• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Suyatni BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Suyatni BAB I"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan kontribusi positif terhadap kesehatan terlebih kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak, 2012).

Angka usia harapan hidup (UHH) dunia tercatat usia 67 tahun, untuk laki-laki usia 65 tahun dan perempuan usia 69 tahun. Menurut CIA World berdasarkan daftar PBB pada tahun 2005-2010 urutan populasi penduduk angka usia harapan hidup (UHH) penduduk Indonesia rata-rata 71 tahun menempati peringkat ke-108 dunia, sedangkan nomor satu adalah Monako dengan rata-rata usia 90 tahun (Mubarak, 2012).

Penggolongan lanjut usia menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) tahun 1999 meliputi: Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Maryam, 2008).

(2)

Undang-Undang, lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita (Depkes RI, 2009).

Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population). Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 di Provinsi Jawa Tengah jumlah penduduk perempuan usia non-produktif atau lebih dari 65 tahun berjumlah 1.315.202 sedangkan tahun 2015 berjumlah 1.461.303 (Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI 2014 dan 2015). Peningkatan jumlah lansia menyebabkan ancaman Triple Burden, yaitu jumlah kelahiran bayi yang masih tinggi, masih dominannya penduduk muda, dan jumlah lansia yang terus meningkat, sehingga dibutuhkan upaya kesehatan lansia yang komprehensif dan berorientasi pada proses penuaan yang dialami lansia.

Perubahan fisik yang terjadi pada setiap lanjut usia sangat bervariasi, perubahan ini terjadi dalam berbagai sistem, yaitu sistem integumen, sistem kardiovaskuler, sistem gastrointestinal, sistem reproduksi, sistem muskuloskeletal, sistem neurologis, dan sistem perkemihan. Semua perubahan fisiologis ini bukan merupakan proses patologis, tetapi perubahan fisiologis umum yang perlu diantisipasi (Potter dan Perry, 2000).

(3)

Inkontinensia urine merupakan salah satu masalah yang dialami lansia sehingga perlu perhatian lebih besar karena populasi lansia yang meningkat khususnya di Indonesia. Pada lanjut usia sering terjadi masalah “empat besar” yang memerlukan perawatan segera, yaitu : imobilisasi,

ketidakstabilan, gangguan mental, dan inkontinensia urine. Bagi lanjut usia masalah inkontinensia urine merupakan masalah yang tidak menyenangkan (Stanley dan Beare, 2007).

Masalah inkontinensia urine tidak disebabkan langsung oleh proses penuaan, pemicu terjadinya inkontinensia urine pada lanjut usia adalah kondisi yang sering terjadi pada lanjut usia yang dikombinasikan dengan perubahan terkait usia dalam sistem urinaria (Stanley dan Beare, 2007). Menurut Darmojo (2009) keluhan inkontinensia urine pada lansia menjadi urutan kelima sebagai keluhan yang sering dilaporkan lansia.

(4)

Prevalensi inkontinensia urine pada wanita di dunia berkisar 10-58%, di Eropa berkisar 29,4%. Menurut APCAB (Asia Pasific Continence Advisor Board) tahun 1998 menetapkan prevalensi inkontinensia urine 14,6 % pada wanita Asia sedangkan prevalensi di Indonesia, pada wanita 5,8% (Soetojo, 2009).

Di Indonesia, survei inkontinensia urine yang dilakukan oleh Divisi Geriatri Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo pada 208 orang usia lanjut di lingkungan Pusat Santunan Keluarga di Jakarta (2002), mendapatkan angka kejadian inkontinensia urine tipe stress sebesar 32.2%. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Poli Geriatri RS Dr. Sardjito didapatkan angka prevalensi inkontinensia urine sebesar 14.47% (Setiati dan Pramantara, 2007).

(5)

Penelitian Yoon, (2003) yang sudah dilakukan dengan judul A comparison of effectiveness of bladder training and pelvic muscle exercise on female urinary incontinence. Dari hasil penelitian ini menunjukkan kelompok intervensi pelvic muscle exercise lebih efektif dalam mengurangi frekuensi volume kencing dan dalam meningkatkan kemampuan berkemih.

Individu dapat mengalami gangguan dalam berkemih karena adanya sumbatan atau ketidakmampuan sfingter uretra untuk berelaksasi. Instabilitas detrusor ini dapat diminimalisir atau diatasi dengan latihan kandung kemih yang disebut dengan bladder training. Tindakan bladder training ditujukan pada individu yang memiliki kemampuan kognitif dan dapat berpartisipasi secara aktif (Brenda, 2007).

Bladder training merupakan latihan kandung kemih sebagai salah satu upaya mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan. Tujuan dari terapi ini untuk memperpanjang interval berkemih yang normal dengan teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Salah satu metode dari bladder training yaitu kegel exercises (latihan pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul) (Suhariyanto, 2008).

(6)

menurunkan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin. Latihan otot dasar panggul dapat membantu memperkuat otot dasar panggul untuk memperkuat penutupan uretra dan secara refleks menghambat kontraksi kandung kemih (Puspasari,2011).

Studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan pada tanggal 11 dan 12 Oktober 2016, peneliti melakukan wawancara kepada lansia di salah satu pos mawar 6 posyandu lansia desa Pamijen wilayah kerja Puskesmas 1 Sokaraja Banyumas. Peneliti mewawancarai dengan pedoman yang peneliti rujuk dari kuesioner modifikasi yang diadopsi dari Continence Screening Questions (Cornell University Department of Urology), Continence Screening Questions terdiri dari 17 pertanyaan (Schlegel, Peter N 2015).

Didapatkan hasil 21 responden, 4 diantaranya berjenis kelamin laki – laki dan 17 berjenis kelamin wanita, terdapat 15 responden berusia 65

tahun keatas mengalami inkontinensia urine pada lansia berjenis kelamin wanita dari 21 responden yang mengikuti salah satu pos mawar 6 posyandu lansia di desa Pamijen, dengan skor kuesioner modifikasi inkontinensia urine yang telah didapatkan rata – rata 20 – 25 dan sisanya 6 responden tidak mengalami inkontinensia urine.

(7)

mengatakan belum melakukan penatalaksanaan untuk mengatasi gangguan inkontinensia urine yang terjadi pada lansia yang mengikuti posyandu lansia termasuk penatalaksanaan non farmakologi seperti salah satunya bladder training metode kegel exercise. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektivitas bladder training kegel exercise terhadap inkontinensia urine pada wanita lansia di wilayah kerja Puskesmas 1 Sokaraja Banyumas Jawa Tengah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang ”Apakah ada efektivitas bladder training

kegel exercise terhadap inkontinensia urine pada wanita lansia di wilayah kerja Puskesmas 1 Sokaraja Banyumas Jawa Tangah ?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan dari penelitian ini mengetahui Apakah ada efektivitas penerapan bladder training metode kegel exercise terhadap inkontinensia urine pada wanita lansia di wilyah kerja Puskesmas 1 Sokaraja Banyumas Jawa Tengah.

2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. Mengetahui efektivitas bladder training dengan metode kegel

(8)

b. Menganalisa efektivitas penggunaan metode kegel exercise pada wanita lansia.

c. Mengetahui karakteristik responden.

D. Manfaat Penelitian

1) Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan media penerapan ilmu pengetahuan yang telah di dapatkan dalam teori, diharapkan dapat manambah wawasan pengetahuan dan pengalaman baru bagi peneliti dalam menerapkan tindakan mandiri keperawatan yang berdasarkan evidence based, khususnya efektivitas bladder training terhadap fungsi berkemih pada wanita lanjut usia di komunitas.

2) Bagi Responden

Dapat dijadikan sebagai pengalaman responden dalam menghadapi kondisi ketidakberdayaan berkemih akibat proses penuaan dengan latihan kegel exercise yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berkemih sehingga responden mengalami peningkatan pengetahuan.

3) Instansi Terkait (Bidang Keperawatan)

(9)

sehingga dalam pelaksanaaan tindakan perawat mandiri sehari-hari terhadap lanjut usia dengan asuhan keperawatan gangguan eliminasi dapat berjalan optimal dengan aspek legalitas.

4) Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penunjang dalam referensi ilmu dan dapat menambah khasanah pustaka tentang efektivitas kegel exercise untuk meningkatkan kemampuan berkemih pada wanita lansia dikomunitas.

E. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ida Ramadhani (2015) dengan judul “perbedaan efektivitas pelvic floor muscle exercise dan bladder

training terhadap inkontinensia urin pada pasien post operasi Benign Prostat Hiperplasia (BPH) di RSUD dr. R. Goeteng Taroena dibrata Purbalingga”.

(10)

- Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti efektivitas bladder training metode kegel exercise untuk meningkatkan kemampuan berkemih.

- Perbedaan dengan penelitian ini yaitu metode, intervensi dan sample. Metode pre-eksperimental desain dalam penelitian ini menggunakan the one group pretest-posttest design dengan intervensi kegel exercise pada wanita lansia di wilayah kerja Puskesmas 1 Sokaraja Banyumas Jawa Tengah.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ninuk Angelia (2016) dengan judul “perbedaan efektivitas kegel exercise dan delay urination terhadap

inkontinensia urine di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”.

(11)

- Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti efektivitas kegel exercise untuk meningkatkan kemampuan berkemih.

- Perbedaan dengan penelitian ini yaitu metode, intervensi dan sample. Metode pre-eksperimental desain dalam penelitian ini menggunakan the one group pretest-posttest design dengan intervensi kegel exercise pada wanita lansia di wilayah kerja Puskesmas 1 Sokaraja Banyumas Jawa Tengah.

3. Penelitian yang dilakukan Ni Putu Ayu Jayanti, K.A. Henny Achjar, I Made Surata Witarsa (2014) dengan judul “Pengaruh Senam Kegel Dan Pijat Perineum Terhadap Kekuatan Otot Dasar Panggul Lansia Di Puskesmas Tabanan III”.

(12)

- Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti efektivitas kegel exercise untuk meningkatkan kemampuan berkemih.

- Perbedaan dengan penelitian ini yaitu metode, intervensi dan sample. Metode pre-eksperimental desain dalam penelitian ini menggunakan the one group pretest-posttest design dengan intervensi kegel exercise pada wanita lansia di wilayah kerja Puskesmas 1 Sokaraja Banyumas Jawa Tengah.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Azizeh Farzinmehr; M.D.,dkk (2015) pada journal of family and reproductive healt Volume 9, No.4;hal 147-154 dengan judul “A Comparative Study of Whole Body Vibration Training and Pelvic Floor Muscle Training on Women's Stress Urinary Incontinence: Three- Month Follow-Up”.

(13)

ini efektif dalam kekuatan otot dasar panggul dan juga dalam mengurangi keparahan inkontinensia urine sehingga meningkatkan kemampuan berkemih

- Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti efektivitas kegel exercise untuk meningkatkan kemampuan berkemih.

- Perbedaan dengan penelitian ini yaitu metode, intervensi dan sample. Metode pre-eksperimental desain dalam penelitian ini menggunakan the one group pretest-posttest design dengan intervensi kegel exercise pada wanita lansia di wilayah kerja Puskesmas 1 Sokaraja Banyumas Jawa Tengah.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Aslan Ergul, dkk pada jurnal internasional Gerontology Volume 54, No.4; hal 224-235 (2008)

dengan judul “Bladder Training and Kegel Exercises for Women with

Urinary Complaints Living in a Rest Home

(14)

kelompok perlakuan selama 6-8 minggu. Evaluasi kedua dilakukan 8 minggu setelah intervensi, dan evaluasi terakhir dilakukan 6 bulan setelah intervensi. Hasil uji didapatkan Usia rata-rata kelompok perlakuan adalah 78,88 ± 4,80 tahun, dan usia rata-rata kelompok kontrol 79,44 ± 5,32 tahun. Urgensi, frekuensi dan keluhan nokturia. Pretreatment, 8-minggu dan 6 bulan evaluasi mengungkapkan bahwa jumlah inkontinensia urine dengan urgensi, frekuensi dan keluhan nokturia statistik dan secara signifikan berkurang pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil uji t-test berkurang secara signifikan pada uji statistik diamati pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sebuah peningkatan yang signifikan dalam kekuatan otot dasar panggul diamati pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol pada semua evaluasi.

- Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti efektivitas kegel exercise untuk meningkatkan kemampuan berkemih.

Referensi

Dokumen terkait

administrasi/manajemen, kegiatan- kegiatan pelayanan ini pada dasarnya merupakan suatu sistem dimana antara pelayanan yang satu dengan yang lain saling berhubungan

[r]

Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin yang khusus disediakan dan atau diberikan

melaporkan dan menganalisa informasi, informasi dalam data warehouse berada di bawah kontrol pengguna data warehouse sehingga jika sistem sumber data dibersihkan informasi

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

E-Tendering adalah tata cara pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua Penyedia barang/Jasa yang terdaftar pada sistem