BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata (Keliat, 2005).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien member persepsi atau pendapat tentang lingkungannya tanpa ada ojek atau rangsangan yang nyata (Direja, 2011).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati & Hartono, 2010).
Halusinasi penglihatan adalah stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometris, gambar kartun, dan gambar atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau menakutkan (Stuart, 2007).
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi menurut Yosep (2011) :
a. Faktor Perkembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisasian keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi dan hilang percaya diri.
b. Faktor Sosiologi
Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi akan membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa disingkirkan kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Adanya stress yang berlebihan yang di alami oleh seseorang maka didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia buffofenom dan dimetytranfenase sehingga terjadi keseimbangan acetrycolin & Dofamine.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan mudah terjerumus pada penyalah gunaan zat adiktif, klien lebih memilih kesenangan sesaat & lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
2. Faktor Presipitasi
faktor – faktor penyebab dari halusinasi menurut Stuart (2007) adalah sebagai berikut :
1. Faktor presipitasi a. Biologis
Gangguan dalam berkomunikasi dan putaran baik otak , yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidak mampuan untuk secara selektif menanggapi Stimulus.
b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber Koping
C. Proses Terjadinya Masalah
Halusinasi berkembang melalui empat fase, menurut Direja (2011), yaitu sebagai berikut:
1. Fase pertama
Disebut juga sebagai fase Comforting yaitu fase yang menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongn nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stres, cemas perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri. 2. Fase kedua
Disebut dengan fase Condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik: pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
3. Fase ketiga
Adalah fase Controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tandi fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase keempat
Adalah fase Conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien: perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang.
D. Rentang respon
Gambar 2.1 rentang respon
Adaptif maladaptif
a.Pikiran logis b.Persepsi akurat c.Emosi konsisten
dengan pengalaman d.Perilaku cocok e.Hubungan sosial
harmonis
a.Kadang-kadang proses pikir terganggu b.Ilusi
c.Emosi berlebihan d.Perilaku yang
tidak biasa e.Menarik diri
a.Waham b.Halusinasi c.Kerusakan proses
emosi
d. Perilaku tidak terorganisasi e.Isolasi sosial
Awitan Skizofrenia dapat muncul tiba-tiba atau bertahap, tetapi kebanyakan klien mengalami perkembangan tanda dan gejala yang lambat dan bertahap, misal menarik diri dari masyarakat, perilaku yang tidak lazim, kehilangan minat, dan sering kali tidak mengabaikan higiene. Gejala Skizofrenia biasanya ditegakkan ketika individu mulai memperlihatkan gejala positif yang lebih aktif seperti waham, halusinasi, gangguan pikiran (Direja, 2011).
E. Tanda dan gajala
1. Manifestasi klinis
Tanda-tanda halusinasi penglihatan meliputi : stimulus visual dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambar atau bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan (Kusumawati, 2010).
Tanda dari halusinasi penglihatan, menurut Keliat (2005) yaitu : menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada objek yang tidak jelas, melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster.
2. Pemeriksaan penunjang
Dengan perkembangan teknik pencitraan noninvasive, seperti CT Scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan Positron Emission Tomography (PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuan mampu meneliti
struktur otak dan akofitas otak indifidu Skizofrenia. Peneliti menunjukan penderita Skizofrenia memiliki jaringan otak yang lebih sedikit, hal ini menunjukan suatu kegagalan perkembangan atau kahilangan jaringan selanjutnya (Videback, 2008).
Untuk mengetahui struktur otak, jenis alat yang dapat digunakan yaitu Elektroencephalogram (EEG), CT scan, Single Photon Emission
Computed Thomography (SPECT), Magnetic Resonance Imaging (MRI)
(Direja, 2011).
Pemeriksaan Magnetik Resonance Imaging (MRI), Positif Emission Tomography (PET), dan Tomografi terkomputerisasi (CT) telah
memperlihatkan abnormalitas dalam simetrisitas, kepadatan jaringan, atrofi sebagian serebral dan pelebaran ventrikel serebral lateral didalam otak penderita Skizofrenia (Stuart, 2007).
F. Penatalaksanaan
1. Psikofarmakologi
menyeluruh dan untuk memastikan keamanan pasien. Obat anti psikotik atau perilaku agresif dengan segera dan jangka pendek, walaupun Benzodiasepin dapat juga berguna untuk mengendalikan agitasi dan
kecemasan.
Pemakaian anti depresan dalam pengobatan gangguan depresif pasca psikotik dari Skizofrenia telah dilaporkan dalam beberapa penelitian. Kira-kira setengah dari penelitian telah melaporkan adanya efek dari hilangnya gejala depresif. Medikasi anti depresan kemungkinan menghilangkan gejala depresif pada beberapa pasien, teapi hasil campuran dari beberapa penelitian mencerminkan ketidakmampuan sekarang ini untuk membedakan pasien mana yang akan berespon dan pasien mana yang tidak berespon terhadap anti depresan.
Obat-obatan antipsikotik konvensional (seperti Klorpromazin, Flufenazin, Haloperidol, Loksapin, Prefenazin, Trifluoperazin, Tiotiksen,
dan Tioridaksin) terbukti mengurangi gejala positif Skizofrenia dan secara
signifikan menurunkan risiko relaps simtomatik dan dirawat inap pulang. Namun, efek samping neurologis yang serius menyebabkan obat ini sulit ditoleransi oleh banyak pasien Skizofrenia.
neurologis yang merugikan. Obat-obat ini terutama efektif dalam mengatasi gejala negative Skizofrenia (Stuart, 2007)
G. Proses keperawatan
Proses keperawatan menurut Yosep (2011) antara lain yang perlu dikaji adalah:
1. Pengkajian keperawatan masalah gangguan jiwa a. Identitas pasien
Perawat yang merawat pasien melakukan perkenalan dan kontak dengan pasien tentang nama perawat, nama pasien dengan inisial L/P, umur, tanggal pengkajian, alamat lengkap.
b. Alasan masuk
Pengkajian alasan masuk yaitu apa yang menyebabkan pasien ke rumah sakit. Apa yang dilakukan keluarga mengatasi masalah dan bagaimana hasilnya.
c. Faktor predisposisi 1) Faktor predisposisi
Apakah pernah mengalami gangguan jiwa masa lalu. Apakah pernah melakukan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam rumah tangga atau tindakan kriminal.
2) Faktor presipitasi
d. Pengkajian fisik
Ukur dan observasi Tanda-tanda vital dan kaji lebih lanjut sistem dan fungsi organ, jelaskan sesuai dengan keluhan yang ada.
e. Psikososial menurut Yosep (2011) 1) Genogram
Genogram adalah gambaran susunan keluarga yang dapat menggambarkan hubungan pasien dengan keluarga.
2) Konsep diri a) Citra diri
Citra diri adalah tanggapan tentang fungsi tubuh dan bentuk tubuh pada pasien.
b) Identitas diri
Identitas diri adalah status pasien sebelum dirawat. c) Peran diri
Peran diri adalah tugas atau peran yang diemban dalam keluarga, kemampuan pasien dalam melaksanakan tugas.
d) Ideal diri
Ideal diri adalah harapan tentang tubuh, posisi, status, tugas atau peran terhadap lingkugan.
e) Harga diri
f) Hubungan sosial
Hubungan sosial pada pasien adalah tentang siapa orang terdekat dalam hidupnya, tempat mengadu, dan minta bantuan. g) Spiritual
Nilai keyakinan dan ibadah adalah kepercayaan yang dianut pasien saat ini dan ketaatan menjalankan ibadah.
f. Status mental 1) Penampilan
Penampilan adalah kemampuan pasien untuk merawat Personal hygine.
2) Pembicaraan
Komunikasi yang terjadi selama wawancara apakah cepat, keras, lambat, tidak mampu memulai pembicaraan, inkoherensi, gagap, membisu dan apatis.
3) Aktifitas motorik
Aktifitas motorik meliputi lesu,tegang, gelisah, agitasi, TIK , grimasen, Tremor (jari-jari yang tampak gemetar pasien Kompulsif
(kegiatan yang dilakukan berulang-ulang). 4) Alam perasaan
5) Afek
Afek yang terjadi selama wawancara, apakah datar (saat dilakukan wawancara pasien tidak menunjukkan perubahan roman muka atau ekspresi wajah), tumpul (pasien hanya akan bereaksi atau memberi respon jika diberikan stimulus yang kuat), labil (emosi pasien cepat berubah) dan tidak sesuai (emosi yang tidak sesuai atau bertentangan dengan stimulus yang ada).
6) Interaksi selama wawancara
Interaksi selama wawancara adalah perhatian pasien terhadap pengkaji yang meliputi bermusuhan, kontak mata kurang, tidak koopertif, defensife, dan mudah tersinggung.
7) Persepsi
Persepsi adalah perasaan yang hanya dirasakan oleh pasien tetapi tidak dirasakan oleh orang lain, seperti halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi perabaan, halusinasi pengecapan dan halusinasi penghidu.
8) Proses / Arus pikir
Proses / Arus pikir adalah cara pandang pasien pada dirinya dan orang lain misalnya, sirkumstansial (pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan), flight of ideas (pembicaraan yang meloncat dari satu topik ke topik lainnya), tangensial (pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada
gangguan enternal kemudian melanjutkan pembicaraan lagi) , reeming (pembicaraan yang secara perlahan intonasinya menurun
dan kemudian berhenti dan pasien tidak dapat melanjutkan pembicaraan lagi), kehilangan asosiasi dan perseverasi (pembicaraan yang diulang-ulang berali-kali).
9) Isi pikir
lain mengetahui apa yang dia pikirkan), curiga (pasien mempunyai keyakinan bahwa seseorang yang berusaha merugikan yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan), dan kontrol pikir (pasien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar).
10)Tingkat kesadaran
Adanya kebingungan dari dalam diri pasien, Sedasi (mengatakan bahwa dia merasa melayang-layang), Stupor (gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan yang diulang-ulang), disorientasi waktu, tempat dan orang.
11)Memori
Apakah ada gangguan daya ingat jangka panjang (tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan), gangguan daya ingat jangka pendek (tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi dalam seminggu terakhir), gangguan daya ingat saat ini (tidak dapat mengingat kejadian yang baru saja terjadi) dan konfabulasi (pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya).
12)Tingkat konsentrasi dan berhitung
atau tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraannya) dan tidak mampu berhitung (tidak dapat melakukan penambahan atau pengurangan pada benda-benda yang nyata).
13)Kemampuan penilaian
Apakah pasien mengalami gangguan kemampuan penilaian ringan (dapat mengambil keputusan yang sederhana) dan gangguan kemampuan penilaian bermakna.
14)Daya tilik diri
Adalah kesadaran pasien tentang keadaannya dan penyakitnya. g. Kebutuhan Persiapan Pulang
1) Makan
Kemampuan dalam menyiapkan makanan, makan dan memberihkan alat-alat makan dan minum.
2) BAB/BAK
Kemampuan pasien dalam mengontrol buang air besar atau buang air kecil ditempat sesuai serta membersihkan diri.
3) Mandi
Kemampuan pasien mandi, sikat gigi dan cuci rambut. 4) Berpakaian / berhias
Kemampuan mengambil, memilih, memakai pakaian. 5) Istirahat dan tidur
6) Penggunaan obat
Frekuensi, jenis, dosis, waktu dan cara pemberian diawasi 7) Pemeliharaan Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk perawatan lanjutan setelah pulang.
8) Kegiatan di dalam rumah
Mempersiapkan makanan, menjaga kerapian rumah, mencuci pakaian dan mengatur keuangan (mandiri, dengan bantuan minimal atau dengan bantuan total).
9) Kegiatan di luar rumah
Belanja keperluan rumah, transportasi dan kegiatan lain h. Mekanisme koping
1) Koping adaptif
Bicara dengan orang lain, mampu menyelesaikan masalah, teknik relaksasi, aktifitas konstruktif dan olah raga.
2) Koping maladaptif
Minum alkohol, reaksi lambat/berlebihan, bekerja berlebihan, menghindar, mencederai diri, dan lain-lain.
3) Masalah psikososial dan lingkungan
2. Diagnosa keperawatan a. Pohon masalah
Resiko tinggi perilaku kekerasan Effect
Gangguan sensori persepsi : halusinasi Core problem
Isolasi sosial : menarik diri Causa
(Direja, 2011)
b. Masalah keperawatan
1) Gangguan sensori persepsi: halusinasi penglihatan 2) Resiko perilaku kekerasan
3) Isolasi sosial : menarik diri c. Rumusan diagnosa keperawatan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi penglihatan 3. Fokus Intervensi
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
a) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya b) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal 2) Tindakan keperawatan
a) Membantu pasien mengenali halusinasi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.
b) Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara : (1) Menghardik halusinasi
Menjelaskan cara menghardik halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta pasien memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini, dan menguatkan perilaku pasien.
(2) Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengonrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien berbercakap-cakap-bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi ; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut.
(3) Melakukan aktifitas yang terjadwal
dilatih, memantau pelaksanaan jadwal kegiatan dan memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
(4) Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat : jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa, jelaskan bila obat tidak digunakan sesuai program, jelaskan akibat bila putus obat, jelaskan cara mendapatkan obat/berobat, jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis).
(5) Terapi aktivitas kelompok : stimulasi persepsi, halusinasi b. Tindakan keperawatan kepada keluarga
1) Tujuan untuk keluarga adalah :
Keluarga dapat merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
2) Tindakan keperawatan
b) Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga meliputi : pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami oleh pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi c) Berikan kesempatan keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien dengan halusinasi
d) Buat perencanaan pulang dengan keluarga
H. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Gangguan sensori perspsi : halusinasi
Tujuan Umum : klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya b. Klien dapat mengenal halusinasi
c. Klien dapat mengontrol halusinasi
d. Klien dapat memilih cara mengatasi seperti yang telah didiskusikan e. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi f. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik
e. Jelaskan tujuan pertemuan f. Jujur dan tepat janji g. Tunjukan sikap empati h. Beri perhatian kepada klien
i. Observasi tingkah laku keterkaitan dengan halusinasi j. Bantu klien mengenal halusinasi
k. Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan halusinasi
l. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
m. Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian pada klien. n. Diskusikan cara lain untuk memutuskan mengontrol halusinasi o. Bantu klien melatih cara memutus halusinasi
p. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih
q. Ajarkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami halusinasi r. Diskusikan dengan keluarga pada saat berkunjung tentang gejala
halusinasi yang dialami
s. Cara yang dapat dilakukan klien untuk memutuskan halusinasi
t. Cara merawat halusinasi dirumah , beri kegiatan , jangan biarkan sendiri. u. Beri reinforcement karena sudah berinteraksi
v. Diskusikan dengan klien keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
x. Anjurkan klien bicara minta pada dokter tentang manfaat , efek samping obat.
y. Bantu klien minum obat. (Yosep, 2011) 3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai. 3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki 2) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
3) Utamakan pemberian pujian yang realitas
c. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
d. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
2) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan. 3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan Tindakan :
1) Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan 2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien 2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah 4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
4. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Tujuan umum : Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
a. Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya b. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
c. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
d. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik Tindakan :
a. Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
1) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
2) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif 3) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
4) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien 5) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
c. Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara : 1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya 2) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
(Yosep, 2011) 5. Isolasi Sosial.
Tum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain. Tuk 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Hasil : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebut nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berhadapan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi :
a. Sapa Klien dengan ramah. b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai. d. Jelaskan tujuan pertemuan kepada klien.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Tuk 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Intervensi :
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri.
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, dan tanda-tandanya.
d. Beri pujian kepada klien tentang ungkapan perasaannya.
Tuk 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain misalnya banyak teman, tidak sendiri, dan 33emb diskusi. Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain misalnya sendiri, tidak memiliki teman, dan sepi.
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
c. Diskusikan dengan klien tentang keuntungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tuk 4 : Klien dapat berhubungan 34ember secara bertahap.
Kriteria Hasil : Klien dapat mendemonstrasikan berhubungan dengan orang lain (klien-perawat)
Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain. b. Ajarkan klien berkenalan antara :
1) Klien-perawat
2) Klien-perawat-perawat lain 3) Klien-perawat-klien lain
c. Beri pujian positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
d. Bantu klien untuk mengevaluasi keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
e. Motivasi klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Tuk 5 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain (klien-perawat lain). Kriteria Hasil : Klien dapat mendemonstrasikan berhubungan dengan orang lain (klien perawat lain).
Intervensi :
a. Beri kesempatan klien untuk berkenalan dengan seorang perawat.
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan bila berhubungan dengan orang lain.
Tuk 6 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain (klien-kelompok perawat/klien lain).
Kriteria Hasil : Klien dapat mendemonstrasikan berhubungan dengan orang lain (klien-perawat-klien lain).
Intervensi :
a. Beri kesempatan klien untuk berhubungan dengan orang lain (klien-kelompok perawat/klien lain).
b. Beri pujian positif atas kemampuan klien berhubungan dengan orang lain (klien-kelompok perawat/klien lain).
c. Motivasi klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Tuk 7 : Klien dapat memberdayakan 35ember pendukung atau keluarga mampu mengungkapkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Kriteria Hasil : Keluarga dapat menjelaskan perasaannya, cara merawat klien menarik diri, mendemonstrasikan perawatan klien menarik diri, berpartisipasi dalam perawatan klien.
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
b. Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab menarik diri, dan cara menghadapi klien menarik diri.
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin atau bergantian untuk menjenguk klien di rumah sakit, minimal 1 minggu sekali.