BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Negara berkembang seperti Indonesia insiden penyakit gagal ginjal
kronik diperkirakan sekitar 40 sampai 60 kasus setiap tahunnya. Menurut data
dari Persatuan Nefrologi Indonesia (Perneftri), diperkirakan terdapat 70.000
penderita gagal ginjal di Indonesia. Angka ini diperkirakan terus meningkat
dengan angka pertumbuhan sekitar 10% setiap tahun. Di Amerika Serikat pada
tahun 1999 insiden penyakit gagal ginjal kronik diperkirakan tiap tahun
terdapat 100 penderita setiap 1.000.000 penduduk dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya (Suwitra, 2007).
Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan
tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam
tubuh. Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh,
mengatur konsentrasi garam dalam darah, keseimbangan asam basa dalam
darah, dan ekskresi bahan buangan seperti urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah. Bila ginjal tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya maka akan
timbul masalah kesehatan yang berkaitan dengan penyakit gagal ginjal kronik
(Cahyaningsih, 2009).
Sedangkan menurut (Price & Wilson, 2006) Elektrolit dan non elektrolit
juga mengekpresikan kelebihannya sebagai kemih (urine). Kegagalan ginjal
uremia atau penyakit ginjal stadium akhir / terminal. Penderita yang
didiagnosa mengalami gagal ginjal terminal, tetapi tidak menjalani
transplantasi ginjal maka seumur hidupnya ia akan tergantung pada alat dialisa
untuk menggantikan fungsi ginjalnya.
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan fungsi ginjal tersebut. Pasien gagal ginjal yang menjalani
hemodialisis, membutuhkan waktu 12-15 jam untuk dialisis setiap minggunya,
atau paling sedikit 4-5 jam setiap kali terapi. Kegiatan ini akan berlangsung
terus-menerus sepanjang hidupnya (Smeltzer & Bare, 2002).
Tujuan dari dialisis ini adalah untuk mencapai berat badan kering pasien.
Dalam kebanyakan kasus, berat badan kering adalah perkiraan ditentukan oleh
dokter berdasarkan pengalaman dan masukan pasien. Dokter akan meresepkan
berat badan kering berdasarkan berat badan ketika pasien memiliki: tekanan
darah yang normal, tidak adanya edema atau pembengkakan, tidak ada
distensi vena jugularis, tidak adanya bunyi paru (rales dan crackles) terkait
dengan overload cairan, tidak sesak napas atau gagal jantung kongestif,
jantung yang normal (Davita, 2011).
Pada setiap dialisis, cairan akan dikeluarkan untuk mendapatkan berat
badan kering pasien. Keuntungan dari perawatan dialisis akan terjadi karena
ginjal tidak lagi mengeluarkan cairan dari tubuh. Karena dialisis
mengeluarkan sejumlah cairan yang akan membuat pasien merasa lebih
Chamney, Kramer, Rode, Kleinekofort & Wizemann, 2002 menyimpulkan
bahwa selain pasien menjalani dialisis, pasien perlu membatasi asupan cairan
karena membatasi cairan satu-satunya cara terpenting dalam tercapainya berat
badan kering. Berat badan kering adalah berat badan dimana berat badan
pasien setelah dialisis tanpa adanya bukti cairan di kaki, paru-paru serta
tekanan darah pun harus normal.
Chamney et al. juga menjelaskan, apabila pasien tidak mau membatasi
cairan dan berat badan pun akan meningkat dengan cepat atau yang disebut
dengan berat badan interdialisis atau kenaikan berat badan drastis melebihi 5
kg, maka semakin banyak pula cairan yang dibuang oleh mesin dialisis.
Akibatnya pasien akan mengalami kram, dan tekanan darah rendah.
Beberapa faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tercapainya berat badan
kering antara lain, dukungan keluarga. Bahwa dengan adanya dukungan dari
keluarga, akan mampu mempertahankan kelangsungan hidup pasien,
kemudian pasien mau menjalankan hemodialisis dan mau membatasi asupan
cairan (Thong, Kaptein, Krediet, Boeschoten & Dekker, 2006).
Kemudian dari segi koping, dengan melakukan perawatan pada individu
untuk mengontrol stres agar mendukung pasien menuju yang lebih baik dan
mau beradaptasi pada penyakitnya (Bertolin, Pace, Kusumota & Ribeiro,
2007).
Dari segi pengetahuan dan sikap, bila pengetahuan pasien baik akan
mengetahui tentang masalah penyakit yang dideritanya. Kemudian dengan
hidupnya. Dengan demikian pasien akan mematuhi terapi pengobatan dengan
baik (HoIley, Nespor & Rault, 2003).
Studi pendahuluan telah dilakukan di RSUD Banyumas bahwa kepatuhan
pasien dalam membatasi cairan dirasakan masih kurang, dikarenakan pasien
masih belum mencapai berat badan yang dirasakan nyaman oleh pasien
tersebut. Kemudian jumlah pasien 6 bulan terakhir tahun 2012 sebanyak 40
pasien rawat inap yang terdiagnosa gagal ginjal. Sedangkan rawat jalan di
perkirakan 120-130 pasien gagal ginjal kronik dengan hemodiaisis tiap
bulannya. Di Instalasi Hemodialisa RSUD Banyumas pada bulan Agustus
2012, tercatat dengan jumlah total pasien yang masih menjalani terapi
hemodialisis rutin adalah 120 pasien. Pasien menjalani hemodialisis 2 kali
dalam seminggu. Instalasi Hemodialisa RSUD Banyumas memiliki 24 unit
hemodialisa (Rekam Medik RSBMS, 2012).
Berdasarkan gambaran data-data tersebut di atas secara keseluruhan belum
dapat menggambarkan dengan jelas tentang pengendalian berat badan kering
pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis, oleh karena itu peneliti
merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor pengendalian
berat badan kering pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di
Instalasi Hemodialisa RSUD Banyumas.
B. Rumusan Masalah
Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh,
darah, dan ekskresi bahan buangan seperti urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah. Bila ginjal tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya maka akan
timbul masalah kesehatan yang berkaitan dengan penyakit gagal ginjal kronik.
Pentingnya terapi hemodialisa bagi pasien gagal ginjal kronik adalah salah
satu cara untuk mencapai berat badan kering. Selain itu, pasien perlu juga
membatasi asupan cairan agar tidak meningkatkan berat badan yang akan
mengakibatkan pada saat dialisis tidak menghapus banyak cairan karena efek
dari dialisis bila terlalu banyak yang di buang akan mengakibatkan tekanan
darah rendah dan kram. Adapun faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi
berat badan kering seperti dukungan keluarga, mekanisme koping,
pengetahuan pasien, sikap, status ekonomi pasien. Oleh karena itu penelitian
dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian: faktor-faktor apa saja yang
berhubungan dengan pengendalian berat badan kering pada pasien gagal ginjal
kronik dengan hemodialisis.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan pengendalian berat badan kering pada pasien
gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUD Banyumas.
2. Tujuan khusus
a. Karakteristik pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUD
Banyumas.
b. Hubungan dukungan keluarga dengan pengendalian berat badan kering
pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUD
Banyumas.
c. Hubungan mekanisme koping pasien dengan pengendalian berat badan
kering pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUD
Banyumas.
d. Hubungan pengetahuan pasien dengan pengendalian berat badan
kering pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUD
Banyumas.
e. Hubungan sikap pasien dengan pengendalian berat badan pasien pada
pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUD Banyumas.
f. Hubungan status ekonomi dengan pengendalian berat badan kering
pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUD
Banyumas.
g. Hubungan yang paling dominan dengan pengendalian berat badan
kering pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUD
Banyumas.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk lebih
mematuhi faktor-faktor pengendalian agar mencapai berat badan kering.
2. Bagi RSUD Banyumas
Hasil penelitian ini bisa diharapkan pihak manajemen rumah sakit dapat
mengidentifikasi dan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
pengendalian berat badan kering pada pasien gagal ginjal kronik dengan
hemodialisis.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman tentang
riset keperawatan.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi atau acuan untuk
dikembangkan dalam penelitian selanjutnya.
E. Penelitian Terkait
Tabel 1.1. Tabel Penelitian Terkait
No. Nama Judul Metode Hasil Penelitian
1. Hawa, S.L
(2011)
Hubungan
dukungan keluarga dengan konsep diri pasien gagal ginjal kronik yang melakukan terapi hemodialisis di instalasi
hemodialisa RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto
Survey analitik
Crossectional
Total Sampling
merupakan vaiable yang paling dominan berhubungan dengan konsep diri pada pasien gagal ginjal kronik yang melakukan terapi hemodialisis.
2. Muamil, M.
(2011)
Strategi koping pasien gagal ginjal kronik laki-laki
Mayoritas pasien gagal ginjal kronik laki-laki menggunakan strategi koping confrontative problem solving, sementara perempuan menggunakan normalizing optimistic. Hasil uji t-independen didapatkan bahwa terdapat perbedaan antara strategi koping antara confrontative problem solving yang digunakan oleh pasien gagal ginjal kronik laki-laki dan perempuan dengan terapi hemodialisis
3. Wahyuningsih
(2010) RSUP Haji Adam Malik Medan
Desain deskriptif analitik
Metode purposive sampling
uji korelasi spearman status nutrisi dan kualitas hidup diperoleh r =0,382 dan p = 0,031 artinya terdapat hubungan yang signifikan tapi bersifat lemah; (2) uji korelasi pearson kondisi komorbid dan kualitas hidup diperoleh r =0,568 dan p = 0,001 artinya terdapat hubungan yang signifikan tapi bersifat sedang; (3) uji korelasi spearman lama menjalani hemodialisa dan kualitas hidup diperoleh r =0,106 dan p = 0,291 artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan tapi bersifat lemah; (4) uji korelasi spearman penatalaksanaan medis dan kualitas hidup diperoleh r = -0,078 dan p = 0,671 artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dan berlawanan arah; (5) uji regresi linear diperoleh persamaan Y = 59,581 + 3,522 X. Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa kondisi komorbid berbanding lurus dengan kualitas hidup pasien GGK yang artinya kondisi komorbid mempunyai pengaruh terhadap kualitas hidup.
Perbedaan dengan penelitian yang pertama, kedua dan ketiga adalah terletak
pada judul, cara pengambilan sampel, waktu dan tempat penelitian. Kemudian
persamaan dengan penelitian yang ketiga adalah terletak pada analisa data yang