• Tidak ada hasil yang ditemukan

Malpraktek Dari Perspektif Hukum (Suatu Pengenalan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Malpraktek Dari Perspektif Hukum (Suatu Pengenalan)"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

Malpraktek Dari Perspektif

Hukum

(Suatu Pengenalan)

Oleh

Dr. Made Gde Subha Karma Resen, SH., M.Kn

Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana

(2)

LINGKUP TENAGA KESEHATAN :

Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36

Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan dan Asisten Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan meliputi TENAGA MEDIS, tenaga

psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan,

tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat,

tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga

keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga

teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan

tenaga kesehatan lain.

PERHATIKAN.

Putusan

MK

No.

82/PUU-XIII/2015

tanggal

14

Desember 2016 membatalkan Pasal 11 ayat (1) huruf a,

Pasal 11 ayat (2), Pasal 90, Pasal 94 UU Tenaga

Kesehatan terkait “TENAGA MEDIS”.

(3)

Istilah

Malpraktik/Malpraktek/Malapraktik/Malapraktek.

Malpraktik bukan merupakan istilah yuridis/hukum,

tetapi istilah sosiologis.

Mal (bahasa Yunani) : buruk.

Praktik (KBBI) : menjalankan pekerjaan (misal

dokter, pengacara).

Malpraktik : menjalankan pekerjaan secara buruk.

Malapraktik (KBBI) : praktik kedokteran yang salah,

tidak tepat, menyalahi undang-undang atau kode

etik.

(4)

PENGERTIAN

MALPRAKTIK

Malpraktik merupakan istilah yang memiliki

konotasi

buruk

, bersifat

stigmatis

,

menyalahkan

.

Malpraktik adalah praktik buruk dari seseorang

yang memegang suatu

profesi dalam arti umum

(seperti profesi medis, ahli hukum, akuntan).

CATATAN : malpraktik dalam pelayanan kesehatan sering disebut dengan “malpraktik medik”.

(5)

PENGERTIAN

MALPRAKTIK MEDIK

Ari Yunanto & Helmi :

Malpraktik medik adalah kesalahan baik disengaja

maupun tidak disengaja (kelalaian) dalam menjalankan profesi medik yang tidak sesuai dengan Standar Profesi Medik dan Standar Prosedur Operasional dan berakibat buruk/fatal dan atau mengakibatkan kerugian lainnya pada pasien, yang mengharuskan dokter bertanggung jawab secara administrasi, perdata, dan atau pidana.

Nb :

Pengertian Standar Profesi dan Standar Prosedur

Operasional bisa dibaca pada Penjelasan Pasal 50 UU No. 29 Tahun 2004.

(6)

PENGERTIAN

MALPRAKTIK MEDIK

Adami Chazawi :

Malpraktik medik terjadi jika dokter atau orang

yang ada di bawah perintahnya dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam praktik medik terhadap pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar profesi, standar prosedur, atau prinsip-prinsip kedokteran, atau dengan melanggar hukum tanpa wewenang, dengan menimbulkan akibat kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik maupun mental, nyawa pasien, sehingga membentuk pertanggungjawaban hukum.

(7)

PENGERTIAN

MALPRAKTIK MEDIK

MALPRAKTIK MEDIK DAN KELALAIAN MEDIK :

Malpraktik Medik (Medical Malpractice):

perbuatannya bisa dilakukan dengan sengaja (kesengajaan) maupun tidak dengan sengaja (kelalaian).

Kelalaian Medik (Medical Negligence) :

perbuatannya dilakukan tidak dengan sengaja (kelalaian).

KESIMPULAN :

Malpraktik dalam pelayanan kesehatan bisa

diberikan pengertian luas sebagai “medical malpractice” dan pengertian sempit sebagai “medical negligence”.

(8)
(9)

TINDAKAN HUKUM

MELAHIRKAN AKIBAT

HUKUM?

Perbuatan malpraktek akan

berdampak luas secara yuridis,

baik dalam

HUKUM PIDANA,

PERDATA MAUPUN HUKUM

ADMINISTRASI.

(10)

MALPRAKTIK MEDIK :

PERSPEKTIF HUKUM

Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM

ADMINISTRASI, HUKUM PERDATA, HUKUM PIDANA.

Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM

ADMINISTRASI :“pelanggaran disiplin”, Pencabutan Ijin.

Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM

PERDATA : “timbulnya kerugian”.

Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

(11)

PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

Malpraktik medik dalam perspektif hukum pidana

: “tindak pidana”.

Tindak pidana : “perbuatan” yang dilarang dan

diancam dengan “sanksi pidana” di dalam peraturan perundang-undangan .

Sanksi pidana : pidana pokok dan pidana

tambahan.

Pidana pokok : pidana mati, penjara, kurungan,

denda, tutupan.

Pidana tambahan : pencabutan hak-hak tertentu,

perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan pengadilan.

(12)

MALPRAKTIK MEDIK :

PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

Malpraktik medik dalam perspektif hukum pidana

berkaitan dengan “tindak pidana” dalam “peraturan perundang-undangan”.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur

dan merumuskan “tindak pidana” serta bisa dikaitkan dengan malpraktik medik :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

2. UU No. 29 Tahun 2004 (6-10-2004/2005). 3. UU No. 36 Tahun 2009 (13-10-2009).

(13)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM KUHP

Pasal 267 KUHP : Pemalsuan Surat Keterangan

Dokter

Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan

surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan, atau cacat (pidana penjara maksimal 4 tahun).

Keterangan diberikan dengan maksud untuk

memasukkan seseorang ke dalam RS atau untuk menahannya di RS (pidana penjara maksimal 8 tahun 6 bulan).

Orang yang dengan sengaja menggunakan surat

keterangan palsu di atas (pidana penjara maksimal 4 tahun).

(14)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM KUHP

Pasal 322 KUHP : Rahasia Kedokteran

Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia

yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu (pidana penjara maksimal 9 bulan atau denda maksimal Rp. 600,00).

Perbuatan di atas hanya dapat dituntut atas

pengaduan orang yang bersangkutan (korban pembukaan rahasia jabatan).

(15)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM KUHP

Pasal 344 KUHP : Euthanasia

Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas

permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati (pidana penjara maksimal 12 tahun).

Catatan :

Euthanasia : eu (baik) dan thanatos (mati) :

kematian yang baik.

(16)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM KUHP

Pasal 346-349 KUHP : Aborsi

Pasal 346 KUHP :

seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu (pidana penjara maksimal 6 tahun).

Pasal 347 KUHP :

barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya (pidana penjara maksimal 12 tahun); jika mengakibatkan meninggalnya perempuan tersebut (pidana penjara maksimal 15 tahun).

(17)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM KUHP

Pasal 346-349 KUHP : Aborsi

Pasal 348 KUHP :

barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya (pidana penjara maksimal 5 tahun 6 bulan); jika mengakibatkan meninggalnya perempuan tersebut (pidana penjara maksimal 7 tahun).

Pasal 349 KUHP :

dokter, bidan atau juru obat yang membantu melakukan dalam Pasal 346, atau melakukan atau membantu melakukan dalam Pasal 347, 348 (pidana ditambah 1/3 dan dapat dicabut hak menjalankan pekerjaan).

(18)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM KUHP

Pasal

359

KUHP

:

Kelalaian

Menyebabkan Kematian

Barangsiapa

karena

kealpaannya

menyebabkan orang lain mati (pidana penjara

maksimal 5 tahun atau kurungan maksimal 1

tahun).

CATATAN : pasal

a quo

yang sering digunakan

untuk

menjerat

kasus

“MEDICAL

(19)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM KUHP

Pasal

360

KUHP

:

Kelalaian

Menyebabkan Luka

CATATAN : pasal di atas Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat (pidana penjara maksimal 5 tahun atau kurungan maksimal 1 tahun).

Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan

orang lain luka-luka sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan (pidana penjara maksimal 9 bulan atau kurungan maksimal 6 bulan atau denda maksimal Rp. 4.500,00).

CATATAN : pasal a quo yang sering digunakan

(20)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM KUHP

Pasal 361 KUHP : Pemberatan Sanksi

Pidana

Perbuatan dalam Pasal 359, 360 yang

dilakukan

ketika

menjalankan

pekerjaan

(pidana ditambah 1/3 dan dapat dicabut hak

menjalankan pekerjaan, merampas barang

yang digunakan untuk melakukan perbuatan,

hakim dapat memerintahkan pengumuman

putusannya).

(21)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM UU NO. 29/2004

Pasal 75 :

Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan

sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STR (pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 100 juta).

Setiap dokter atau dokter gigi WNA yang dengan

sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STR sementara/bersyarat (pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 100 juta).

(22)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM UU NO. 29/2004

Pasal 76 :

setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki SIP (pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 100 juta).

Pasal 77 :

setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR dan/atau izin praktik (pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 150 juta).

(23)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM UU NO. 29/2004

Pasal 78 :

setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR dan/atau izin praktik (pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 150 juta).

Pasal 79 :

setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memasang papan nama, atau tidak membuat rekam medis, atau tidak memenuhi kewajiban dalam Pasal 51 huruf a,b,c,d atau e (pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda maksimal Rp. 50 juta).

(24)

MAPRAKTIK MEDIK

DALAM UU NO. 29/2004

Pasal 80 :

Setiap orang yang dengan sengaja

mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 (pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp. 300 juta).

Pelaku perbuatan korporasi dipidana denda

maksimal Rp. 300 juta ditambah dengan 1/3 atau pencabutan izin.

(25)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM UU NO. 36/2009

Pasal 190 :

Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau

tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat (pidana penjara maksimal 2 tahun “dan” denda maksimal Rp. 200 juta).

Perbuatan mengakibatkan kecacatan/kematian

(pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).

(26)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM UU NO. 36/2009

Pasal 191 :

setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian (pidana penjara maksimal 1 tahun “dan” denda maksimal Rp. 100 juta).

Pasal 192 :

setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apapun (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).

(27)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM UU NO. 36/2009

Pasal 193 :

setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).

Pasal 194 :

setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan Pasal 75 ayat 2 (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).

Pasal 195 :

setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun (pidana penjara maksimal 5 tahun “dan” denda maksimal Rp. 500 juta).

(28)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM UU NO. 36/2009

Pasal 196 : setiap orang yang dengan sengaja

memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).

Pasal 197 : setiap orang yang dengan sengaja

memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar (pidana penjara maksimal 15 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1,5 miliar).

Pasal 198 : setiap orang yang tidak memiliki

keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian (pidana denda maksimal Rp. 100 juta).

(29)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM UU NO. 36/2014

Pasal-pasal dalam UU No. 36/2014 yang memuat

tindak pidana yaitu : Pasal 83-86.

Pasal 83 : Setiap orang yang bukan Tenaga

Kesehatan melakukan praktik seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

CATATAN :

Bandingkan Pasal 88 UU No. 36/2014 dengan

Pasal 77 UU No. 29/2004.

Apakah Pasal 83 UU No. 36/2014 bisa menjadi

ketentuan “lex specialis” dari Pasal 77 dan Pasal 78 UU No. 29/2004 ?

(30)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM UU NO. 36/2014 (2)

Pasal 84 ayat (1) : Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

Pasal 84 ayat (2) : Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

(31)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM UU NO. 36/2014

Pasal 85 ayat (1) : Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.

Pasal 84 ayat (2) : Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing

yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki STR Sementara dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.

(32)

MALPRAKTIK MEDIK

DALAM UU NO. 36/2014

Pasal 86 ayat (1) :

Setiap Tenaga Kesehatan

yang menjalankan praktik tanpa memiliki izin (SIP)

dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp

100 juta.

Pasal 86 ayat (2) : Setiap Tenaga Kesehatan warga

negara asing yang dengan sengaja memberikan

pelayanan kesehatan tanpa memiliki SIP dipidana

dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.

(33)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA

MALPRAKTIK MEDIK

 Pasal tindak pidana yang biasanya digunakan oleh

aparat penegak hukum untuk menjerat malpraktik dalam pelayanan kesehatan (kelalaian medik), yaitu Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP.

 Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP adalah “delik

culpa”, dengan adanya elemen “karena kealpaannya” dan “delik materiil” yang menghendaki akibat berupa matinya orang lain atau menyebabkan orang lain luka-luka berat.

 CATATAN : seharusnya Pasal 359 dan 360 KUHP tidak

diterapkan lagi dengan adanya Pasal 84 UU No. 36/2014.

(34)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA

MALPRAKTIK MEDIK

Persoalan fundamental dalam delik culpa

adalah masalah pembuktian atau penentuan “kealpaan” dan “hubungan kausal kealpaan dengan akibat” yang dilarang undang-undang.

Penentuan ada tidaknya kealpaan dilakukan

secara “normatif”.

Penentuan hubungan kausalitas kealpaan dan

akibat dilakukan dengan menggunakan “doktrin kausalitas”.

(35)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA

MALPRAKTIK MEDIK (7)

Pembuktian malpraktik dalam pelayanan

kesehatan (kelalaian medik) sesungguhnya

tidak mudah bagi hakim yang tidak menguasai profesi di bidang pelayanan kesehatan.

Namun demikian, pelaku malpraktik dalam

pelayanan kesehatan (kelalaian medik) tetap bisa dibuktikan kesalahan/kealpaannya.

Pembuktian malpraktik dalam pelayanan

kesehatan (kelalaian medik) bisa menggunakan : Doktrin 4D (

Duty, Deriliction of

Duty, Damage, Direct Causation

) dan Doktrin

(36)

DARI PERSPEKTIF

HUKUMPERDATA

TINDAKAN HUKUM

HUBUNGAN HUKUM

AKIBAT HUKUM

PRESTASI – WAN PRESTASI

(37)

PARADIGMA HUKUM KESEHATAN

Pergeseran paradigma dalam hubungan interpersonal

di dalam hukum kesehatan

Dulu: Vertikal Paternalistik. Jaman Now!! Horisontal

Kontraktual

Horisontal Kontraktual: Melahirkan

inspanning

verbintenis

yaitu adanya hubungan hukum antara 2

(dua) subyek hukum dan melahirkan hak dan

kewajiban bagi para pihak.

Adanya

Inspanning verbintenis

dikarenakan objek

transaksi adalah upaya penyembuhan yang hasilnya

tidak pasti dampaknya dan karenanya upaya tersebut

dilakukan dengan kehati-hatian

(38)

Informed consent

(Peraturan Menteri Kesehatan RI No.585.Menkes/Per/IX/1989)

Dalam dunia kedokteran, biasanya untuk menghindari resiko malpraktik, tenaga medis membuat exconeratic clausule yaitu :

Syarat-syarat pengecualian tanggung jawab berupa pembatasan atau pun pembebasan dari suatu tanggung jawab

Dalam hal ini, bentuk dari exconeratic clausule adalah

informed consent/persetujuan tindakan medis (pertindik).

Pertindik merupakan suatu izin atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan secara bebas, sadar dan rasional setelah memperoleh informasi yang lengkap, valid dan akurat dipahami dari dokter tentang keadaan penyakitnya serta tindakan medis yang akan diperolehnya.

(39)
(40)

PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK

SENGKETA

LITIGASI

(MELALUI BADAN PERADILAN NEGARA)

NON LITIGASI/ APS/ADR (MELALUI LEMBAGA

PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR BADAN PERADILAN

NEGARA)

PIDANA PERDATA ADMINISTRASI

(41)

DASAR HUKUM APS

1. Pasal 58 UU KEKUASAAN KEHAKIMAN NO. 48/2009: Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa (APS).

2. Pasal 29 UU Kes No. 36 Tahun 2009: Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam

menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui Mediasi. (Dirubah)

3. PERMA No. 1/2008: Dalam proses litigasi, para pihak wajib terlebih dahulu menempuh Mediasi.

(42)

MEDIASI?

mediasi adalah suatu prosedur penengahan di

mana seseorang bertindak sebagai

“kendaraan” untuk berkomunikasi antara

para pihak, sehingga pandangan mereka yang

berbeda atas sengketa tersebut dapat

dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi

tanggung jawab utama tercapainya suatu

perdamaian tetap berada di tangan para pihak

sendiri.

(43)

Unsur-Unsur mediasi:

1. Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa

melalui perundingan berdasarkan pendekatan

mufakat atau consensus para pihak;

2. Para pihak meminta bantuan mediator sebagai

pihak ketiga, yang harus netral dan tidak

memihak salah satu pihak yang bersengketa;

3. Kewenangan mediator bukan pada memutus

sengketa namun hanya terbatas pada

membantu para pihak mencari upaya

penyelesaian yang dapat diterima kedua belah

pihak.

(44)

Dasar Hukum Mediasi

Keberadaan lembaga mediasi sebagai lembaga

penyelesaian sengketa di luar pengadilan diakui

di dalam

UU Nomor 30 Tahun 1999

ttg

Arbitrase

dan Alternatif Penyesaian Sengketa

.

di dalam

Pasal 1 ayat 10

yang menyebutkan

bahwa APS adalah lembaga penyelesaia sengketa

atau beda pendapat melalu prosedur yang

disepakati para pihak yakni penyelesaian di luar

pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,

mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

(45)

….

Peraturan Mahkamah Agung (selanjutnya

disebut dengan PERMA) nomor 01 Tahun 2008

tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.

Melalui PERMA RI ini maka pengadilan tidak

saja bertugas dan berwenang memeriksa,

mengadili dan menyelesaikan perkara yang

diterimanya,

tetapi

juga

berkewajiban

mengupayakan perdamaian antara

pihak-pihak yang berperkara.

(46)

Mediasi..

UU Nomor 36 Tahun 2009

tentang

Kesehatan

khususnya

Pasal

29

dan

Penjelasannnya

yang

menyebutkan bahwa “ dalam hal tenaga kesehatan

diduga

melakukan

kelalaian

dalam

menjalankan

profesinya, kelalaian tersebut harus di selesaikan

terlebih dahulu melalui mediasi.”

di dalam

Penjelasan

menyebutkan alasan dan tujuan

dilakukannya mediasi yakni bahwa mediasi dilakukan

bila

timbul sengketa

antara tenaga kesehatan dengan

pasien, dimana mediasi tersebut dilakukan dengan

tujuan

untuk menyelesaikan sengketa di luar

pengadilan yang dilakukan oleh mediator yang

disepakati oleh para pihak yang bersengketa.

(47)

Mediasi..

UU No. 44/2009

tentang

Rumah Sakit

tidak

menyebutkan secara eksplisit tentang

lembaga mediasi sebagai lembaga

penyelesaian sengketa medis, namun di dalam

Pasal 60

yang mengatur tentang tugas

Badan

Pengawas Rumah Sakit Provinsi

disebutkan

adanya kewenangan BPRS Provinsi ini untuk

melakukan upaya penyelesaian sengketa

(48)

KARAKTERISTIK MEDIASI

1. Sebagai pengembangan proses negosiasi.

2. Intervensi pihak ketiga (mediator) yang dpt

diterima para pihak (netral).

3. Mediator membantu para pihak dalam mencapai

kesepakatan.

4. Mediator tidak berwenang mengambil keputusan

(berbeda dengan arbiter).

(49)

FUNGSI MEDIATOR

1. Fasilitator

: penyelenggara perundingan, susun

acara, siapkan logistik, notulis

2. Moderator

: memimpin /wasit dalam proses

negosiasi para pihak

3. Translator

: artikulasi/rumuskan kepentingan atau

kesepakatan

4. Katalisator

: menganalisa konflik, mendorong utk

capai kesepakatan, gali kepentingan tersembunyi.

5. Stabilisator

: mengendalikan emosi, membingkai

(50)

KEUNGGULAN MEDIASI

1. Win-win sulution.

2. Confidential.

3. Biaya murah (terukur).

4. Waktu penyelesaian lebih cepat.

5. Tidak terikat dengan hukum acara yang

formalistis.

6. Jika mediasi gagal: pengakuan para pihak tidak

dapat dipakai sebagai bukti di persidangan,

catatan mediator wajib dimusnahkan, mediator

tidak dapat menjadi saksi dalam persidangan.

(51)

PROSEDUR MEDIASI

PERJANJIAN PENYL SENGKETA BERHASIL GAGAL MEDIASI DAFTARKAN KE PENGADILAN KESEPAKATAN

PERDAMAIAN PERDAMAIANAKTA EKSEKUSI MEMILIH MEDIATOR RESUME SENGKETA PARA PIHAK LITIGASI

(52)

SIFAT IMPERATIF

Pasal 2 PERMA No. 1 Tahun 2008:

•Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib

mengikuti prosedur penyelesaian sengketa

melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan

ini.

•Tidak

menempuh

prosedur

mediasi

merupakan

pelanggaran

yang

(53)

RUANG LINGKUP

Pasal 4 PERMA No. 1 Tahun 2008:

semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan

Tingkat

Pertama

wajib

lebih

dahulu

diupayakan

penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan

mediator.

Kecuali :

perkara yang diselesaikan melalui pengadilan niaga,

pengadilan

hubungan

industrial,

keberatan

atas

putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen,

dan

keberatan

atas

putusan

Komisi

Pengawas

Persaingan Usaha,

(54)

Alur Mediasi awal Litigasi

Surat Gugatan

Pemeriksaan

kelengkapan berkas dan taksiran biaya + biaya

panggilan mediasi

Membayar ongkos perkara

Diberi No. register perkara

KPN menunjuk Majelis Hakim Majelis Menentukan

Hari Sidang

Hari Sidang Pertama (Hakim mewajibkan para pihak menempuh

mediasi) Pasal 7 (1)

Panitera memberikan srt gugatan Ke KPN

MEDIASI DIDALAM PENGADILAN PERMA NO. 1 TAHUN 2008

(55)

Ketua Majelis Menunjuk mediator

dengan penetapan atas kesepakatan para

pihak

Panitera Pengganti menyerahkan Kepada : a. Mediator

 Salinan Gugatan

 Surat Penetapan Penunjukan Mediator b. Panitera Muda Perdata

 Salinan Penetapan Penunjukan Mediator untuk dicatat dalam Reg. Mediasi

Atas kesepakatan para pihak KM dapat menujuk

comediator (mediator non-hakim) Proses Mediasi : 40 Hari (Pasal 13) Pemanggilan para pihak yang tidak hadir  ps 14 (1) Mediator Menentukan Jadwal pertemuan mediasi

dan mewajibkan para pihak / Prisipal Hadir +

Surat Kuasa Mediasi

Mediasi Berhasil : Mediator melaporkan secara tertulis kepada KM, PP melaporkan

kepada Panmud Perdata untuk dicatat dalam register mediasi

Mediasi Tidak Berhasil : Mediator melaporkan secara tertulis kepada

KM,PP melaporkan kepada Panmud Perdata

untk dicatat dalam register mediasi KM menentukan hari sidang (PHS) melanjutkan pemeriksaan perkara (HIR)

Apabila dalam proses pemeriksaan perkara (litigasi) para pihak sepakat untuk mediasi dan mohon salah satu HM menjadi mediator

maka pemeriksaan ditunda Dicatat dalam

BAP (ps 18)

(56)

Tdk sepakat

Psl 18 (1 & 2) Proses LitigasiDilanjutkan Pihak Ingin BerdamaiPsl 18 (4)

Mediasi Dalam Litigasi

PP menyerahkan salinan penetapan penunjukan mediator kepada PanMud Perdata + Hakm mediator

KM Membaca Penetapan Penunjukan

Mediator Hakim

Para pihak menandatangani pernyataan memilih

Mediator Hakim

Mediator Hakim melakukan proses Mediasi (Paling Lama 14 hari kerja)

Tidak Tercapai kesepakatan Tercapai kesepakatan

Mediator Hakim lapor kepada ketua majelis

Pemeriksaan perkara dilanjutkan

Kesepakatan perdamaian dikukuhkan dalam Akta Perdamaian atau gugatan

(57)

MEDIASI DALAM BANDING, KASASI

DAN PK

Mediasi dalam proses litigasi dapat dilakukan

dalam semua tahap pemeriksaan perkara:

pemeriksaan

banding,

kasasi,

atau

peninjauan kembali sepanjang perkara itu

belum diputus.

(58)

ALUR MEDIASI DITINGKAT BANDING/ KASASI/ PK (ps. 21 & 22) PUTUSAN TINGKAT I/PN/PA PERMOHONAN BANDING/ KASASI/PK KEHENDAK BERDAMAI PEMBERITAHUAN TERTULIS KEHENDAK DAMAI dan Permohonan penunjukkan Mediator Hakm KE PN/PA PEMBERITAHUAN KEHENDAK PERDAMAIAN PARA PIHAK MENUNJUK MEDIATOR MENUNDA PENGIRIMAN BERKAS PERKARA KE PT/MA KPN/KPA tempat perkara diputus PENGADILAN TINGKAT BANDING MAHKAMAH AGUNG

MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING/KASASI / PK MENUNDA PEMERIKSAAN PERKARA TERSEBUT (14 HARI

Flexible

(59)

ALUR PROSES MEDIASI TERHADAP PERKARA YANG DIMOHONKAN BANDING/ KASASI /PK KETUA PENGADILAN NEGERI / AGAMA (KPN/KPA) SETEMPAT PEMBAHASAN DRAFT KESEPAKATAN PERDAMAIAN MEDIATOR HAKIM 14 Hari flexible MENENTUKAN TANGGAL MULAI MEDIASI PARA PIHAK MASING-MASING MENGAJUKAN DRAFT PERDAMAIAN PELAKSANAAN MEDIASI PENYUSUNAN KESEPAKATAN PERDAMAIAN PEMBACAAN KESEPAKATAN OLEH MEDIATOR PENANDATANGANAN KESEPAKATAN SEPAKAT TIDAK SEPAKAT LAPORAN HASIL MEDIASI KPN/ KPA 60

(60)

ALUR MEDIASI TERHADAP PERKARA YANG DIMOHONKAN BANDING/ KASASI/ PK SETELAH PENANDATANGANAN KESEPAKATAN PERDAMAIAN

KESEPAKATAN PERDAMAIAN

PENCABUTAN PERMOHONAN BANDING/ KASASI/PK

Dikuatkan dalam Akta Perdamaian

DIKIRIM KE PT/PTA DAN MA RI KPT/KPTA/KMA MENERUSKAN MAJELIS HAKIM MAJELIS HAKIM TINGKAT BANDING/KASASI/PK/ MENGUATKAN KESEPAKATAN PERDAMAIAN (MAKS, 30 HARI SEJAK KESEPAKATAN PERDAMAIAN DITERIMA) AKTA PERDAMAIAN 61

(61)

Referensi

Dokumen terkait

pada cost utility analysis dari penderita yang memperoleh tindakan operasi dan kemoterapi FAC serta radiasi dan pada penderita yang memperoleh tindakan operasi

Pada suatu studi dari 100 penderita dengan inkontinensia fekal, dua pertiga dari penderita membaik pada akhir terapi dan mereka yang mengalami inkontinensia urgensi saja

Hasil uji hipotesis atau uji t pada penelitian ini menunjukkan bahwa leverage berpengaruh terhadap risk management disclosure pada perusahaan sektor industri barang

Dengan merujuk pada kurikulum dan KKNI Deskriptor program Administrasi/ Manajemen Pendidikan (S1) mengenai sejauh mana kompetensi tersebut dapat dipenuhi serta

5.5 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan Status Gizi Pelajar SMA Putri Kelas 1 Di Denpasar Utara ... 79

Pembayaran yang diterima oleh siswa atau pemagang yang merupakan penduduk atau seketika sebelum mengunjungi suatu Negara Pihak pada Persetujuan merupakan

Volume:1 Paket TKDN: Ya Belanja tagihan Telepon(untuk persediaan 1 Tahun) Pengadaan Langsung 3.000.000 34. Penyediaan Layanan Kesehatan untuk UKM dan UKP Rujukan

Untunglah ada Siauw Giok Tjhan dan Tjoa Sik Ien, dua sahabat yang patut dihormati, demi melindungi dan mendorong maju Persahabatan rakyat kedua negara RI-RRT, di saat