• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2002

T E N T A N G

PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG Dl JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang : a. bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan pentirig dalam

menunjang pemerataan hasil pembangunan dalam bidang ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan serta dalam rangka keselamatan orang dan barang, perlu dilakukan perigaturan dan pengendalian terhadap angkutan barang ;

b. bahwa untuk mengatur dan mengendalikan angkutan barang sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Timur juncto Undang-undang Nomor 18 Tahun 1950 Peraturan tentang Mengadakan Perubahan dalam Undang-undang Tahun 1950 Nomor 2 dari hal Pembentukan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 32);

2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembarari Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara 3186);

3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

4. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480);

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

(2)

6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3293);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 26);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3528);

10.Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 3529);

11.Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nornor 3530);

12.Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

13.Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70);

14.Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur;

15.Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil;

16.Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 18 Tahun 1998 tentang Pengamanan dan Pemanfaatan Prasarana Jalan dan Jembatan Dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur; 17.Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 7 Tahun 2001 tentang

(3)

Menetapkan :

Dengan persetujuan,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR MEMUTUSKAN :

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENGENDAUAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI JAWA TIMUR.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : a. Daerah, adalah Propinsi Jawa Timur;

b. Pemerintah Propinsi, adalah Pemerintah Propinsi Jawa Timur; c. Gubernur, adalah Gubernur Jawa Timur;

d. Dinas, adalah Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Propinsi Jawa Timur;

e. Kepala Dinas, adalah Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Propinsi Jawa Timur;

f. Jalan, adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bag! lalu lintas ;

g. Alat Penimbangan, adalah seperangkat alat pengawasan dan pengamanan jalan yang dipasang secara tetap atau dapat dipindah-pindahkan, yang berfungsi untuk menimbang kendaraan bermotor guna mengetahui berat kendaraan beserta muatannya;

h. Mobil Barang, adalah setiap kendaraan bermotor selain sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus dan kendaraan khusus ;

i. Angkutan Barang, adalah pemindahan barang dari satu tempat ketempat lain dengan menggunakan mobil barang atau kendaraan khusus; j. Daya Angkut, adalah berat muatan baik barang maupun orang yang

dapat diangkut sebagaimana ditetapkan dalam buku uji;

k. Kelebihan Muatan, adalah jumlah berat muatan mobil barang yang diangkut melebihi daya angkut yang diijinkan dalam buku Uji atau Tanda Samping ;

l. Penyidik Pegawai Negeri Sipil, adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Propinsi Jawa Timur;

(4)

m. Penyidikan di Jembatan Timbang, adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam rangka penegakan hukum di Jembatan Timbang .

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2

(1) Pengendalian kelebihan muatan dimaksudkan untuk mewujudkan asas manfaat, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan umum dan kesadaran hukum dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di Jawa Timur;

(2) Tujuan pengendalian kelebihan muatan angkutan barang pada dasarnya untuk:

a. melindungi keselamalan operasional angkutan barang dan pemakai jalan lainnya;

b. menjaga kondisi jalan dari kerusakan dini akibat adanya angkutan barang yang melebihi muatan ;

c. menjaga kelestarian lingkungan dari polusi udara kendaraan bermotor;

d. mewujudkari kelancaran, ketertiban dan kenyamanan lalu lintas dan angkutan jalan.

BAB III

TERTIB OPERASIONAL ANGKUTAN BARANG Pasal 3

(1) Pengoperasian angkutan barang di jalan wajib memenuhi persyaratan teknis dan ambang batas laik jalan ;

(2) Pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil barang atau kendaraan khusus sesuai peruntukannya ;

(3) Pengoperasian angkutan barang harus dilakukan pada jaringan lintas dan atau pada jalan sesuai kelas jalan yang ditentukan.

Pasal 4

Setiap angkutan barang wajib melakukan penimbangan pada alat penimbangan yang ditentukan.

(5)

Pasal 5

(1) Pengendalian kelebihan muatan angkutan barang dilakukan dengan cara penimbangan terhadap berat kendaraan beserta muatannya;

(2) Pengendalian kelebihan muatan dilakukan pada alat penimbangan;

(3) Setiap kendaraan yang ditimbang pada alat penimbangan mendapat tanda bukti hasil penimbangan.

Pasal 6

(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sebagai berikut :

a. angkutan barang yang tidak bermuatan ;

b. angkutan alat berat dan angkutan khusus yang oleh karena berat muatan, dimensi dan jenis barang tidak dimungkinkanuntuk dilakukan penimbangan ;

(2) Mobil barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib mengajukan ijin kepada Gubernur.

BAB IV KELAS JALAN

Pasal 7

PENYELENGGARAAN PENIMBANGAN

(1) Penyelenggaraan alat penimbangan dilakukan oleh Pemerintah Propinsi dan pelaksanaannya oleh Dinas, serta dilengkapi sistem jaringan komputer dan kamera pemantau ;

(2) Pengelolaan, lokasi dan pengoperasian alat penimbangan dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Gubernur;

(3) Alat Penimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), wajib ditera oleh Instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(6)

BAB V

TATA CARA PENIMBANGAN Pasal 8

(1) Penimbangan dilakukan dengan cara menimbang berat kendaraan beserta muatannya atau dapat dilakukan terhadap masing-masing sumbu;

(2) Perhitungan berat muatan dilakukan dengan cara mengurangi hasil penimbangan dengan berat kendaraan yang telah diijinkan dalam Buku Uji atau penjumlahan hasil penimbangan masing-masing sumbu denpan berat kendaraan yang telah diijinkan dalam Buku Uji;

(3) Jumlah kelebihan berat muatan dihitung dengan cara mengurangi berat. muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan daya angkut yang telah diijinkan dalam Buku Uji atau tanda samping kendaraan bermotor.

BAB VI

PENGGOLONGAN MOBIL BARANG Pasal 9

Penggolongan mobil barang ditetapkan :

a. Mobil barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan sampai dengan 3.500 kg dikategorikan golongan I;

b. Mobil barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih besar dari 3.500 kg sampai dengan 18.000 kg dikategorikan golongan II;

c. Mobil barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih besar dari 18.000 kg dikategorikan golongan III.

(7)

BAB VII

KETENTUAN PELANGGARAN Bagian Pertama

Klasifikasi Pelanggaran Kelebihan Muatan Pasal 10

(1) Pengusaha dan atau pemilik dan atau pengemudi mobil barang dilarang mengangkut barang melebihi 5 % (lima persen) dari daya angkut yang diijinkan ;

(2) Pengangkutan barang dengan kelebihan muatan lebih dari 5 % (lima persen) sampai dengan 15 % (lima belas persen) dari daya angkut yang diijinkan dikategorikan pelanggaran tingkat I;

(3) Pengangkutan barang dengan kelebihan muatan lebih dari 15 % (lima belas persen) sampai dengan 30 % (tiga puluh persen) dari daya angkut yang diijinkan dikategorikan pelanggaran tingkat Il;

(4) Pengangkutan barang (Jengan kelebihan muatan lebih besar 30 % (tlga puluh peraen) dari daya angkut yang diijinkan dikategorikan pelanggaran tingkat III.

Bagian Kedua Sanksi Pelanggaran

Pasal 11

(1) Pelanggaran tingkat I dan pelanggaran tingkat II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan (3) dikenakan sanksi administrasi berupa biaya kompensasi;

(2) Pelanggaran tingkat III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) dikenakan sanksi pidana dan perintah penurunan muatan;

(3) Kelebihan muatan angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) segala resiko menjadi tanggung jawab pengusaha Angkutan / Pengemudi.

(8)

Pasal 12

(1) Angkutan barang yang dinyatakan tidak memenuhi persyaratan teknis dan ambang batas laik jalan diperintahkan untuk uji ulang ;

(2) Perintah uji ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapuskan ketentuan sanksi yang diberlakukan atas pelanggaran kelebihan muatan.

Bagian Ketiga Biaya Kompensasi

Pasal 13

(1) Besarnya biaya kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 11 ayat (1) ditetapkan berdasarkan tingkat pelanggaran menurut masing-masing golongan kendaraan ;

(2) Besarnya biaya kompensasi untuk kendaraan golongan I ditetapkan :

a. Pelanggaran tingkat I sebesar Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah);

b. Pelanggaran tingkat II sebesar Rp 3.500,00 (tiga ribu lima ratus rupiah);

(3) Besarnya biaya kompensasi untuk kendaraan golongan II ditetapkan :

a. Pelanggaran tingkat I sebesar Rp 6.500,00 (enam ribu lima ratus rupiah);

b. Pelanggaran tingkat II sebesar Rp 9.000,00 (sembilan ribu rupiah); (4) Besarnya biaya kompensasi untuk kendaraan golongan III ditetapkan:

a. Pelanggaran tingkat I sebesar Rp 15.000,00 (lima belas ribu rupiah); b. Pelanggaran tingkat II sebesar Rp 20.000,00 (dua puluh ribu rupiah).

(9)

BAB VIII

TATA CARA PENGENAAN BIAYA KOMPENSASI Pasal 14

(1) Biaya kompensasi pelanggaran kelebihan muatan dibayar 1 (satu) kali pada penimbangan pertama untuk satu kali perjalanan untuk Wilayah Propinsi Jawa Timur;

(2) Biaya kompensasi harus dibayar secara tunai / lunas ;

(3) Biaya kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan tanda bukti pembayaran ;

(4) Apabila dalam penimbangan berikutnya berat muatan tidak sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selisih toleransi dikenakan biaya kompensasi;

(5) Pengenaan biaya kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diborongkan.

BAB IX

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 15

Pembinaan dan pengawasan terhadap pelanggaran kelebihan muatan menjadi tugas, kewenangan dan tanggung jawab Kepala Dinas

BAB X

KETENTUAN PIDANA Pasal 16

(1) Bararig siapa yang melanggar ketentuan Pasal 3 dan 4 dikenakan sanksi sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ;

(2) Tindak pidana sebagaimaria dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

(10)

BAB XI PENYIDIKAN

Pasal 17

Pejabat Pegawai Negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Propinsi diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana.

Pasal 18

Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan agar keterangan atau laporan tersebut rnenjadi lebih lengkap dan jelas ;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ;

d. merneriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ;

e. melakukan pemeriksaan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan'tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana pada huruf e ;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ;

(11)

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersarigka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan ;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

BAB XII

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 19

(1) Dalam hal belum dapat dipenuhinya sebagian atau seluruh kewajiban pembayaran biaya kompensasi, maka Surat Tanda Nomor Kendaraan dan atau Buku Uji dan atau SIM dapat dijadikan sebagai jaminan ;

(2) Apabila pengusaha dan atau pemilik dan atau pengemudi tidak dapat menunjukkan surat-surat kendaraan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai jaminan dilakukan penyitaan terhadap kendaraan yang digunakan untuk melakukan pelanggaran kelebihan muatan ;

(3) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dikembalikan tanpa syarat apabila kewajiban biaya kopensasi telah dipenuhi seluruhnya.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 20

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Gubernur.

Pasal 21

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur.

(12)

Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 30 Mei 2002 GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd.

IMAM UTOMO. S Diundangkan di Surabaya

Pada tanggal 30 Mei 2002 SEKRETARIS DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR

ttd.

Drs. SOENARJO, MSi

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2002 NOMOR 3 TAHUN 2002 SERI E.

(13)

PENJELASAN AT AS

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2002

TENTANG

PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG Dl JAWA TIMUR

I. PENJELASAN UMUM

Lalu lintas dan ar.gkutan jalan mempunyai peranan yang sangat strategis dan memiliki karakteristik tersendiri, karenanya perlu terus ditumbuhkembangkan dan dikendalikan agar mampu berperan sebagai penggerak, pendorong dan penunjang laju

pembangunan serta menjangkau keseluruh wilayah Jawa Timur secara efisien, efektif, tertib, teratur dan menjangkau daya beli masyarakat. Salah satu upaya penting untuk mewujudkan kondisi tersebut diatas, perlu dilakukan pengendalian kelebihan muatan. Hal tersebut dilakukan mengingat juga kelebihan rnuatan dapat menimbulkan dampak kerugian ekonomi dan finansial yang sangat luas yang dapat menghambat laju

pertumbuhan pembangunan daerah. Untuk itu pengendalian kelebihan muatan perlu diatur dengan Peraturan Daerah

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 :

Pasal 2 ayat (1) :

ayat (2) :

Pasal 3 ayat (1) dan (2) : ayat (3) :

Cukup jelas.

Asas-asas ini dalam rangka melaksanakan ketentuan dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Yang dimaksud pengendalian kelebihan muatan adalah serangkaian kegiatan pengaturan, penirnbangan dan pemeriksaan kendaraan beserta muatannya serta kegiatan penyidikan.

Cukup jelas.

Yang dimaksud jaringan lintas adalah kumpulan dari lintas-lintas yang rnenjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan barang. Yang dimaksud kelas jalan adalah klasifikasi jalan berdasarkan Muatan Sumbu Terberat (MST) dan karakteristik lalu lintas. Pada dasarnya masing-masing jenis mobil barang ditetapkan kelas jalan yang dapat dilewati, dengan demikian mobil barang dilarang melewati jalan yang melebihi kelas jalan sesuai peruntukanriya.

(14)

Pasal 4 : Pasal 5 ayat(1)dan(2) : ayat(3) : Pasal 6 dan 7 : Pasal 8 ayat(1) : ayat (2) sampai dengan (4) : Pasal 9 dan 10 :

Alat penimbangan terdiri atas :

1. alat penimbangan tetap (jembatan timbang);

2. alat penimbangan yang dapat dipindah-pindahkan (portable) yang dilakukan pada ruas jalan yang diantaranya belum ada jembatan timbang.

Penggunaan alat penimbangan yang dapat dipindah-pindahkan khususnya diutamakan untuk pengendaliari muatan pada ruas jalan yang dijadikan sebagai jalan alternatif bagi angkutan barang yang menghindari jembatan timbang.

Cukup jelas.

Yang dimaksud tanda bukti hasil penimbangan adalah merupakan tanda bukti yang syah hasil pemeriksaan berat kendaraan beserta muatan mobil barang.

Cukup jelas.

Yang dimaksud penyelenggaraan alat penimbangan adalah serangkaian kegiatan meliputi : penentuan lokasi, pengadaan, pemasangan dan atau pembangunan, pengoperasian serta pemeliharaan alat penimbangan.Yang dimaksud dilengkapi Sistim Jaringan Komputer dan Kamera Pemantau adalah suatu sistim alat penimbangan dimana dapat diketahui kendaraan tersebut melakukan pelanggaran kelebihan muatan atau tidak, serta dapat dipantau dari Dinas lalu Lintas dan Angkutan Jalan Propinsi Jawa Timur.

Cukup jelas. Cukup jelas.

(15)

Pasal 11 ayat (1) : ayat (2) : ayat (3) : ayat (4) : Pasal 12 ayat (1) : ayat (2) :

Kelebihan muatan sampai dengan 5% (lima persen) dari daya angkut adalah masih dalam ambang batas keselamatan dengan demikian masih dalam batas yang diperbolehkan dan tidak dikategorikan sebagai pelanggaran.

Kelebihan muatan diatas 5% (lima persen) sampai dengan 15% (lima belas persen) dari daya angkut adalah merupakan pelanggaran resiko ringan terhadap dampak kerusakan jalan serta persyaratan teknis dan laik jalan mobil barang yang digunakan.

Kelebihan muatan diatas 15% (lima belas persen) sampai dengan 30% (tiga puluh persen) dari daya angkut adalah merupakan pelanggaran resiko sedang terhadap dampak kerusakan jalan serta teknis laik jalan mobil barang yang digunakan.

Kelebihan muatan diatas 30% (tiga puluh persen) dari daya angkut merupakan pelanggaran resiko yang dapat membahayakan keselamatan dan dampak kerusakan jalan yang lebih berat.

Kewajiban membayar biaya kompensasi merupakan wujud pelaksanaan dari Pasal 24 ayat (1) huruf a dan Pasal 30 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 yang mengatur tanggung jawab pengusaha dan pengemudi terhadap kerusakan prasarana jalan yang ditimbulkan akibat kendaraan yang dioperasikan.

Sanksi pidana atas pelanggaran ini berdasar Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berupa ketentuan perintah menurunkan muatan adalah sebagai pelaksanaan Pasal 24 ayat (1) huruf b dan Pasal 47 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992.

Yang dimaksud dengan perintah penurunan muatan adalah perintah menurunkan muatan kepada pengemudi angkutan barang pada tempat

(16)

ayat (3) : Pasal 13 ayat (1) :

ayat(2) : Pasal 14 sampai dengan 20 : Pasal 21 ayat (1) : ayat (2) :

Pasal 22 dan 23 :

pemberhentian atau penyimpanan barang yang terdekat yang tidak mengganggu kelancaran lalu lintas dan ketertiban umum. Segala akibat yang timbul daripada penurunan dan penyimpanan muatan menjadi tanggung jawab pengusaha dan atau pemilik dan atau pengemudi.

Cukup jelas

Kendatipun mobil barang yang masuk jembatan timbang dengan tidak melakukan pelanggaran tingkat III apabila hasil pemeriksaan dinyatakan tidak memenuhi persyaratan teknis dan ambang batas laik jalan diperintahkan uji ulang.

Cukup jelas. Cukupjelas. Cukup jelas.

Kewenangan petugas Dinas menyita mobil barang didasarkan pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992.

Segala akibat yang ditimbulkan dari penyitaan mobil barang sebagai jaminan pembayaran menjadi tanggung jawab pemilik, pengemudidan pengusaha. Cukup jelas

Referensi

Dokumen terkait

Setelah peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran untuk menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan kepada masing-masing kelompok melalui metode TGT,kemudian

Upaya yang telah dilakukan oleh kedua organisasi tari tersebut untuk mencapai tujuan organisasi, yaitu menyelenggarakan kegiatan kursus tari, mengadakan pertunjukan tari

Adapun saran yang diberikan pe- neliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah: (1) Pembe- lajaran menggunakan keterampilan metakognisi dengan metode

Dokumentasi ini berisikan informasi mengenai cara menggunakan aplikasi e-proposal agar pengguna kabupaten/kota, pengguna provinsi dan pengguna pusat dapat dengan

Return Saham Pada Periode Bullish dan Bearish Indeks Harga Saham.. Gabungan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan ,

Moeljatno, mennyatakan bahwa hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang menngadakan dasar-dasar aturan untuk (a)

Evaluasi porositas formasi batuan adalah penentuan parameter fisis antara pengaruh gamma ray pada kedalaman yang terjangkau dengan resisitivitasnya, densitas, dan

Informasi yang diperoleh atas partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i merupakan faktor kunci untuk mengetahui Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus dan Ketegasan Sanksi Pajak dalam