• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Hasil pembayaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Hasil pembayaran"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Hasil pembayaran pajak digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan atau negara, misalnya untuk pembangunan, subsidi BBM, memberi gaji bagi para pegawai negeri, dan kebutuhan kepentingan negara lainnya. Pajak sangat penting bagi sumber pendapatan negara sehingga pemerintah seharusnya lebih meyakinkan kepada rakyat akan pentingnya pajak, sehingga tidak terjadinya keraguan rakyat akan pentingnya membayar pajak. Seharusnya rakyat juga memiliki kesadaran akan pentingnya membayar pajak. Dalam suatu negara, pajak adalah suatu elemen penting yang tidak dapat dipisahkan dari jalannya pemerintahan itu sendiri. Mengingat pajak merupakan sumber utama pendapatan negara, oleh karena itu pajak mempunyai dua fungsi yaitu fungsi budgetair (anggaran) dan juga fungsi

regulerend (pengaturan)1

Dewasa ini, dunia bisnis di Indonesia sudah berkembang sangat pesat. Di mana hal ini terlihat dari banyaknya jenis kontrak yang ada dan berkembang dalam dunia bisnis. Dasar berkembangnya kontrak saat ini berasal dari adanya Pasal 1338 BW yang berisi tentang asas kebebasan berkontrak.

. Melalui dua fungsi tersebut pajak berperan menunjang pembangunan suatu negara. Dengan demikian setiap aspek yang terkait dengan pembangunan negara bergantung pada sistem pajak.

(2)

Kebutuhan akan dana bagi seseorang merupakan hal yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, maupun dalam hal berusaha di berbagai bidang bisnis. Di lain pihak, banyak juga orang/kumpulan orang/Lembaga/Badan Hukum yang justru kelebihan dana meskipun hanya bersifat sementara. Oleh karena itu, dana yang berlebihan tersebut perlu diinvestasikan dengan cara yang paling menguntungkan, baik secara ekonomis ataupun sosial agar dana terebut dapat bersifat tetap atau permanen. Akhirnya terciptalah suatu perjanjian yakni pihak yang kelebihan dana memberi dana langsung kepada pihak yang membutuhkan dana. Lembaga konvensional yang namanya bank, ternyata tidak cukup ampuh untuk menanggulangi berbagai keperluan dana dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena keterbatasan jangkauan penyebaran kredit oleh bank tersebut, keterbatasan sumber dana dan keharusan memberlakukan prinsip kehati-hatian berdasarkan Undang-undang perbankan.

Kemudian dicarilah bentuk-bentuk penyandang dana untuk membantu pihak bisnis ataupun diluar bisnis dalam rangka penyaluran dana, sehingga terciptalah lembaga penyandang dana yang lebih fleksibel dari bank. Inilah yang dikenal sebagai Lembaga Pembiayaan, yang menawarkan model-model formulasi baru terhadap pemberian dana, salah satu diantaranya adalah sewa guna usaha (leasing).

(3)

Sewa guna usaha mulai timbul di Indonesia sejak tahun 1974, yakni dengan adanya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor :

Kep-122/MK/IV/1974, Nomor : 32/M/SK/ 2/1974, Nomor : 30/Kpb/74, tertanggal 7 Februari 19742

Kehadiran sewa guna usaha di Indonesia, ternyata juga telah menciptakan wahana baru untuk pengembangan investasi bagi dunia usaha, baik usaha kecil,

.

Sewa guna usaha merupakan suatu fenomena hukum yang kurang jelas. Di satu pihak sewa guna usaha mirip dengan sewa-menyewa, tetapi di lain pihak, sewa guna usaha juga mengandung unsur jual-beli, bahkan unsur perjanjian pinjam-meminjam pun juga ada. Namun demikian, bangunan hukum yang disebut sewa guna usaha sudah cukup popular dalam dunia bisnis dewasa ini. Hampir seluruh bidang bisnis telah dimasuki oleh sewa guna usaha. Jadi oleh sebab itu tidak terlalu mengherankan jika sewa guna usaha cepat sekali perkembangannya di Indonesia. Sewa guna usaha dalam perwujudannya adalah membiayai penyediaan barang-barang modal, yang akan dipergunakan oleh suatu perusahaaan atau perorangan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala, yang disertai hak pilih (opsi) bagi perusahaan atau perorangan tersebut untuk menbeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu sewa guna usaha.

(4)

menengah, maupun usaha besar. Dengan adanya sewa guna usaha, pengusaha dapat melakukan perluasan produksi dan penambahan barang modal dengan cepat dan juga dapat dijadikan alternatif pendanaan melalui sale and back lease. Selain itu pasaran barang-barang yang bersifat konsumtif dapat ikut terdorong oleh adanya pembiayaan melalui sewa guna usaha. Begitu pentingnya keberadaan sewa guna usaha dewasa ini membuat tumbuh suburnya perusahaan pembiayaan yang bergerak dalam bidang sewa guna usaha. Oleh sebab itu pemerintah untuk mengatur mengenai sewa guna usaha ini telah mengeluarkan Perpres Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Menurut pasal 1 angka 5 perpres no. 9 tahun 2009 tentang lembaga pembiayaan, sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.

Kegiatan utama sewa guna usaha atau sewa guna usaha ini dapat dibilang adalah berupa pengadaan barang modal bagi perusahaan yang membutuhkan. Barang modal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu (seperti mesin) atau modal usaha. Barang modal ini dapat berupa apa saja, semua benda yang diperlukan untuk jalannya suatu perusahaan. Jadi tanpa adanya barang modal, perusahaan dapat dipastikan tidak akan dapat berjalan. Selain itu guna barang modal adalah sebagai aset perusahaan yang berarti dapat memberi manfaat ekonomi di kemudian hari.

(5)

Pajak terkait dengan fungsinya, diambil dari semua aspek yang terdapat dan berkembang di Indonesia. Termasuk tentu saja dalam dunia bisnis. Jadi dapat dikatakan kegiatan dalam dunia bisnis tidak dapat dipisahkan dari adanya aspek pajak ini juga. Termasuk juga dalam pengadaan barang modal dalam suatu perjanjian sewa guna usaha, terkait juga dengan pajak. Tetapi, seringkali banyak orang termasuk dalam kalangan dunia bisnis tidak mengerti bagaimana penerapan hukum pajak itu sendiri. Padahal sistem pajak yang dianut oleh Indonesia adalah sistem Self-assesment, yang berarti yang berkewajiban menghitung dan menyetor pajak itu adalah wajib pajak itu sendiri, bukan petugas pajak. Pada kenyataannya acapkali pajak bukannya mensejahterakan rakyat seperti tujuannya, malah terkesan memberatkan rakyat dan proses pembayarannya membuat banyak waktu terbuang percuma, dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai pajak. Memberatkan dan banyak waktu terbuang, dua hal ini yang dapat menghambat majunya bisnis di Indonesia yang juga berarti menghambat pembangunan di Indonesia, sehingga dengan begitu tujuan pajak sebenarnya tidak dapat terlaksana. Hal-hal diatas berakibat terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum pajak, dikarenakan banyak pebisnis di Indonesia yang tidak mau dirugikan oleh adanya pajak sehingga menghindari bahkan menyimpangi pajak dan hal ini yang dimanfaatkan dengan baik oleh oknum-oknum yang beritikad buruk untuk membuat pelanggaran, seperti dalam kasus Gayus dan kasus Dhana.

Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan berkurangnya penerimaan kas

(6)

perlawanan aktif dan perlawanan pasif3. Perlawanan pasif adalah perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi terjadi karena keadaan yang ada di sekitar struktur ekonomi, perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan teknik pemungutan pajak itu sendiri. Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus dan bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar. Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu: Penghindaran Pajak (Tax Avoidance), Pengelakan Pajak (Tax Evation), dan Melalaikan Pajak4

3 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung, 2008, h. 13

. Sebagai perusahaan yang berorientasi laba, sudah tentu suatu perusahaan domestik maupun perusahaan multinasional berusaha meminimalkan beban pajak dengan cara memanfaatkan kelemahan sistem ketentuan pajak dari suatu negara. Di mana tindakan tersebut dapatlah digolongkan sebagai tindakan penghindaran pajak atau

Tax Avoidance. Salah satu caranya adalah dengan melakukan perencanaan pajak atau Tax Planning. Karena perencanaan pajak adalah upaya wajib pajak untuk meminimalkan pajak yang terutang melalui skema yang memang telah jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan sifatnya tidak menimbulkan dispute atau pertentangan antara wajib pajak dan otoritas pajak. Adapun faktor-faktor sebab wajib pajak melakukan penghindaran pajak dalam bentuk perencanaan pajak adalah dikarenakan pajak merupakan beban dari wajib

(7)

pajak itu sendiri sehingga wajib pajak pastilah akan berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalkan beban tersebut. Bahkan seringkali banyak juga dilakukan secara illegal.

Padahal seharusnya yang diperlukan agar pajak dapat dimanfaatkan dengan baik bahkan dapat membantu kegiatan dunia bisnis bukannya memberatkan adalah suatu manajemen yang baik dalam mengatasi pajak yang berupa suatu Tax Planning atau biasa disebut Perencanaan pajak. Dengan adanya perencanaan pajak yang baik pajak dapat dibayar secara cepat, tepat, dan tidak memberatkan wajib pajak. Karena biasa perencanaan pajak dilakukan oleh seorang konsultan pajak atau seorang ahli pajak, sehingga wajib pajak dapat dengan jelas melihat pajak apa saja yag dikenakan padanya dan mengapa pajak tersebut dikenakan.

Strategi perencanaan pajak yang paling mudah adalah mempelajari, memahami, dan menerapkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sampai dengan hal-hal yang sangat sederhana. Seperti contoh adalah melakukan pembayaran jumlah pajak yang kurang dibayar dengan tepat waktu, melaporkan jumlah SPT (Surat pemberitahuan) pajak, baik masa maupun tahunan dengan tepat waktu untuk menghindari sanksi administrasi ataupun dianggap sebagai wajib pajak “bandel” karena tidak melakukan tidak melakukan kewajiban pajak dengan tepat waktu.

Contoh lain yang sangat sederhana tetapi dapat sangat merugikan perusahaan adalah perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena

(8)

pajak tidak membuat faktur pajak atas penyerahan barang yang pajak pertambahan nilainya dibebaskan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak tersebut akan sangat memberatkan perusahaan akibat kelalaian membuat Faktur Pajak dengan menganggap bahwa penyerahan barang yang dilakukan perusahaan merupakan barang yang dibebaskan dari pajak pertambahan nilai (selanjutnya disebut PPN) tidak ada efek antara dibuka atau tidak dibukanya faktur pajak, karena jumlah pajak pertambahan nilai yang akan dibayar adalah nol. Oleh karena itu dalam pasal 14 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan mengatur bahwa perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat faktur pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak5

5 Thomas Sumarsan, Tax Review dan Strategi Perencanaan Pajak, Permata Puri Media, Jakarta,

2012, h.114.

. Selain itu dengan melalui perencanaan, seorang pebisnis dapat tahu manfaat-manfaat pajak apa saja yang dapat ia terima, contohnya yang berupa insentif-insentif yang meringankannya.

Begitu juga dengan pengadaan barang modal yang melalui suatu perjanjian sewa guna usaha, ia pasti akan terkena pajak juga. Supaya tidak memberatkan dan malah menguntungkan, maka perlu juga suatu perencanaan pajak (Perencanaan pajak).

(9)

Fenomena inilah yang menarik perhatian penulis dalam menulis tesis ini. Supaya pelaku bisnis yang menggunakan perjanjian sewa guna usaha atau sewa guna usaha dalam bisnisnya mampu menerapkan sistem perencanaan pajak, dengan demikian tidak ada wajib pajak yang merasa dirugikan lagi oleh pajak dan sehingga pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum pajak dapat diminimalkan.

Terkait dengan persyaratan dalam kelulusan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, penulis memilih untuk membahas tesis dengan topik “Sistem Perencanaan Pajak Untuk Pengadaan Barang Modal Dalam Suatu Perjanjian Sewa Guna Usaha”.

2. Rumusan Masalah

2.1. Apakah karakteristik sistem perencanaan pajak dan penghindaran pajak? 2.2. Bagaimanakah cara penerapan sistem perencanaan pajak (Tax Planning)

tersebut untuk pengadaan barang modal dalam suatu perjanjian sewa guna usaha (Leasing) agar tidak melanggar peraturan perundang-undangan pajak?

3. Tujuan Penelitian

3.1.Untuk menganalisa keterkaitan karakteristik sistem perencanaan pajak berkaitan dengan penghindaran pajak atau tax avoidence;

3.2.Untuk menganalisa penerapan sistem perencanaan pajak untuk pengadaan barang modal dalam suatu perjanjian sewa guna usaha agar tidak melanggar hukum pajak yang ada

(10)

4. Manfaat Penelitian

4.1.Secara teori, manfaat penelitian adalah agar masyarakat dapat lebih mengenal dan memahami mengenai sistem perencanaan pajak dan cara penerapannya dalam suatu perjanjian sewa guna usaha dalam hal pengadaan barang modal, beserta juga hal-hal yang terkait dengan itu.

4.2.Secara Praktek, manfaat penelitian ini adalah agar masyarakat dapat menerapkan sistem perencanaan pajak dengan baik dalam suatu perjanjian sewa guna usaha sehingga beban pajak yang ada tidaklah terasa merugikan. Maka karena itu tidaklah terjadi pelanggaran-pelanggaran pajak.

5. Metode Penelitian 5.1.Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang dipakai oleh penulis adalah yuridis normatif. Maksud dari tipe penelitian ini adalah penelitian yang mengkaji isu hukum yang terdapat dalam penelitian ini dengan meneliti peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mencari unsur normatif dalam peraturan perundang-undangan tersebut agar kemudian dapat diterapkan untuk membahas isu hukum yang ada sehingga didapatkanlah pemecahan dari isu hukum tersebut. 5.2.Pendekatan Masalah

5.2.1 Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)

Pendekatan undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan

(11)

undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi penulis untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. Dalam penulisannya penulis menerapkan metode ini dengan melihat pada undang-undang yang terkait dengan isu hukum yang dihadapi.6

5.2.2 Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi7

6 Peter Mahmud Marzuki,

Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2010, h. 94. 7Ibid.

. Jadi dalam menghadapi isu hukum yang ada, penulis menggunakan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang ada dan terkandung dalam Undang-undang untuk menghadapi isu hukum yang ada.

(12)

5.3.Sumber Penelitian

Sumber penelitian yang dipakai oleh penulis adalah dibagi sebagai berikut yaitu: 1. Bahan Primer

Karena Indonesia menganut sistem hukum civil law system, maka bahan primernya adalah peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi. Dalam penulisannya, penulis memakai peraturan perundang-undangan yang terkait atau ada relevansinya dengan isu hukum yang dihadapi.

2. Bahan Sekunder

Sedangkan bahan sekundernya adalah berupa literatur-literatur yang dipakai oleh penulis dan juga dapat berupa tulisan-tulisan tentang hukum baik dalam bentuk buku maupun jurnal-jurnal.

3. Bahan-Bahan Non–Hukum

Bahan-bahan non–hukum berupa bahan-bahan apapun yang bukan hukum sepanjang masih ada relevansinya dengan isu hukum yang dihadapi. Bahan-bahan tersebut yang diambil penulis dapat berupa buku-buku atau laporan-laporan maupun jurnal-jurnal yang non-hukum.

6. Tinjauan Pustaka 6.1 Pajak

Yang dimaksud dengan pajak menurut Undang-undang nomor 28 tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemampuan rakyat. Pajak memiliki 2 fungsi pokok,

(13)

yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend8. Fungsi budgetair berarti pajak berfungsi untuk mengisi kas negara dalam rangka membiayai penyelenggaraan negara, sedangkan fungsi regulerend berarti pajak sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan pemerintah. Jadi, pajak di sini bukan semata-mata untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam kas negara, melainkan juga dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu9

6.2 Perjanjian Sewa Guna Usaha atau Leasing

.

Perjanjian sewa guna usaha mulai timbul di Indonesia sejak tahun 1974, yakni dengan adanya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : Kep-122/MK/IV/1974, Nomor : 32/M/SK/ 2/1974, Nomor : 30/Kpb/74, tertanggal 7 Februari 197410. Menurut pasal 1 angka 5 perpres no. 9 tahun 2009 tentang lembaga pembiayaan, Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.

8 Erly Suandy, Hukum Pajak, Jakarta, Salemba Empat, 2009, h. 13-14

9 Rochmat Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco Bandung, 1992, h.3 10Achmad Anwari, Leasing di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987, h. 1

(14)

6.3 Barang Modal

Barang modal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah barang yg digunakan untuk menghasilkan sesuatu (seperti mesin) atau modal usaha. Barang modal memiliki sama pengertian dengan aktiva, yakni sumber

6.4 Perlawanan Pajak

yang diharapkan memberikan manfaat usaha di kemudian hari.

Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan berkurangnya penerimaan kas. Perlawanan terhadap pajak terdiri dari perlawanan aktif dan perlawanan pasif. Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi terjadi karena keadaan yang ada di sekitar ekonomi, perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan teknik pemungutan pajak itu sendiri. Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus dan bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar. Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu: Penghindaran Pajak (Tax Avoidance), Pengelakan Pajak (Tax Evation), dan Melalaikan Pajak12

11 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung, 2008, h. 13 12Ibid

(15)

penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan undang-undang-undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang. Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara yaitu menahan diri, pindah lokasi, dan penghindaran secara yuridis. Atau dengan kata lain dapatlah dikatakan tax avoidence atau penghindaran pajak adalah upaya pengurangan utang pajak secara konstitusional, sehingga diperkenankan.

6.5 Perencanaan Pajak

Istilah Perencanaan pajak atau Tax Planning mencakup penataan strategis untuk meminimalkan kewajiban pajak. Kegiatan perencanaan pajak pada umumnya berusaha untuk menghindari sanksi akibat dari penerapan pajak yang melanggar peraturan dan perundang-undangan perpajakan di Indonesia, tetapi perencanaan pajak merupakan penerapan kegiatan-kegiatan perusahaan terhadap peraturan dan perundang-undangan perpajakan yang berlaku untuk mengecilkan beban pajak perusahaan13

7. Sistematika Penulisan

. Jadi oleh sebab itulah perencanaan pajak adalah suatu hal yang legal.

Dalam penulisan skripsi ini akan dibagi dalam empat bab yang berturut-turut membahas hal-hal sebagai berikut: Pertama-tama diawali Bab I, Pendahuluan, yang berisikan gambaran umum perm as al ah an yan g

13 Thomas Sumarsan, Tax Review dan Strategi Perencanaan Pajak, Permata Puri Media, Jakarta,

(16)

djel as kan p ad a lat ar bel akang masal ah , s ed an gk an permasalahannya diletakkan pada rumusan masalah, disusul dengan alasan pemilihan judul. Tujuan penulisan disajikan untuk mengetahui apa yang hendak dicapai dalam penulisan tesis ini. Metode penulisan disajikan untuk memberikan arti penelitian dengan harapan agar sesuai dengan penulisan sebuah karya ilmiah sebagaimana umumnya, sedangkan pertanggungjawaban sistematika berisikan kerangka tesis yang disusun mulai dari pendahuluan, uraian secara teoritis materi yang dibahas, pembahasan masalah dan diakhiri dengan penutup.

Kemudian Bab II, dengan judul bab Karakteristik Sistem Perencanaan Pajak Dan Penghindaran Pajak, pada bab ini dipaparkan untuk menjawab permasalahan pertama yaitu apakah karakteristik dari sistem perencanaan pajak apabila dikaitkan dengan penghindaran pajak. Sebagai awalan dibahas pengertian sistem perencanaan p ajak dalam berbagai literatur dan Undang-undang yang terk ait sehingga dapatlah ditemukan karakteristikn ya. Selanjutnya dibahas ten tang pengertian perlawanan pajak yang ada, terutama mengenai penghindaran pajak atau tax avoidence dalam berbagai literatur dan Undang-undan g yan g terk ait. Sehingga di sub-bab selanjutn ya dapatlah dibahas mengenai keterkaitan antara sistem perencanaan pajak dengan k arakteristik penghindaran pajak.

Selanjutnya Bab III dengan judul bab penerapan sistem perencanaan pajak tersebut dalam pengadaan barang modal dalam suatu

(17)

perjanjian sewa guna usaha agar tidak melanggar perundang-undangan pajak bahkan menguntungkan wajib pajak. Bab ini dipaparkan untuk menjawab permasalahan kedua yaitu cara penerapan sistem perencanaan pajak untuk pengadaan barang modal dalam suatu perjanjian sewa guna usaha agar tidak melanggar hukum pajak bahkan menguntungkan wajib pajak. Subbabnya terdiri dari pengertian dari perjanjian sewa guna usaha itu sendiri, metode penerapan sistem perencanaan pajak pada umumnya dan tahap-tahap penerapan sistem perencanaan pajak dalam perjanjian sewa guna usaha.

Dalam Bab IV, Bab Penutup, yang mengakhiri seluruh rangkaian uraian dan pembahasan tesis. Sub babnya terdiri dari simpulan, berisi jawaban atas masalah dalam penelitian dan saran sebagai masukan kepada pihak-pihak untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Referensi

Dokumen terkait

SVD merupakan metode faktorisasi matriks, oleh karena itu kita harus mengubah tensor yang merepresentasikan citra berwarna menjadi sebuah matriks, proses ini biasa disebut

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya dan senantiasa bersholawat kepada Nabi Muhammad

Dengan demikian tata kelola perusahaan mempunyai tujuan yang sama dengan penghindaran pajak yaitu sama-sama memaksimalkan laba perusahaan, hal tersebut akan

Model simulasi (GenRiver) telah digunakan untuk mempelajari perubahan aliran sungai sebagai akibat adanya alih guna lahan, dan selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk

Operasional penyebaran kuesioner dilakukan dengan cara mendatangi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia kemudian memberikan kuesioner kepada Wajib Pajak Orang

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Pengaruh

Bahan hukum primer merupakan Bahan hukum utama yang dimaksud dalam bentuk Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Dengan demikian, peneliti akan melakukan penelitian mengenai permasalahan yang terjadi dengan judul Pengaruh Return On Assets (ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER)