HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA
DAN DISIPLIN KERJA KARYAWAN
(Penelitian Pada Karyawan PT. Keong Nusantara Abadi Lampung )
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Nama : Vincentius Roni Wijayanto
NIM : 029114115
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
MOTTO
Bertanyalah saat kau tak jua temukan jawabannya Berbagilah saat kau rasa ada beban di pundakmu
Janganlah putus asa saat perjuanganmu terasa
sia-sia
Karena bersamaNya selalu ada jalan keluar
terbaik
Kupersembahkan karya ini untuk:
Jesus Christ; Tuhan dan Segalanya bagiku
Bapak dan Ibu Tercinta
Kakak-kakakku yang tercinta
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa yang saya tulis tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustakasebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 22 Maret 2007
Penulis
ABSTRAK
V. Roni Wijayanto (2007). Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dan Disiplin Kerja Karyawan (Penelitian Pada Karyawan PT. Keong Nusantara Abadi Lampung). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji ada tidaknya hubungan antara kepuasan kerja dan disiplin kerja karyawan. Asumsinya adalah jika kepuasan kerja tinggi, maka disiplin kerja karyawan juga tinggi. Hipotesis yang diajukan adalah adanya hubungan positif antara kepuasan kerja dan disiplin kerja karyawan. Subyek penelitian ini adalah karyawan pada bagian produksi sebanyak 70 orang, dengan kriteria lama bekerja minimal 1 tahun dan pendidikan terakhir SMU.
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan skala. Alat pengumpul data terdiri dari 2 skala, yaitu Skala kepuasan kerja dan Skala disiplin kerja karyawan. Dari uji daya diskriminasi item pada Skala kepuasan kerja, diperoleh 51 item yang sahih dengan koefisien reliabilitas 0,943 (rxx’ = 0,943). Pada Skala
Disiplin Kerja Karyawan, diperoleh 44 item yang sahih dengan koefisien reliabilitas 0,926 (rxx’ = 0,926). Untuk mengetahui hubungan antara Kepuasan
Kerja dan Disiplin Kerja karyawan digunakan analisis data korelasi product moment dari pearson.
ABSTRACT
V. Roni Wijayanto (2007). The Correlation Between Job Satisfaction and Discipline at Work ( A Study on the Workers of PT. Keong Nusantara Abadi, Lampung). Yogyakarta : Faculty of Psychology, Sanata Dharma University.
This research aimed at examining whether or not there was a correlation between the Job satisfaction and their discipline at work. The assumption was that if the Job satisfaction toward their work is high, therefore their discipline at work was high as well. The proposed hypothesis was that there was a positive correlation between the Job satisfaction and their discipline at work. The subject of this research were 70 workers at the production division who met the minimum criteria of 1 year long at work and holding the Senior High School Certificate.
The data gathering technique was making use of scales. The data gatherer consistted of two scales, they were Job Satisfaction Scale and Workers’ Discipline Scale. 51 valid items, with reliability coefficient 0,.943 (rxx’ =0,943)
were found out from the examination of the item discrimination on the workers’ satisfaction. 44 valid items with reliability coefficient 0,926( rxx’ = 0,926) were
found out from the Workers’ Discipline Scale. In order to identify the correlation between the Job satisfaction and discipline at work, this study made use of Pearson’s Product Moment Correlation data analysis.
KATA PENGANTAR
Akhirnya selesai juga. Itulah ungkapan dari penulis saat menyadari bahwa
skripsi ini telah selesai di tulis. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Satu tahun lebih bukanlah waktu yang singkat bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. Namun, berbekal tekad, keyakinan, motivasi dan
dukungan yang tiada henti dari banyak pihak akhirnya penulis mampu melewati
tahapan ini dengan baik.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang paling dalam kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
baik moral maupun materi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Ucapan terima kasih ini khususnya penulis sampaikan kepada :
1. P. Eddy Suhartanto, S. Psi, M. Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma serta Dosen Pembimbing yang telah memberikan ijin untuk
mengadakan penelitian dan telah banyak memberikan masukan, meluangkan
waktu untuk konsultasi dan mendenganrkan keluh-kesah penulis selama
penyusunan skripsi ini .
2. Minta Istono, S. Psi., M. Si. dan A. Tanti Arini, S. Psi., M. Si selaku dosen
Dengan adanya bantuan dari Bapak & Ibu dosen karya tulis menjadi lebih baik
lagi.
3. Bapak Y. Agung Santosa, S. Psi dan Ibu MM. Nimas Eki S S. Psi., Psi, selaku
dosen pembimbing. Terimakasih atas bimbingan yang telah diberikan selama
saya menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
4. Mas Gandung, Mbak nanik dan Pak Giyono di sekretariat psikologi
Universitas Sanata Dharma yang telah membantu kelancaran proses studi dan
skripsi. Mas Muji dan Mas Doni di Lab. Fakultas Psikologi yang telah
membantu kelancaran pelaksanaan praktikum-praktikum.
5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Bapak dan Ibu Dosen sekalian telah memberikan yang terbaik bagi
penulis lewat ilmu dan pengalaman hidup.
6. Ibu Kurnia Tjendrawati selaku staff karyawan di PT. Keong Nusantara Abadi
yang telah memberikan ijin penelitian serta para staff yang telah membantu
penulis dalam menyebarkan skala sehingga penelitian ini dapat berjalan
dengan lancar.
7. Mbak siska, terimakasih atas bantuannya sehingga penulis dapat lancar dalam
melakukan penelitian.
8. Karyawan PT. Keong Nusantara Abadi Lampung khususnya bagian
fermentasi dan bagian produksi yang telah berpartisipasi dan meluangkan
waktu untuk membantu penuh dalam mengisi skala penelitian. Bantuan dari
9. Bapak dan ibu tercinta yang selama ini telah memberikan kasih sayang, cinta,
perhatian dan dukungan baik moral maupun materi kepada penulis.I love you
all
10.Mbak dewi dan Kak Markus yang selama ini telah memberikan
masukan-masukan serta dukungan baik moral maupun materi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi.
11.Mas heri yang selama ini juga telah memberikan masukan serta bantuan
materi sehingga dapat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsinya.
12.Keluarga di Trirahayu, Om kir, Om Suratin serta lainnya. Terimaksih atas
dukungannya
13.Teman-temanku yang ada di rumah, khususnya Arsi. Terimakasih atas
dukungan dan doanya.
14.Keluarga om Sarwoko & Mbah Ponidi di Pejambon. Terimaksih atas bantuan
dan doanya.
15.Keluarga di Turi dan West Progo, terimakasih atas dukungannya serta menjadi
tempat tinggal saat liburan.
16.Teman-teman eks jln. Durian 234 pomahan : Deny, Di2k, Sapto, Ilko, Gbx,
Dwi’x, Agung. Terimaksih untuk persahabatan kalian .
17.Teman-teman di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma angkatan
2002, khususnya : Desta, Adi, Cyrill, Astrid, Pertek’s, Dimas, Dedy Purwanto,
Purbo, Obet, Ronald, Arba, Tina, Asih serta teman–teman semuanya yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas persahabatan kalian dan
18.Teman-teman KKN USD Angkatan 48 Dusun Ponggok : Dedi, Heru, Vicky,
Priska, Pepi, Regina, Linda, Qnoy, dan Nana. Terimaksih atas kerjasamanya.
19.Teman-teman PBSID Universitas Sanata Dharma angkatan 2002, khususnya
Ima, Andi dan Nopra.
20.Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa hasil karya ini belum dapat dikatakan
sempurna. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati penulis menerima saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap agar
karya ini dapat bermanfaat bagi siapa saja.
Yogyakarta, 22 Maret 2007
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………..i
HALAMAN PERSETUJUAN……….…...ii
HALAMAN PENGESAHAN………iii
HALAMAN MOTTO……….iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……….….v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….vi
ABSTRAK……….…vii
ABSTRACT……….viii
KATA PENGANTAR………....ix
DAFTAR ISI………xiii
DAFTAR TABEL………....xvi
DAFTAR GAMBAR ……….xvii
DAFTAR LAMPIRAN………..xviii
BAB I PENDAHULUAN………..1
A. Latar Belakang Masalah………..1
B. Perumusan Masalah……… .8
C. Tujuan Penelitian……… .8
BAB II LANDASAN TEORI………9
A. Disiplin Kerja………9
1. Pengertian Disiplin Kerja………..9
2. Proses Pembentukan Disiplin Kerja……….11
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja…………...15
4. Aspek-aspek disiplin kerja………18
B. Kepuasan Kerja………...22
1. Pengertian Kepuasan Kerja………...22
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja…………24
3. Pengaruh Kepuasan Kerja……….27
4. Teori Kepuasan Kerja (Two Factor Theory – Herzberg)…….29
C. Hubungan antara Kepuasan Kerja dan Displin Kerja……….32
D. Hipotesis……….36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………...37
A. Jenis Penelitian………37
B. Identifikasi Variabel Penelitian………...37
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian………38
1. Disiplin Kerja………38
2. Kepuasan Kerja ………39
D. Lokasi dan Subyek Penelitian……….40
E. Teknik Pengumpulan Data……….41
1. Skala Disiplin Kerja……….41
F. Validitas dan Reliabilitas………45
1. Validitas……….45
2. Uji Kesahihan Butir Item………...46
3. Reliabilitas……….47
G. Metode dan Teknik Analisis Data………..48
BAB IV PELAKSANAAN & HASIL PENELITIAN………..49
A. Persiapan Penelitian………...49
1. Orientasi Kancah………..49
2. PelaksanaanUji Coba Penelitian………...53
3. Hasil Uji Coba Skala Penelitian………...54
B. Pelaksanaan Penelitian………....58
C. Deskripsi Data Penelitian………....58
D. Analisis data………59
1. Uji Asumsi………59
2. Uji Hipotesis………..61
E. Pembahasan ………61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………65
A. Kesimpulan……….65
B. Saran………65
1. Bagi Perusahaan yang bersangkutan………..65
2. Bagi peneliti selanjutnya………66
DAFTAR PUSTAKA………..67
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skor Jawaban Menurut Kategori Favourable dan Unfavourable
Skala Disiplin Kerja………42
Tabel 2. Spesifikasi Skala Disiplin Kerja………43
Tabel 3. Sebaran Item Skala Disiplin Kerja……….43
Tabel 4. Skor Jawaban Skala Kepuasan kerja……….44
Tabel 5. Spesifikasi dan Sebaran Item Skala Kepuasan Kerja………45
Tabel 6. Item Valid dan Gugur Skala Disiplin Kerja………..55
Tabel 7. Item Valid dan Gugur Skala Kepuasan Kerja………...56
Tabel 8. Deskripsi Data Penelitian………..58
Tabel 9. Uji Signifikansi Perbedaan Mean Empiris, Mean Teoritis dan Standar Deviasi………59
Tabel 10. Hasil Uji Normalitas Sebaran………...60
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Perbandingan antara faktor kepuasan kerja dan
Faktor ketidakpuasan kerja………...31
DAFTAR LAMPIRAN
A. Instrumen Penelitian
A.1 Skala Kepuasan Kerja dan Disiplin Kerja
Sebelum Uji Coba (Try out)………70
A.2 Skala Kepuasan Kerja dan Disiplin Kerja Setelah Uji Coba (Setelah Try Out)……….81
B. Validitas dan Reliabilitas B.1 Skala Kepuasan Kerja……….90
B.2 Skala Disiplin Kerja………...104
C. Uji Normalitas dan Linearitas………..118
D. Korelasi Product Moment Pearson………...137
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Manusia di dalam suatu organisasi dipandang sebagai sumber daya.
Artinya, sumber daya sebagai penggerak dari suatu organisasi. Manusia disini
juga sebagai penggerak dari sumber daya yang lainnya, apakah itu sumber
daya alam maupun teknologi. Roda organisasi sangat tergantung pada
perilaku-perilaku manusia yang bekerja di dalamnya. Fasilitas dan sarana yang
ada hanya akan berarti bila ada manusia yang mengatur, menggunakan dan
memeliharanya (Helmi, 1996).
Manusia dengan segala kemampuan yang dimiliki akan
mempengaruhi dan menentukan berhasil atau tidaknya sebuah perusahaan
dalam mencapai tujuan. Karyawan merupakan aset yang paling berharga dan
paling menguntungkan perusahaan dalam jangka panjang. Hal ini didukung
oleh pendapat Flippo (1988) bahwa perusahaan sebagai salah satu bentuk
organisasi merupakan ciri khas dunia modern yang menjunjung tinggi
efisiensi dan efektivitas demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Efektivitas itu sendiri dalam sebuah dunia usaha dipengaruhi oleh potensi dan
perilaku manusia di dalamnya.
Menghadapi era pasar bebas seperti yang sekarang sudah berjalan
dapat ditawar-tawar kembali. Tenaga kerja yang berkualitaslah yang dapat
merebut pasar kerja. Tenaga kerja seperti apa yang dikatakan berkualitas?
Sagir (dalam Helmi, 1996) mengatakan bahwa tenaga kerja yang berkualitas
ditandai oleh ketrampilan yang memadai, profesional dan kreatif. Schultz
(dalam Helmi, 1996) mengatakan ada beberapa faktor yang menentukan
kualitas tenaga kerja yaitu tingkat kecerdasan, bakat, sifat kepribadian, tingkat
pendidikan, kualitas fisik, etos (semangat kerja) dan disiplin kerja.
Bagaimana dengan kualitas tenaga kerja di Indonesia? Jika dilihat dari
struktur pendidikannya, posisi tenaga kerja Indonesia kurang menguntungkan
dikarenakan sebagian besar mempunyai tingkat pendidikan rendah. Tingkat
pendidikan yang rendah membuat mutu sumber daya manusianya juga
menjadi rendah. Sumber Daya Manusia di Indonesia menurut catatan Institute
of Management Development (IMD) di Jenewa, menempatkan daya saing
Indonesia di posisi ke-60 pada tahun 2006. Pemeringkatan itu muncul dalam
laporan survey bertajuk “The World Competitiveness Scoreboard 2006”.
Peringkat yang relatif tinggi memang tidak serta merta menunjukkan sebuah
negeri itu mapan dan makmur. Sebaliknya, yang posisinya rendah tak berarti
miskin. Namun peringkat ini menunjukkan berapa besar peluang sebuah
negara menambah kapasitas ekonominya. Berada diposisi yang rendah, jelas
Indonesia bukan negara yang dilirik untuk kerja sama ekonomi
(Www.Gatra.Com/2006-08-17).
Posisi SDM yang rendah ini masih ditambah dengan adanya
disiplin kerja para tenaga kerja dipandang tergolong rendah. Agar tenaga kerja
Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi dan tidak kalah dibandingkan
dengan kualitas tenaga kerja asing, di antaranya pemerintah sudah
mencanangkan program Gerakan Disiplin Nasional (GDN) contohnya pada
saat ini yaitu di Makasar dalam hal ini pemerintah berusaha menertibkan PNS
yang pada saat jam kerja nongkrong-nongkrong di kafe ataupun berbelanja di
Mal (Sergap, RCTI 24 Mei 2006). Hal itu tidak dilakukan oleh semua dinas
pemerintahan sehingga tindakan tersebut menjadi kurang efektif. Penegakan
disiplin kerja harus dilakukan oleh semua pihak baik dalam bidang
pemerintahan, dalam bidang industri dan dalam bidang organisasi.
Perilaku karyawan di tempat kerja merupakan faktor utama yang
mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan setiap organisasi. Perilaku
karyawan yang tidak disiplin akan memporakporandakan moral kerja
keseluruhan organisasi. Disiplin yang kendor ini akan merugikan bagi
organisasi itu sendiri. Maka dari itu, suatu disiplin perlu ditegakkan oleh
setiap organisasi yang ingin maju (Suharto, 1993). Disiplin kerja yang tinggi
akan mendorong seseorang merasa bertanggungjawab terhadap segala aspek
pekerjaannya. Hal ini akan menyebabkan karyawan akan bekerja dengan
sungguh-sungguh sehingga prestasi kerjanya akan meningkat (Davis &
Newstrom, 1985).
Adanya kedisiplinan kerja dari para karyawan sangat memungkinkan
terhindarnya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti adanya pelanggaran,
mencelakakan teman kerja bahkan mungkin lebih parah lagi bagi
kelangsungan hidup organisasi itu sendiri (Lateiner & Lavine, 1985).
Disiplin kerja karyawan juga akan membawa dampak positif bagi
karyawan sehingga perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran akan disiplin
kerja bagi karyawannya. Masalah yang biasanya terjadi adalah pelaksanaan
disiplin ini memerlukan pengawasan. Jika pengawasan mengendur maka
disiplinpun biasanya juga akan turut mengendur. Keadaan ini disebabkan
karena disiplin kerja karyawan belum bersifat intrinsik (berasal dari dalam diri
individu), tetapi cenderung lebih bersifat ekstrinsik yaitu disiplin karena
pengaruh dari luar diri individu sehingga hal ini menyebabkan produktivitas
kerja karyawan rendah. Oleh karena itu, disiplin yang perlu ditegakkan adalah
disiplin diri yaitu dengan tumbuhnya kesadaran karyawan untuk bersikap dan
berperilaku disiplin secara sukarela walaupun tanpa adanya pengawasan.
Disiplin kerja karyawan Indonesia kebanyakan masih dilandasi
keterpaksaan, dalam arti disiplin muncul karena faktor eksternal bukan
kesadaran pribadi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari Siahaan,
Sosiolog dari Universitas Airlangga (Www.mail-archive.Com/27-11-2006). Ia
mengemukakan, disiplin, motivasi serta sikap inovasi bangsa Indonesia
tertinggal dibandingkan India dan Malaysia. Sindrom sebagai bangsa yang
lemah, mentalitas jajahan masih membayang. Kondisi ini disebabkan oleh dua
hal yaitu, pertama secara kultural motivasi serta disiplin rendah dan yang
dan ekonomi juga rendah. Ia juga menambahkan PNS yang berprestasi adalah
mereka yang loyal kepada pimpinan, bukan karena prestasi.
Menurut Steers (1985), Harris (1994) dan Nitisemito (1982) (dalam
Suharsih, 2001) faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja secara umum
dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor dari dalam individu dan faktor dari
luar individu. Faktor dari dalam individu berupa kepribadian, semangat kerja,
motivasi kerja intrinsik dan kepuasan kerja sedangkan untuk faktor luar
individu yaitu kepemimpinan, lingkungan kerja, tindakan indisipliner yang
diberikan, motivasi kerja ekstrinsik dan kepuasan kerja.
Herzberg (dalam Muhaimin, 2004) mengatakan bahwa ciri perilaku
pekerja yang puas adalah mereka yang mempunyai motivasi untuk bekerja
yang tinggi, mereka lebih senang dalam melakukan pekerjaannya, sedangkan
ciri pekerja yang kurang puas adalah mereka yang malas berangkat ke tempat
bekerja dan malas dengan pekerjaan dan tidak puas. Tingkah laku karyawan
yang malas tentunya akan menimbulkan masalah bagi perusahaan berupa
tingkat absensi yang tinggi, keterlambatan kerja dan pelanggaran disiplin yang
lainnya, sebaliknya tingkah laku karyawan yang merasa puas akan lebih
menguntungkan bagi perusahaan.
Pendapat Herzberg di atas memang lebih menekankan bahwa pekerja
yang kurang memperoleh kepuasan kerja maka akan menimbulkan perilaku
yang tidak disiplin seperti absensi yang tinggi, keterlambatan kerja serta
karyawan menjadi malas dalam bekerja. Namun, di sisi lain, sebenarnya
kepuasan kerja maka akan menimbulkan perilaku yang disiplin. Hal ini dilihat
dari pernyataan bahwa pekerja yang puas adalah mereka yang mempunyai
motivasi kerja yang tinggi serta senang melakukan pekerjaannya. Hal ini
merupakan wujud perilaku yang baik dan mendorong karyawan untuk lebih
dapat bersikap disiplin dalam pekerjaannya.
Berdasarkan dari pernyataan Herzberg (dalam Muhaimin, 2004)
tersebut peneliti berusaha untuk melihat apakah yang dimaksud Herzberg
bahwa pekerja yang memiliki motivasi kerja yang tinggi serta pekerja yang
merasa senang dalam melakukan pekerjaannya (karyawan yang memperoleh
kepuasan kerja) merupakan suatu wujud perilaku yang mengarah pada
terbentuknyqa disiplin kerja, dengan kata lain kepuasan kerja memiliki
hubungan dengan disiplin kerja. Sebab, jika dilihat dari ketidakpuasan kerja
jelas terlihat bahwa ketidakpuasan kerja mengakibatkan ketidakdisiplinan
seperti : tingkat absensi yang tinggi, keterlambatan kerja serta pekerja menjadi
malas.
Dari Steers (1985), Harris (1994) dan Nitisemito (1982) (dalam
Suharsih, 2001) bahwa disiplin kerja dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Oleh
karena itu, kedisiplinan tidak semestinya hanya dihadapkan dengan
peraturan-peraturan dan sanksi-sanksi, tetapi harus diimbangi dengan tingkat
kesejahteraan yang cukup. Artinya penghasilan yang diperoleh karyawan
mampu meningkatkan taraf hidup karyawan dengan layak. Setiap karyawan
pasti memiliki kebutuhan-kebutuhan, dan kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu
Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuhi maka akan timbul yang
namanya kepuasan kerja.
Untuk meningkatkan produktivitas kerja yang dapat dicapai dengan
adanya disiplin kerja maka pemenuhan kebutuhan karyawan baik fisik
maupun psikologis harus diperhatikan, dengan demikian dapat terbentuk
kepuasan kerja dari para karyawannya bahwa mereka dihargai dan diakui
keberadaannya (Muhaimin, 2004). Hal ini didukung oleh penelitian Presiden
perusahaan Eastment Kodak, William Vaughn yang menemukan bahwa
adanya rasa aman terhadap pekerjaan dan penghasilan akan mengakibatkan
karyawan lebih bisa berkonsentrasi didalam menjalankan pekerjaannya
(Ranupandojo & Husnan, 1990).
Banyak teori yang menjelaskan tentang kepuasan kerja (Sjabadhyni,
2001) diantaranya : teori discrepancy (Locke, 1969), teori keadilan (Adam,
1963) dan teori dua faktor (Herzberg, 1959). Peneliti dalam hal ini memilih
teori dua faktor Herzberg. Dalam teori dua faktornya Herzberg menjelaskan
bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan
faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang
menimbulkan kepuasan kerja dinamakan kelompok satisfier/motivator factor
diantaranya : prestasi, pengakuan & penghargaan, pekerjaan itu sendiri,
tanggung jawab serta pengembangan. Sedangkan faktor-faktor yang
menimbulkan ketidakpuasan kerja dinamakan kelompok dissatisfier/hygiene
& tunjangan lain, kondisi kerja & keamanan kerja (Herzberg dalam Usmara,
2006).
Dari sedikit uraian di atas, peneliti berusaha untuk melihat apakah
karyawan yang puas yaitu setelah kebutuhan akan Motivator factor dan
hygiene factor terpenuhi maka akan mendorong karyawan untuk berperilaku
disiplin.
B. Perumusan masalah
Apakah ada hubungan antara kepuasan kerja dengan disiplin kerja karyawan ?
C. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan disiplin
kerja karyawan.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
Untuk memperkaya hasil-hasil penelitian psikologi terutama dibidang
psikologi industri dan organisasi, yang berhubungan dengan Sumber Daya
Manusia.
2. Manfaat praktis
Diharapkan dapat menjadi masukan yang berarti bagi perusahaan
sehubungan dengan pengembangan sumber daya manusia yang dimiliki
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Disiplin Kerja
1. Pengertian Disiplin Kerja
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia susunan Poerwadarminta
(1982) disiplin diartikan sebagai (a) latihan batin dan watak dengan
maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib, (b)
ketaatan pada aturan dan tata tertib. Dengan kata lain disiplin adalah suatu
sikap dan perbuatan untuk selalu menaati tata tertib.
Disiplin kerja adalah suatu bentuk tindakan manajemen untuk
menengakkan standar-standar organisasi (Davis & Newstrom, 1985). Hal
serupa juga dikemukakan oleh Gibson (dalam Hapsari, 1998) bahwa
disiplin adalah penggunaan beberapa hukuman atau sanksi jika karyawan
menyimpang dari peraturan. Disiplin (discipline) adalah bentuk
pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang teratur dan
menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja dalam suatu organisasi
(Simamora, 1995).
Menurut Nitisemito (1982) bahwa kedisiplinan bukan hanya
menyangkut masalah kehadiran yang tepat waktu di tempat kerja namun
lebih tepat diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang
kedisiplinan dalam suatu perusahan dapat ditegakkan bilamana sebagian
besar peraturan-peraturannya ditaati oleh sebagian besar karyawan.
Disiplin kerja akan membawa dampak positif bagi karyawan maupun
organisasi. Disiplin yang tinggi akan membuat karyawan
bertanggungjawab atas semua aspek pekerjaannya dan meningkatkan
prestasi kerjanya yang berarti akan meningkatkan pula efektivitas dan
efisiensi kerja serta kualitas dan kuantitas kerja.
Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua
peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Adapun arti
kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua
peraturan dan sadar akan tugas dan tanggungjawabnya. Sedangkan
kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang
sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak
(Hasibuan, 1994).
Siswanto (dalam Hapsari, 1998) disiplin adalah suatu sikap
menghormati, menghargai, patuh dan taat pada peraturan-peraturan yang
berlaku baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup
menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya
apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.
Berdasarkan pemahaman di atas, maka pengertian disiplin kerja
merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang untuk menaati peraturan
perusahaan atau organisasi baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis
wewenang yang diberikan kepadanya. Sehingga hal ini membuat
karyawan bertanggungjawab atas semua aspek pekerjaannya dan
meningkatkan prestasi kerjanya yang berarti akan meningkatkan pula
efektivitas dan efisiensi kerja serta kualitas dan kuantitas kerja.
2. Proses Pembentukan Disiplin Kerja
Ada dua jenis disiplin kerja berdasarkan terbentuknya yaitu disiplin diri
dan disiplin kelompok (Helmi, 1996).
a) Disiplin diri
Disiplin diri merupakan upaya yang dilakukan oleh
seseorang atas prakarsa sendiri dalam melaksanakan tugas. Disiplin
diri menurut Jasin (dalam Helmi, 1996) merupakan disiplin yang
dikembangkan atau dikontrol oleh diri sendiri berwujud pada kontrol
terhadap tingkah laku yang berupa ketaatan terhadap peraturan baik
yang ditetapkan sendiri maupun oleh pihak lain. Davis & Newstrom
(1985) mengungkapkan bahwa pembentukan disiplin pribadi
merupakan tujuan disiplin preventif yang ditetapkan oleh organisasi
sehingga disiplin diri ditujukan pula demi pencapaian tujuan
organisasi.
Disiplin diri pada tiap karyawan bila telah tumbuh dengan
baik akan merupakan kebanggaan bagi setiap organisasi, karena
disiplin diri, karyawan-karyawan merasa bertanggungjawab dan dapat
mengatur diri sendiri untuk kepentingan organisasi.
Disiplin diri merupakan hasil proses belajar (sosialisasi) dari
keluarga dan masyarakat. Penanaman nilai-nilai yang menjunjung
disiplin, baik yang ditanamkan oleh orang tua, guru atau pun
masyarakat merupakan bekal positif bagi tumbuh dan berkembangnya
disiplin diri.
Penanaman nilai-nilai disiplin dapat berkembang apabila
didukung oleh situasi lingkungan yang kondusif yaitu situasi yang
diwarnai perlakuan yang konsisten dari orang tua, guru atau pimpinan.
Selain itu, orang tua, guru dan pimpinan yang berdisiplin tinggi
merupakan model peran yang efektif bagi berkembangnya disiplin
diri.
Disiplin diri sangat besar perannya dalam mencapai tujuan
organisasi. Melalui disiplin diri seorang karyawan selain menghargai
dirinya sendiri juga menghargai orang lain. Misalnya jika karyawan
mengerjakan tugas dan wewenang tanpa pengawasan atasan, pada
dasarnya karyawan telah sadar melaksanakan tanggungjawab yang
telah dipikulnya. Hal itu berarti karyawan sanggup melaksanakan
tugasnya. Pada dasarnya ia menghargai potensi dan kemampuannya.
Disisi lain, bagi rekan sejawat, dengan diterapkannya disiplin diri akan
memperlancar kegiatan yang bersifat kelompok. Apalagi jika tugas
yang dipengaruhi urutan waktu pengerjaannya. Ketidakdisiplinan
dalam suatu bidang kerja akan menghambat bidang kerja lain.
Jadi dalam hal ini ada beberapa manfaat yang dapat diambil
oleh karyawan jika mempunyai disiplin diri diantaranya :
(1) Disiplin diri adalah disiplin yang diharapkan oleh organisasi. Jika
harapan organisasi terpenuhi karyawan akan mendapat reward
(penghargaan) dari organisasi, apakah itu dalam bentuk prestasi
atau kompetisi lainnya.
(2) Melalui disiplin diri merupakan bentuk penghargaan terhadap
orang lain. Jika orang lain merasa dihargai, akan tumbuh
penghargaan serupa dari orang lain pada dirinya. Hal ini semakin
memperkukuh kepercayaan diri .
(3) Penghargaan terhadap kemampuan diri. Hal ini didasarkan atas
pandangan bahwa jika karyawan mampu melaksanakan tugas,
pada dasarnya ia mampu mengaktualisasikan kemampuan
dirinya. Hal itu berarti ia memberikan penghargaan pada potensi
dan kemampuan yang melekat pada dirinya.
b) Disiplin kelompok
Kegiatan organisasi bukanlah kegiatan yang bersifat
individual semata. Selain disiplin diri masih diperlukan disiplin
kelompok. Bagaimana disiplin kelompok terbentuk?. Disiplin
karyawan. Artinya kelompok akan menghasilkan pekerjaan yang
optimal jika masing-masing anggota kelompok dapat memberikan
andil yang sesuai dengan hak dan tanggungjawabnya. Karyawan juga
dituntut untuk mampu mengatur sikap dan perilaku yang sesuai
dengan peraturan kerja sehingga hal ini menjadi sarana untuk
mempertahankan eksistensi organisasi.
Pimpinan juga bertanggungjawab untuk menciptakan iklim
organisasi dalam rangka pendisiplinan preventif. Dalam upaya ini
pimpinan berusaha agar karyawan mengetahui dan memahami standar
yang berlaku, karena apabila karyawan tidak mengetahui standar yang
diharapkan untuk mereka lakukan, perilaku mereka cenderung tidak
menentu dan salah arah.
Kedisiplinan tidak lahir dengan sendirinya. Disiplin lahir,
tumbuh dan berkembang melalui akumulasi pengalaman dan proses
sosialisasi. Disiplin dibangun dari kepribadian yang matang dan
identifikasi terhadap norma-norma kelompok masyarakat. Norma
kelompok berfungsi menegakkan disiplin melalui fungsi pengawasan
dan kontrol sosial disebut dengan pengawasan ekternal yaitu berupa
pengawasan pimpinan, orang tua atau teman sekerja. Pengawasan
internal datang dari dalam individu dan menghasilkan kontrol diri.
Oleh karena itu kontrol diri mempunyai peran penting dalam
membangun disiplin secara internal. Kontrol diri dibutuhkan untuk
Kaitan antara disiplin diri dan disiplin kelompok dilukiskan
oleh Jasin (dalam Helmi, 1996) seperti dua sisi dari satu mata uang.
Keduanya saling melengkapi dan menunjang sifatnya komplementer.
Disiplin diri tidak dapat dikembangkan secara optimal tanpa dukungan
disiplin kelompok. Sebaliknya, disiplin kelompok tidak dapat
ditegakkan tanpa adanya dukungan disiplin pribadi.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja menurut Steers
(1985), Harris (1994) dan Nitisemito (1982) (dalam Suharsih, 2001)
secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor dari dalam
individu dan faktor dari luar individu. Faktor dari dalam individu meliputi
: kepribadian, semangat kerja, motivasi kerja intrinsik serta kepuasan
kerja. Sedangkan faktor dari luar individu meliputi : motivasi kerja
ekstrinsik, kepuasan kerja, kepemimpinan, lingkungan kerja dan tindakan
indisipliner yang diberikan.
Kepribadian dari para karyawan menentukan perilaku disiplin
kerja. Penelitian Yuspratiwi (1990), menemukan bahwa individu yang
memiliki locus of control internal lebih mampu mengontrol waktunya,
lebih bersungguh-sungguh dalam bekerja dan lebih menunjukkan
performansi kerja yang lebih baik pada situasi yang kompleks. Selain itu
faktor kepribadian juga akan berpengaruh pada persepsi karyawan
karyawannya akan dinilai secara langsung oleh karyawan. Persepsi
tersebut dapat mempengaruhi performansi kerja seseorang, dalam hal ini
disiplin kerja diri karyawan (Spriegel dalam Yuspratiwi,1990).
Disiplin kerja dapat pula terbentuk bila karyawan benar-benar
mampu mempunyai semangat kerja yang tinggi, apabila terdapat semangat
kerja diantara karyawan, dapat diharapkan tugas yang diberikan kepada
mereka akan dilakukan dengan baik dan cepat, Harris (dalam Suharsih
2001). Dengan adanya semangat kerja yang tinggi maka akan timbul
kesetiaan, kegembiraan, kerja sama, dan ketaatan atau disiplin terhadap
peraturan-peraturan perusahaan.
Faktor motivasi kerja dan kepuasan kerja juga sangat
mempengaruhi disiplin kerja. Motivasi kerja dan kepuasan kerja
dimasukkan sebagai faktor dari dalam diri individu dan faktor dari luar
individu. Motivasi kerja intrinsik dalam hal ini yaitu adanya perasaan
bangga dari dalam diri individu terhadap pribadi dan organisasi tempat dia
bekerja sehingga hal ini akan membangun kepercayaan diri karyawan,
karyawan sendiri akan secara sukarela melaksanakan apa yang menjadi
kewajibannya di perusahaan tersebut. Sedangkan untuk motivasi kerja
ekstrinsik yaitu adanya penghargaan dan pujian dari atasan, hal ini bisa
dijadikan sebagai reward untuk bekerja lebih baik. Penghargaan dan pujian
tersebut akan mendorong karyawan untuk bekerja secara maksimal dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang berlaku di
Kepuasan kerja sendiri juga mempengaruhi disiplin kerja seorang
karyawan. Kepuasan kerja yang berasal dari dalam diri individu yaitu arti
dari pekerjaan itu sendiri bagi karyawan. Dengan adanya kepuasan kerja
yang tumbuh dalam diri individu membuat karyawan lebih giat bekerja
secara suka rela tanpa adanya paksaan. Sedangkan yang merupakan faktor
dari luar individu berupa gaji yang cukup maka akan mendorong karyawan
untuk meningkatkan disiplin kerjanya (Wexley & Yukl dan Davis &
Newstrom dalam Hapsari, 1998).
Faktor lain yang merupakan faktor dari luar individu berupa
kepemimpinan, dimana keteladanan pimpinan mempunyai pengaruh yang
sangat besar dan memberi efek yang positif dalam menengakkan disiplin.
Ketika karyawan dituntut untuk menaati peraturan maka pimpinan
diharapkan juga mentaati peraturan yang berlaku. Ketaatan pimpinan ini
akan menjadi contoh untuk diikuti karyawan (Nitisemito,1982).
Lingkungan kerja juga berpengaruh terhadap perilaku disiplin
kerja. Lingkungan kerja yang berpengaruh pada perilaku disiplin kerja
dapat dikatakan sebagai lingkungan dalam organisasi yang menciptakan
lingkungan cultural dan sosial tempat berlangsungnya kegiatan organisasi.
Lingkungan selain memberikan rangsangan terhadap individu untuk
berperilaku, termasuk perilaku tidak disiplin, juga memberikan tekanan
terhadap individu seperti tuntutan yang berlebihan dari lingkungan (rekan
kerja, organisasi, pekerjaan masyarakat, dan sebagainya). Lebih jauh hal
tidak patuh, melanggar aturan, dan kurangnya rasa tanggungjawab (Steers,
1985).
Usaha meningkatkan disiplin juga diperlukan kebiasan yang terus
menerus. Tindakan tegas untuk setiap tindakan indisipliner diperlukan
untuk membentuk disiplin kerja. Tindakan indisipliner bukan semata-mata
berupa hukuman tetapi lebih ditekankan agar karyawan melakukan
kebiasaan yang dianggap baik oleh perusahaan. Hal ini bisa menjadi
pendamping peningkatan kesejahteraan sehingga diharapkan pencapaian
disiplin akan lebih berhasil (Nitisemito, 1982).
Penegakan disiplin/tindakan indisipliner dapat dibagi menjadi dua
yaitu positif dan negatif. Tindakan disiplin positif adalah dengan diberi
nasehat untuk kebaikan dimasa yang akan datang. Sedangkan tindakan
disiplin yang negatif adalah dengan cara-cara (a) memberikan peringatan
lisan, (b) memberikan peringatan tertulis, (c) dihilangkan sebagai haknya,
(d) didenda, (e) dirumahkan sementara, (f) diturunkan pangkatnya, (g)
dipecat. Urutan-urutan tindakan disiplin negatif ini disusun berdasarkan
tingkat kekerasannnya dari yang paling lunak sampai yang paling berat
(Ranupandojo dan Husnan, 1990).
4. Aspek-aspek Disiplin kerja
Aspek-aspek yang terdapat dalam disiplin kerja berdasarkan dari definisi
disiplin kerja menurut Siswanto dan Prijodarminto (dalam Hapsari, 1998)
a) Aspek pemahaman terhadap peraturan yang berlaku
Sebelum mematuhi suatu peraturan perlu diketahui apakah
karyawan sudah mengetahui atau memahami standar atau peraturan
dengan jelas. Seorang karyawan menunjukkan kedisiplinan yang baik
bila perilakunya menunjukkan usaha-usaha untuk memahami secara
jelas suatu peraturan, berarti karyawan secara proaktif berusaha
mendapatkan informasi tentang peraturan sehingga karyawan akan
rajin mengikuti briefing, membaca pengumuman atau menanyakan
ketidakjelasan suatu peraturan.
b) Aspek kepatuhan dan ketaatan terhadap aturan standar
Karyawan mempunyai disiplin tinggi jika tidak memiliki
catatan pelanggaran selama kerjanya, mentaati suatu peraturan tanpa
ada paksaan dan secara sukarela dapat menyesuaikan diri dengan
aturan organisasi yang telah ditetapkan. Senantiasa menghargai waktu
sehingga membuat bekerja tepat waktu, tahu kapan memulai dan
mengakhiri suatu pekerjaan, tahu membedakan kapan waktu istirahat
dan kapan waktu bekerja serius, menyelesaikan suatu pekerjaan yang
telah ditetapkan merupakan contoh dari bentuk-bentuk kepatuhan
terhadap aturan standar.
c) Aspek pemberian hukuman jika terjadi pelanggaran
Disiplin sering dikonotasikan sebagai hukuman namun tidak
semua ketentuan disiplin berbentuk hukuman. Hukuman hanya
Pemberian hukuman juga dilakukan sesuai jenis dan tingkat
pelanggaran yang dilakukan.
Lateiner dan Lavine (1985) mengemukakan kurang lebih sama
seperti Siswanto dan Prijodarminto (dalam Hapsari, 1998) dan Nitisemito
(1982) bahwa aspek disiplin kerja karyawan diantaranya :
a) Bahwa umumnya disiplin yang sejati terdapat apabila para karyawan
datang ke kantor dengan teratur dan tepat pada waktunya.
b) Berpakaian seragam di tempat kerja
c) Menggunakan bahan dan perlengkapan dengan hati-hati
d) Menghasilkan kuantitas dan kualitas pekerjaan yang memuaskan
e) Mengikuti cara bekerja yang ditentukan oleh kantor atau perusahaan
dan menyelesaikan pekerjaan dengan semangat yang baik.
Dalam Anoraga & Suyati (1995) juga ada kesamaan seperti
yang diungkapkan oleh Siswanto dan Prijodarminto (dalam Hapsari, 1998)
dan Nitisemito (1982) serta Lateiner dan Lavine (1985). Menurut
Anoraga & Suyati (1995) untuk mengetahui tingkat kedisiplinan kerja
yang baik yaitu :
a) Kepatuhan tenaga kerja pada jam-jam kerja
b) Kepatuhan tenaga kerja terhadap perintah atasan serta tata tertib yang
berlaku
c) Penggunaan dan pemeliharaan bahan-bahan dan alat kantor dengan
d) Bekerja dengan mengikuti cara-cara kerja yang telah ditetapkan telah
organisasi atau perusahaan
Anoraga & Suyati (1995) hanya menambahkan yaitu berkaitan
dengan kegairahan kerja. Menurut Anoraga & Suyati (1995), kegairahan
kerja termasuk salah satu faktor yang penting di dalam bekerja. Tenaga
kerja yang sudah tidak mempunyai gairah dalam bekerja akan malas dalam
bekerja sehingga hasilnya kurang optimal. Tugas dari organisasi atau
perusahaan adalah membuat perubahan-perubahan agar tenaga kerjanya
tidak merasa jenuh dalam bekerja. Perubahan-perubahan yang dibuat
hendaknya berdampak positif bagi kinerja karyawan.
Berdasarkan dari beberapa hal di atas, penulis menentukan
aspek-aspek disiplin kerja berdasarkan dari teori Alfred R. Lateiner dan I. E.
Lavine( 1985), Siswanto dan Prijodarminto (dalam Hapsari, 1998) dan
Nitisemito (1982) sebagai berikut :
a) Disiplin terhadap peraturan-peraturan
Disiplin terhadap peraturan-peraturan dapat diartikan
sebagai ketaatan karyawan terhadap ketentuan-ketentuan yang
berlaku di lingkungan kerjanya, hal ini meliputi peraturan yang
tertulis maupun yang tidak tertulis. Disiplin ini dapat berupa
ketaatan untuk memberitahukan bila tidak masuk kerja, berpakaian
sesuai dengan ketentuan, ketaatan dalam menggunakan alat-alat
b) Disiplin Waktu
Disiplin waktu dapat diberi pengertian sebagai ketaatan
karyawan terhadap waktu kerja. Hal ini meliputi ketaatan karyawan
terhadap jam masuk kerja, jam pulang kerja dan kehadiran di tempat
kerja
c) Disiplin terhadap tugas dan tanggung jawab
Disiplin terhadap tugas dan tanggung jawab ini dapat diberi
pengertian sebagai ketaatan karyawan dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Hal ini meliputi
ketaatan karyawan untuk mematuhi cara-cara kerja yang telah
ditentukan, menerima tugas yang dibebankan dan ketaatan untuk
menyelesaikan setiap tugas
.
d) Menerima sanksi-sanksi apabila melanggar peraturan dan juga
apabila melanggar tugas dan wewenang yang diberikan
Hal ini diberi pengertian bahwa karyawan yang melanggar
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan organisasi ataupun tidak
menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diembannya akan
diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
B. Kepuasan Kerja
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Tiffin, Robbert Hoppeck dan Caugemi Claypool (As’ad, 1995)
penyesuaian diri karyawan terhadap pekerjaannya. Sikap dan penyesuaian
diri karyawan berkaitan dengan kondisi dan situasi kerja diantaranya gaji,
kondisi fisik, kondisi psikologis, dan interaksi sosialnya baik dengan
sesama karyawan, dengan atasan, maupun antar karyawan yang berbeda
jenis pekerjaannya. Karyawan juga melakukan penilaian terhadap
pekerjaannya yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan
memuaskan kebutuhannya.
Davis (1981) dan Fathoni (2006) mendefinisikan kepuasan kerja
itu sebagai sikap emosional karyawan baik itu pada saat karyawan merasa
senang dan tidak senang terhadap pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan
oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Jadi dalam hal ini
menggambarkan jumlah dari kesesuaian antara harapan seseorang
terhadap pekerjaan dan imbalan yang diperolehnya. Selain itu Davis juga
memberikan pengertian bahwa kepuasan kerja juga memberikan kepuasan
hidup. Kepuasan kerja merupakan bagian dari hidup sehingga kepuasan
kerja mempengaruhi kepuasan hidup pada umumnya.
Berdasarkan pemahaman di atas kepuasan kerja itu merupakan
sebuah sikap serta ungkapan perasaan seseorang baik perasaan senang
maupun tidak senang terhadap pekerjaannya. Pengertian ini
menggambarkan jumlah dari kesesuaian antara harapan seseorang
terhadap pekerjaan dan imbalan yang diperolehnya atau seberapa jauh
pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Sikap
kerja diantaranya gaji, kondisi fisik, kondisi psikologis, dan interaksi
sosialnya baik dengan sesama karyawan, dengan atasan, maupun antar
karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Banyak orang berpendapat bahwa gaji atau upah merupakan faktor
utama timbulnya kepuasan kerja, untuk beberapa alasan hal tersebut masih
bisa diterima terutama dalam suatu negara yang sedang berkembang.
Namun, apabila kebutuhan hidupnya telah tercukupi maka uang bukan
lagi sebagai faktor utama karena kepuasan kerja memiliki banyak faktor
didalamnya. Gilmer (dalam As’ad, 2003) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang menentukan kepuasan kerja antara lain adalah :
a) Kesempatan untuk maju, yaitu ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama
kerja.
b) Keamanan Kerja, faktor ini sering disebut sebagai penunjang
kepuasan kerja baik bagi karyawan pria maupun wanita. Keadaan
yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama
bekerja
c) Gaji, yaitu faktor ini lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan dan
jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah
d) Perusahaan dan manajemen, bahwa perusahaan dan manajemen
yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi
kerja yang stabil.
e) Pengawasan, bagi karyawan supervisor dianggap sebagai figur
ayah dan sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat
berakibat absensi dan turn over.
f) Aspek intrinsik dari pekerjaan, berkaitan dengan sukar dan
mudahnya serta kebanggan akan tugas akan meningkatkan atau
mengurangi kepuasan.
g) Kondisi kerja, didalamnya termasuk kondisi tempat, ventilasi,
penyinaran, kantin dan tempat parkir.
h) Aspek sosial dalam pekerjaan, merupakan salah satu sikap yang
sulit digambarakan tetapi dipandang sebagai faktor yang
menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.
i) Komunikasi, komunikasi yang lancar antar karyawan, karyawan
dengan pihak manajemen. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak
atasan untuk mau mendengar, memahami, mengakui pendapat
ataupun prestasi karyawannya.
j) Fasilitas, didalamnya meliputi fasilitas rumah sakit, cuti, dana
pensiun ataupun perumahan merupakan standar suatu jabatan.
Berbeda dengan teori yang dikemukakan Gilmer, dalam teori
menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor yang menimbulkan
ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja
dinamakan kelompok satisfier/motivator factor yang meliputi :
a) Prestasi, yaitu keberhasilan seorang karyawan dalam melaksanakan
tugas yang dipercayakan kepadanya, menemukan solusi atas
masalah-masalah dalam tugas dengan hasil yang memuaskan.
b) Tanggung jawab, yaitu kebanggan yang muncul ketika mendapat
tanggung jawab dari pekerjaan sendiri, pekerjaan orang lain atau
ketika mendapat tanggung jawab baru.
c) Pekerjaan itu sendiri, yaitu perasaan senang atau tidak senang
karyawan menjalankan tugas dalam pekerjaannya sehari-hari.
d) Pengakuan atau penghargaan, yaitu perlakuan baik dari orang lain di
perusahaan yang diterima atas pekerjaan atau hasil kerja.
e) Peningkatan atau pengembangan diri, yaitu ada tidaknya kesempatan
untuk meningkatkan atau mengembangkan diri dan karir dalam
bekerja.
Faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja
dinamakan kelompok dissatisfier/hygiene factor yang meliputi :
a) Teman sekerja, adanya hubungan yang menyenangkan dengan teman
sekerja.
b) Teknik pengawasan, sistem pengawasan yang diterima karyawan.
d) Kondisi kerja & Keamanan Kerja, yaitu kondisi kerja yang nyaman
serta perasaan aman akan kelangsungan pekerjaan yang ada.
e) Hubungan dengan atasan, yaitu hubungan yang harmonis dengan
atasan.
f) Status, yaitu menyangkut hal-hal yang diperoleh berdasarkan
posisinya dalam perusahaan.
g) Kebijaksanaan perusahaan, yaitu cara perusahaan dalam menerapkan
peraturan kerja atau memenuhi kebutuhan para karyawannya dalam
bekerja.
Faktor-faktor dari Herzberg (Usmara, 2006) ini pula yang akan
dijadikan aspek kepuasan kerja dalam penelitian ini. Penelitian yang
menjadi dasar bahwa faktor kepuasan kerja dari Herzberg, bisa untuk
mengukur kepuasan kerja yaitu penelitian Manisera, dkk (2005) dengan
judul Component structure of job satisfaction based on Herzberg’s theory.
3. Pengaruh Kepuasan Kerja
Berbagai pendapat mengatakan bahwa kepuasan kerja yang
tinggi akan mengakibatkan karyawan bekerja dengan lebih baik. Pekerja
yang merasa puas terhadap kerjanya akan lebih termotivasi dan karena itu
lebih produktif dibanding dengan para pekerja yang merasa tidak puas.
Menurut Handoko (1997) bagaimanapun juga kepuasan kerja perlu untuk
memelihara karyawan agar lebih tanggap terhadap lingkungan
Menurut Straus & Sayles yang dikutip Heidjrahman (1995)
menyebutkan bahwa kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri.
Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidaka akan pernah
mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi
frustasi. Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti penting bagi
karyawan maupun perusahaan terutama karena dapat menciptakan keadaan
yang positif didalam lingkungan kerja.
Arti penting bagi perusahaan jika karyawan telah mendapatkan
kepuasan kerja adalah dengan terciptanya keadaan yang positif dalam
lingkungan kerja maka karyawan akan dapat bekerja dengan penuh minat
dan perasaan gembira sehingga tingkat perputaran karyawan dan absensi
rendah. Kepuasan kerja yang tercipta juga dapat mendorong orang untuk
bersemangat dan memiliki gairah dalam bekerja. Dengan meningkatnya
semangat dan kegairahan kerja, maka pekerjaan akan lebih cepat
diselesaikan, kerusakan akan dapat dikurangi, absensi akan dapat
diperkecil, kemungkinan perpindahan karyawan atau pegawai dapat
diperkecil seminimal mungkin. (Nitisemito,1982).
Kepuasan kerja juga berpengaruh terhadap disiplin kerja. Dilihat
secara intrinsik bahwa kepuasan kerja akan mempengaruhi disiplin
kerjanya. Adanya kepuasan kerja yang tumbuh dalam diri individu
membuat karyawan lebih giat bekerja secara suka rela tanpa adanya
yang cukup akan mendorong karyawan untuk meningkatkan disiplin
kerjanya (Wexley & Yukl dan Davis & Newstrom dalam Hapsari, 1998).
4. Teori Kepuasan Kerja (Two Factor Theory-Herzberg)
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Herzberg yang
disebut Two Factor Theory atau Motivator-Hygiene Theory (dalam
Usmara, 2006).Berdasarkan dari penelitian Herzberg, ada dua faktor yang
mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu :
a. Rangkaian kondisi pertama disebut “faktor motivator” disebut juga
satisfier
b. Rangkaian kondisi kedua disebut “factor hygiene”disebut juga
dissatisfier
Prinsip dari teori ini adalah kepuasan kerja dan ketidakpuasan
kerja itu merupakan dua hal yang berbeda dan juga bahwa kepuasan dan
ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu merupakan suatu variabel yang
kontinue. Dikatakan berbeda karena faktor-faktor yang menimbulkan
kepuasan kerja berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung dalam
pekerjaan itu sendiri (Job Content/ aspek intrinsik) sedangkan
faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidapuasan kerja berhubungan dengan
faktor yang berada disekitar pelaksanaan pekerjaan (Job Context/ aspek
ekstrinsik), Usmara (2006). Dikatakan kontinue sebab apabila kedua faktor
tersebut dipenuhi maka akan kembali pada titik netral yang artinya
Satisfier atau motivator adalah situasi yang dibuktikannya
sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari : prestasi,
pengakuan/penghargaan, kesempatan untuk mengembangkan diri/promosi,
tanggung jawab serta dari pekerjaan itu sendiri. Hadirnya faktor motivator
ini akan menimbulkan kepuasan kerja. Jika kondisi ini tidak ada, menurut
Herzberg tidak menimbulkan ketidakpuasan yang berlebihan (Sjabadhyni
dkk, 2001).
Sedangkan dissatisfiers adalah faktor-faktor yang terbukti
menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari faktor-faktor
kebijaksanaan dan administrasi perusahaan, atasan/teknik pengawasan,
gaji, hubungan interpersonal, kondisi kerja, keamanan kerja serta status
(Usmara, 2006). Jika kondisi ini ada, menurut Herzberg hal tersebut tidak
sampai menimbulkan motivasi bagi mereka, tetapi hanya menimbulkan
keadaan tidak adanya ketidakpuasan (no dissatisfaction) (Sjabadhyni dkk,
2001).
Dampak faktor-faktor motivator dan hygiene terhadap kepuasan
Gambar.1
Perbandingan antara faktor kepuasan kerja dan faktor ketidakpuasan kerja
Dari hasil penelitiannya tersebut Herzberg menyatakan bahwa
kelompok satisfiers atau motivator factors lebih dapat meningkatkan
kepuasan kerja/merupakan penyebab utama kepuasan daripada
menurunkan kepuasan kerja, tetapi faktor-faktor yang berhubungan
dengan ketidakpuasan kerja sangat jarang meningkatkan kepuasan kerja.
Seperti juga yang terlihat dalam gambar.1 bahwa dari semua faktor yang
berperan pada kepuasan kerja, 81% merupakan motivator. Dan dari semua
faktor yang berperan pada ketidakpuasan karyawan atas pekerjaan mereka,
69% meliputi unsur-unsur hygiene (Usmara, 2006).
Selanjutnya dikatakan oleh Herzberg, bahwa yang bisa memacu
orang untuk bekerja dengan baik dan bergairah hanyalah kelompok
satisfiers atau motivator factors. Ketiadaan faktor-faktor ini mungkin tidak
menyebabkan ketidakpuasan, tetapi keberadaannya sangat menambah Semua faktor yang berperan pada
ketidakpuasan kerja
Semua faktor yang berperan pada kepuasan kerja
Hygiene
Motivator
80% 60 40 20 0 20 40 60 %
31
69
19
kepuasan karyawan (Usmara, 2006). Sedangkan kelompok dissatisfier
atau hygiene factor bukanlah merupakan motivator bagi karyawan, tetapi
merupakan keharusan yang harus diberikan oleh pimpinan kepada
karyawan, demi kesehatan dan kepuasan karyawan. Hygiene factor
keberadaanya untuk menghilangkan ketidakpuasan ( Hasibuan, 2005).
C. Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dan Disiplin Kerja
Menegakkan suatu kedisiplinan penting bagi suatu perusahaan,
sebab dengan kedisiplinan itu diharapkan sebagian besar
peraturan-peraturan ditaati oleh sebagian besar para karyawan. Di dalam suatu
organisasi usaha-usaha untuk menciptakan disiplin, selain melalui adanya
tata tertib atau peraturan yang jelas, juga harus ada penjabaran tugas dan
wewenang yang jelas, tata cara atau tata kerja yang sederhana yang dapat
dengan mudah diketahui oleh setiap anggota organisasi (Anoraga, 1992)
Munculnya perilaku disiplin dalam diri seorang karyawan
terhadap pekerjaannya ditentukan oleh aspek-aspek yang mendukung
disiplin kerja. Aspek-aspek disiplin kerja meliputi : kehadiran, waktu
kerja, kepatuhan terhadap peraturan dan mau menerima sanksi apabila
melanggar peraturan serta tanggung jawab yang diberikan.
Jika seorang karyawan memiliki angka kehadiran yang cukup
tinggi, datang dan pulang kerja sesuai dengan peraturan, mematuhi
peraturan-peraturan diperusahaan tersebut. Maka karyawan tersebut
Kesadaran dan kesejahteraan karyawan sebenarnya kunci dari
keberhasilan penegakan disiplin (Amriany dkk, 2004). Kedisiplinan tidak
semestinya hanya dihadapkan dengan peraturan-peraturan dan
sanksi-sanksi, tetapi harus diimbangi dengan tingkat kesejahteraan yang cukup.
Artinya penghasilan yang diperoleh karyawan mampu meningkatkan taraf
hidup karyawan dengan layak. Setiap karyawan pasti memiliki
kebutuhan-kebutuhan, dan kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu untuk dipenuhi baik
itu kebutuhan yan sifatnya materi maupun nonmateri. Jika
kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuhi maka akan timbul yang namanya
kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan harus diciptakan supaya
karyawan lebih bersemangat dalam bekerja sehingga hal ini akan
mendorong terbentuknya sikap disiplin dari karyawan tersebut.
Menurut Herzberg (dalam Muhaimin, 2004), ciri perilaku
pekerja yang puas adalah mereka yang mempunyai motivasi untuk
bekerja yang tinggi, mereka lebih senang dalam melakukan pekerjaannya,
sedangkan ciri pekerja yang kurang puas adalah mereka yang malas
berangkat ke tempat bekerja dan malas dengan pekerjaan dan tidak puas.
Tingkah laku karyawan yang malas tentunya akan menimbulkan masalah
bagi perusahaan berupa tingkat absensi yang tinggi, keterlambatan kerja
dan pelanggaran disiplin yang lainnya, sebaliknya tingkah laku karyawan
yang merasa puas akan lebih menguntungkan bagi perusahaan.
Kepuasan kerja sendiri memiliki manfaat yaitu mengurangi
kepuasan kerja kemungkinan dapat meningkatkan kebahagiaan hidup.
Bagi dunia industri kepuasan kerja karyawan dan karyawati dapat
meningkatkan produksi dan efisiensi pengukuran biaya melalui
perbaikan-perbaikan sikap-sikap atau tingkah laku pekerja. Selanjutnya masyarakat
dapat memperoleh manfaat dan situasi tersebut, yaitu menikmati hasil
kapasitas dan kualitas maksimum dari industri serta naiknya nilai manusia
dalam konteks pekerjaan
Herzberg (dalam Sjabadhyni dkk, 2001) kepuasan kerja
dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Dengan adanya
dorongan secara intrinsik (Motivator Factor) akan membuat karyawan
merasa senang terhadap pekerjaannya, bekerja dengan otonomi yang
tinggi. Sedangkan, untuk dorongan ekstrinsik (Hygiene Factor) seperti
adanya gaji yang cukup, relasi yang baik dengan teman kerja akan
membuat karyawan bersemangat dalam bekerja.
Adanya dorongan intrinsik dan dorongan ekstrinsik akan
menciptakan kepuasan kerja intrinsik dan kepuasan kerja ekstrinsik dalam
diri karyawan tersebut. Kepuasan kerja inilah yang mendorong karyawan
untuk berperilaku disiplin dan diharapkan karyawan memiliki disiplin
kerja yang tinggi.
Disiplin kerja yang tinggi akan mendorong seseorang merasa
bertanggungjawab terhadap segala aspek pekerjaannya, meningkatkan
efektivitas dan efisiensi kerja serta kuantitas dan kualitas kerja. Hal ini
sehingga prestasi kerjanya akan meningkat (Davis & Newstrom, 1985).
Disiplin kerja yang tinggi juga akan meningkatkan produktivitas sebab hal
ini berkaitan dengan tingkat absensi karyawan yang cenderung berkurang.
Disamping itu juga dengan adanya kedisiplinan kerja, sangat
memungkinkan terhindarnya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti adanya
pelanggaran, kelalaian seorang karyawan akan mampu merusak peralatan
yang ada, mencelakakan teman kerja bahkan mungkin lebih parah lagi
bagi kelangsungan hidup organisasi itu sendiri.
Hubungan antara kepuasan kerja dan disiplin kerja dapat
dilukiskan dalam gambar 2 sebagai berikut :
Gambar. 2
Skema Hubungan antara Kepuasan Kerja dan Disiplin Kerja
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan
yang positif antara kepuasan kerja dengan disiplin kerja karyawan Kebutuhan Intrinsik dan Ekstrinsik Terpenuhi
Kepuasan Kerja
Kepuasan Intrinsik
Membuat karyawan merasa senang terhadap pekerjaannya,
Bekerja dengan otonomi yang tinggi
Kepuasan Ekstrinsik Misalnya : gaji yang cukup, teman kerja baik.
Adanya kesadaran dari diri sendiri
Karyawan
bersemangat dalam bekerja
Mendorong Terbentuknya Sikap Disiplin Kerja
Disiplin Kerja yang tinggi
Mendorong untuk bertanggungjawab terhadap segala aspek pekerjaannya, meningkatkan efektivitas dan
efisiensi kerja serta kuantitas dan kualitas kerja. meningkat. Tingkat absensi menurun, meningkatkan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu penelitian yang
bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara kepuasan kerja dengan
disiplin kerja. Arikunto (1990) menegaskan bahwa penelitian korelasional
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel yang
diteliti. Jika ada, berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya
hubungan itu,untuk mengetahui hubungan tersebut digunakan teknik korelasi.
Besarnya atau tingginya hubungan dinyatakan dalam bentuk koefisien
korelasi.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki dua variable yang dapat diidentifikasikann sebagai
berikut :
1. Variabel bebas : Kepuasan kerja
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Disiplin kerja
Disiplin kerja merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang
untuk menaati peraturan perusahaan atau organisasi baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis dan tidak mengelak untuk menerima sanksi
apabila melanggar peraturan, tugas dan wewenang yang diberikan
kepadanya.
Aspek yang mau diukur berdasarkan teori Alfred R. Lateiner dan I. E.
Lavine( 1985), Siswanto dan Prijodarminto (dalam Hapsari, 1998) dan
Nitisemito (1982):
a. Disiplin terhadap peraturan-peraturan
b. Disiplin Waktu
c. Disiplin terhadap tugas dan tanggung jawab
d. Menerima sanksi-sanksi apabila melanggar peraturan dan juga apabila
melanggar tugas dan wewenang yang diberikan.
Tinggi rendahnya tingkat disiplin kerja karyawan diukur
menggunakan skala disiplin kerja karyawan berdasarkan dari 4 aspek
diatas. Semakin tinggi skor yang diperoleh berarti menunjukkan semakin
tinggi tingkat disiplin kerja karyawan tersebut, sebaliknya semakin rendah
skor yang diperoleh berarti semakin rendah pula tingkat disiplin kerja
2. Kepuasan kerja
Kepuasan kerja adalah merupakan sebuah sikap serta ungkapan
perasaan seseorang baik perasaan senang maupun tidak senang terhadap
pekerjaannya. Pengertian ini menggambarkan seberapa jauh pekerjaannya
secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya.
Kepuasan kerja diukur dengan mengacu pada faktor motivator
(Satisfiers) serta faktor hygiene (dissatisfiers) dari teori Herzberg
(Usmara, 2006). Motivator factors ini terdiri atas aspek-aspek :
a. Prestasi
b. Tanggung jawab
c. Pekerjaan itu sendiri
d. Pengakuan atau penghargaan
e. Peningkatan atau pengembangan diri
Sedangkan faktor hygiene yaitu faktor-faktor yang terbukti
menjadi sumber ketidakpuasan tetapi keberadaannya dapat mengurangi
atau menghilangkan ketidakpuasan (no dissatisfaction). Faktor Hygiene
terdiri atas aspek-aspek :
a. Hubungan dengan teman kerja
b. Teknik pengawasan
c. Gaji dan tunjangan lain
d. Kondisi dan keamanan kerja
e. Hubungan dengan atasan
g. Kebijaksanaan perusahaan
Untuk mengetahui bagaimana kepuasan kerja karyawan diungkap
dengan skala berdasarkan faktor motivator dan faktor hygiene. Nilai
kepuasan kerja karyawan dalam penelitian ini diperoleh dari skor skala
kepuasan kerja karyawan. Semakin tinggi skor yang diperoleh berarti
menunjukkan semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan tersebut,
sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh berarti semakin rendah
pula tingkat kepuasan kerja karyawan tersebut.
D. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di PT. Keong Nusantara Abadi yang
beralamat di Jalan Raya Branti Km. 18 Desa Bumisari Rk. II Natar Lampung
Selatan.
Subjek penelitian dipilih melalui purposive sample atau sample
bertujuan yaitu pengambilan subjek yang didasarkan atas adanya tujuan
tertentu dan dalam hal ini berupa keterbatasan waktu dan tenaga untuk
penelitian sehingga tidak dapat mengambil sample yang jauh dan besar,
sehingga pengambilan sample didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau
karakteristik tertentu yang telah diketahui sebelumnya (Arikunto, 1996 ;Hadi,
1996).
Kategori yang dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah : sudah
bekerja minimal 1 tahun dan minimal pendidikannya SMU. Hal ini dengan
pendidikan SMU, telah memiliki pengetahuan yang cukup luas tentang
pekerjaannya serta kondisi-kondisi yang ada dalam perusahaan tempat ia
bekerja dan juga dianggap mampu untuk memberikan penilaian terhadap
situasi dan kondisi berkaitan dengan pekerjaannya itu dengan baik.
E. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data berupa skala Likert
dengan menggunakan metode summated ratings yang disusun oleh penulis.
Sesuai dengan data yang akan diambil dalam penelitian ini maka skala yang
digunakan lebih dari satu, yaitu :
1. Skala Disiplin Kerja
Disusun berdasarkan dari aspek-aspek disiplin kerja menurut teori Alfred
R. Lateiner dan I. E. Lavine ( 1985), Siswanto dan Prijodarminto (dalam
Hapsari, 1998) dan Nitisemito (1982) yang meliputi : aspek disiplin
terhadap peraturan-peraturan, aspek disiplin waktu, aspek disiplin
terhadap tugas dan tanggung jawab, aspek menerima sanksi-sanksi apabila
melanggar peraturan dan juga apabila melanggar tugas dan wewenang
yang diberikan.
Dengan berdasarkan aspek-aspek di atas maka disusunlah skala
disiplin kerja dengan item-item pernyataan sebanyak 64 butir item.
Masing-masing aspek terdiri dari 16 butir penyataan, baik yang bersifat
Butir-butir pernyataan dalam skala disiplin kerja disusun
berdasarkan dari modifikasi Skala Likert, yakni dengan menggunakan 4
alternatif jawaban yaitu : Sangat Sering (SS), Sering (S), Jarang (J), Tidak
Pernah (TP). Penggunaan modifikasi dari skala Likert ini dimaksudkan
untuk mengindari kecenderungan subjek dalam menjawab ragu-ragu.
Pemberian skor tergantung dari favourable tidaknya suatu butir yang
bergerak 1 sampai 4.
Tabel 1.
Skor Jawaban Menurut Kategori Favourable dan Unfavourable Skala Disiplin Kerja
Favourable Skor Unfavourable Skor
Sangat Sering 4 Sangat Sering 1 Sering 3 Sering 2
Tabel 2.
Spesifikasi Skala Disiplin Kerja
Tabel 3.
Sebaran Item Skala Disiplin Kerja
Komposisi Item
No Aspek-aspek
Favourable Unfavourable Total
1 Disiplin terhadap peraturan-peraturan
8 item (12.5 %) 8 item (12.5 %) 16 item (25 %)
2 Disiplin Waktu 8 item (12.5 %) 8 item (12.5 %) 16 item (25 %)
3 Disiplin terhadap tugas dan tanggung jawab
8 item (12.5 %) 8 item (12.5 %) 16 item (25 %)
4 Menerima sanksi-sanksi apabila melanggar peraturan, melanggar tugas maupun melanggar tanggung jawab
8 item (12.5 %) 8 item (12.5 %) 16 item (25 %)
Jumlah 32 item (50 %) 32 item (50 %) 64 item (100 %)
Nomor Item
No Aspek-aspek
Favourable Unfavourable
1 Disiplin terhadap peraturan-peraturan
1, 9, 21, 29, 39, 41, 52, 60
6, 13, 23, 30, 34, 44, 51, 61
2 Disiplin Waktu 11, 16, 20, 32, 40, 45, 50, 59
2, 5, 18, 25, 36, 42, 44, 55, 58
3 Disiplin terhadap tugas dan tanggung jawab
3, 10, 19, 26, 37, 43, 49, 57
8, 14, 22