Malpraktek Dari Perspektif
Hukum
(Suatu Pengenalan)
Oleh
Dr. Made Gde Subha Karma Resen, SH., M.Kn
Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana
LINGKUP TENAGA KESEHATAN :
•
Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
•
Tenaga Kesehatan dan Asisten Tenaga Kesehatan
•
Tenaga Kesehatan meliputi TENAGA MEDIS, tenaga
psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan,
tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat,
tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga
keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga
teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan
tenaga kesehatan lain.
PERHATIKAN.
•
Putusan
MK
No.
82/PUU-XIII/2015
tanggal
14
Desember 2016 membatalkan Pasal 11 ayat (1) huruf a,
Pasal 11 ayat (2), Pasal 90, Pasal 94 UU Tenaga
Kesehatan terkait “TENAGA MEDIS”.
Istilah
•
Malpraktik/Malpraktek/Malapraktik/Malapraktek.
•
Malpraktik bukan merupakan istilah yuridis/hukum,
tetapi istilah sosiologis.
•
Mal (bahasa Yunani) : buruk.
•
Praktik (KBBI) : menjalankan pekerjaan (misal
dokter, pengacara).
•
Malpraktik : menjalankan pekerjaan secara buruk.
•
Malapraktik (KBBI) : praktik kedokteran yang salah,
tidak tepat, menyalahi undang-undang atau kode
etik.
PENGERTIAN
MALPRAKTIK
• Malpraktik merupakan istilah yang memiliki
konotasi
buruk
, bersifatstigmatis
,menyalahkan
.• Malpraktik adalah praktik buruk dari seseorang
yang memegang suatu
profesi dalam arti umum
(seperti profesi medis, ahli hukum, akuntan).
CATATAN : malpraktik dalam pelayanan kesehatan sering disebut dengan “malpraktik medik”.
PENGERTIAN
MALPRAKTIK MEDIK
Ari Yunanto & Helmi :
Malpraktik medik adalah kesalahan baik disengaja
maupun tidak disengaja (kelalaian) dalam menjalankan profesi medik yang tidak sesuai dengan Standar Profesi Medik dan Standar Prosedur Operasional dan berakibat buruk/fatal dan atau mengakibatkan kerugian lainnya pada pasien, yang mengharuskan dokter bertanggung jawab secara administrasi, perdata, dan atau pidana.
Nb :
Pengertian Standar Profesi dan Standar Prosedur
Operasional bisa dibaca pada Penjelasan Pasal 50 UU No. 29 Tahun 2004.
PENGERTIAN
MALPRAKTIK MEDIK
Adami Chazawi :
Malpraktik medik terjadi jika dokter atau orang
yang ada di bawah perintahnya dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam praktik medik terhadap pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar profesi, standar prosedur, atau prinsip-prinsip kedokteran, atau dengan melanggar hukum tanpa wewenang, dengan menimbulkan akibat kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik maupun mental, nyawa pasien, sehingga membentuk pertanggungjawaban hukum.
PENGERTIAN
MALPRAKTIK MEDIK
MALPRAKTIK MEDIK DAN KELALAIAN MEDIK :
• Malpraktik Medik (Medical Malpractice):
perbuatannya bisa dilakukan dengan sengaja (kesengajaan) maupun tidak dengan sengaja (kelalaian).
• Kelalaian Medik (Medical Negligence) :
perbuatannya dilakukan tidak dengan sengaja (kelalaian).
KESIMPULAN :
Malpraktik dalam pelayanan kesehatan bisa
diberikan pengertian luas sebagai “medical malpractice” dan pengertian sempit sebagai “medical negligence”.
TINDAKAN HUKUM
MELAHIRKAN AKIBAT
HUKUM?
•
Perbuatan malpraktek akan
berdampak luas secara yuridis,
baik dalam
HUKUM PIDANA,
PERDATA MAUPUN HUKUM
ADMINISTRASI.
MALPRAKTIK MEDIK :
PERSPEKTIF HUKUM
• Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM
ADMINISTRASI, HUKUM PERDATA, HUKUM PIDANA.
• Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM
ADMINISTRASI :“pelanggaran disiplin”, Pencabutan Ijin.
• Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM
PERDATA : “timbulnya kerugian”.
• Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
Malpraktik medik dalam perspektif hukum pidana
: “tindak pidana”.
• Tindak pidana : “perbuatan” yang dilarang dan
diancam dengan “sanksi pidana” di dalam peraturan perundang-undangan .
Sanksi pidana : pidana pokok dan pidana
tambahan.
Pidana pokok : pidana mati, penjara, kurungan,
denda, tutupan.
Pidana tambahan : pencabutan hak-hak tertentu,
perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan pengadilan.
MALPRAKTIK MEDIK :
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
Malpraktik medik dalam perspektif hukum pidana
berkaitan dengan “tindak pidana” dalam “peraturan perundang-undangan”.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur
dan merumuskan “tindak pidana” serta bisa dikaitkan dengan malpraktik medik :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2. UU No. 29 Tahun 2004 (6-10-2004/2005). 3. UU No. 36 Tahun 2009 (13-10-2009).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP
•
Pasal 267 KUHP : Pemalsuan Surat Keterangan
Dokter
• Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan
surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan, atau cacat (pidana penjara maksimal 4 tahun).
• Keterangan diberikan dengan maksud untuk
memasukkan seseorang ke dalam RS atau untuk menahannya di RS (pidana penjara maksimal 8 tahun 6 bulan).
• Orang yang dengan sengaja menggunakan surat
keterangan palsu di atas (pidana penjara maksimal 4 tahun).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP
Pasal 322 KUHP : Rahasia Kedokteran
• Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia
yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu (pidana penjara maksimal 9 bulan atau denda maksimal Rp. 600,00).
• Perbuatan di atas hanya dapat dituntut atas
pengaduan orang yang bersangkutan (korban pembukaan rahasia jabatan).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP
Pasal 344 KUHP : Euthanasia
Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati (pidana penjara maksimal 12 tahun).
Catatan :
• Euthanasia : eu (baik) dan thanatos (mati) :
kematian yang baik.
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP
Pasal 346-349 KUHP : Aborsi
•
Pasal 346 KUHP :
seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu (pidana penjara maksimal 6 tahun).•
Pasal 347 KUHP :
barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya (pidana penjara maksimal 12 tahun); jika mengakibatkan meninggalnya perempuan tersebut (pidana penjara maksimal 15 tahun).MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP
Pasal 346-349 KUHP : Aborsi
•
Pasal 348 KUHP :
barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya (pidana penjara maksimal 5 tahun 6 bulan); jika mengakibatkan meninggalnya perempuan tersebut (pidana penjara maksimal 7 tahun).•
Pasal 349 KUHP :
dokter, bidan atau juru obat yang membantu melakukan dalam Pasal 346, atau melakukan atau membantu melakukan dalam Pasal 347, 348 (pidana ditambah 1/3 dan dapat dicabut hak menjalankan pekerjaan).MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP
Pasal
359
KUHP
:
Kelalaian
Menyebabkan Kematian
•
Barangsiapa
karena
kealpaannya
menyebabkan orang lain mati (pidana penjara
maksimal 5 tahun atau kurungan maksimal 1
tahun).
•
CATATAN : pasal
a quo
yang sering digunakan
untuk
menjerat
kasus
“MEDICAL
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP
Pasal
360
KUHP
:
Kelalaian
Menyebabkan Luka
• CATATAN : pasal di atas Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat (pidana penjara maksimal 5 tahun atau kurungan maksimal 1 tahun).
• Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan
orang lain luka-luka sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan (pidana penjara maksimal 9 bulan atau kurungan maksimal 6 bulan atau denda maksimal Rp. 4.500,00).
• CATATAN : pasal a quo yang sering digunakan
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM KUHP
Pasal 361 KUHP : Pemberatan Sanksi
Pidana
•
Perbuatan dalam Pasal 359, 360 yang
dilakukan
ketika
menjalankan
pekerjaan
(pidana ditambah 1/3 dan dapat dicabut hak
menjalankan pekerjaan, merampas barang
yang digunakan untuk melakukan perbuatan,
hakim dapat memerintahkan pengumuman
putusannya).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 29/2004
Pasal 75 :
• Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan
sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STR (pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 100 juta).
• Setiap dokter atau dokter gigi WNA yang dengan
sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STR sementara/bersyarat (pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 100 juta).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 29/2004
•
Pasal 76 :
setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki SIP (pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 100 juta).•
Pasal 77 :
setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR dan/atau izin praktik (pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 150 juta).MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 29/2004
•
Pasal 78 :
setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR dan/atau izin praktik (pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 150 juta).•
Pasal 79 :
setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memasang papan nama, atau tidak membuat rekam medis, atau tidak memenuhi kewajiban dalam Pasal 51 huruf a,b,c,d atau e (pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda maksimal Rp. 50 juta).MAPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 29/2004
Pasal 80 :
• Setiap orang yang dengan sengaja
mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 (pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp. 300 juta).
• Pelaku perbuatan korporasi dipidana denda
maksimal Rp. 300 juta ditambah dengan 1/3 atau pencabutan izin.
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2009
Pasal 190 :
• Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau
tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat (pidana penjara maksimal 2 tahun “dan” denda maksimal Rp. 200 juta).
• Perbuatan mengakibatkan kecacatan/kematian
(pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2009
•
Pasal 191 :
setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian (pidana penjara maksimal 1 tahun “dan” denda maksimal Rp. 100 juta).•
Pasal 192 :
setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apapun (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2009
•
Pasal 193 :
setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).•
Pasal 194 :
setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan Pasal 75 ayat 2 (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).•
Pasal 195 :
setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun (pidana penjara maksimal 5 tahun “dan” denda maksimal Rp. 500 juta).MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2009
• Pasal 196 : setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).
• Pasal 197 : setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar (pidana penjara maksimal 15 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1,5 miliar).
• Pasal 198 : setiap orang yang tidak memiliki
keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian (pidana denda maksimal Rp. 100 juta).
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2014
• Pasal-pasal dalam UU No. 36/2014 yang memuat
tindak pidana yaitu : Pasal 83-86.
• Pasal 83 : Setiap orang yang bukan Tenaga
Kesehatan melakukan praktik seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
CATATAN :
Bandingkan Pasal 88 UU No. 36/2014 dengan
Pasal 77 UU No. 29/2004.
Apakah Pasal 83 UU No. 36/2014 bisa menjadi
ketentuan “lex specialis” dari Pasal 77 dan Pasal 78 UU No. 29/2004 ?
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2014 (2)
• Pasal 84 ayat (1) : Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
• Pasal 84 ayat (2) : Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2014
• Pasal 85 ayat (1) : Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
• Pasal 84 ayat (2) : Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing
yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki STR Sementara dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
MALPRAKTIK MEDIK
DALAM UU NO. 36/2014
•
Pasal 86 ayat (1) :
Setiap Tenaga Kesehatan
yang menjalankan praktik tanpa memiliki izin (SIP)
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
100 juta.
•
Pasal 86 ayat (2) : Setiap Tenaga Kesehatan warga
negara asing yang dengan sengaja memberikan
pelayanan kesehatan tanpa memiliki SIP dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA
MALPRAKTIK MEDIK
Pasal tindak pidana yang biasanya digunakan oleh
aparat penegak hukum untuk menjerat malpraktik dalam pelayanan kesehatan (kelalaian medik), yaitu Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP.
Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP adalah “delik
culpa”, dengan adanya elemen “karena kealpaannya” dan “delik materiil” yang menghendaki akibat berupa matinya orang lain atau menyebabkan orang lain luka-luka berat.
CATATAN : seharusnya Pasal 359 dan 360 KUHP tidak
diterapkan lagi dengan adanya Pasal 84 UU No. 36/2014.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA
MALPRAKTIK MEDIK
Persoalan fundamental dalam delik culpa
adalah masalah pembuktian atau penentuan “kealpaan” dan “hubungan kausal kealpaan dengan akibat” yang dilarang undang-undang.
Penentuan ada tidaknya kealpaan dilakukan
secara “normatif”.
Penentuan hubungan kausalitas kealpaan dan
akibat dilakukan dengan menggunakan “doktrin kausalitas”.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA
MALPRAKTIK MEDIK (7)
Pembuktian malpraktik dalam pelayanan
kesehatan (kelalaian medik) sesungguhnya
tidak mudah bagi hakim yang tidak menguasai profesi di bidang pelayanan kesehatan.
Namun demikian, pelaku malpraktik dalam
pelayanan kesehatan (kelalaian medik) tetap bisa dibuktikan kesalahan/kealpaannya.
Pembuktian malpraktik dalam pelayanan
kesehatan (kelalaian medik) bisa menggunakan : Doktrin 4D (
Duty, Deriliction of
Duty, Damage, Direct Causation
) dan DoktrinDARI PERSPEKTIF
HUKUMPERDATA
•
TINDAKAN HUKUM
•
HUBUNGAN HUKUM
•
AKIBAT HUKUM
•
PRESTASI – WAN PRESTASI
PARADIGMA HUKUM KESEHATAN
•
Pergeseran paradigma dalam hubungan interpersonal
di dalam hukum kesehatan
•
Dulu: Vertikal Paternalistik. Jaman Now!! Horisontal
Kontraktual
•
Horisontal Kontraktual: Melahirkan
inspanning
verbintenis
yaitu adanya hubungan hukum antara 2
(dua) subyek hukum dan melahirkan hak dan
kewajiban bagi para pihak.
•
Adanya
Inspanning verbintenis
dikarenakan objek
transaksi adalah upaya penyembuhan yang hasilnya
tidak pasti dampaknya dan karenanya upaya tersebut
dilakukan dengan kehati-hatian
Informed consent
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No.585.Menkes/Per/IX/1989)
Dalam dunia kedokteran, biasanya untuk menghindari resiko malpraktik, tenaga medis membuat exconeratic clausule yaitu :
• Syarat-syarat pengecualian tanggung jawab berupa pembatasan atau pun pembebasan dari suatu tanggung jawab
• Dalam hal ini, bentuk dari exconeratic clausule adalah
informed consent/persetujuan tindakan medis (pertindik).
• Pertindik merupakan suatu izin atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan secara bebas, sadar dan rasional setelah memperoleh informasi yang lengkap, valid dan akurat dipahami dari dokter tentang keadaan penyakitnya serta tindakan medis yang akan diperolehnya.
PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK
SENGKETA
LITIGASI
(MELALUI BADAN PERADILAN NEGARA)
NON LITIGASI/ APS/ADR (MELALUI LEMBAGA
PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR BADAN PERADILAN
NEGARA)
PIDANA PERDATA ADMINISTRASI
DASAR HUKUM APS
1. Pasal 58 UU KEKUASAAN KEHAKIMAN NO. 48/2009: Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa (APS).
2. Pasal 29 UU Kes No. 36 Tahun 2009: Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam
menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui Mediasi. (Dirubah)
3. PERMA No. 1/2008: Dalam proses litigasi, para pihak wajib terlebih dahulu menempuh Mediasi.
MEDIASI?
•
mediasi adalah suatu prosedur penengahan di
mana seseorang bertindak sebagai
“kendaraan” untuk berkomunikasi antara
para pihak, sehingga pandangan mereka yang
berbeda atas sengketa tersebut dapat
dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi
tanggung jawab utama tercapainya suatu
perdamaian tetap berada di tangan para pihak
sendiri.
Unsur-Unsur mediasi:
1. Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa
melalui perundingan berdasarkan pendekatan
mufakat atau consensus para pihak;
2. Para pihak meminta bantuan mediator sebagai
pihak ketiga, yang harus netral dan tidak
memihak salah satu pihak yang bersengketa;
3. Kewenangan mediator bukan pada memutus
sengketa namun hanya terbatas pada
membantu para pihak mencari upaya
penyelesaian yang dapat diterima kedua belah
pihak.
Dasar Hukum Mediasi
•
Keberadaan lembaga mediasi sebagai lembaga
penyelesaian sengketa di luar pengadilan diakui
di dalam
UU Nomor 30 Tahun 1999
ttg
Arbitrase
dan Alternatif Penyesaian Sengketa
.
•
di dalam
Pasal 1 ayat 10
yang menyebutkan
bahwa APS adalah lembaga penyelesaia sengketa
atau beda pendapat melalu prosedur yang
disepakati para pihak yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
….
•
Peraturan Mahkamah Agung (selanjutnya
disebut dengan PERMA) nomor 01 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.
•
Melalui PERMA RI ini maka pengadilan tidak
saja bertugas dan berwenang memeriksa,
mengadili dan menyelesaikan perkara yang
diterimanya,
tetapi
juga
berkewajiban
mengupayakan perdamaian antara
pihak-pihak yang berperkara.
Mediasi..
•
UU Nomor 36 Tahun 2009
tentang
Kesehatan
khususnya
Pasal
29
dan
Penjelasannnya
yang
menyebutkan bahwa “ dalam hal tenaga kesehatan
diduga
melakukan
kelalaian
dalam
menjalankan
profesinya, kelalaian tersebut harus di selesaikan
terlebih dahulu melalui mediasi.”
•
di dalam
Penjelasan
menyebutkan alasan dan tujuan
dilakukannya mediasi yakni bahwa mediasi dilakukan
bila
timbul sengketa
antara tenaga kesehatan dengan
pasien, dimana mediasi tersebut dilakukan dengan
tujuan
untuk menyelesaikan sengketa di luar
pengadilan yang dilakukan oleh mediator yang
disepakati oleh para pihak yang bersengketa.
Mediasi..
•
UU No. 44/2009
tentang
Rumah Sakit
tidak
menyebutkan secara eksplisit tentang
lembaga mediasi sebagai lembaga
penyelesaian sengketa medis, namun di dalam
Pasal 60
yang mengatur tentang tugas
Badan
Pengawas Rumah Sakit Provinsi
disebutkan
adanya kewenangan BPRS Provinsi ini untuk
melakukan upaya penyelesaian sengketa
KARAKTERISTIK MEDIASI
1. Sebagai pengembangan proses negosiasi.
2. Intervensi pihak ketiga (mediator) yang dpt
diterima para pihak (netral).
3. Mediator membantu para pihak dalam mencapai
kesepakatan.
4. Mediator tidak berwenang mengambil keputusan
(berbeda dengan arbiter).
FUNGSI MEDIATOR
1. Fasilitator
: penyelenggara perundingan, susun
acara, siapkan logistik, notulis
2. Moderator
: memimpin /wasit dalam proses
negosiasi para pihak
3. Translator
: artikulasi/rumuskan kepentingan atau
kesepakatan
4. Katalisator
: menganalisa konflik, mendorong utk
capai kesepakatan, gali kepentingan tersembunyi.
5. Stabilisator
: mengendalikan emosi, membingkai
KEUNGGULAN MEDIASI
1. Win-win sulution.
2. Confidential.
3. Biaya murah (terukur).
4. Waktu penyelesaian lebih cepat.
5. Tidak terikat dengan hukum acara yang
formalistis.
6. Jika mediasi gagal: pengakuan para pihak tidak
dapat dipakai sebagai bukti di persidangan,
catatan mediator wajib dimusnahkan, mediator
tidak dapat menjadi saksi dalam persidangan.
PROSEDUR MEDIASI
PERJANJIAN PENYL SENGKETA BERHASIL GAGAL MEDIASI DAFTARKAN KE PENGADILAN KESEPAKATANPERDAMAIAN PERDAMAIANAKTA EKSEKUSI MEMILIH MEDIATOR RESUME SENGKETA PARA PIHAK LITIGASI
SIFAT IMPERATIF
Pasal 2 PERMA No. 1 Tahun 2008:
•Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib
mengikuti prosedur penyelesaian sengketa
melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan
ini.
•Tidak
menempuh
prosedur
mediasi
merupakan
pelanggaran
yang
RUANG LINGKUP
Pasal 4 PERMA No. 1 Tahun 2008:
semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan
Tingkat
Pertama
wajib
lebih
dahulu
diupayakan
penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan
mediator.
Kecuali :
perkara yang diselesaikan melalui pengadilan niaga,
pengadilan
hubungan
industrial,
keberatan
atas
putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen,
dan
keberatan
atas
putusan
Komisi
Pengawas
Persaingan Usaha,
Alur Mediasi awal Litigasi
Surat Gugatan
Pemeriksaan
kelengkapan berkas dan taksiran biaya + biaya
panggilan mediasi
Membayar ongkos perkara
Diberi No. register perkara
KPN menunjuk Majelis Hakim Majelis Menentukan
Hari Sidang
Hari Sidang Pertama (Hakim mewajibkan para pihak menempuh
mediasi) Pasal 7 (1)
Panitera memberikan srt gugatan Ke KPN
MEDIASI DIDALAM PENGADILAN PERMA NO. 1 TAHUN 2008
Ketua Majelis Menunjuk mediator
dengan penetapan atas kesepakatan para
pihak
Panitera Pengganti menyerahkan Kepada : a. Mediator
Salinan Gugatan
Surat Penetapan Penunjukan Mediator b. Panitera Muda Perdata
Salinan Penetapan Penunjukan Mediator untuk dicatat dalam Reg. Mediasi
Atas kesepakatan para pihak KM dapat menujuk
comediator (mediator non-hakim) Proses Mediasi : 40 Hari (Pasal 13) Pemanggilan para pihak yang tidak hadir ps 14 (1) Mediator Menentukan Jadwal pertemuan mediasi
dan mewajibkan para pihak / Prisipal Hadir +
Surat Kuasa Mediasi
Mediasi Berhasil : Mediator melaporkan secara tertulis kepada KM, PP melaporkan
kepada Panmud Perdata untuk dicatat dalam register mediasi
Mediasi Tidak Berhasil : Mediator melaporkan secara tertulis kepada
KM,PP melaporkan kepada Panmud Perdata
untk dicatat dalam register mediasi KM menentukan hari sidang (PHS) melanjutkan pemeriksaan perkara (HIR)
Apabila dalam proses pemeriksaan perkara (litigasi) para pihak sepakat untuk mediasi dan mohon salah satu HM menjadi mediator
maka pemeriksaan ditunda Dicatat dalam
BAP (ps 18)
Tdk sepakat
Psl 18 (1 & 2) Proses LitigasiDilanjutkan Pihak Ingin BerdamaiPsl 18 (4)
Mediasi Dalam Litigasi
PP menyerahkan salinan penetapan penunjukan mediator kepada PanMud Perdata + Hakm mediator
KM Membaca Penetapan Penunjukan
Mediator Hakim
Para pihak menandatangani pernyataan memilih
Mediator Hakim
Mediator Hakim melakukan proses Mediasi (Paling Lama 14 hari kerja)
Tidak Tercapai kesepakatan Tercapai kesepakatan
Mediator Hakim lapor kepada ketua majelis
Pemeriksaan perkara dilanjutkan
Kesepakatan perdamaian dikukuhkan dalam Akta Perdamaian atau gugatan
MEDIASI DALAM BANDING, KASASI
DAN PK
Mediasi dalam proses litigasi dapat dilakukan
dalam semua tahap pemeriksaan perkara:
pemeriksaan
banding,
kasasi,
atau
peninjauan kembali sepanjang perkara itu
belum diputus.
ALUR MEDIASI DITINGKAT BANDING/ KASASI/ PK (ps. 21 & 22) PUTUSAN TINGKAT I/PN/PA PERMOHONAN BANDING/ KASASI/PK KEHENDAK BERDAMAI PEMBERITAHUAN TERTULIS KEHENDAK DAMAI dan Permohonan penunjukkan Mediator Hakm KE PN/PA PEMBERITAHUAN KEHENDAK PERDAMAIAN PARA PIHAK MENUNJUK MEDIATOR MENUNDA PENGIRIMAN BERKAS PERKARA KE PT/MA KPN/KPA tempat perkara diputus PENGADILAN TINGKAT BANDING MAHKAMAH AGUNG
MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING/KASASI / PK MENUNDA PEMERIKSAAN PERKARA TERSEBUT (14 HARI
Flexible
ALUR PROSES MEDIASI TERHADAP PERKARA YANG DIMOHONKAN BANDING/ KASASI /PK KETUA PENGADILAN NEGERI / AGAMA (KPN/KPA) SETEMPAT PEMBAHASAN DRAFT KESEPAKATAN PERDAMAIAN MEDIATOR HAKIM 14 Hari flexible MENENTUKAN TANGGAL MULAI MEDIASI PARA PIHAK MASING-MASING MENGAJUKAN DRAFT PERDAMAIAN PELAKSANAAN MEDIASI PENYUSUNAN KESEPAKATAN PERDAMAIAN PEMBACAAN KESEPAKATAN OLEH MEDIATOR PENANDATANGANAN KESEPAKATAN SEPAKAT TIDAK SEPAKAT LAPORAN HASIL MEDIASI KPN/ KPA 60
ALUR MEDIASI TERHADAP PERKARA YANG DIMOHONKAN BANDING/ KASASI/ PK SETELAH PENANDATANGANAN KESEPAKATAN PERDAMAIAN
KESEPAKATAN PERDAMAIAN
PENCABUTAN PERMOHONAN BANDING/ KASASI/PK
Dikuatkan dalam Akta Perdamaian
DIKIRIM KE PT/PTA DAN MA RI KPT/KPTA/KMA MENERUSKAN MAJELIS HAKIM MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING/KASASI/PK/ MENGUATKAN KESEPAKATAN PERDAMAIAN (MAKS, 30 HARI SEJAK KESEPAKATAN PERDAMAIAN DITERIMA) AKTA PERDAMAIAN 61