• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP ISTIQOMAH DALAM MENUNTUT ILMU (STUDI TERHADAP AL-QUR’AN SURAT FUSHSHILAT AYAT 30)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP ISTIQOMAH DALAM MENUNTUT ILMU (STUDI TERHADAP AL-QUR’AN SURAT FUSHSHILAT AYAT 30)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP ISTIQOMAH DALAM MENUNTUT ILMU (STUDI

TERHADAP AL-

QUR’AN SURAT FUSHSHILAT AYAT 30)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Kharis Abdurrohaman Hadi 111-13-204

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

MOTTO

َو ,ٍعِساَش ٍسْهَا َلُك ًًِْدُي ُّد ِجْلَا

ِقَلْغُه ٍباَت َّلُك ُحَحْفَي ُّد ِجْلا

“Kesungguhan mendekatkan segala perkara yang jauh, dan kesungguhan dapat

(7)

vi

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah dengan izin Allah swt skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Ayah dan Ibuku tercinta yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, selalu sabar dalam mendidik dari kecil sampai sekarang, dan doa restunya yang tidak pernah putus, serta nasihat-nasihatnya.

2. Keluarga besarku yang senantiasa memberikan semangat dan nasihat-nasihat dalam meraih kesuksesan di dunia maupun di akhirat.

3. Seluruh sahabatku yang telah memberikan goresan warna di setiap langkahku, serta terima kasih atas motivasi dan kebersamaan kita selama ini karena kalian telah mengajarkanku bagaimana menjadi teman yang sesungguhnya dan menghargai indahnya persahabatan.

4. Teman-teman PAI angkatan 2013 senasib dan seperjuangan yang telah memberikan kenangan-kenangan indah dalam kebersamaan kita selama ini.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah swt. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah saw, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan agar skripsi ini benar-benar dapat menjadi sumbangan pemikiran yang bermanfaat.

Dengan selesainya skripsi ini, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku ketua IAIN Salatiga. 2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Bapak Suwardi, M.Pd. 3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Ibu Siti Rukhayati, M.Ag.

4. Dosen pembimbing Ibu Urifatun Anis, M.Pd.I. atas bimbingan, arahan dan motivasi yang telah diberikan.

5. Bapak Supardi, Dr. S.Ag. M.A. selaku pembimbing akademik.

(9)
(10)

ix

ABSTRAK

Hadi, Kharis Abdurrohman. 2018. Konsep Istiqomah Dalam Menuntut Ilmu (Studi Terhadap Q.S. Fushshilat 30). Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dra. Urifatun Anis. M.Pd.I.

Kata kunci: Konsep, Istiqomah, Menuntut Ilmu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep istiqomah dalam menuntut ilmu yang terdapat pada Q.S. Fushshilat Ayat 30. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana deskripsi dan munasabah Q.S. Fushshilat ayat 30. 2) Bagaimana konsep istiqomah dalam menuntut ilmu menurut Q.S. Fushshilat ayat 30. 3) Adakah relevansi antara istiqomah dalam Q.S. Fushshilat ayat 30 dengan konsep istiqomah dalam menuntut ilmu.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), yaitu studi kepustakaan yang mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Sumber data yang digunakan berasal dari data primer dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat AL-Qur‟an dari seluruh aspeknya dan mengungkapkan maksud-maksudnya secara terperinci sesuai urutan ayat dan surat, mengemukakan arti kosa kata yang diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat.

(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN BERLOGO ... i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat ... 6

D. Metode ... 7

E. Penegasan Istilah ... 11

F. Sistimatika Penulisan ... 13

BAB II DESKRIPSI Q.S. FUSHSHILAT AYAT 30 ... 15

A. Deskripsi Q.S. Fushshilat Ayat 30 ... 15

B. Makna Mufradat ... 15

C. Kandungan Q.S. Fushshilat Ayat 30 ... 19

BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH Q.S. FUSHSHILAT AYAT 30 ... 29

A. Asbabun Nuzul ... 29

B. Munasabah ... 30

1. Pengertian Munasabah ... 30

(12)

xi

3. Munasabah Surat Fushshilat ayat 30 dengan ayat sebelum

dan sesudahnya ... 36

BAB IV RELEVANSI ISTIQOMAH DALAM Q.S. FUSHSHILAT AYAT 30 DENGAN KONSEP ISTIQOMAH DALAM MENUNTUT ILMU ... 38

A. Analisis Konsep Istiqomah dalam Q.S. Fushshilat ... 38

B. Konsep Istiqomah ... 40

a. Pengertian Istiqomah ... 40

b. Karakteristik Pribadi yang Istiqomah ... 42

c. Faktor Munculnya Istiqomah ... 44

d. Dampak Positif Istiqomah ... 44

e. Pentingnya Istiqomah ... 45

f. Pengertian Belajar ... 47

g. Faktor Pendukung Istiqomah dalam Menuntut Ilmu ... 47

C. Relevansi Istiqomah dalam Qur‟an Fushshilat ayat 30 dengan Konsep Istiqomah dalam Menuntut Ilmu ... 52

BAB V PENUTUP ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernahkah Anda melihat patung yang termasyhur dari Auguste Rodin: seorang manusia yang sedang tekun berpikir? Dialah lambang kemanusiaan kita, Homo Sapien, makhluk yang berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi, dari pertanyaan yang menyangkut sarapan pagi hingga persoalan surga dan neraka di akhir nanti, berpikir itulah yang mencirikan hakekat manusia.

(14)

2

lambang yang pada hakekatnya mempunyai fungsi yang sama dengan bahasa. Sejak seorang bayi mulai bisa berkata-kata, orang tuanya mulai mengajarkan bahasa, dan setelah anak itu cukup usia maka mulailah anak itu diajarkan berhitung. Yang pertama merupakan bahasa verbal dan yang kedua merupakan bahasa yang mempergunakan angka. Mempergunakan kedua bahasa itulah dia mulai berkomunikasi dengan lingkungannya. Setelah anak itu berumur eman atau tujuh tahun maka dia pun memasuki sekolah untuk mempelajari bahasa tertulis. Di sana anak itu mulai diperkenalkan kepada proses kegiatan berpikir secara formal; suatu kegiatan yang untuk selanjutnya takkan pernah berhenti sampai akhir hayat.

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, secara jelas memberi gambaran belum memadainya kualitas sumberdaya manusia Indonesia untuk menjadikan segala kekuatan potensialnya menjadi sesuatu yang secara nyata bermanfaat bagi bagi bangsa Indonesia. Terkait hal ini, kata kunci bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah pendidikan. Artinya, kemajuan setiap bangsa yang ditandai oleh baiknya kualitas sumberdaya manusia, sangatlah tergantung kepada kemauan atau niat serta arah kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan dan juga respons masyarakat terhadap niat pemerintah tersebut.

(15)

3

Merujuk pada pengertian pendidikan di atas bahwa setiap manusia berhak untuk mengembangkan potensi dan pendidikan orang lain agar dapat menyalurkan bakat dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Selain itu, juga memiliki kemandirian dalam bersikap dan bertindak sehingga anak tersebut mempunyai rasa tanggung jawab atas dirinya sendiri.

Langeveld (196:18) mendefinisikan pendidikan sebagai setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak dalam suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.

Sedangkan menurut Marimba (1989:19) pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbantuknya kepribadian yang utama.

Pendidikan Islam diartikan pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani dan rohani, serta menumbuhkan hubungan yang harmonis setiap individu dengan Allah SWT, manusia lain, dan alam semesta (Daulay, 2004:153).

(16)

4

Arifin (2014:22) mengemukakan pendidikan Islam juga berorientasi untuk mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta pengembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perembangannya.

Agama Islam sebagai suatu konsep kehidupan yang mempunyai landasan yang khas dan spesifik dibanding dengan agama lainnya. Karena komponen utama agama Islam yaitu akidah, syari‟ah dan akhlak yang kemudian dikembangkan oleh manusia dengan akal piiran mereka yang didorong dengan ilmu pengetahuan. Selain itu, Islam adalah agama yang memandang pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting.

Pembelajaran pada saat ini lebih memberi peluang bagi munculnya kreativitas peserta didik dibandingkan sebagaimana yang telah terjadi pada masa lalu yang memberi penjelasan adanya pusat orientasi kepada pengajarnya. Pengajar pada saat ini lebih sebagai fasilitator bagi proses transformasi ilmu pengetahuan.yang dikehendaki sesuai dengan spesifikasi keilmuannya. Dengan demikian, maka keberhasilan suatu proses belajar lebih terletak pada hasrat peserta didik dalam mengelola niat memperoleh ilmu pengetahuan. Pengelolaan niat belajar dan memelihara tindakan yang diorientasikan kepada perolehan ilmu pengetahuan sangat mempengaruhi keberhasilan proses belajar.

(17)

5

bisa mengakses informasi apapun, dimanapun, dan kapanpun, itu artinya seorang anak yang sedang berada dalam masa pubertas ketika sedang berselancar di dunia maya dia bisa melakukan semua yang telah disebutkan di atas tanpa sepengetahuan lingkungan sekitarnya, dalam hal ini dia bebas melakukan apapun dengan internet yang dia miliki baik itu positif atau negatif. Bimbingan orang tua sangat dibutuhkan pada momen ini, pertanyaannya adalah, apakah mampu orang tua mendampingi seorang anak 24 jam per hari untuk memastikan anaknya menggunakan internet dengan bijak dan benar?. Berangkat dari sinilah keresahan penulis yang menjadi dasar dari terbentuknya skripsi ini.

(18)

6

“KONSEP ISTIQOMAH DALAM MENUNTUT ILMU (STUDI

TERHADAP AL-QUR‟AN SURAT FUSHSHILAT AYAT 30)”. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Rumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep istiqomah menurut Q.S. Fushshilat ayat 30?

2. Bagaimana relevansi antara istiqomah dalam Q.S. Fushshilat ayat 30 dengan konsep istiqomah dalam menuntut ilmu?

C. Tujuan dan Manfaat

Dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan di atas maka tujuan dan manfaat adalah sebagai berikut :

1. Tujuan

a. Untuk mangetahui konsep istiqomah menurut Q.S. Fushshilat ayat 30.

b. Untuk mengetahui relevansi antara istiqomah dalam Q.S. Fushshilat ayat 30 dengan konsep istiqomah dalam menuntut ilmu

2. Manfaat

(19)

7

b. Bagi subjek dan praktisi pendidikan, dapat diaplikasikan dalam sikap dan perilaku yang islami di dalam kehidupan nyata. c. Bagi masyarakat, sebagai i‟tibar bagi manusia agar tetap

berpegang teguh pada ajaran agama Islam yaitu Al-Qur‟an. D. Metode

Usaha untuk memperoleh data ataupun informasi yang diperlukan dalam penulisan ini, disusun sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

(20)

8

2. Pendekatan

Untuk melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis. Tafsir analitis adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran secara analitis. Dalam metode tafsir tahlily, penafsir mengikuti urutan ayat sebagaimana yang telah tersusun dalam mushaf Utsmani. Pengkajian metode ini menguraikan kosa kata dan lafaz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, menjelaskan inti sari dari ayat serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya. Untuk itu semua, metode ini merujuk kepada sebab-sebab turunnya ayat, hadits-hadits Rasulullah, riwayat dari para sahabat dan tabi‟in (Al-Munawwar, 1994 36).

Langkah-langkah tafsir analitis atau tafsir tahlily yaitu sebagai berikut:

a. Menyebutkan sejumlah ayat pada awal pembahasan. Pada setiap pembahasan mencantumkan satu, dua atau tiga ayat untuk maksud tertentu, yaitu memberikan keterangan global bagi surat dan menjelaskan maksudnnya yang mendasar.

b. Menjelaskan arti kata-kata yang sulit.

(21)

9

d. Menjelaskan konteks ayat.

e. Menerangkan sebab-sebab turun ayat.

f. Memperhatikan keterangan-keterangan yang bersumber

dari Nabi, sahabat dan tabi‟in.

g. Memahami disiplin ilmu tertentu (al-Aridh, 1992:3). 3. Sumber Data

Dalam penelitian literatur ini, penulis mengacu beberapa sumber yang sesuai dengan topik yang bersangkutan, yakni dibagi menjadi dua bentuk sumber yaitu:

a. Sumber Primer

Sumber primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian perorangan, kelompok, dan organisasi (Ruslan, 2010: 29). Dalam hal ini peneliti mengacu sumber premiernya antara lain Al-Qur‟an dan buku tafsir yang berkaitan dengan Istiqomah dalam menuntut ilmu, yaitu:

a) Tafsir Al-Misbah b) Tafsir Maraghi c) Tafsir An-Nur d) Tafsir Nurul Qur‟an b. Sumber Sekunder

(22)

10

penulisan skripsi ini adalah buku tentang pendidikan yang berkaitan dengan Istiqomah, diantaranya: buku

yang berjudul “Ta‟lim Wa Muta‟allim” karya Azzarnuji,

“Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an” karya Syaikh Manna‟

Al-Qaththan. 3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk pengumpulan data pada penelitian ini, digunakan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda dan sebagainya. (Arikunto, 2010: 274)

Objek penelitian ini adalah pentingnya istiqomah dalam menuntut ilmu yang terkandung dalam Q.S. Fushshilat ayat 30. 4. Metode Analisis

Analisis non-statistik sesuai untuk data deskriptif. Data deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya, dan karena itu analisis seperti ini disebut juga analisis isi (content analysis) (Suryabrata, 1995: 85). Disini peneliti menggunakan metode

(23)

11

E. Penegasan Istilah

Agar tehindar dari kata-kata yang kabur dan tidak runtut serta menghindari timbulnya salah penafsiran atau misinterpretation serta pengertian yang melebar dalam menafsirkan isi dan juga substansi dari karya ilmiah (penelitian). Maka diperlukan penegasan istilah dalam judul tersebut yang menjelaskan pengertian masing - masing kata yang mendukung dalam judul penelitian ini, yakni sebagai berikut.

1. Konsep

Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep juga dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (Bahri, 2008: 30).

Bisa disimpulkan bahwa konsep adalah sejumlah teori yang berkaitan dengan suatu objek. Konsep diciptakan dengan menggolongkan dan mengelompokkan objek-objek tertentu yang mempunyai ciri yang sama.

2. Istiqomah

(24)

12

dipahami dalam arti konsisten dan setia melaksanakan apa yang diucapkannya. (M. Quraish Shihab, 2003: 51)

Istiqomah berarti ia melaksanakan kebaikan secara konsisten, dimana saja dan kapan saja ia berbuat baik (Maimun, 2010: 89).

Jadi orang yang memiliki perilaku istiqomah itu selalu berbuat suatu kebaikan dimana pun ia berada, tanpa memilih tempat dan sasaran dari kebaikannya.

3. Ilmu

Ilmu berasal dari bahasa Arab : „alima, ya‟lamu, „ilman,

dan wazan fa‟ila, yaf‟alu (Mahmud Yunus, 2009: 277) yang

artinya mengerti, memahami dengan benar. Dalam bahasa Inggris berarti science, bahasa Latin berarti scintia (pengetahuan) dan scire (mengetahui). Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains). Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme–positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisika. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunya ciri-ciri tertentu yang membedakan ilmu dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya (Jujun, 2001: 4).

(25)

13

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halamn pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi, halaman daftar lampiran.

Bagian inti atau isi dalam penelitian ini, penulis menyusun ke dalam lima bab yang rinciannya adalah sebagai berikut:

BAB I, Berisi mengenai latar belakang penelitian, rumusan dan tujuan penelitian, dan juga manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan yang digunakan dalam membuat penelitian agar lebih terstruktur dan sistematis. BAB II, merupakan deskripsi Q.S. Fushshilat ayat 30 yang berisi pemaparan hasil penelitian yang berupa telaah terhadap Q.S. Fushshilat ayat 30 yang meliputi : deskripsi Q.S. Fushshilat ayat 30 yang disertai arti mufradat dan isi kandungan ayat tersebut.

BAB III, merupakan tafsir Q.S. Fushshilat ayat 30. Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang tema penelitian munasabah serta asbabun nuzul

Q.S. Fushshilat ayat 30.

BAB IV, relevansi istiqomah dalam Q.S. fushshilat ayat 30 dengan konsep

(26)

14

(27)

15

BAB II

DESKRIPSI Q.S. FUSHSHILAT AYAT 30 A.Deskripsi Q.S. Fushshilat Ayat 30

Q.S. Fushshilat ayat 30 berbunyi sebagai berikut:

30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah

Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat

akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut

dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah

yang telah dijanjikan Allah kepadamu".

B.Makna Mufradat

Setelah penulis menyajikan redaksi ayat surat Fushshilat yang menjadi obyek kajian penulis, maka selanjutnya penulis menyajikan kosa kata yang terdapat dalam surat tersebut sebagai berikut:

ّالل اٌَُت َز ا ْىُلاَق

(28)

16

berpaling, dan termasuk dalam hal tersebut adalah semua ibadah, kepercayaan, dan kebaikan. (Al-Maraghi, 1946:127)

mereka berkata seperti itu dengan memberitahukan tentang keimanan mereka karena sesungguhnya Allah SWT adalah tuhan mereka yang tiada sesembahan yang patut disembah selain Allah SWT.(Al-Jazairi, 1994:575)

bersaksi dan mentauhidkan Allah SWT dan senantiasa tidak berbuat syirik kepadaNya. (Al-asqori, 1994:479)

ْىُهاَقَحْسا َّنُث

Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, Ibnu Hibban dari Sufyan bin Abdullah

As-Saqofi ( Seseorang telah bertanya kepada Rasulullah “wahai Rasulullah

beritahukan kepadaku suatu amalan dalam Islam yang tidak akan

kutanyakan kepada selain engkau wahai Rasulullah”, Rasulullah kemudian

(29)

17

Tirmidzi menjelaskan bahwa hadist ini derajatnya adalah hasan shahih. (Al-Maraghi, 1946:128)

Istiqomah di atas tauhid, dan menfokuskan diri kepada Allah SWT saja, dan istiqomah di atas perintah dan syariat Allah SWT, dan berbuatlah dengan ketaatan kepadaNya, dan menjauhi segala kemaksiatan sampai ajal menjemput. (Al-asqori, 1994:479)

Istiqomah : lembut dalam ketaatan kepada Alloh SWT ketika berfikir, berucap, dan berbuat. (Al-Maraghi, 1946:128)

Mereka tetap di jalan Allah SWT dan tidak mengganti sesembahan mereka dan tidak berpaling dari Allah SWT, tidak meninggalkan ibadah kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi semua laranganNya. (Al-Jazairi, 1994:575)

ةَكِئ َ َولا نِهيَلَد ْ َّصٌََحَج

Allah SWT akan mengirimkan kabar gembira kepada hambaNya yang senantiasa istiqomah dalam syahadatnya melalui malaikatNya berupa kemanfaatan, menjaga atau melindungi dari hal-hal yang merugikan dan mengangkat kesedihan dari hati mereka, atau Allah SWT telah lapangkan dada mereka untuk menghadapi semua kenyataan baik dari perkara-perkara dunia maupun agama, dan melindungi dari perasaan takut dan sedih dengan memberi ilham kepada mereka yang selalu istiqomah.

(30)

18

Waqi‟ berkata: “kabar gembira diberikan di tiga waktu, yaitu ketika

ruh dicabut dari jasad seorang hamba, ketika di dalam kubur, dan ketika

dibangkitkan kembali dari kubur”. (Al-Maraghi, 1946:128)

Yaitu ketika maut menghampiri dan ketika dibangkitkan dari kubur. (Al-Jazairi, 1994:575)

أ

ا ْىًُ َصْحَج َلا َو ا ْىُي اَ َج َلا

Adalah bagi orang-orang yang istiqomah dalam kebaikan dan

perintah Allah SWT tidak perlu takut terhadap balasan apa yang akan

mereka terima di akhirat kelak dan tidak perlu bersedih terhadap apa

yang akan mereka tinggalkan di dunia seperti harta dan keturunan.

(Al-Maraghi, 1946:128)

Atha‟berkata: “janganlah kalian takut terhadap permintaan dan doa

yang kalian panjatkan karena sesungguhnya Allah SWT telah kabulkan, dan janganlah kalian bersedih terhadap dosa-dosa masa lalu karena sesungguhnya telah dimaafkan. (Al-Maraghi, 1946:128)

Agar mereka tidak takut karena Allah SWT telah menerima mereka, arena itu adalah ridho dan kasihNya. Allah memberi petunjuk agar mereka tidak bersedih terhadap dosa yang telah lalu. (Al-Jazairi, 1994:575)

(31)

19

ٌََّجْلٌاِت اوُسِشْتَأ َو

ىوُدَدىُج ْنُحٌُْك ًِحَّلٌا ِة

Yaitu kabar gembira terhadap orang yang senantiasa istiqomah dalam menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi segala hal yang dilarangNya, berupa surga yang telah dijanjikan oleh Allah SWT melalui lisan Rasulullah ketika di dunia, sesungguhnya tujuan/jalan yang dituju oleh orang-orang yang istiqomah dalam beribadah kepada Allah SWT

adalah surga, kalian akan kekal didalamnya. (Al-Maraghi, 1946:128) C. Kandungan Q.S. Fushshilat ayat 30

1. Kandungan Q.S. Fushshilat ayat 30 Secara Umum

Surah Fushshilat terdiri dari 54 ayat dan termasuk kelompok surah-surah Makkiyyah, diturunkan sesudah Surah Gafir.

Dinamai ”Fushshilat” karena ada hubungannya dengan perkataan “Fushshilat” yang terdapat pada permulaan surah ini. Maksudnya adalah ayat-ayat yang diperinci dengan jelas tentang hukum-hukum, keimanan, janji dan ancaman, budi pekerti, kisah, dan sebagainya.

Dinamai juga dengan “Haa Miim as-Sajdah” karena surah ini dimulai dengan “Haa Miim” dan dalam surah ini terdapat ayat Sajdah.

Isi pokok ajarannya ialah:

(32)

20

Lain-lain: hikmah penciptaan gunung-gunung; anggota tubuh tiap-tiap orang menjadi saksi terhadap dirinya pada hari Kiamat, azab

yang ditimpakan kepada kaum „Ad dan Samud; permohonan orang

-orang kafir agar dikembalikan ke dunia untuk mengerjakan amal-amal saleh; berita gembira dari malaikat kepada orang-orang yang beriman; anjuran menghadapi orang-orang kafir secara baik-baik; ancaman terhadap orang-orang yang mengingkari keesaan Allah, sifat-sifat Al-Quran Al-Karim; manusia dan wataknya (Departemen Agama Republik Indonesia, 2009:586).

2. Kandungan Q.S. Fushshilat ayat 30

Dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan isi dari kandungan ayat yang dikaji, yaitu pada surah Fushshilat ayat 30 menurut tiga pendapat mufassir, yakni pandangan dari tafsi Nurul

Qur‟an, Al-Misbah, dan tafsir An-Nur, yakni sebagai berikut:

a. Tafsir Nurul Qur‟an

(33)

21

Setelah dalam ayat terdahulu dilukiskan tentang azab dan nasib malang yang menimpa orang-orang kafir akibat perbuatan jahat mereka, ayat ini menguraikan keutamaan orang-orang beriman yang takwa kepada Tuhan, yaitu orang-orang-orang-orang beriman mengatakan bahwa Tuhan Yang Mahakuasa adalah Allah dan Dia-lah Yang Maha Memelihara dan Mengurus (Imani, 2013:427-428).

Orang-orang beriman itu istiqomah dalam keimanan dan kewajibannya. Para malaikat menyambut kesyahidan mereka dan pada Hari Pembalasan membuat mereka merasa aman dan percaya diri, tanpa rasa takut atau sedih. Sementara itu orang-orang kafir ketakutan menyaksikan pemandangan yang mahadahsyat pada hari itu. Tuhan yang mahakuasa telah berjanji kepada orang-orang beriman yang takwa bahwa mereka akan aman dan para malaikat menyampaikan berita gembira tentang surga yang dijanjikan bagi mereka (Imani, 2013:428).

(34)

22

begitu saja meninggalkan keimanannya dan berpaling pada kemusyrikan. Apabila mereka mendapati kepentingan mereka ternyata dalam bahaya karena keimanan tersebut, mereka pun segera meninggalkan imannya yang lemah dan rentan (Imani, 2013:428).

Dalam salah satu khotbah Nahj al-Balaghah, Imam Ali bin Abi Thalib as memberikan penafsiran yang jelas tentang

ayat tersebut, “Kalian mengatakan bahwa Tuhanmu adalah

Allah. Maka, istikamahlah dalam ucapan kalian dan istikamahlah dalam melaksanakan perintah-Nya, menempuh jalan-Nya dan memuji-Nya, karena Dia memang layak dipuji. Jangan melanggar-Nya atau melebih-lebihkan agama-Nya ataupun mengingkari seruan para nabi-Nya” (Imani, 2013:428).

Menurut sebuah hadis dari Rasulullah saw, setelah

membaca ayat tersebut, Rasulullah saw bersabda, “Sebagian

mengatakan ucapan demikian, namun kebanyakan dari mereka tidak beriman. Yang jelas, orang yang mengatakan ucapan tersebut dan teguh dalam mengamalkan hingga akhir hayatnya akan dianggap sebagai salah seorang di antara mereka yang

teguh keimanannya” (Imani, 2013:429).

Diriwayatkan dari Imam Ali Ridha as, tentang penafsiran keteguhan, “istikamah adalah petunjuk Tuhan yang

(35)

23

dari ayat tersebut semata-mata merujuk pada petunjuk Tuhan, melainkan juga bermaksud menunjukkan bahwa pengakuan terhadap petunjuk para Imam maksum juga akan menjamin keteguhan iman dalam ketauhidan dan amal saleh sesuai keimanan Islam yang suci (Imani, 2013:429).

Ringkasannya, bisa dikatakan bahwa nilai manusia itu terletak dalam keistikamahan imannya dan perbuatan amal saleh, sebagaimana tertulis dalam ayat ini, “Tuhan kami adalah

Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka.”

Diriwayatkan bahwa ada seorang yang bertanya kepada

Rasulullah saw, “Beri aku petunjuk yang apabila aku

melaksanakannya maka aku termasuk orang yang selamat dunia

dan akhirat.” Rasulullah saw menjawab, “katakan bahwa

Tuhanku adalah Allah dan istikamahlah dalam ucapanmu.”

Orang itu bertanya lebih lanjut, “apa yang paling berbahaya

sehingga aku harus istikamah?” Rasulullah saw menyentuh lidah

beliau dan berkata, “Ini!” (Imani, 2013:429).

b. Tafsir AL-Misbah

(36)

24

percaya dan mengatakan dengan lidahnya bahwa: “Tuhan kami

hanyalah Allah” mengatakannya sebagai cerminan kepercayaan mereka tentang kekuasaan dan kemahaesaan Allah kemudian mereka memohon atau bersungguh-sungguh beristiqomah

meneguhkan pendirian mereka dengan melaksanakan tuntunan-Nya, maka buat mereka bukan teman-teman buruk yang memperindah keburukan yang menemani mereka sebagaimana halnya para pendurhaka, tetapi akan turun kepada mereka yakni akan dikunjungi dari saat ke saat serta secara bertahap hingga menjelang ajal mereka oleh malaikat-malaikat untuk meneguhkan hati mereka sambil berkata: “janganlah kamu

takut menghadapi masa depan dan janganlah kamu bersedih

atas apa yang telah berlalu; dan bergembiralah dengan

perolehan surga yang telah dijanjikan Allah melalui rasul-Nya

kepada kamu” (Shihab, 2003:409).

Kalimat (

الله اٌَُّت َز

) Rabbuna Allah mengandung pengkhususan, sehingga ia diterjemahkan tuhan kami hanyalah Allah. Pengkhususan itu lahir dari bentuk ma‟rifah/definit pada kedua kata di atas (Shihab, 2003:410).

(37)

25

mereka. Bisa juga kata tsumma mengisyaratkan tinggi dan pentingnya istiqamah dibandingkan dengan sekedar ucapan

Rabbuna Allah. Karena kalau itu hanya berbentuk ucapan yang diyakini, maka istiqamah adalah buah ucapan tersebut sehingga secara otomatis istiqomah mengandung ucapan, keyakinan dan amalan sekaligus (Shihab, 2003:410).

Kata (

اىُهاَق

َحْسِإ

) istaqamu terambil dari kata (

َماَق

) qama

yang pada mulanya berarti lurus / tidak mencong. Kata ini dipahami dalam arti konsisen dan setia melaksanakan apa yang diucapkan. Sufyan ats-Tsaqafi bermohon kepada Nabi Muhammad saw. Untuk diberi jawaban yang menyeluruh tentang Islam sehingga dia tidak perlu lagi bertanya kepada orang lain. Beliau menjawab dengan singkat: (

َّنُث َّّاِت ُثٌَْهْ ْلُق

نَقَحسا

) “Qul Amantu billah, tsumma istaqim/ Ucapkanlah aku

beriman kepada Allah lalu konsistenlah” (HR. Muslim). Ucapan

itu menandai tulusnya hati dan lurusnya keyakinan, sedang istiqamah/konsistensi menunjukan benar dan baiknya amal (Shihab, 2003:410).

Huruf (

ض

) sin dan (

ت

) ta‟ pada kalimat istaqomu

dipahami oleh banyak ulama dalam arti kesungguhan. Al-Biqa‟i memahaminya dalam arti permohonan. “Konsistensi dalam

(38)

26

bantuan Allah, karena itu ayat diatas menggunakan kata (

َّنُث

)

tsumma dan permohonan agar kepercayaan tersebut terus terpelihara. Yakni tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Tuhan, berhala, malaikat, bintang dan lain-lain. Ibadah

pun tidak dilakukan dengan riya‟, bahkan selalu beramal sesuai

yang diridhai-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya walau

berlangsung dalam waktu yang lama.” Demikian tulis al-Biqha‟i

(Shihab, 2003:410).

Sementara ulama memahami turunnya malaikat itu terjadi pada saat kiamat, yakni ketika para pendurhaka digiring ke neraka, kaum mukminin dikunjungi oleh malaikat untuk menyampaikan berita gembira itu. Ini menurut para ulama dikuatkan oleh penggalan akhir ayat 30,

(

ىوُدَد ْىُج نُحٌُْك يحّلا ةٌََّجلاِت اوُسِشْتَأ َو

لا dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepada kamu. Maksudnya telah dijanjikan sewaktu kamu hidup di dunia (Shihab, 2003:411).

Ada juga yang berpendapat bahwa turunnya malaikat itu terjadi sejak kehidupan di dunia ini hingga menjelang kematian, apalagi ayat di atas menyebut pembelaan dan kedekatan para malaikat dalam kehidupan dunia ini. Kata

(39)

27

memang Allah telah menjanjkan surga itu melalui Rasul-Nya jauh sebelum turunnya ayat ini? (Shihab, 2003:411)

Turunnya malaikat kepada seseorang dalam kehidupan dunianya, ditandai dengan terbetiknya dalam hati yang bersangkutan dorongan untuk berbuat baik, serta adanya optimisme menyangkut kehidupannya. Ini berbeda dengan peranan setan yang selalu mengajak kepada kedurhakaan dan menanamkan pesimisme dan keputusasaan (Shihab, 2003:411). c. Tafsir An-Nur

Dalam ayat ini kalimat(

ْىُهاَقَحهههْسا َّنهههُث

ّالل اهههٌَُت َز ا ْىُلاهههَق

) dimaksudkan mereka semua mengataan bahwa Allah itu tuhan kami. Mereka mengakui ketuhanan dan keesaan-Nya dan mereka pun berjalan atas jalan yang lurus, tetap memperhambakan diri mereka kepada Allah, baik lahir maupun batin. Mereka tetap dalam keadaan demikian, baik dalam bidang

ibadah maupun dalam bidang i‟tikad (keyakinan) (Ash

-shiddieqy, 2000:3662).

(40)

28

dunia, sebagaimana para orang kafir sering ditemui oleh setan (Ash-shiddieqy, 2000:3662).

Para malaikat itu turun dan berkata: “Janganlah kamu

khawatir menghadapi semua masalah di akhirat. Jangan pula kamu bersedih hati terhadap perkara dunia yang hilang dari kamu. Atau, janganlah takut amalanmu tidak diterima, sebab amalanmu akan diterima. Jangan kamu bersedih hati terhadap dosa-dosa yang kamu lakukan, karena Allah akan

mengampuninya” (Ash-shiddieqy, 2000:3663).

Sebaliknya, kata para malaikat kepada para mukmin,

“bergembiralah kamu dengan surga yang sudah dijanjikan

(41)

29

BAB III

ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH Q.S. FUSHSHILAT

AYAT 30 A. Asbabun Nuzul

1. Pengertian Asbabun Nuzul

Secara bahasa kata asbab berasal dari bahasa arab yaitu

ٌةَثَس

yang bearti sebab, karena (Yunus, 2010:448). Budihardjo

(2012:21) mengutip dalam Quraish shihab bahwasanya secara istilah asbabun nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyeabkan turunnya ayat, dimana ayat tersebut menjelaskan pandangan ayat tersebut menjelaskan pandangan Al-Quran tentang peristiwa yang terjadi atau mengomentarinya.

2. Asbabun Nuzul Q.S. Fushshilat ayat 30

Diriwayatkan oleh „Ata dari Ibnu Abbas bahwa ia

berkata, “Ayat ini diturunkan berhubungan dengan Abu Bakar.

Orang-orang musrik mengatakan, „tuhan kami adalah Allah, para malaikat adalah putri-putriNya dan mereka adalah pemberi

syafaat kepada kami di samping Allah,‟ sedang mereka tidak

berpendirian teguh. Abu Bakar berkata, „tuhan kami hanyalah Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, maka hendaklah kamu berpendirian

(42)

30

jawaban Abu Bakar itu.” (Departemen Agama Republik

Indonesia, 2009:616-617) B. Munasabah

1. Pengertian Munasabah

Kata munasabah berasal dari ٌةَثَساٌَُه- ُةِساٌَُي- َةَساًَ yang berarti hubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Munasabah

berarti muqarabah atau kedekatan kemiripan. Sedangkan secara istilah munasabah adalah kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Al-Qur‟an baik pada surat maupun pada ayat-ayat yang menghubungkan antara uraian yang satu dengan yang lainnya (Budihardjo, 2012:39).

2. Munasabah surat Fushshilat dengan surat sebelum dan sesudahnya

a. Munasabah surat Fushshilat dengan surat Ghafir (Depag RI, 2009:586).

(43)
(44)

32

13. jika mereka berpaling Maka Katakanlah: "Aku telah

memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang

menimpa kaum 'Aad dan Tsamud".

14. ketika Para Rasul datang kepada mereka dari depan dan

belakang mereka (dengan menyerukan): "Janganlah kamu

menyembah selain Allah". mereka menjawab: "Kalau Tuhan

Kami menghendaki tentu Dia akan menurunkan

malaikat-malaikat-Nya, Maka Sesungguhnya Kami kafir kepada wahyu

yang kamu diutus membawanya".

15. Adapun kaum 'Aad Maka mereka menyombongkan diri di

muka bumi tanpa alasan yang benar dan berkata: "Siapakah

yang lebih besar kekuatannya dari kami?" dan Apakah mereka

itu tidak memperhatikan bahwa Allah yang menciptakan

mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka?

dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) kami.

16. Maka Kami meniupkan angin yang Amat gemuruh kepada

mereka dalam beberapa hari yang sial, karena Kami hendak

merasakan kepada mereka itu siksaan yang menghinakan

dalam kehidupan dunia. dan Sesungguhnya siksa akhirat lebih

menghinakan sedang mereka tidak diberi pertolongan.

17. dan Adapun kaum Tsamud, Maka mereka telah Kami beri

(45)

33

daripada petunjuk, Maka mereka disambar petir azab yang

menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan.

18. dan Kami selamatkan orang-orang yang beriman dan

mereka adalah orang-orang yang bertakwa.

Dalam surat Gafir dijelaskan tentang peringatan Allah terhadap orang-orang kafir terdapat pada ayat 21-22, yaitu:

21. dan Apakah mereka tidak Mengadakan perjalanan di muka

bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang

yang sebelum mereka. mereka itu adalah lebih hebat

kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas

mereka di muka bumi.

22. yang demiklan itu adalah karena telah datang kepada

(46)

34

nyata[1320] lalu mereka kafir; Maka Allah mengazab mereka.

Sesungguhnya Dia Maha kuat lagi Maha keras hukuman-Nya.

Kedua, pada masing-masing surat dimulai dengan menyebut sifat-sifat Al-Qur‟an. Pada surat Fushshilat 5 ayat pertama menjelaskan tentang sifat Al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi orang yang mau memahami dan mengamalkannya, yaitu:

bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui,

4. yang membawa berita gembira dan yang membawa

peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling, tidak mau

(47)

35

5. mereka berkata: "Hati Kami berada dalam tutupan (yang

menutupi) apa yang kamu seru Kami kepadanya dan telinga

Kami ada sumbatan dan antara Kami dan kamu ada dinding,

Maka Bekerjalah kamu; Sesungguhnya Kami bekerja (pula)."

Pada surat Gafir juga penjelas keutamaan Al-Qur‟an terdapat pada ayat kedua, yaitu:

b. Munasabah surat Fushshilat dengan surat Asy-Syura(Depag RI, 2009:17).

Munasabah atau keesuaian antara surat Fushshilat dengan surat Asy-Syura adalah keduanya sama-sama menerangkan kebenaran Al-Qur‟an sebagai wahyu Allah yang disampaikan kepada Muhammad saw. Pada surat Fushshilat penjelasan tersebut terdapat pada ayat 2-3, yaitu:

(48)

36

3. kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, Yakni bacaan dalam

bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui,

Dalam surat Asy-Syura penjelasan bahwa kebenaran

Al-Qur‟an sebagai wahyu Allah yang disampaikan kepada

Muhammad saw terdapat pada ayat 7, yaitu:

bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada

Ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri)

sekelilingnya, serta memberi peringatan (pula) tentang hari

berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya.

segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam.

3. Munasabah surat Fushshilat ayat 30 dengan ayat sebelum dan sesudahnya

(49)

37

(50)

38

BAB IV

RELEVANSI ISTIQOMAH DALAM Q.S. FUSHSHILAT AYAT 30 DENGAN KONSEP ISTIQOMAH DALAM MENUNTUT ILMU A. Analisis Konsep istiqomah dalam Q.S. Fushshilat

Pada pembahasan ini penulis akan memaparan analisis konsep

istiqomah sesusai pada ayat yang dikaji yaitu, pada surat Fushshilat ayat 30 sebagai berikut:

Dalam tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa ayat ini menguraikan orang-orang yang beriman dan konsisten melaksanakan petunjuk imannya. Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang percaya dan

mengatakan dengan lidahnya bahwa: “Tuhan kami hanyalah Allah” mengatakannya sebagai cerminan kepercayaan mereka tentang kekuasaan dan kemahaesaan Allah kemudian mereka memohon atau bersungguh-sungguh beristiqomah meneguhkan pendirian mereka dengan melaksanakan tuntunan-Nya, maka buat mereka bukan teman-teman buruk yang memperindah keburukan yang menemani mereka sebagaimana halnya para pendurhaka, tetapi akan turun kepada mereka yakni akan dikunjungi dari saat ke saat serta secara bertahap hingga menjelang ajal mereka oleh malaikat-malaikat untuk meneguhkan hati mereka sambil berkata: “janganlah kamu takut menghadapi masa depan dan janganlah

kamu bersedih atas apa yang telah berlalu; dan bergembiralah dengan

perolehan surga yang telah dijanjikan Allah melalui rasul-Nya kepada

(51)

39

Disini bisa diambil kesimpulan bahwa orang yang telah mengucapkan syahadat dan menanggung semua konsekuensi dari syahadatnya hanya perlu konsisten dan istiqomah dalam mengamalkan kewajiban-kewajiban dari Tuhannya, dan ketika mengamalkan kewajiban diharapkan bisa kontinu. Hamba yang menjalankan suatu kebaikan kecil tetapi dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan lebih baik derajatnya dihadapan Tuhannya bila dibandingkan dengan hamba mengamalkan suatu kebaikan yang besar dari segi nilai dan manfaat tetapi jarang dilakukan atau bahkan hanya sekali itu saja. Kemudian lebih dalam lagi Allah menjelaskan di ayat tersebut bahwa malaikat-malaikat akan turun memberi kabar gembira kepada hamba-Nya yang senantiasa

istiqomah dalam ucapannya yaitu jaminan untuk masa depannya dan pengampunan atas dosa yang telah lalu. Intinya adalah ketika seorang hamba menjalankan kewajiban dengan istiqomah agar fokus dengan

keistiqomahannya dan selalu memperbaiki diri dari waktu ke waktu untuk menjadi jiwa yang lebih baik seiring bertambahnya waktu, dengan tidak memikirkan hal yang tidak seharusnya dipikirkan seperti, setelah saya melakukan kebaikan secara terus-menerus apa yang akan saya dapat?, apakah saya akan mendapat ganjaran yang setimpal?, dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang bisa mengganggu sifat istiqomah

seseorang. Seperti kata Ibnu Taimiah dalam kitab Durrotun Nashikhin Fil

Wa‟dzi Wal Irsyad yaitu: “Mereka beristiqomah dalam mencintai dan

(52)

40

tt:199-200). Penegasan bahwa salah satu kunci istiqomah adalah dengan tidak memikirkan sesuatu yang tidak penting dan fokus dengan tujuan yang ingin dicapainya.

B. Konsep Istiqomah a. Pengertian Istiqomah

Bentuk lafad Istiqomah yang diambilkan dari fi'il madhi istaqoma secara bahasa mengandung arti berusaha berdiri secara tegap. Hal ini tidak lepas dari asal katanya yaitu lafad qoma. Sedang perubahan dari qoma menuju istiqomah hanyalah bentuk ikutan pada

wazan istaf'alan. ta marbuthoh pada lafad istaqoma merupakan bawaan dari keumuman /simaa'i orang arab ketika melafadkan

istiqomah (Maksum, tt:31).

Istiqomah berarti berdiri tegak lurus (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia), istiqamah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen. Jelasnya istiqomah bisa diartikan senantiasa sabar dalam menghadapi seluruh godaan dalam medan yang diemban seseorang. Meskipun tahapan tokoh sentralnya mengalami perubahan. Itulah manusia muslim sesungguhnya, selalu istiqamah dalam sepanjang jalan dan di seluruh tahapan. Hal ini sebagaimana tersurat dalam QS. Al-Ahqof ayat 13-14 (Al-Sa‟ud, ).

(53)

41

1) Abu Bakar As-Shiddiq ra ketika ditanya tentang Istiqomah ia menjawab; “bahwa Istiqomah adalah kemurnian tauhid” (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapapun)

2) Umar bin Khattab ra berkata: “Istiqomah adalah

komitmen terhadap perintah dan larangan dan tidak

boleh menipu sebagaimana tipuan musang”

3) Utsman bin Affan ra berkata: “Istiqomah adalah

mengikhlaskan amal kepada Allah swt"

4) All bin Abu Thalib ra berkata: “Istiqomah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban”

5) Al-Hasan berkata: “Istiqomah adalah melakukan

ketaatan dan menjauhi kemaksiatan"

6) Mujahid berkata: “Istiqomah adalah komitmen

terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan

Allah swt”

7) Ibnu Taimiah berkata: “Mereka berlstiqomah dalam

mencintai dan beribadah kepadaNya tanpa menengok

kiri kanan”

(54)

42

teguh dan gigih dalam belajar, mematuhi peraturan sekolah, guru, dan menjahui larangan-larangan sekolah.

b. Karakteristik Pribadi yang Istiqomah

Untuk Mengenal Karakter-karakter Pribadi Muslim yang Istiqomahpertama perlu mengetahui Apa sebenarnya yang dimaksud dengan istiqamah? Dari hadist dan pendapat-pendapat yang membahas istiqomah, bisa ditarik kesimpulan Karakterstik Pribadi yang istiqomah memang erat kaitannya dengan keteguhan untuk selalu berada di jalan lurus yang luas atau berbuat mendekati jalan lurus yaitu disekitar garis keseimbangan dengan ketulus ikhlasan semata-mata karena ridha Allah. Akan tetapi, kendati hal ini dapat dilakukan dengan berbuat amal, namun ternyata kuantitas (banyak sedikitnya) amal ini tidak menjamin bahwa manusia akan berada di Shirantal Mustaqiim dan selamat di hari akhir, kecuali adanya limpahan rahmat dan karunia Allah SWT. Jadi, keberadaan kita di jalan lurus dengan keistiqamahan sebenarnya berkaitan erat dengan Kehendak Allah SWT bukan akibat perbuatan kita atau amal kita semata. Kembali kita akan temui bahwa ridha Allah menjadi sebab utama dari keistiqamahan seorang hamba sebagai suatu limpahan karunia dan rahmat-Nya. Dan keridhaan Allah tersalur melalui Asma-asma Allah dan bukan dari usaha seorang hamba semata.

Menurut pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziya, istiqamah

(55)

43

berbagai sisi agama(Al-Jauziyah, 1999:228), yaitu berdiri di hadapan Allah secara hakiki dan memenuhi janji. Istiqamah kerena itu berkaitan dengan akhlak dan perilaku berupa perkataan, perbuatan, keadaan, dan niat. Istiqamah dalam hal ini berarti pelaksanaannya karena Allah, beserta Allah, dan berdasarkan perintah Allah.

Dalam banyak aspek, istiqamah merupakan suatu ruh atau energi spiritual yang karenanya keadaan menjadi hidup dan juga menyuburkan amal manusia secara umum. Oleh karena semua amal tergantung niatnya, dan niat erat kaitannya dengan keikhlasan dan ridha Allah semata, maka istiqamah dalam banyak aspek akan berkaitan dengan kontinuitas atau konsistensi untuk selalu berada di

Shiraathal Mustaqiim dengan pengolahan jiwa atau nafs manusia atau penyucian jiwa.

Istiqamah menyembunyikan kekeramatan, kekeremntan yang pertama tentang Iman. Yang kedua adalah penyaksian. Imam dan penyaksian adalah penauhidan atas keesaan-Nya Maka, istiqamah

(56)

44

c. Faktor Munculnya Istiqamah.

Ibnu Qayyim dalam “Madaarijus salikin”(1999:229) menjelaskan bahwa ada enam faktor ynag mampu melahirkan

istiqamah dalam jiwa seseorang, yaitu: beramal dan melakukan optimalisasi (Q3. Al-Hajj ; 78); berlaku moderat antara tindakan melampaui batas dan menyiamyaiakan (QS.. Al-Furqon : 67); dan tidak melampaui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya (QS. Al-Isra': 36).

d. Dampak Positif lstiqomah.

Manusia muslim khususnya orang yang menuntut ilmu pengetahuan yang beristiqamah dan selalu berkomitmen dengan nilai-nilai kebenaran Islam dalam seluruh aspek hidupnya akan merasakan dampak yang positif dan buah yang lezat sepanjang hidupnya. Adapun dampak dan buah istiqomah sebagai berikut: keberanian (Syaja'ah); ketenangan (Ithmi'nan) (QS 13.28); dan Optimis (tidak putus asa), (QS. 12:87).

Orang-orang yang berjiwa istiqamah akan sentiasa berbuat kebajikan, nasihat-menasihati dan tidak mudah berputus asa serta sabar dalam melaksanakan ibadah dan belajar. Diantara faktor yang dapat membantu kita untuk mencapai sikap istiqamah ialah: pertama,

(57)

45

kehendak-kehendak duniawi wajarlah dibimbing sehingga ia menjurus ke arah kebaikan dan keikhlasan kerana Allah semata. Memang tidak dinafikan, mujahadah melawan hawa nafsu dan sifat malas itu tidak mudah. Mereka adalah sesuatu yang menjalar dan perlu ditaklukan, guna mencapai kesuksesan dunia-akhirat. Segala kesulitan dalam bermujahadah melawan hawa nafsu dan sifat malas adalah ujian yang perlu ditangani dengan bersungguh-sungguh, sabar serta tawakal kepada Allah Swt.

Istiqomah merupakan keperluan asasi dalam segenap ibadah dan menuntut ilmu, kerana ia adalah bukti ketaatan serta kecintaan seorang hamba kepada penciptanya. Meskipun ibadah atau belajar yang kita lakukan itu kecil, tetapi jika dilaksanakan secara istiqamah maka ia lebih disukai oleh Allah dibandingkan ibadah dan belajar yang besar tetapi tidak disertai dengan sikap istiqamah.

e. Pentingnya Istiqomah

Setiap muslim yg telah berikrar bahwa Allah Rabbnya, Islam agamanya, Muhammad rasulnya, harus senantiasa memahami ikrar ini dan mampu merealisasikan nilai-nilainya dalam kehidupannya. Setiap dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut, baik dalam kondisi aman maupun terancam.

(58)

46

kehidupannya. Dan orang yang mampu mengimplementasikannya belum bisa bertahan sesuai dengan yang diharapkan Islam, yaitu komitmen dan istiqamah dalam memegang ajarannya sepanjang perjalanan hidup.

Maka istiqamah dalam memegang tali Islam meupakan kewajiban asasi dan sebuah keniscayaan bagi hamba-hamba Allah yang menginginkan khusnul khatimah dalam kesuksesan.

Istiqamah bukan hanya diperintahkan kepada manusia biasa saja, tapi juga bagi manusia besar, seperti para nabi dan rasul. Perhatikan QS. Al-Hud ayat 112. Dalam ayat ini menggambarkan konsep istiqamah setelah beriman dan pahala besar yang dijanjikan Allah SWT, seperti hilangnya rasa takut, sirnanya kesedihan dan surga bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa memperjuangkan nilai-nilai keimanan dalam setiap kondisi dan situasi apapun. Selain ayat-ayat diatas, ada beberapa pernyataan ulama tentang konsep istiqamah.

Istiqmah lebih baik dari seribu karomah. Dengan istiqmah

secara konsis lambat laun akan mendapatkan hasil yang dituai, karena dengan keuletan yang proporsional kita berusaha menaklukan diri kita sendiri, saat tujuan kita telah tercapai disitulah letak keistimewaan (karomah) yang dihasilkan dari upaya jerih payah kita.

Dari uaraian di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa istiqomah

(59)

47

tersimpan dari Istiqomah yang telah dijelaskan dalam dampak positif

Istiqomah.

f. Pengertian Belajar

Menuntut ilmu atau belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Belajar dalam bahasa arab adalah

ْنُّلََْج

yaitu bentuk

masdar ghoiru mim dari fi‟il madli

َنَّلََْج

yang mempunyai faidah

takalluf (berusaha secara maksimal) yang mana bisa diartikan dengan berusaha semaksimal mungkin memahami ilmu.

Belajar juga merupakan suatu aktifitas yang bisa membuat perubahan dalam kepribadian seseorang yang ditandai dengan keterampilan, sikap, kebiasaan, dan pengetahuan. Dan ilmu pengetahuan bisa diperoleh dengan adanya belajar secara istiqomah, dan kemampuan belajar, keinginan yang kuat, kesabaran, dan hal-hal lain yang erat kaitannya dengan keberlangsungan proses belajar atau mencari ilmu pengetahuan.

g. Faktor Pendukung Istiqomah dalam Menuntut Ilmu

Dari penjelasan singka tentang belajar di atas bahwa

istiqomah dalam menuntut ilmu atau belajar sangatlah penting, dan untuk istiqomah terdapat beberapa hal yang tidak bisa dipisahkan darinya, seperti dalam Syair Ali bin Abi Thalib ra(Azzarnuji, 2012:52):

(60)

48

ْيَد َكْيِثًُْأَس

ِىاَيَثِت اَهِد ْىُوْجَه

ٌةَغْلُت َو ٌزاَثِطْصاو ٌص ْس ِح َو ٌءاَكَذ

ِىاَه َش ُ ىُط َو ِذاَحْسُا ُداَش ْزِا َو

“ketahuilah engkau tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam

perkara. Aku akan memberitahumu seluruhnya secara terperinci.

Kecerdasan, semangat, kesabaran, biaya.

Nasehat guru, dan waktu/masa yang lama”

Dijelaskan bahwa seseorang yang ingin menuntut ilmu hendaknya memiliki bekal yang ada pada diri orang tersebut yaitu berupa kecerdasan, semangat, besabaran, biaya, nasehat guru, dan waktu yang lama. Di sini penulis akan menjabarkan ke-enam hal tersebut, yaitu:

1. Kecerdasan

(61)

49

2. Semangat

Sungguh-sungguh dengan bukti ketekunan, mencari ilmu tanpa semangat dan ketekunan tidak akan menghasilkan apa-apa, dan terlebih lagi bila berkaitan dengan ilmu agama yang sangat mulia yang tidak aan dengan mudah bisa didapatkan, karena mencari ilmu itu sulit, apa yang kemarin didapat belum tentu esok masih diingat. Nah di sinilah pentingnya istiqomah agar tidak melupakan ilmu yang telah didapat, karena tabiat manusia itu pelupa.

3. Sabar

(62)

50

َ ُْْلا ِوْأَش ًَّلِا ِّلُكِل

ُتاَثَث ِ اَج ِّسلا يِي ٌصْي ِصَد ْيِكَل َو ,ُتَاَكَسَح

“setiap orang berupaya untuk menggapai

kedudukan yang tinggi. Tetapi jarang sekali di kalangan

orang-orang itu yang bertahan” (Azzarnuji, 2012:51).

4. Biaya

Artinya, orang yang menuntut ilmu membutuhkan biaya juga seperti manusia yang hidup memerlukannya, tapi jangan diartikan mentah seperti harus memiliki harta yang banyak, biaya disini hanya sebatas untuk kebutuhan seperti, untuk makan, minum, sandang, dan papan secukupnya, pun tidak harus merupakan bekal materi. Seperti penggalan bait

syair Imam Syafi‟i: “tetapi orang yang diberi kepandaian ia

diharamkan kekayaan. Dua hal ini sangat berbeda dan

bertolak belakang.”(Azzarnuji, 2012:101) Lebih disesuakan

(63)

51

5. Petunjuk ustadz/guru

Orang yang ingin mengaji harus memiliki guru atau digurukan tidak boleh belajar sendiri apalagi menyangkut ilmu agama, karena ilmu agama adalah warisan para nabi bukan barang hilang yang bisa dicari di kitab-kitab. Kita bisa melihat sejarah penurunan wahyu dan penyampaiannya kepada para sahabat, betapa Nabi setiap bulan puasa menyimakkan Al-Quran kepada jibril dan sebaliknya, kemudian Nabi menyampaikan kepada para sahabat, sahabat menyampaikan

kepada para tabi‟n, lalu para tabi‟in menyampaikan pada tabi‟i

at-tabi‟in dan seterusnya sampai pada umat sekarang ini, jadi

ilmu yang kita terima sekarang ini adalah ilmu yang bersambung sampai Nabi dan sampai kepada Allah swt, jadi sangat jelas sekali bahwa orang yang belajar harus melalui bimbingan guru, guru bisa menunjukan apa yang dkehendaki oleh sebuah pernyataan dalam sebuah ayat atau hadis atau perkataan para sahabat, arena tidak semua yang tersurat mencerminkan apa yang tersirat dalam pernyataan.

6. Waktu yang lama

(64)

52

perjuangan dan waktu yang lama, dan itu juga membutuhkan ketekunan seperti dalam penggalan syair:

ِنْيِدَحْسُوَك َ,اَصَد ًَّلَص اَوَي

“Karena ketekunan itu ibarat api yang dapat

melunakan tongkat dari besi” (Azzarnuji, 2012:106).

C. Relevansi istiqomah dalam Q.S. Fushshilat ayat 30 dengan Konsep

Istiqomah dalam Menuntut Ilmu

Setelah penulis membahas konsep istiqomah dalam pandangan Q.S Fushshilat ayat 30 dan memuntut ilmu, maka penulis akan menyajikan relevansi antara keduanya yaitu sebagai berikut:

1. Pentingnya istiqomah dalam Menuntut Ilmu

Dalam Q.S. Fushshilat ayat 30 ini menjelaskan bahwa istiqomah adalah suatu amalan yang sangat penting, dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa ketika seorang hamba sudah mengucapkan syahadat wajib baginya untuk mengemban segala konsekuensi dari syahadatnya yaitu menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya, dan hendaknya konsekuensi tersebut dibarengi dengan istiqomah

karena disitu inti dari sebuah amalan. Dengan istiqomah

(65)

53

dengan istiqomah dalam menuntut ilmu. Yaitu sama-sama menekankan konsep istiqomah sebagai sesuatu yang sangat penting, dalam menuntut ilmu istiqomah sangat dibutuhkan seorang penuntut ilmu.

Istiqomah itu sendiri merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam. Dalam Q.S. Fushshilat ayat 30 dijelaskan bahwa setelah seseorang bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan baginya, dia harus bisa berlaku istiqomah dalam setiap perintah Tuhannya. Dan salah satu perintah Allah bagi seorang muslim baik itu laki-laki maupun perempuan adalah menuntut ilmu.

(66)

54

Banyak sekali dalil berupa hadist maupun perkataan para ulama tentang kewajiban menuntut ilmu bagi seorang muslim baik itu laki-laki maupun perempuan. Kewajiban tersebut tidak bisa dilakukan bila tidak diiringi dengan

istiqomah. 2. Tujuan

Dalam Q.S. Fushshilat ayat 30 penulis bisa simpulkan bahwa ada dua tujuan yang bisa didapat dalam mengamalkan istiqomah. Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “janganlah kamu merasa takut

dan janganlah kamu merasa sedih, kemudian pada kalimat setelahnya dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan. Dua tujuan dari istiqomah dalam menuntut ilmu ialah: agar merasa tenang dan yakin, serta agar mendapatkan khusnul khatimah/akhir yang baik.

(67)

55

seseorang agar dapat berserah diri kepada Allah swt dan secara tidak langsung orang tersebut akan mendapat ketenangan dan keyakinan dalam menjalankan perintah Allah. Dan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa menuntut ilmu adalah suatu kewajiban atau perintah Allah swt yang utama.

Kedua, setelah manusia mendapatkan ketenangan dan keyakinan dalam beribadah kepada Allah swt karena tidak ada kecemasan di dalam hatinya, maka ia akan mendapatkan ganjaran setimpal yaitu surga sebagaimana yang Allah swt janjikan kepadanya karena istiqomah dalam mengemban tanggung jawab syahadat yang ia ucapkan.

Dalam menuntut ilmu atau belajar, istiqomah adalah hal yang sangat penting karena dengan istiqomah segala faktor pendukung seseorang dalam belajar bisa didapat seperti, ketekunan, kesabaran, ketenangan, dan masih banyak hal positif yang bisa didapat dari istiqomah. Rasulullah bersabda bahwa istiqomah adalah kunci selamat di dunia bukan tanpa alasan, karena praktek yang sangat berat dan dilakukan seumur hidup. Dalam menuntut ilmu seseorang diharuskan bekerja keras dan tekun demi tujuan yang ingin dia capai.

(68)

56

yang seorang hambanya ingin capai ketika ia tekun dan bersungguh-sungguh dalam belajar. Seperti dalam sebuah bait syair “Tekunilah belajar jangan engkau tinggalkan. Karena

(69)

57

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada pembahasan ini penulis akan menarik kesimpulan mengenai analisis konsep istiqomah dalam menuntut ilmu pada ayat yang dikaji yaitu pada Q.S. Fushshilat ayat 30 sebagai berikut:

1) Deskripsi dan munasabah Q.S. Fushshilat ayat 30 mengenai seseorang yang telah bersaksi bahwa Allah swt adalah Tuhannya kemudian berlaku istiqomah maka Allah swt janjikan kepada hamba tersebut kebaikan dunia dan akhirat. Munasabah dengan surat sebelum dan sesudahnya adalah: surat Ghafir dan surat Asy-Syura. Surat Ghafir mejelaskan tentang peringatan kepada orang-orang musyrik Makkah yang mengingkari Muhammad saw. Dalam surat Asy-Syura menjelaskan tentang kebenaran Al-Qur‟an sebagai wahyu Allah swt yang disampaikan kepada Muhammad saw.

(70)

58

2) Dalam Q.S. Fushshilat ayat 30 penulis bisa simpulkan bahwa ada dua tujuan yang bisa didapat dalam mengamalkan

istiqomah. Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “janganlah kamu merasa takut dan janganlah

kamu merasa sedih, kemudian pada kalimat setelahnya dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan. Dua tujuan dari istiqomah dalam menuntut ilmu iyalah: agar merasa tenang dan yakin, serta agar mendapatkan khusnul khatimah/akhir yang baik.

B. Saran

Pendidikan Islam yang pada dasarnya adalah sesuatu yang wajib harus dibarengi dengan pengamalan sifat istiqomah untuk memaksimalkan pendidikan Islam itu sendiri. Sehingga peserta didiki dapat menangkap pelajaran dengan lebih mudah dan memudahkan seorang pendidik dalam menyampaikan ilmunya.

Dari penelitian ini, penulis menyarankan sebagai berikut: 1. Untuk pendidik

Hendaknya bagi pendidik dalam belajar mengajar agar supaya tidak hanya mentransfer ilmu saja, tetapi juga disertai usaha yang sungguh-sungguh utuk mengoptimalkan penanaman sifat

(71)

59

2. Untuk lembaga pendidikan

Lembaga pendidikan sebagai fasilitas dimana terdapat interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebuah lembaga pendidikan harus menafsirkan tujuan utama pendidikan yaitu untuk mengembangkan dan menanamkan ilmu kepada peserta didik, dan itu harus diimbangi dengan penanaman sifat

istiqomah. Sehingga peserta didik memiliki ketekunan dan semangat yang kuat dalam belajar.

3. Untuk penulis

(72)

60

DAFTAR PUSTAKA

Al-Aridh, Ali hasan, 1992, Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj. Ahmah Akram. Jakarta: Rajawali.

Al-Asqori, Muhammad Sulaiman Abdullah, 1994, Dzubrotu Attafasir. : Daar An-Nafa‟is.

Ali, Mohammad Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, 1999, Madariju Salikin. Jakarta: Pustaka Al-Kausar.

Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir, 1994, Aisar Attafasir. Madinah Al-Munawarah: Maktabah Al-Ulum wa Al-Khukum.

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, 1992, Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang: Toha Putra Semarang.

Arifin, M. 2014. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi, 2010, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Lentera Hati.

Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi, 2000, Tafsir Al-Qur‟annul Majid An-Nuur. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.

Azzarnuji, Burhanul Islam, 2012, Ta‟limu Al-Muta‟allim. Surabaya: Al-Miftah.

Budihardjo, 2012, Pembahasan Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an. Yogyakarta: Lokus.

(73)

61

Departemen Agama Republik Indonesia, 2009, Al-Quran dan Terjemahnya. Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur‟an Departemen Agama.

Djamarah, Syaiful Bahri, 2008, Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Husin, Agil al-Munawwar, 1994, I‟jaz al-Quran dan Metodologi Tafsir. Semarang: Toha Putra.

Imani, Allamah Kamal Faqih, 2013, Tafsir Nurul Qur‟an. Jakarta: Nur Al-Huda.

Langeveld, M.J. 1976. Paedagogik: Teoritis-Sistematis. Jakarta: IST.

Maimun, Agus, dan Agus Zainul Fitri, 2010, Madrasah Unggulan Lembaga Pendidikan Alternatif di Era Kompetitif. Malang: UIN Maliki Press.

Maksum, Ali, tt, Amsilah Attasrifiyah. Jombang.

Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma'arif.

Munir, Abdullah, 2007, Spiritual Teaching. Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani.

Poerwadarminta, 1998, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Sarwono, jonathan, 2006, metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Shihab, Quraish, 2003, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-quran. Jakarta: Lentera Hati.

Suriasumantri, Jujun, 2001, Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

(74)

62

Utsman bin Hasan Ahmad Syakir Al-Khoubawi, tt, Durrotun Nashikhin

Fil Wa‟dzi Wal Irsyad. Bandung.

(75)

63

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Kharis Abdurrohman Hadi

Tempat, Tanggal Lahir : Kab. Banjarnegara, 1 Maret 1992 Fakultas/Prodi : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan/PAI

NIM : 111-13-204

Alamat : Desa Barukan RT. 6 RW. 1 Dusun Barukan Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang

Agama : Islam

Warga Negara : Indonesia

Email : gavinharris03@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

(76)

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian status manusia yang digambarkan oleh variabel x terisi sesuai dengan yang dilakukannya sebelumnya, jika ia mengolok-olok ayat Al-Qur’an (Olok = True) maka ia

Dengan demikian, maka penulis melihat terdapat keunikan di dalam tafsir al-Mishbah dan al-Azhar, berangkat dari sampel ayat yang dapat mewakili konsepsi fitrah

“dulu ada satu anak (terjerumus ke hal negatif), ternyata punya masalah dengan orang tuanya.. 6 Begitu masalah dengan sorang tuanya kami selesaikan, anak

Contoh, (طارس –طارص) dan pada kalimat (رطيسم - رطيصم) kita melihat disini bahwa asimilasi yang terjadi antara dua suara yang tidak saling berdekatan dengan suara lain,

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa : nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an (surat Al- Baqarah ayat

Teori penafsiran kontekstual Abdullah Saeed yang diaplikasikan pada ayat-ayat yang berbicara dengan warisan sangat berkonstribusi terhadap upaya dekonstruksi

Adapun metode pengolahan data adlah menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan menanam, meyiram, merawat dan keindahan tumbuhan, mendeskripsikan penafsiran M Quraish Shihab

Menurut hasil analisis yang diperoleh bahwa konsep pendidikan Islam dalam al-Qur‟an surat al-Jumu‟ah ayat 1-5 menurut tafsir al-Maraghi adalah konsep pendidikan Islam