yaitu:
Apabila perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 15, dilakukan oleh atau nama badan hukum maka tuntutan pidana dilakukan dan pidana serta tindakan tat tertib dijatuhakan, baik terhadap badan hukum maupun terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan tersebut atau bertindak sebagai pemimpin atau penanggung jawab dalam perbuatan atau kelalaian itu atau terhadap kedua-duanya.
Maka berdasarkan isi pasal diatas apabila seorang nadzir wakaf tidak
menjalankan kewajibannya sebagai pengelola dan pengembangan wakaf, maka akan
mendapat sanksi yang telah tercantum dalam ke dua pasal tersebut diatas. Namun di
Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara, sanksi tersebut belum mempraktekkan
Kecamatan Samudera tentang kewajiban dalam menjalankan amanah sebagai nadzir
wakaf.
Nadzir yang tidak menjalankan tugasnya yang amanah maka terjadilah
pemberhentian nadzir sebelum habis masa jabatannya, setelah diberhentikan nadzir
tidak ada pelaporan nadzir yang telah diberhentikan kepada Kantor Urusan Agama,
dengan tidak adanya pelapran tersebut maka bisa mendatangkan hal kemudharatan
dalam sistem administrasi atau pelaporan pengelolaan hasil tanah wakaf yang
dikelola oleh nadzir yang telah diberhentikan. Tanah wakaf yang nadzirnya tidak
memiliki legalitas dari Kantor Uruasan Agama Kecamatan Samudera maka tidak
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tata cara pemberhentian nadzir wakaf dalam perspektif Fiqih Islam dalam hal
ini sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 220 menyatakan ,
Nadzir diberhentikan dari jabatannya apabila, meninggal dunia, atas
permohonannya sendiri, tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai
nadzir, melakukan suatu kejahatan sehingga di pidana. Sedangkan tata cara
pemberhentian nadzir wakaf dalam perspektif Undang-Undang Nomor 41 tahun
2004 dalam pasal 45 menyatakan, meninggal dunia bagi nadzir perorangan,
bubar atau dibubarkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk nadzir organisasi atau nadzir badan hukum, atas permintaan
sendiri, tidak melaksanakan tugasnya sebagai nadzir dan atau melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam Peraturan
Pemerintah pasal 14 ayat 1Tahun 2006 masa bakti nadzir perorangan yaitu lima
tahun dan dapat di angkat kembali, pengangkatan kembali nadzir dilakukan oleh
Badan Wakaf Indonesia. Pemberhentian dan pergantian nadzir sebagaimana yang
dimaksud di atas dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia atau Kantor Urusan
Agama. pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh
nadzir pengganti tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang telah
2. Hak dan kewajiban nadzir wakaf yang diberhentikan sebelum habis masa
jabatannya dalam kompilasi hukum islam dan undang-undang wakaf Nomor 41
Tahun 2004 tentang wakaf, tidak ada hak dan kewajibannya lagi setelah
diberhentikan, tetapi dalam praktek di Kecamatan Samudera nadzir yang
diberhentikan tersebut mendapat haknya khusus yang panen jangka panjang.
Nadzir yang telah diberhentikan dalam mengelola dan mengurus harta wakaf
maka tidak ada hak dan kewajiban lagi terhadap apa yang selama ini dikelola
nadzir. Apabila sudah ada pelaporan tentang pemberhetian nadzir, maka
semenjak adanya tanggal pelaporan tersebut hak nadzir mendapat imbalan atau
upah dan kewajiban nadzir sebagai pengelola, pengembangan dan mengawasi
harta wakaf berhenti secara otomatis.
3. Faktor-faktor nadzir wakaf yang diberhentikan sebelum habis masa jabatannya
yaitu Karena nadzir wakaf tidak amanah dalam mengelola hasil harta wakaf atau
Kurangnya transparansi dalam pengelolaan harta wakaf, selain itu telah terjadi
pengelapan sehingga pengelolaan wakaf banyak yang tidak ada kejelasan di
tangan nadzir dan hasil dari harta wakaf tidak dipergunakan untuk kepentingan
umat banyak, melainkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Dan faktor
yang membolehkan nadzir wakaf diberhentikan seperti yang disebutkan telah
sesuai dengan ketentuan dengan fiqih islam mengenai kebiasaan pemberhentikan
nadzir wakaf, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Wakaf Nomor 41
B. Saran
1. Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan di Kecamatan
hendaknya pemerintah melakukan sosialisasi kembali kedaerah-daerah terpencil
sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf, dan diharapkan untuk pemerintah Aceh agar
segera membentuk Badan Wakaf Indonesia yang bertujuan untuk
menyelenggarakan administrasi pengelolaan wakaf secara nasional, khususnya
yang berkaitan dengan tanah wakaf produktif. Dikarenakan sampai sekarang
Kantor Badan Wakaf Indonesia di Aceh belum berdiri. Jadi sistem pewakafan di
Aceh masih menganut secara fiqih islam.
2. Diharapkan bagi orang yang hendak dijadikan sebagai Nadzir wakaf yaitu harus
orang yang betul-betul mengerti tentang kewajiban nadzir wakaf baik secara
Fiqih Islam, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Wakaf Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf.
3. Diharapkan dalam pengelolaan harta wakaf di setiap Kecamatan atau Kelurahan
di Kabapaten Aceh Utara hendak adanya badan yang mengawasi dan mengaudit
nadzir wakaf agar tidak terjadi penyelewengan terhadap hasil pengelolaan harta
wakaf dan di harapkan di Provinsi Aceh agar segera di bentuk Badan Wakaf