• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Wilayah Administrasi - DOCRPIJM 6356eeffe1 BAB II04 BAB II PROFIL WILAYAH (RPIJM KOTA TPI) FINAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "2.1. Wilayah Administrasi - DOCRPIJM 6356eeffe1 BAB II04 BAB II PROFIL WILAYAH (RPIJM KOTA TPI) FINAL"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Wilayah Administrasi 2.1.1. Letak Geografis

Kota Tanjungpinang terletak di Pulau Bintan, berada pada posisi 00 50′ sampai dengan 00 59′ Lintang Utara dan 1040 23′ sampai 1040 34′ Bujur Timur. Luas wilayah Kota Tanjungpinang adalah 258,82 km2 yang terdiri dari 150,86 km2 luas daratan dan 107,96 km2 luas lautan dengan keadaan geologis sebagian berbukit-bukit dan lembah yang landai sampai ke tepi laut dan beberapa pulau seperti Pulau Dompak, Pulau Penyengat, Pulau Terkulai, Pulau Los, Pulau Basing, Pulau Sekatap dan Pulau Bayan.

(2)

Kota Tanjungpinang dapat dijangkau dengan pesawat udara dari kota-kota besar Indonesia maupun dunia, melalui Bandara Internasional Hang Nadim Batam dan dilanjutkan dengan kapal Ferry menuju ke Pulau Bintan, atau melalui Bandara Raja Haji Fisabilillah. Dari Singapura dan Johor menuju Kota Tanjungpinang dapat ditempuh dengan waktu 2 jam menggunakan kapal ferry ke pelabuhan Sri Bintan Pura.

2.1.2. Batas Administrasi

Kota Tanjungpinang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bintan, yaitu sebagai berikut:

 Sebelah Utara :Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan;  Sebelah Selatan :Kecamatan Mantang, Kabupaten Bintan

 Sebelah Barat :Kelurahan Pangkil, Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan

 Sebelah Timur :Kec. Bintan Timur dan Kec. Toa Paya,Kabupaten Bintan

(3)

Tabel 2.1 : Luas Wilayah Administrasi Kota Tanjungpinang Tahun 2015

No Nama Kecamatan dan Kelurahan Luas Wilayah (Ha)

1

Kecamatan Tanjungpinang Barat terdiri dari: 1.Kelurahan Tanjungpinang Barat

Kecamatan Tanjungpinang Timur terdiri dari: 1.Kelurahan Melayu Kota Piring

Kecamatan Tanjungpinang Kota terdiri dari: 1.Kelurahan Tanjungpinang Kota

Kecamatan Bukit Bestari terdiri dari: 1.Kelurahan Tanjungpinang Timur

Total Luas Wilayah Kota Tanjungpinang 15.086

(4)
(5)

2.2. Potensi Wilayah Kota Tanjungpinang 2.2.1. Potensi Fisik

A. Potensi Pengembangan Permukiman

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

Berbagai isu strategis di sektor pengembangan permukiman yang ada di Provinsi Kepulauan Riau diantaranya adalah:

 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

 Percepatan pencapaian target MDGS 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan.

 Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

 Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi tehadap proporsi penduduk perkotaan dan bertambahnya kawasan kumuh.

 Belum optimalnya pemanfaatan infrastruktur permukiman yang sudah dibangun.

 Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.

(6)

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tanjungpinang, kondisi kawasan yang potensial untuk pengembangan wilayah terbangun sebesar 126,45 km² atau sekitar 96,13% dari total luas daratan. Kawasan kendala hanya mencakup wilayah seluas 5,09 km²atau sekitar 3,87%. Sedangkan untuk kawasan limitasi dari sisi kelas lereng, di Kota Tanjungpinang hampir tidak ditemui karena tidak ada ketinggian lereng di atas 40%. Kalaupun ada kawasan limitasi hanyalah berupa hutan lindung Bukit Kucing dan Sungai Pulai.

Kriteria kawasan yang berpotensi, kawasan kendala dan kawasan limitasi adalah sebagai berikut:

 Kawasan Potensi adalah kawasan yang sesuai dan cocok untuk dikembangkan untuk berbagai kegiatan, dengan kisaran lereng 0-15%.  Kawasan Kendala adalah kawasan yang sesuai dan cocok untuk

pengembangan kegiatan-kegiatan tertentu (seperti rekreasi umum dan bangunan terhitung) yang dapat dikembangkan dengan bantuan teknologi atau persyaratan-persyaratan teknis, dengan kisaran lerengnya 15-40%.

 Kawasan Limitasi adalah kawasan yang tidak berpotensi untuk pengembangan kegiatan budidaya, dengan kisaran lerengnya > 40%

(7)

Tabel 2.2. : Isu Strategis Pengembangan Permukiman Kota Tanjungpinang

No. Isu Strategis Keterangan

1

2 Munculnya permukiman baru di sekitar Kecamatan Tanjungpinang Timur

3 Sarana dan Prasarana permukiman yang masih belum tersebar secara merata

Sarana dan prasaarana permukiman terutama di kawasan padat dan kumuh masih kurang memadai

3 Kawasan permukiman padat dan kumuh tersebar di beberapa lokasi Kota Tanjungpinang

Kawasan permukiman kumuh tersebar di Kelurahan Tanjung Unggat, Senggarang, Tanjung Ayun Sakti dan lainnya

Tipologi permukiman yang ada di Kota Tanjungpinang meliputi permukiman padat tepi laut dan permukiman perkotaan, berikut ini adalah penjelasan masing-masing tipologi permukiman yang ada di Kota Tanjungpinang.

1. Permukiman Padat Tepi Laut

(8)

Gambar 2.2. : Permukiman Padat Tepi Laut

2. Permukiman Perkotaan

Permukiman padat perkotaan di Kota Tanjungpinang tersebar di kawasan yang merupakan kota lama dari Tanjungpinang, yaitu diantaranya Kelurahan Kemboja dan Kelurahan Senggarang Untuk lebih jelasnya mengenai Visualisasi Tipologi Permukiman Padat Perkotaan dapat dilihat pada Gambar berikut :

Gambar 2.3 : Kawasan Permukiman Perkotaan

(9)

Sementara itu untuk lokasi permukiman kumuh di Kota Tanjungpinang tersebar di Kelurahan Tanjung unggat, Tanjung Ayun Sakti, Kampung Baru, Tanjungpinang Timur, Kemboja, Senggarang dan Kampung Bugis. Gambar 2.4 diatas merupakan kawasan kumuh yang berada di Kelurahan Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota merupakan salah satu kawasan permukiman padat penduduk dengan kondisi perumahan yang kumuh, luas kawasan yang teridentifikasi kumuh berdasarkan SK Walikota Tanjungpinang yaitu 18,9 Ha. Kondisi lingkungan permukiman tidak tertata, bangunan padat, sarana dan prasarana tidak memadai serta sanitasi masyarakat yang berda dibawa standar kesehatan. Kondisi permukiman tersebut menimulkan berbagai macam persoalan baik persoalan sosial masyarakat maupun masalah kesehatan, permasalahan yang sering ditemukan di wilayah tersebut adalah permasalahn kesehatan, dengan kondisi lingkungan yang sudah tercemar oleh limbah domestik maupun limbah rumah tangga sehingga banyak timbul penyakit kulit dan penyakit menular lainnya.

Kelurahan Tanjung Unggat terletak di kecamatan Bukit Bestari merupakan kawasan permukiman padat dan kumuh, luas kawasan yang teridentifikasi kumuh yaitu 31,6 Ha kondisi lingkungan permukiman tidak tertata, bangunan padat, sarana dan prasarana tidak memadai.

Gambar 2.5. : Kawasan Kumuh Tanjung Unggat

B. Penataan Bangunan dan Lingkungan

(10)

Lingkup Kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitaas permukiman dan lingkungan meliputi :

1) Kegiatan penataan lingkungan permukiman

 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)  Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)  Pembangunan Prasarana dan sarana peningkatan lingkungan

permukiman kumuh dan nelayan

 Pembangungan prasarana dan sarana penataan lingkungan permukiman tradisional

2) Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan

 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung arsitektur

 Pelatihan teknis

3) Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

 Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan  Paket Replikasi

(11)

Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapain MDG‟s 2015 khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup, Target MDGs yang terkait bidang cipta karya adalah target 7c, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015 serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020. Agenda Habitat juga merupakan salah satu agenda internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat 1 yang diselenggarakan di Vancouver, Canada pada 31 Mei- 11 Juni 1976 sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978 yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan, Konferensi habitat II yang dilaksanakan di Istanbl Turki, pada 3–1 Juni 1996 dengan dua tema pokok yaitu “Adequate Shelter For All” dan „Suistainable Human Settlements Development in an Urbanizing word” sebagau keraangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.

Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat Provinsi Kepulauan Riau untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan

c. Pemenuhan Kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenurahan standar pelayanan minimal

(12)

2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangungan gedung (Keselamatan, Kesehatan, Kenyamanan dan kemudahan)

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional tertib andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara

e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah negara

3. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan a. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk

sharing in-cash sesuai MoU Paket.

b. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi antara lain :

1. Penataan Lingkungan Permukiman

a. Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana dan sistem proteksi kebakaran

b. Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman

c. Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta Heritage

(13)

2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

b. Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia

c. Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan )

d. Kurang ditegakannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana

e. Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian

f. Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan g. Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi

persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan

h. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien

i. Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik

3. Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau

a. Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana dan lingkungan Hijau/terbuka, sarana olahraga

4. Kapasitas Kelembagaan Daerah

a. Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan

b. Masih adanya tuntunan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi

(14)

C. Sistem Penyediaan Air Minum

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum.

Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:

1. Peningkatan Akses Aman Air Minum; 2. Pengembangan Pendanaan;

3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan; 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

6. Rencana Pengamanan Air Minum;

7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan 8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah

Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi

(15)

1. Berkurangnya pemakaian air tanah dan terpeliharanya sumber daya air tanah dan air permukaan sebagai air baku.

2. Terlaksananya distribusi air minum untuk seluruh lapisan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan serta pulau - pulau kecil yang memiliki keterbatasan sumberdaya air baku untuk air minum

3. Terlaksananya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air yang dapat mendukung kebutuhan penduduk serta aktivitas kawasan perencanaan dengan melihat kecenderungan dan kendala faktor ketersediaan produksi air dan kecenderungan peningkatan aktivitas dan penduduk dan penyediaan air minum untuk masyarakat dengan kualitas yang baik serta kuantitas yang mencukupi secara berkesinambungan.

4. Terlaksananya konservasi air tanah untuk pengendalian muka tanah, muka air tanah dan kerusakan struktur tanah.

5. Tersedianya air minum yang memenuhi standar yang ditetapkan, baik secara kualitas maupun kuantitas kepada seluruh penduduk.

6. Tercapainya target pelayanan air minum sebesar 75% pada akhir tahun perencanaan.

7. Terjaganya konservasi hutan dalam rangka menjaga ketersediaan air baku dari sumber sumber air yang ada di Provinsi Kepulauan Riau.

2.2.2. Potensi Sumberdaya Alam

(16)

potensi kelautan seperti perikanan tangkap, budidaya ikan, pengolahan hasil tangkapan serta berbagi industri kerajinan yang memanfaatkan komoditi lautan. Potensi kelautan juga merupakan komoditi penentu selain sebagai mata pencahrian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga dengan memeanfaatkan komoditi lautan dapat meningkatkan perekonomian sekaligus pendapat masyarakat. Berbagai jenis komoditi ikan laut yang terdapat di Kota Tanjungpinang termasuk komoditi pengolahan hasil tangkapan.

Wilayah penyebaran potensi kelautan ini menyebar di seluruh wilayah perairan Kota Tanjungpinang. Secara lebih jelas mengenai peta potensi sumberdaya alam di Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada Gambar 2.3

2.2.3. Potensi Bencana Alam

Bila dilihat secara keseluruhan wilayah Kota Tanjungpinang dapat dianggap tidak mempunyai potensi bencana alam seperti imbasan gempa dan tsunami (berdasarkan peta rawan gempa dan tsunami Indonesia). Hal ini di sebabkan karena Kota Tanjungpinang relatif jauh dari subduksi pasifik di sepanjang pantai Barat Sumatera, sehingga kemampuan standar yang selama ini dilaksanakan di Kota Tanjungpinang masih dapat dikembangkan. Wilayah rawan kebencanaan yang paling mungkin terjadi di Kota Tanjungpinang adalah genangan/banjir, erosi, dan longsor tanah di bagian hulu. Hal ini bukan disebabkan oleh kondisi geologi wilayah yang tidak stabil, melainkan lebih dikarenakan oleh perilaku kegiatan budidaya manusia yang berlebih-lebihan dan kurang memperhatikan pentingnya kelestarian lingkungan.

(17)

Potensi genangan/banjir ini dapat dilihat apabila terjadi hujan yang cukup lebat hingga lebat. Potensi erosi juga merupakan bencana alam yang sering terjadi di Kota Tanjungpinang sehingga menyebabkan berbagai masalah seperti longsor dll. Bencana alam seperti longsor sangat dipengaruhi oleh kondisi alam yang tidak menentu dan kondisi geologi wilayah yang tidak stabil. Secara lebih jelas mengenai wilayah potensi bencana alam di Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada Gambar 2.4

2.2.4. Potensi Pariwisata

(18)
(19)
(20)
(21)

Penyengat Kecamatan Tanjungpinang Kota. Peninggalan sejarah yang masih ada diantaranya yaitu Gedung lstana, Kantor Gedung Tengku Bilik, Mesjid Penyengat, Makam Engku Putri dan Makam Raja Haji. Keberadaan peninggalan bersejarah itu perlu dijaga kelestariannya agar tidak mengalami penurunan nilai sejarahnya karena merupakan daya tarik utama untuk menarik minat wisatawan lokal, nasional maupun mancanegara untuk datang ke Kota Tanjungpinang. Selain di Kelurahan Penyengat, wisata agama lainnya ada di Kelurahan Senggarang, obyek wisata yang terdapat di wilayah Kelurahan Senggarang meliputi; klenteng yang menjadi tempat yang wajib dikunjungi oleh masyarakat Kong hu cu baik dari Kota Tanjungpinang maupun umat Kong hu cu dari luar negeri seperti dari Singapura dan Malaysia.

Keberadaan kawasan wisata sangat berpengaruh pada kondisi atau keadaan masyarakat sekitar tempat tersebut. Menurut Alikodra (1994), kegiatan wisata dapat meningkatkan perekonomian sektor informal, begitu juga dengan perekonomian masyarakat sekitar kawasan wisata. Kegiatan rekreasi selain berdampak baik untuk wisatawan juga akan berdampak bagi masyarakat di sekitar kawasan wisata. Biasanya masyarakat akan memanfaatkan kegiatan wisata tersebut untuk mencari nafkah. Berbagai profesi dapat dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan wisata seperti berdagang, bertani dan beternak (Rachmawati, 2005).

Berdasarkan data BPS Tahun 2015 jumlah wisatawan yang datang ke Tanjungpinang masih didominasi oleh wisatawan dari Singapura dengan 71,39% dan Malaysia sebanyak 13,71%. Selain itu, wisatawan dari eropa juga datang ke Tanjungpinang, seperti dari Negara Inggris, Perancis, dan juga dari Amerika Serikat. Pada tahun 2013, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Tanjungpinang mengalami penurunan sebesar 1,48%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 : Jumlah Wisatawan Berdasarkan Kewarganegaraan yang Datang Kota Tanjungpinang

No Kewarganegaraan Jumlah Presentase

1 Singapura 70.049 71,39

2 Malaysia 13.452 13,71

(22)

No Kewarganegaraan Jumlah Presentase

4 Korea Selatan 234 0,24

5 Jerman 526 0,54

6 Tiongkok 3.247 3,31

7 India 2.168 2,21

8 Philipina 1.761 1,79

9 Prancis 485 0,49

10 Inggris 1.060 1,08

11 Australia 647 0,66

12 Amerika Serikat 490 0,50

13 Lainnya 3.746 3,82

Jumlah 98.121 100,00

Sumber : Tanjungpinang Dalam Angka, 2015

Gambar 2.5 Obyek-obyek wisata di Kota Tanjungpinang

(Wisata Pulau Penyengat)

(23)

(Wisata Tepi Laut) (Wisata Kota Lama)

2.2.5. Potensi Pengembangan Wilayah

Kota Tanjungpinang memiliki beberapa potensi sumber daya alam yang bisa dikelola, dalam rangka mendongkrak pendapatan daerah. Potensi sumber daya alam tersebut adalah:

1. Potensi Hutan

Luas hutan di Kota Tanjungpinang yaitu sekitar 367,7 hektar. Semuanya termasuk hutan lindung yang terdapat hanya di Kecamatan Bukit Bestari dan Tanjungpinang Timur. Luas hutan lindung di Kecamatan Bukit Bestari yaitu 54,4 hektar, sedangkan di Kecamatan Tanjungpinang Timur yaitu 313,3 hektar.

2. Potensi Pertanian Pangan

(24)

3. Potensi Peternakan

Ternak salah satu potensi ekonomi yang dimiliki olehpetani/peternak di Kota Tanjungpinang yang sifatnya sambilandan bukan menjadi mata pencarian pokok oleh penduduk Kota Tanjungpinang. Jenis usaha ternak yang di usahakan antara lainsapi, kerbau, kambing, dan babi serta jenis unggas lainnya. Berdasarkan data BPS Pada tahun 2014 populasi sapi berjumlah 368 ekor, populasi kambing berjumlah 257 ekor, dan populasi babi berjumlah 620 ekor. Populasi ternak sapi dan kambing meningkat akan tetapi populasi kerbau dan babi menurun jika dibandingkan dengan tahun lalu. Populasi ternak unggas yang banyak di pelihara adalah ayam ras petelur dan ayam ras pedaging. Walaupun tidak tertalu banyak, populasi ayam ras petelur dan ayam pedaging pada tahun 2014 masingmasing 62.000 dan 58.400 ekor.

4. Potensi Perikanan

Sebagian dari luas Kota Tanjungpinang merupakan daerah perairan. Untuk itu potensi kelautan merupakan salah satu komoditi penentu yang dapat meningkatkan perekonomians ekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat. Berbagai jenis komoditi ikan yang terdapat di Kota Tanjungpinang adalah ikan air tawar, ikan laut, dan komoditi pengolahan hasil tangkap, dimana wilayah penyebaran potensi perikanan ini terdapat pada sepanjang perairan Kota Tanjungpinang. Berdasarkan data Kota Tanjungpinang dalam angka. Produksi penangkapan ikan tahun 2014 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 produksi perikanan berjumlah 15.766,74 ton. Nilai produksi perikanan justru mengalami kenaikan. Pada tahun 2013 senilai 377.276.775 ribu rupiah dan pada tahun 2014 menjadi 451.177.140 ribu rupiah.

5. Potensi Industri

(25)

daerah seperti makanan, dan hasil kerajinan dari laut. Sedangkan industri menengah yang sudah berkembang dan mendapat pasar adalah industri konveksi/garmen dan industri pengolahan hasil pertanian. Wilayah penyebaran potensi industri di Kota Tanjungpinang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan juga telah diamantkan dalam arahan kebijakn Kawasan Strategis Nasional (KSN) Batam Bintan Karimun (BBK), yang dapat dijadikan kawasan industri besar ataupun industri sedang adalah di kawasan pengembangan baru di Dompak darat dan kawasan industri yang sudah eksis yaitu industri Air Raja. Potensi ini merupakan prospek yang baik dalam mendukung visi pembangunan Kota Tanjungpinang sebagai kota dagang dan industri. Berdasarkan data Kota Tanjungpinang dalam angka pada tahun 2014 terdapat 13 perusahaan Industri Besar dan Sedang di Kota Tanjungpinang yang mampu menyerap 1.442 tenaga kerja. Dibandingkan dengan tahun 2012, jumlah perusahaan bertambah satu perusahaan dan tenaga kerja yang diserap bertambah sebanyak 405 orang.

6. Potensi Tambang

Kegiatan pertambangan adalah bagian dari kegiatan ekonomi yang mendayagunakan sumber daya alam dan diharapkan dapat menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Secara teknis kegiatan pertambangan meliputi proses pembersihan lahan; pengambilan dan penimbunan top soil serta overburden penambangan bahan galian dan penimbunan kembali sehingga memberikan dampak perubahan bentang alam.

(26)

golongan bahan galian pertambangan tingkat C dan B yang meliputi pertambangan bouxit, tanah uruk dan sumber air baku, namun kekayaan ini pada umumnya merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Oleh karenanya agar tetap memberi manfaat dan kemakmuran bagi masyarakat maka perlu pengelolaan yang baik dengan menyusun perencanaan dan berorentasi jauh kedepan serta selalu mempertimbangkan aspek rehabilatsi lahan pasca tambang.

Pada pasca tambang, kegiatan yang utama dalam merehabalitisai lahan yaitu mengupayakan agar menjadi ekosistem yang berfungsi optimal atau menjadi ekosistem yang lebih baik. Reklamasi lahan dilakukan dengan mengurug kembali lubang tambang serta melapisinya dengan tanah pucuk, dan revegetasi lahan serta diikuti dengan pengaturan drainase dan penanganan/pencegahan air asam tambang. Penataan lahan bekas tambang disesuaikan dengan penetapan tataruang wilayah bekas tambang. Lahan bekas tambang dapat difungsikan menjadi kawasan lindung ataupun budidaya. Lahan pasca tambang memerlukan penanganan yang dapat menjamin perlindungan terhadap lingkungan.

2.3. Demografi dan Urbanisasi

2.3.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Tanjungpinang

(27)

penduduk Kota Tanjungpinang mengalami peningkatan yaitu tahun 2012 yaitu 1.476 jiwa menigkat menjadi 1497 jiwa pada tahun 2013, sedangkan 2014 mengalami penurunan menjadi 1.324 jiwa.

Untuk lebih jelasnya penyebaran penduduk dan kepadatan penduduk setiap kecamatan di Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.4. : Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Tanjungpinang

No Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

1 Bukit Bestari 57.732 1.241

2 Tanjungpinang Timur 75.543 1.258

3 Tanjungpinang Kota 18.148 420

4 Tanjungpinang Barat 48.300 10.500

2014 199.723 1.324

2013 196.980 1.497

2012 194.099 1.476

Sumber : Tanjungpinang Dalam Angka, 2015

Jumlah dan kepadatan penduduk di Kota Tanjungpinang terus mengalami peningkatan. Menurut data BPS Kota Tanjungpinang tahun 2014, kepadatan penduduk Kota Tanjungpinang pada tahun 2012 adalah 194.099 jiwa dengan kepadatan 1.476 jiwa/Km2, pada tahun 2013 jumlah dan kepadatan penduduk mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu 196.980 jiwa degan kepadatan penduduk rata-rata sebayak 1.497 jiwa/Km2. Pada tahun 2014 jumlah dan kepadatan penduduk Kota Tanjungpinang mengalami peningkatan yaitu 199.723 jiwa dengan kepadatan penduduk sebanyak 1.324 jiwa/Km2.

(28)

jiwa/Km2, sedangkan kecamatan Tanjungpinang Kota yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu 18.148 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 420 jiwa/Km2.

Penyebaran penduduk di Kota Tanjungpinang belum merata pada setiap kecamatan. Dari data kepadatan penduduk setiap kecamatan pada tabel diatas terlihat bahwa penduduk terpadat berada di Kecamatan Tanjungpinang Barat, dengan jumlah penduduk sebanyak 48.300 jiwa dan luas daratan 4,6 km2 sehingga setiap km2 terdapat 10.500 jiwa. Selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Tanjungpinang Timur, dengan 1.258 jiwa/km2 dan Bukit Bestari serta Tanjungpinang Kota masing-masing dengan 1.241 jiwa/Km2 dan 420 jiwa/Km2. Penyebaran penduduk yang tidak merta di Kota Tanjungpinang dipengaruhi oleh pola hidup masyarakat yang lebih berorientasi ke pusat kota, dan pembangunan infrastruktur yang tidak merata di setiap wilayah kecamatan. Oleh karena itu hal ini menjadi permasalah yang harus segera diselesaikan sehingga tidak menyebabkan penumpukan penduduk sehingga menimbulkan kesan kumuh di pusat kota.

2.3.2. Jumlah Penduduk Miskin Kota Tanjungpinang

Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang mencakup banyak segi, dan ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan yang nantinya menjadi ketimpangan antar sektor, wilayah dan antar kelompok atau golongan masyarakat (sosial). Dengan demikian kemiskinan merupakan masalah bersama antara pemerintah, masyarakat dan segenap pelaku ekonomi. Keadaan kemiskinan pada umumnya diukur dengan tingkat pendapatan dan dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Selain itu, berdasarkan pola waktunya kemiskinan dapat dibedakan menjadi: persistent poverty, cyclical poverty, seasonal poverty, serta accidenal poverty.

(29)

bersangkutan. Apabila dikaji terhadapfaktor penyebabnya, maka terdapat kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya.

Jumlah penduduk miskin di Kota Tanjungpinang berdasrkan data BPS Kota Tanjungpinang tahun 2015 jumlah rumah tangga miskin di Kota Tanjungpinang sebanyak 8.935 rumah tangga. jumlah rumah tangga miskin di Kota Tanjungpinang i terbagi dalam 4 kategori yang meliputi 1.258 rumah tangga sangat miskin (SM), 1.781 rumah tangga miskin (M), 3.117 rumah tangga hampir miskin (HM), dan 2.779 rumah tangga rentan miskin lainnya (RML). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.4 : Jumlah Rumah Tangga Miskin Menurut Kecamatan

No Kecamatan

Jumlah Rumah Tangga Menurut Kategori

Kemiskinan Jumlah

SM M HM RML

1 Bukit Bestari 314 378 808 832 2.332

2 Tanjungpinang Timur 330 603 1.168 1.032 3.133

3 Tanjungpinang Kota 367 391 491 242 1.491

4 Tanjungpinang Barat 247 409 650 673 1.979

Total 1.258 1.781 3.117 2.779 8.935

Sumber : Tanjungpinang Dalam Angka, 2015

(30)

Rumah tangga dengan kategori sangat miskin (SM), paling banyak pertama berada di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Kota yaitu 367, jumlah rumah tangga dengan kategori miskin (M) dan hampir miskin(HM) paling banyak berada di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Timur yaitu sebanyak 603 dan 1.168, sedangkan jumlah rumah tangga dengan kategori rentan miskin lainnya (RML) paling banyak berada di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Timur.

2.3.3. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Tanjungpinang

Pertumbuhan penduduk mengindikasikan bahwa ada peningkatan akan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana di suatu wilayah. Oleh karena itu dalam suatu arahan pembangunan diperlukan proyeksi penduduk sehingga kebutuhan penduduk suatu wilayh dapat terpenuhi untuk masa datang.

Proyeksi penduduk (population projections) dan peramalan penduduk (population forecast) sering dipergunakan sebagai dua istilah yang sering dipertukarkan. Meskipun demikian, kedua istilah ini sebenarnya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Berbagai literatur menyatakan proyeksi penduduk sebagai prediksi atau ramalan yang didasarkan pada asumsi rasional tertentu yang dibangun untuk kecenderungan masa yang akan datang dengan menggunakan peralatan statistik atau perhitungan matematik. Di sisi lain, peramalan penduduk (population forecast) bisa saja dengan/tanpa asumsi dan atau kalkulasi tanpa kondisi, syarat dan pendekatan tertentu (Smith, et.al 2001). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa peramalan adalah proyeksi, tetapi tidak semua proyeksi membutuhkan peramalan.

(31)

pertumbuhan penduduk Kota Tanjungpinang sebesar 1,1%. Jika dilihat dari sebaran penduduknya, kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk terbesar sampai pada tahun 2020 terdapat di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Timur, yaitu sebesar 80.668 jiwa. Sedangkan untuk wilayah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terkecil terdapat di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Kota, yaitu dengan jumlah penduduk 19. 379 jiwa.

Tabel 2.5 : Proyeksi Penduduk Kota Tanjungpinang

No Kecamatan

Jumlah Penduduk

Eksisting (2014)

2015 2016 2017 2018 2019 2020

1 Tanjungpinang

Kota 18.148 18.348 18.549 18.753 18.960 19.168 19.379

2 Tanjungpinang

Timur 75.543 76.374 77.214 78.063 78.922 79.790 80.668

3 Tanjungpinang Barat 48.300 48.831 49.368 49.911 50.461 51.016 51.577

4 Bukit Bestari 57.732 58.367 59.009 59.658 60.314 60.978 61.649

TOTAL 199.723 201.920 204.141 206.387 208.657 210.952 213.273

Sumber : Hasil Analisis 2016

2.3.4. Isu Strategis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan 2.3.4.1. Kondisi Perekonomian Wilayah

(32)

tahun tergambar melalui penyajian PDRB atas dasar harga konstan. Secara riil, pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang mengalami peningkatan yang diukur dari besaran PDRB atas dasar harga konstan, sebesar 4,76 persen, dari 11.308.822,3 juta rupiah tahun 2013 menjadi 11.846.825,6 juta rupiah tahun 2014.

Tabel 2.6 : PDRB Kota Tanjungpinang Atas Dasar Harga Konstan (Dalam Juta)

No Lapangan Usaha 2012 2013 2014

1. Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan 97.255,6 101.653,0 106.331,4

2. Pertambangan dan Penggalian 344.173,1 372.344,7 42.037,5

3. Industri Pengolahan 762.913,3 795.766,9 845.296,9

4. Pengadaan Listrik dan Gas 36.513,6 38.193,0 39.985,5

5. Pengadaan Air, Pengelolaan

Sampah, Limbah dan Daur Ulang 7.255,9 7.888,4 8.454,8

6. Konstruksi 3.580.366,2 3.903.061,6 4.207.338,9

7. Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 2.099.478,1 2.288.861,5 2.519.407,8

8. Transportasi dan Pergudangan 606.558,0 651.834,5 707.056,0

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum 125.215,8 134.046,6 145.812,5

10. Informasi dan Komunikasi 351.881,0 386.809,1 421.496,3

11. Jasa Keuangan dan Asuransi 357.613,5 377.754,1 401.961,3

12. Real Estate 344.794,5 368.266,5 393.336,4

13. Jasa Perusahaan 1.548,9 1.683,2 1.780,0

14.

Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan dan Jaminan Sosial

Wajib

958.514,3 1.025.003,8 1.096.105,5

15. Jasa Pendidikan 402.302,6 430.916,8 461.566,2

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 273.848,5 290.613,8 308.405,5

17. Jasa lainnya 129.578,8 134.125,0 140.453,3

Produk Domestik Regional Bruto 10.479.811,9 11.308.822,3 11.846.825,6

(33)

Pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang berdasarkan data, terus mengalami peningkatan untuk 3 tahun terakhir terhitung mulai tahun 2012-2014. Pada tahun 2012 PDRB Kota Tanjungpinang adalah 10.479.811,9 juta, mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebanyak 11.308.822,3 juta dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2014 yaitu sebesar 11.846.825,6 juta.

Dilihat dari PDRB Kota Tanjungpinang pada tahun 2014 ada 3 sektor yang memberikan kontribusi terbesar, yaitu pertama jasa konstruksi dengan nilai PDRB pada tahun 2014 sebesar 4.207.338,9 juta. Angka ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan nilai PDRB untuk sektor yang sama pada tahun 2012 yaitu sebesar 3.580.366,2 juta. Kontribusi terbesar kedua adalah sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dengan nilai PDRB pada tahun 2014 sebasar 2.519.407,8 juta. Angka ini juga mengalami peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan dengan nilai PDRB yang sama pada tahun 2012 dan tahun 2013 untuk sektor yang sama yaitu sebesar 2.099.478,1 juta dan 2.288.861,5 juta dan yang memberikan kontribusi terbesar ketiga dalam PDRB Kota Tanjungpinang adalah sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib dengan nilai PDRB pada tahun 2014 sebesar 1.096.105,5 juta. Angka ini juga menunjukan peningkatan meskipun tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan tahu 2012 dan 2014, jumlah atau nilai PDRB untuk sektor tersebut adalah sebesar 958.514,3 juta dan 1.025.003,8 juta.

(34)

Pertumbuhan ekonomi sektoral yang mengalami pertumbuhan terbesar adalah sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor, yaitu mencapai 10,07 persen. Selanjutnya sektor informasi dan komunikasi berada pada urutan kedua yang mana pertumbuhan ekonominya mencapai 8,97 persen. Sedangkan di posisi ketiga ditempati oleh sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang mana pertumbuhan ekonominya mencapai 8,78 persen.

Tabel 2.7 : Laju Pertumbuhan PDRB Kota Tanjungpinang Atas Dasar Harga Konstan

No Lapangan Usaha 2012 2013 2014

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,36 4,52 4,60

2. Pertambangan dan Penggalian 3,26 8,19 -88,71

3. Industri Pengolahan 4,42 4,31 6,22

4. Pengadaan Listrik dan Gas 6,53 4,60 4,69

5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur

Ulang 11,03 8,72 7,18

6. Konstruksi 8,83 9,01 7,80

7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor 7,47 9,02 10,07

8. Transportasi dan Pergudangan 8,51 7,46 8,47

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,20 7,05 8,78

10. Informasi dan Komunikasi 8,74 9,93 8,97

11. Jasa Keuangan dan Asuransi 5,71 5,63 6,41

12. Real Estate 5,92 6,81 6,81

13. Jasa Perusahaan 8,89 8,67 5,75

14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib 4,53 6,94 6,94

15. Jasa Pendidikan 5,95 7,11 7,11

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5,53 6,12 6,12

17. Jasa lainnya 4,39 3,51 4,72

Produk Domestik Regional Bruto 7,11 7,91 4,76

(35)

C. Pendapatan Per Kapita

Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan kumpulan pendapatan masyarakat suatu daera. Tinggi rendahnya pendapatan daerah akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita masyarakat. Akan tetapi, banyak sedikitnya jumlah penduduk pun akan mempengaruhi jumlah pendapatan per kapita suatu daerah. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku Kota Tanjungpinang tahun 2014 mencapai 73,23 juta rupiah, naik 8,14% dibanding tahun 2013 yang besarnya 67,72 juta rupiah.

2.3.4.2. Kondisi Lingkungan

A. Topografi Wilayah

(36)

Tabel 2.8 : Kondisi Topografi Kota Tanjungpinang

No Kecamatan

Kemiringan Lereng (Km2)

0–2 % 2–15 % 15-40%

1. Bukit Bestari 18,87 7,42 1,67

2. Tanjungpinang Timur 25,53 11.04 2,72

3. Tanjungpinang Kota 22,58 16,32 0,7

4. Tanjungpimamg Barat 7,32 27,41 0

JUMLAH (Km2) 75,30 51,15 5,09

Sumber : Hasil Analisis

B. Geologi

Pulau Bintan termasuk dalam Provinsi Kepulaun Riau, mempunyai kondisi geologi yang unik, dimana cebakan bauksit terbentuk yang memiliki dengan potensi ekonomi dan telah lama diusahakan dengan tata guna lahan sebagian besar terdiri atas perkebunan karet dan sawit. Kota Tanjungpinang yang menjadi bagian dari daratan Pulau Bintan merupakan bagian dari paparan kontinental yang terkenal dengan nama “Paparan Sunda”. Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini merupakan sisa erosi atau pencetusan daerah daratan pra tersier yang membentang dari Semenanjung Malaysia di bagian utara sampai dengan Pulau Bangka dan Belitung di bagian selatan. Proses pembentukan lapisan bumi di Pulau ini berasal dari formasi-formasi vulkanik, yang akhirnya membentuk tonjolan-tonjolan pada permukaan bumi yang disebut pulau, baik pulau-pulau yang ukurannya cukup besar, maupun pulau yang ukurannya relatif kecil. Secara umum bentuk batuan di Pulau Bintan termasuk antara akhir poleozoikum dan tersier. Batuan tertua terdiri dari bahan senyawa yang berasal dari gunung api dan deposit sedimen plastis yang sedikit mengalami metamorfosa yang dapat dikorelasikan dengan pahang vulkanik series di Malaysia.

(37)

batuan-batuan metamor dan batuan beku yang berumur dari pra tersier, sedangkan penyebaran batuan sedimen sangat terbatas.Jenis batuan yang mendominasi di Pulau Bintan adalah Formasi Goungon dan Granit. Adapun dominasi formasi goungon kurang lebih sebesar 65% yang tersebar merata di seluruh wilayah Pulau Bintan. Untuk batuan granit dominasinya sebesar 34% dan batuan ini tersebar di daerah Berakit, Malang Rapat, Gunung Kijang, Gunung Lengkuas sampai dan juga terdapat di Pulau Mantang dan Pulau Siolong. Jenis batuan lain yang terdapat di Pulau Bintan adalah Andesit dan Aluvium, Andesit terdapat di daerah Teluk Bintan dan Aluvium terdapat di Daerah sungai Anculai dan sungai Bintan.Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi geologi Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut ini.

C. Klimatologi

Kota Tanjungpinang beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 255,5/hari, sedangkan suhu udara rata-rata maksimum 27,1ºC dengan kelembaban udara rata-rata 83% dan tekanan udara minimum 1.005,2 MBS dan maksimum 1.016,4 MBS. Selain itu, juga terdapat dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung pada bulan Oktober sampai bulan Juni. Sedangkan musim kemarau berlangsung pada bulan Juli sampai bulan Agustus. Sedangkan perubahan angin dapat dilihat pada musim angin. Musim angin utara berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan Februari. Angin musim timur berlangsung pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei, musim angin selatan berlangsung dari bulan September sampai bulan November.

(38)

masyarakat Kota Tanjungpinang bekerja sebagai nelayan. Selain berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat, pengaruh perubahan iklim yang ekstream sangat berdampak pada keselamatan masyarakat, karena sebagian besar masyarakat Kota Tanjungpinang tinggal dan menetap di tepi pantai. Oleh karena it, denagn melihat kondisi iklim yang tidak menentu, maka pentingnya peringatan serta antisipasi dini akan bahaya/dampak buruk yang ditimbulkan. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai kondisi klimatologi Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada tabel 2.9 berikut ini.

Tabel 2.9 : Kondisi Klimatologi Kota Tanjungpinang

No Bulan Suhu Udara (ºC) Tekanan Udara (MBS) Kelembaban Udara (%)

1 Januari 25,9 1 012,5 79

2 Februari 26,7 1 011,2 76

3 Maret 27,2 1 011,4 79

4 April 27,1 1 010,6 85

5 Mei 27,4 1 010,1 87

6 Juni 28,0 1 009,3 85

7 Juli 27,6 1 010,3 84

8 Agustus 26,6 1 011,1 87

9 September 27,7 1 011,2 80

10 Oktober 27,5 1 010,8 83

11 November 26,8 1 010,4 87

12 Desember 26,6 1 010,5 87

2014 27,1 1 005,2 83

(39)

D. Hidrologi dan Hidrogeologi

Kondisi geografis Kota Tanjungpinang yang mepunyai wilayah perairan kurang lebih 70% yang terdiri dari sunagi dan laut. Sungai-sungai yang mengalir di Kota Tanjungpinang kebanyakan kecil-kecil dan dangkal, seperti halnya sungai-sungai yang ada di Pulau Bintan, dan tidak sepenuhnya dipergunakan untuk lalu lintas pelayaran. Pada umumnya hanya digunakan untuk saluran pembuangan air dari daerah rawa-rawa tertentu. Selain digunakan sebagai saluran drainase sungai yang cukup besar juga dimanfaatkan sebagai sumber air baku bagi penduduk kota dan sekitarnya. Adapun sungai-sungai yang terdapat di Kota Tanjungpinang antara lain adalah: Sungai Gugus, Sungai Terusan, Sungai Papah, Sungai Jang,Sungai Senggarang, Sungai Sei Payung, dan Sungai Dompak.

Secara umum tatanan air bawah tanah dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok berdasarkan keterdapatannya. Air bawah tanah tersebut terdapat dalam berbagai sistem akuifer dengan litologi yang berbeda-beda. Adapun air bawah tanah tersebut terdiri dari:

Air Bawah Tanah Dangkal

Air bawah tanah dangkal pada umumnya tersusun atas endapan aluvium dan kedudukan muka air bawah tanah mengikuti bentuk topografi setempat. Lapisan akuifer ini pada umumnya tersusun atas pasir, pasir lempungan, dan lempung pasiran yang bersifat lepas sampai kurang padu dari endapan aluvium dan hasil pelapukan granit. Kedudukan muka air bawah tanah akan menjadi semakin dalam di daerah yang topografinya tinggi dengan daerah sekitarnya.

(40)

Air Bawah Tanah Dalam

Air bawah tanah dalam di Kota Tanjungpinang tersusun atas litologi berupa pasir kompak, pasir, dan pasir lempungan dan tersusun atas sistem akuifer bebas (unconfined aquifer), walaupun di beberapa tempat terdapat lapisan kedap air yang berupa lempung dan lempung pasiran yang tidak menerus atau hanya membentuk lensa-lensa, sehingga di beberapa tempat terbentuk sistem akuifer tertekan (confined aquifer) atau semi tertekan (semi confined aquifer), sehingga secara umum sistem akuifer yang berkembang di wilayah Pulau Bintan, Kota Tanjungpinang tergolong multi-layer dimana antara satu lokasi dengan lokasi lain kedalaman lapisan akuifernya tidak berada pada level yang sama.

Pada bagian bawah dari lapisan akuifer dalam dibatasi oleh granit yang bersifat kedap air sampai mempunyai sifat kelulusan terhadap air yang kecil tergantung adanya celah atau rekahan pada tubuh granit tersebut. Ketebalan rata-rata lapisan akuifer air bawah tanah dalam berkisar sekitar 26 m.

Sedangkan keterdapatan mata air muncul pada batuan sedimen yang terdapat dalam mata air bawah tanah perbukitan bergelombang. Tipe pemunculannya umumnya diakibatkan oleh pemotongan topografi pada tekuk lereng dengan dataran. Mata air tersebut dapat dimanfaatkan untuk air minum penduduk sekitarnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.8 dan tabel 2.9 berikut ini.

Tabel 2.9 : Daerah Aliran Sungai di Kota Tanjungpinang

No Nama DAS Luas (M2)

1 DAS Dompak N/A

2 DAS Jang N/A

3 DAS Katubi N/A

(41)
(42)
(43)
(44)

2.3.4.3. Isu-isu Strategis Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Kondisi Bidang Cipta Karya di Provinsi Kepulauan Riau berbeda-beda pada setiap Kabupaten/Kotanya, namun secara garis besar ada satu kesamaan karakteristik yaitu sebagai wilayah kepulauan yang tentunya banyak masyarakat yang tinggal di pesisir, tentu hal tersebut berpengaruh terhadap pelayanan di bidang cipta karya baik di sektor permukiman, penyehatan lingkungan permukiman, air minum maupun penataan bangunan dan lingkungan.

Isu strategis pembangunan infrastruktur di Kota Tanjungpinang meliputi; pengembangan permukiman, penataan bangunan, pengembangan air minum dan pengembangan sanitasi berupa sistem persampahan dan air limbah. Selanjutnya akan dibahas mengenai permasalahn serat rencana pengembangan pada tiap sektor di bidang cipta karya di Kota Tanjungpinang.

Tabel 2.10 : Isu Strategis Bidang Cipta Karya Kota Tanjungpinang Kota Tanjungpinang

No

Sektor Pengembangan

Bidang Cipta Karya

Isu Strategis

1 Pengembangan

Permukiman

 Pembangunan perumahan khususnya untuk masyarakat

berpendapatan menengah ke bawah, dipelopori oleh Perum

Perumnas sebagai developer milik pemerintah dengan

melakukan pembangunan perumahan beberapa daerah

termasuk di Kota Tanjungpinang

 Munculnya permukiman baru di sekitar Kecamatan

Tanjungpinang Timur

 Sarana dan Prasarana permukiman yang masih belum

tersebar secara merata.

 Kawasan permukiman padat dan kumuh tersebar di beberapa

(45)

Kota Tanjungpinang

No

Sektor Pengembangan

Bidang Cipta Karya

Isu Strategis

2 Penataan Bangunan

 Belum terdatanya bangunan gedung dan rumah negara

 Minimnya prasarana dan sarana lingkungan permukiman

tradisional di Kota Tanjungpinang

 Masih minimnya prasarana dan sarana hidran kebakaran yang

tidak berfungsi

 Masih lemahnya pengaturan penyelenggaraan bangunan

gedung

3 Pengembangan Air Minum

 Cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan belum

seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk

 Terjadinya kontaminasi pada jaringan distribusi air minum

PDAM

4

Air limbah

 Rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah

 Belum tersedianya sistem pengolahan air limbah off-site

 Penyelenggaraan sistem pengelolaan air limbah mengalami

kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan,

disebabkan rendahnya kemauan masyarakat untuk membayar

retribusi air limbah serta tidak tertariknya sektor swasta untuk

melakukan investasi dibidang air limbah

Persampahan

 Kurangnya sarana dan prasarana sampah seperti armada, bak

sampah, lokasi TPS

 Pelayanan sampah masih sangat terbatas belum menjangkau

Gambar

Tabel 2.1 :  Luas Wilayah Administrasi Kota Tanjungpinang Tahun
Tabel 2.2. : Isu
Gambar 2.4. : Kawasan Kumuh Kampung Bugis
Gambar 2.5. : Kawasan Kumuh Tanjung Unggat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Reference Group atau Kelompok Acuan berpengaruh terhadap Perpindahan Merek ( Brand Switching) sesuai hasil penelitian Mantasari (2013).Hal ini didukung dengan

Pekerjaan pada divisi LCDM I secara keseluruhan berkaitan dengan dokumen. Dokumen tentunya memiliki keterkaitan yang erat dengan kearsipan, serta bidang peralatan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa efektifitas terapi okupasi terhadap perkembangan motorik halus anak autis di SLB Khusus

Perilaku mengkonsumsi diet yang tidak sehat (obesitas) sebagai faktor risiko tertinggi kejadian hipertensi pada masyarakat di desa Slahung Ponorogo dengan prosentase sebesar

Adapun materi fisika yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Pengukuran, Listrik, Suhu dan Kalor dengan 8 (delapan) produk gambar yang dibuat untuk

Pada pertanyaan a) siswa B menjawab dengan alasan yang terpengaruh dengan kondisi sekitar bahwa laki-laki cenderung melanggar aturan dan lepas dari tanggung jawabnya. Juga

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk nitrogen berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi

Berdasarkan kesimpulan di atas maka hipotesis yang dikemukakan bahwa rencana investasi aktiva tetap penambahan mesin percetakan yang dilakukan oleh Lineza