A. Botani Tanaman Durian
Durian (Durio zibethinus) merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara.
Tanaman yang termasuk jenis pohon hutan basah. Kerena di negara barat jarang ditemukan tanaman durian, maka dari itu tanaman ini menjadi sangat berharga di
Asia Tenggara termasuk Indonesia (Latifah, 2004).
Durian merupakan salah satu anggota genus Durio. Ada sembilan species durian yang bisa dikonsumsi, antara lain yaitu: D. zibethinus, D. kutejensis (lai),
D.excelsus (apun), D. graveolens (tuwala), D. dulcis (lahong), D. Grandiflorus
(sukang), D. testudinarum (sakura), D. lowianus (teruntung), dan D. Oxleyanus
(kerantungan) yang paling banyak dibudidayakan adalah D. zibethinus (Uji, 2005).
Menurut Ashari (1995) klasifikasi tanamandurian (Durio zibethinus, Murr.)
adalah :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophita Subdivisio : Magnoliopside
Ordo : Malvales
Familia : Malvaceae (Bombacaceae) Genus : Durio
Gambar 2.1. Tanaman Durian Varietas Monthong
Morfologi tanaman durian :
1. Batang
Durian merupakan tanaman tahunan yang memiliki tipe pertumbuhan model
roux yang dicirikan dengan dominasi pertumbuhan batang monopodial yang kontinyu (continuous growth) (Subhadrabandhu et al, 1991). Tinggi tanaman bisa mencapai 25-50 meter, tergantung spesiesnya. Kulit batang berwarna cokelat
kemerahan yang bisa mengelupas, memiliki tajuk yang rindang dan percabangan renggang. Sistem percabangan durian tumbuh mendatar atau tegak membentuk
Pertumbuhan cabang diawali jika ketinggian batangnya sudah mencapai puncaknya, sehingga pohon akan kelihatan kurus dan jangkung. Walaupun begitu,
tempat tumbuh masih sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan cabang. Tanaman durian yang di tanam di tempat lapang dengan sinar matahari yang
cukup, bisa didapatkan pertumbuhan batang dan cabangnya ideal. Jika pohon sudah tumbuh sempurna bentuk atau tajuk akan membentuk kerucut (Setiadi 1999).
Menurut Gardner, Pierce, dan Mitchell (1991), diameter batang akan meningkat bila bahan makanan yang dibutuhkan tanaman berada dalam jumlah
yang cukup. Titik tumbuh batang terdapat pada bagian ujung di belakang titik tumbuh, terdapat bintil-bintil bakal daun dan di bagian atas adalah bakal cabang yang juga berupa bintil-bintil sesuai dengan pertumbuhan sel-sel tumbuh pada
batang. Bintil-bintil ini akan saling berjauhan letaknya, sebab batang bertambah panjang dan besar. Dalam pertumbuhan batang tersebut, sel-sel terbagi menjadi
beberapa fungsi, yakni di bagian permukaan batang akan timbul sel-sel kulit luar dan di bawahnya merupakan parenkim, yang kelak akan tumbuh ikatan-ikatan pembuluh (Wiryanta, 2008).
2. Daun
Daun tanaman durian tersusun secara spiral (tata letaknya berselang seling) pada cabang, dengan bentuk bulat memanjang (oblongus), berbentuk jorong
berwarna hijau mengkilap, sedangkan permukaan bagian bawah berambut dan berwarna kecoklatan (Tjitrosoepomo, 2005).
3. Akar
Akat tanaman durian termasuk akar tunggang pergerakanya cenderung tumbuh ke bawah, ujung akar terdiri atas sel-sel muda yang selalu membelah dan merupakan titik tumbuh akar. Sel-sel itu sangat lembut dan mudah rusak, ujung
akar tertutup oleh sebuah tudung yang terdiri atas sel-sel pelindung. Dinamai tudung akar (calyptra), bagian luarnya berlendir sehingga dapat menembus tanah.
Tudung akar bagian luar cepat rusak, tetapi di dalamnya senantiasa tumbuh sel-sel baru (Ashari, 1995)
Pada bagian akar terdapat bulu akar, fungsi utama bulu akar adalah
melakukan pengisapan air serta garam tanah. Bulu-bulu ini melekat pada tanah dan menjadi satu dengan tanah seolah-olah seperti tumbuhan dalam tanah. Makin
besar akar itu, akan timbul bulu-bulu akar yang baru, sedangkan yang tua akan mati. Oleh karenanya, bulu-bulu akar itu akhirnya hanya terdapat di sekitar ujung-ujung akar saja (Wiryanta, 2008).
4. Bunga
Bunga durian berkelamin sempurna dalam satu bunga terdapat kelamin betina dan jantan. Setiap kuntum bermahkota lima helai yang terlepas satu sama
bunga berbentuk bulat panjang dengan ukuran sekitar 2 cm (Tjitrosoepomo, 2005).
Munculnya bunga bergelantung dicabang utama, cabang sekunder maupun cabang tertier, muncul bergerombol hingga mengasilkan 3 – 30 bunga. Panjang
tangkai 5 – 7 cm, panjang bunga 5–7 cm, dan diameter 2 cm. Kelopak berwarna putih atau hijau keputihan dan mahkota bunga berjumlah 5 helai. Bunga durian biasanya akan mekar pada sore hari sekitar pukul 15.00 (Ashari, 1995).
5. Buah
Menurut Ashari (1995) buah akan berkembang setelah pembuahan, pada usia 90-130 hari buah durian mulai siap dipanen. Pada masa perkembangan buah, terjadi persaingan antar buah pada satu kelompok sehingga hanya satu atau
beberapa buah yang akan mencapai kemasakan. Sisanya gugur, sehingga perkembangan daging buah atau pengisiannya bisa optimal. Buah umumnya akan
jatuh sendiri apabila masak.
Menurut Ashari (1995) berat buah durian dapat mencapai 1,5-12 kg. Setiap buah memiliki ruang yang menunjukkan jumlah daging buah yang dimiliki biasa
disebut juring. Setiap ruangan terisi oleh beberapa biji, biasanya tiga butir atau lebih. Biji tersebut berbentuk lonjong dengan panjang 4 cm. Warnanya merah
muda kecokelatan dan tampak mengkilap.
Biji terbungkus arilus (salut biji/daging buah) berwarna putih terang dengan
bulat telur (oval), dengan panjang 3,5-5 cm dan diameter 2,5-3,5 cm. warna buah hijau hingga cokelat, dengan panjang duri mencapai 1 cm (Tjitrosoepomo, 2005).
Warna buah, ketebalan rasa, dan tekstur daging buah tergantung pada jenis dan varietas durian. (Benard dan Wiryanta, 2008).
B. Persyaratan Tumbuh Tanaman Durian 1. Iklim
Curah hujan untuk tanaman durian maksimum 3000-3500 mm/ tahun dan
minimal 1500-3000 mm/tahun. Curah hujan merata sepanjang tahun, dengan 1 sampai 2,5 bulan pada bulan kemarau. Intensitas cahaya matahari yang
dibutuhkan adalah 60-80%. Untuk tanaman durian yang masih kecil, tidak tahan teekena sinar matahari langsung terutama di musim kemarau, sehingga bibit perlu dinaungi. Tanaman durian ideal ditanam pada suhu 20-30º C, pada suhu 15º C
durian tumbuh tetapi pertumbuhan tidak optimal. Bila suhu mencapai 35º C daun akan terbakar (Benard dan Wiryanta, 2008).
Menurut Bernard dan Wiryanta (2008) Penyinaran yang optimal sangat diperlukan oleh tanaman durian untuk pertumbuhanya. Air dan karbondioksida (CO2) dengan bantuan sinar matahari akan diubah menjadi energi dan oksigen.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelembapan udara antara lain ketinggian, curah hujan dan jenis tanaman. Semakin tinggi suatu tempat curah
hujan juga menjadi semakin tinggi, pasti daerah tersebut memiliki kelembaban yang tinggi. Pada pertumbuhan tanaman durian, sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara yang tampak pada stomata (mulut daun), yang bisa terbuka
tertutup sehingga CO2 yang menjadi bahan pokok dalam proses fotesintesis tanaman tidak dapat masuk pada daun dan mengakibatkan penguapan yang
semakin berkurang. Sebaliknya pada daerah dengan kelembaban yang rendah penguapan yang terjadi lebih banyak (Sriartha, 2000).
2. Tanah
Tanaman durian membutuhkan tanah yang subur (tanah yang kaya bahan organik). Partikel penyusunan tanah seimbang antara pasir, liat dan debu sehingga
mudah membentuk remah. Tanah grumosol dan andosol merupakan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman durian (Benard dan Wiryanta, 2008). Struktur
tanah yang ideal untuk perakaran tanaman durian memiliki ciri-ciri bagian atas remah dan gembur karena banyak mengandung bahan organik. Lain halnya dengan tanah pada bagian bawah yang padat dapat mengganggu perkembangan
akar ke lapisan tanah terbawah (Bernardinus, 2006).
Pentingnya keseimbangan antara lapisan tanah atas dengan lapisan tanah
bawahsehingga perakaran tanaman dan kestabialan agregat tanah(ikatan partikel penutup tanah) mempengaruhi aerasi, aliran air dalam tanah. Penetrasi akar dan pencucian hara merupakan dua faktor yang sangat dominan untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman durian (Setiadi, 1999).
Menurut Bernard dan Wiryanta (2008) pH tanah yang sesuai untuk
budidaya tanaman durian adalah 6-6,5. Dalam kedaan pH tersebut nutrisi yang dibutuhkan bisa terserap perakaran tanaman secara optimal. Derajat keasaman juga dipengaruhi warna tanah dpat digunakan sebagai indiator kandungan bahan
yang berhubungan dengan pencucian hara. Menurut Prihatman (2000) ada beberapa warna tanah yang menentukantingkat kesuburan tanah yaitu kelam,
merah, dan kuning.
C. Perbanyakan Tanaman Durian
Menurut Askari (2010) perbanyakan tanaman (plant propagation) adalah proses menciptakan tanaman baru dari berbagai sumber bagian tanaman. Tujuan
dari pembiakan tanaman adalah untuk mencapai pertambahan jumlah dan menjaga galur murni (sifat asli).
Ada dua cara perbanyakan, yaitu (1) perbanyakan secara generative melalui proses pembuahan bertemunya putik dengan benang sari dan (2) perbanyakan vegetative atau tanpa mengalami pembuahan Perbanyakan secara aseksual atau
vegetatif adalah proses perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian tertentu dari tanaman seperti, daun, batang, ranting, pucuk, umbi dan akar untuk
menghasilkan tanaman baru yang sama dengan induknya (Made, 2009).
Menurut Made (2009), perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu: stek, cangkok, okulasi, sambung (grafting),
dan kultur jaringan. Perbanyakan tanaman dengan stek pun beragam, seperti stek batang, stek tunas, stek daun, stek akar, stek mata, stek umbi (meliputi umbi lapis,
umbi palsu, umbi batang, dan umbi akar).
Okulasi disebut dengan menempel, ocilatie (Belanda) atau budding
mempuyai mutu lebih baik dari pada induknya. Itu karena okulasi dilakukan pada tanaman yang mempunyai perakaran yang baik dan tahan penyakit dan dipadukan
dengan tanaman yang mempunyai rasa buah lezat, tetapi perakarannya kurang baik (George, 1993).
Perbanyakan bibit dengan teknik okulasi banyak dikembangkan, salah satunya menciptakan bibit jeruk unggul yang cepat menghasilkan dan tahan terhadap serangan hama penyakit. Bibit okulasi merupakan perpaduan dua sifat
unggul tetuanya, untuk bibit batang bawah maupun untuk batang atas merupakan bibit terpilih sifat unggulnya (Pracaya, 2009). Okulasi dilakukan dengan
menggunakan mata tunas (entres) diambil dengan sedikit kulitnya dari cabang
pohon induk, kemudian ditempelkan pada batang bawah (Nugroho dan Roskito,
2005).
Susanto et al (2004) menyatakan bahwa mata tunas yang baik maka sebaiknya diambil dari pohon induk yang mempunyai kualitas baik. Syarat pohon
induk yang baik yaitu bebas penyakit dan hasil dari micrografting yang berada pada pengawasan Blok Pengadaan Mata Tempel (BPMT) dan disertifikasi BPSB. Menurut Jamnah (1996) luas permukaan mata tunas yang diambil harus sama
ukuranya dengan jendela okulasi atau bisa dibuat sedikit lebih kecil untuk mempermudah proses pengikatan.
Menurut Sumarsono dan Lasimin (2002) mata tunas untuk okulasi harus segera digunakan atau ditempelkan. Penundaan waktu hingga lebih dari 2 jam
Menurut Lukman (2004), bahwa keberhasilan penempelan bibit ditentukan oleh kondisi tanaman (umur, besar, kesegaran dan pertumbuhan) batang bawah
dan batang atas (entres) serta curah hujan dan kelembaban. Selain itu tingkat ketrampilan dari teknisi juga menentukan presentase keberhasilan okulasi.
D. Zat Pengatur Tumbuh BAP dan IBA
Zat pengatur tumbuh sangat berpengaruh pada proses biologi dalam jaringan tanaman. Gaba (2005) mentakan bahwa peran dari zat pengatur tumbuh antara lain mengatur kecepatan tumbuh dari jaringan tanaman dan mengintegrasikanya.
Aktivitas zat pengatur tumbuh tergantung dari jenis, struktur kimia, konsentrasi, genotipe tanaman dan fase fisiologi tanaman (Setyavathi et al., 2004). Menurut
Winata (1987) pembentukan organ seperti tunas dan akar membutuhkan interaksi atara zat pengatur tumbuh dari luar (eksogen) yang ditambahkan pada zat pengatur tumbuh dan dipadukan dengan hormon alami yang diproduksi tanaman
itu sendiri (endogen) oleh jaringan tanaman.
Zat pengatur tumbuh terdiri dari golongan sitokinin dan auksin. Auksin
mempunyai peran ganda tergantung pada struktur kimia, konsentrasi, dan jaringan tanaman yang diberi perlakuan. Auksin digunakan untuk menginduksi
1. BAP (Benzyl Amino Purin)
Benzil Amino Purin (BAP) adalah zat pengatur tumbuh dalam jenis
sitokinin, berperan merangsang pembelahan sel. Dalam perbandingan konsentrasi tertentu, BAP dan dipadukan dengan hormon yang lain dapat merangsang
pertumbuhan tunas tanaman. Hasil uji lanjut penelitian Sariningtiyas (2014), menunjukkan bahwa pemberian BAP belum memberikan hasil yang baik terhadap keberhasilan okulasi tanaman jeruk keprok. Persentase okulasi jadipada saat
plastik penutup dibuka (21 HSO) berkisar antara 83.33-90.83%.
Menurut Kusumo (1989) peningkatan kadar sitokinin mungkin mendorong
penyempurnaan pembuluh antara tunas lateral dengan bagian tumbuh lain, selain itu jga dapat mendorong pembelahan sel pada bagian ujung tunas samping dan mengubahnya menjadi meristem yang aktif.
Aplikasi BAP biasanya diberikan pada mata tunas dorman dengan cara mata tunas dicelupan sebelum ditempel, atau dengan cara dioleskan setelah batang
bawah dirundukkan. Terbukti dapat mengurangi jumlah mata tempel dorman (Halim et al, 1990). Penggunaan zat pengatur tumbuh eksogen digunakan untuk mendorong tumbuhnya tunas adventif adalah sitokinin. Jenis sitokinin yang sering
digunakan adalah BAP (Kismunandar, 1990).
Semakin tinggi pemberian konsentrasi BAP, maka akan semakin cepat pula
proses pecah mata tunas tetapi panjang tunas semakin pendek. Mekanisme pemendekan panjang tunas sampai saat ini belum dimengerti, namun demikian
sejumlah sitokinin dalam jumlah tertentu. Sehingga kelebihan sitokinin tidak dapat mendorong perutumbuhan lebih lanjut tetapi kebalikanya ( Kende 1971).
Hasil penelitian Sutarto et al. (1988), menunjukkan bahwa pemberian BAP dengan dioleskan pada bidang okulasi setelah tali balutan dibuka dengan dosis
250 ppm menunjukkan keberhasilan presentase okulasi tertinggi (100%), saat pecah mata tunas yang tercepat (44 hari setelah pelaksanaan okulasi) pada tanaman durian.
Hasil penelitian Setyaningrum (2012), dengan penambahan BAP 250 ppm dan 350 ppm pembentukan kalus terjadi pada 22 hari setelah okulasi. BAP (Benzil
Amino Purin) memamcu pertumbuhan tunas samping sehingga mempercepat
terbentuknya daun, hal ini sesuai penelitian Pamungkas dkk (2009) menyatakan bahwa kandungan sitokinin dalam sel yang lebih tinggi daripada auksin akan
memacu sel untuk membelah secara cepat dan berkembang menjadi tunas, batang, dan daun.
2. IBA (Indolebutyric acid)
Zat pengatur tumbuh indol asam butirat (IBA) tergolong auksin. IBA
mempunyai sifat yang lebih baik dan efektif, karena kandungan kimianya lebih stabil dan daya kerjanya lebih lama. IBA yang diberikan kepada bagian tanaman
berada di tempat pemberiannya. Fungsi lainya yaitu untuk mendorong pertumbuhan sel dengan cara mempengaruhi metabolisme dinding sel. Usaha
batang cepat bertaut adalah dengan cara pemberian auksin salah satunya IBA (Wudianto, 1993).
Menurut Wudianto (2002), menunjukan bahwa penggunaan IBA dapat meningkatkan keberhasilan penyambungan dengan mencelupkan atau mengolesi
kedua ujung yang akan dilekatkan, atau menyemprotkan batang atas sebelum disambung.
Hasil penelititian Ghoni (2015), menunjukan bahwa persentase entres mati
dan bibit jadi menunjukan keberhasilan sambung samping dipengaruhi oleh pemberian IBA. Konsentrasi 100 ppm memberikan keberhasilan sambung
samping sebanyak 95% dibandingkan dengan 0, 50, 150, dan 200 ppm pada tanaman srikaya (Annona Squamossa).
Penelitian Iqbal (2012) menunjukan bahwa pemberian hormon pada entres
sambung pucuk dapat meningkatkan panjang tunas. Hasil peneltiain Ni’matur (2014) menyatakan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh (auksin) yang tepat
akan memacu waktu muncul tunas. Santoso dan Nursandi, (2001) menambahkan bahwa auksin sebagai zat pengatur tumbuh berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu mempengaruhi protein sehingga sintesis protein