• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan - ERLIN NUR ASLIH BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan - ERLIN NUR ASLIH BAB II"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan 1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers 1974

mengungkapkan bahwa sebelum seseorang berperilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yang disebut AIETA, yaitu :

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, disini

(2)

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2010).

2. Tingkat Pengetahuan

Tingkatan pengetahuan dalam revisi Taksonomi Bloom adalah sebagai berikut (Anderson and Krathwohl, 2001):

a. Remembering (mengingat)

Kemampuan menyebutkan kembali informasi / pengetahuan yang

tersimpan dalam ingatan.

b. Understanding (memahami)

Kemampuan memahami instruksi dan menegaskan pengertian /

makna ide atau konsep yang telah diajarkan baik dalam bentuk lisan, tertulis, maupun grafik/diagram.

c. Applying (menerapkan)

(3)

d. Analyzing (menganalisis)

Kemampuan memisahkan konsep kedalam beberapa komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman

atas konsep tersebut secara utuh. e. Evaluating (menilai)

Kemampuan menetapkan derajat sesuatu berdasarkan norma,

kriteria atau patokan tertentu. f. Creating (mencipta)

Kemampuan memadukan unsur-unsur menjadi suatu bentuk baru yang utuh dan koheren, atau membuat sesuatu yang orisinil.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada dua faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu faktor internal yang meliputi status kesehatan, intelegensi, perhatian,

minat, perilaku, dan bakat. Sedangkat faktor eksternal meliputi keluarga, masyarakat, dan metode pembelajaran (Notoatmodjo, 2010).

Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut

Wawan dan Dewi (2010) antara lain : a. Faktor Internal

1) Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju arah cita-cita tertentu

(4)

informasi yang akhirnya dapat mempengaruhi seseorang. Pada

umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

2) Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

3) Umur

Semakin cukup umur individu, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. 4) Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih

banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. b. Faktor eksternal

1) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. 2) Social budaya

System social budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

(5)

penelitian atau responden ke dalam engetahuan yang ingin kita ketahui

atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2010).

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas, (Budiman dan Riyanto (2013):

a. Tingkat pengetahuan kategori baik, bila subjek mampu menjawab dengan benar >50% dari seluruh pertanyaan.

b. Tingkat pengetahuan kategori kurang, bila subjek mampu menjawab dengan benar <50% dari seluruh pertanyaan.

B. Kawasan Tanpa Rokok

1. Pengertian Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun

2012 Pasal 1 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan menyatakan bahwa Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk

kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan Produk Tembakau.

Penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Tempat lain yang

(6)

diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar

mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan, untuk melindungi

masyarakat yang ada dari asap rokok (Pedoman KTR, Kemenkes RI 2011).

Menurut Kemenkes RI (2011) yang tercantum dalam Pedoman KTR

menyatakan bahwa Sasaran Kawasan Tanpa Rokok adalah di tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak

bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan).

2. Sasaran Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Sasaran Kawasan Tanpa Rokok adalah di tempat pelayanan kesehatan,

tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan). Berikut ini sasaran dari peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) :

a. Sasaran di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pimpinan/penanggung jawab/pengelola fasilitas pelayanan kesehatan,

(7)

b. Sasaran di Tempat Proses Belajar Mengajar

Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat proses belajar mengajar, Peserta didik/siswa, Tenaga kependidikan (guru), Unsur

sekolah lainnya (tenaga administrasi, pegawai di sekolah). c. Sasaran di Tempat Anak Bermain

Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat anak bermain,

Pengguna/pengunjung tempat anak bermain. d. Sasaran di Tempat Ibadah

Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat ibadah, Jamaah, Masyarakat di sekitar tempat ibadah.

e. Sasaran di Angkutan Umum

Pengelola sarana penunjang di angkutan umum (kantin, hiburan, dsb), Karyawan, Pengemudi dan awak angkutan, Penumpang.

f. Sasaran di Tempat Kerja

Pimpinan/penanggung jawab/pengelola sarana penunjang di tempat kerja (kantin, toko, dsb), Staf/pegawai/karyawan, Tamu.

g. Sasaran di Tempat Umum

Pimpinan/penanggung jawab/pengelola sarana penunjang di tempat

umum (restoran, hiburan, dsb), Karyawan, Pengunjung/pengguna tempat umum.

3. Tujuan dan Manfaat Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

(8)

1) Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara

mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat. 2) Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal.

3) Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok.

4) Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula.

5) Mewujudkan generasi muda yang sehat. b. Manfaat

Menurut Kemenkes RI (2011) Manfaat Penetapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap

rokok. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok ini perlu diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat

anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

4. Alasan perlunya peraturan 100% Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Dalam infodatin hari tanpa tembakau sedunia (2015), ada beberapa alasan penting terkait perlunya peraturan 100% Kawasan Tanpa Rokok, yaitu :

a. Pekerja dan karyawan mempunyai hak untuk bekerja di lingkungan kerja yang sehat dan tidak membahayakan.

b. Anak-anak mempunyai hak khusus untuk tumbuh dan berkembang di

(9)

c. Tidak ada batas anak aman untuk setiap paparan asap rokok orang lain,

oleh sebab itu 100% KTR merupakan upaya yang efektif untuk melindungi masyarakat.

d. Pemerintah telah menetapkan kebijakan KTR untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok melalui Undang-undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 115 ayat (1) dan Pemerintah Daerah

wajib menetapkan KTR di wilayahnya sesuai pasal 115 ayat (2).

e. Peraturan Pemerintah No.109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan

yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

f. Di Indonesia, KTR 100% sangat popular. Jajak pendapat umum

memperlihatkan bahwa peraturan tentang KTR sangat popular dimanapun diberlakukan, bahkan di antara para perokok.

g. Kebijakan KTR menurunkan paparan Asap Rokok Orang Lain (AROL) sebesar 80-90% di kawasan dengan paparan tinggi. KTR 100% mengurangi kematian dari penyakit jantung.

h. Peraturan KTR 100% tidak mengganggu bisnis. Negara-negara yang teah menerapkan peraturan KTR secara menyeluruh, dimana

lingkungan bebas asap rokok sangat popular, mudah dilaksanakan dan penegakkan KTR diterapkan, menimbulkan dampak positif pada dunia usaha, termasuk restoran, hotel dan bar. (dikutip dari WHO Report on

(10)

5. Langkah-Langkah Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok Di Tempat

Proses Belajar Mengajar

Petugas kesehatan melaksanakan advokasi kepada pimpinan/pengelola

tempat proses belajar mengajar dengan menjelaskan perlunya Kawasan Tanpa Rokok dan keuntungannya jika dikembangkan Kawasan Tanpa Rokok di area tersebut.

Dari advokasi tersebut akhirnya pimpinan/pengelola tempat belajar mengajar setuju untuk mengembangkan Kawasan Tanpa Rokok. Contoh

tempat proses belajar mengajar adalah sekolah, kampus, perpustakaan, ruang praktikum dan lain sebagainya.

Yang perlu dilakukan oleh pimpinan/pengelola untuk mengembangkan

Kawasan Tanpa Rokok adalah sebagai berikut : a. Analisis Situasi

Penentu kebijakan/pimpinan di tempat proses belajar mengajar melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dan bagaimana sikap dan perilaku sasaran

(karyawan/guru/dosen/ siswa) terhadap kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat

kebijakan.

b. Pembentukan Komite atau Kelompok

Kerja Penyusunan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Pihak

(11)

1) Menyampaikan maksud, tujuan dan manfaat Kawasan Tanpa

Rokok.

2) Membahas rencana kebijakan tentang pemberlakuan Kawasan

Tanpa Rokok.

3) Meminta masukan tentang penerapan Kawasan Tanpa Rokok, antisipasi kendala dan sekaligus alternatif solusi.

4) Menetapkan penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok dan mekanisme pengawasannya.

5) Membahas cara sosialisasi yang efektif bagi karyawan/guru/dosen/siswa.

6) Kemudian pihak pimpinan membentuk komite atau kelompok

kerja penyusunan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. c. Membuat Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

Komite atau kelompok kerja membuat kebijakan yang jelas tujuan dan cara melaksanakannya.

d. Penyiapan Infrastruktur antara lain :

1) Membuat surat keputusan dari pimpinan tentang penanggung jawab dan pengawas Kawasan Tanpa Rokok di tempat proses

belajar mengajar. 2) Instrumen pengawasan.

3) Materi sosialisasi penerapan Kawasan Tanpa Rokok.

(12)

5) Mekanisme dan saluran penyampaian pesan tentang KTR di

tempat proses belajar mengajar melalui poster, stiker larangan merokok dan lain sebagainya.

6) Pelatihan bagi pengawas Kawasan Tanpa Rokok.

7) Pelatihan kelompok sebaya bagi karyawan/guru/dosen/siswa tentang cara berhenti merokok.

e. Sosialisasi Penerapan Kawasan Tanpa Rokok antara lain :

1) Sosialisasi penerapan Kawasan Tanpa Rokok di lingkungan

internal bagi karyawan/guru/dosen/siswa.

2) Sosialisasi tugas dan penanggung jawab dalam pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.

f. Penerapan Kawasan Tanpa Rokok

1) Penyampaian pesan Kawasan Tanpa Rokok kepada

karyawan/guru/dosen/siswa melalui poster, tanda larangan merokok, pengumuman, pengeras suara dan lain sebagainya. 2) Penyediaan tempat bertanya.

3) Pelaksanaan pengawasan Kawasan Tanpa Rokok. g. Pengawasan dan Penegakan Hukum

1) Pengawas Kawasan Tanpa Rokok di tempat proses belajar mengajar mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

(13)

h. Pemantauan dan Evaluasi

1) Lakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala tentang kebijakan yang telah dilaksanakan.

2) Minta pendapat komite dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.

3) Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap masalah kebijakan.

6. Landasan Hukum Kawasan Tanpa Rokok

Beberapa peraturan telah diterbitkan sebagai landasan hukum dalam

pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, sebagai berikut :

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 113 sampai dengan 116.

c. Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak.

e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia.

f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(14)

h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 tentang

Pengamanan Rokok bagi Kesehatan.

i. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999

tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

j. Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 84/Menkes/Inst/II/2002 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan.

k. Instruksi Menteri Pedidikan dan Kebudayaan RI Nomor 4/U/1997 tentang Lingkungan Sekolah Bebas Rokok.

l. Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 161/Menkes/Inst/III/1990 tentang Lingkungan Kerja Bebas Asap Rokok.

C. Kepatuhan 1. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Patuh adalah suka menurut atau taat terhadap suatu perintah, aturan, dan sebagainya yang mengatur.

Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya

interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekuensinya dan menyetujui rencana tersebut

serta melaksanakannya (Kemenkes RI, 2012).

Kepatuhan peraturan adalah mengikuti suatu spesifikasi, standar, atau hukum yang telah diatur dengan jelas yang biasanya diterbitkan oleh

(15)

2. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut (Niven, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan yaitu :

a) Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

b) Akomodasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk emmahami ciri kepribadian

yang dapat mempengaruhi kepatuhan adalah jarak dan waktu, biasanya cenderung malas melakukan pada tempat yang jauh dan menghabiskan banyak waktu.

c) Modifikasi Faktor Lingkungan dan Sosial

Hal ini berarti membangun dukungan social dari keluarga dan

teman-teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan. Lingkungan kerja berpengaruh besar pada kepatuhan, lingkungan yang harmonis dan positif akan membawa

(16)

d) Meningkatkan Interaksi Profesional

Meningkatkan interaksi professional dengan teman sejawat maupun antar profesi adalah suatu hal penting untuk memberikan

umpan balik.

e) Perubahan Model Kerja f) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dari

pengalaman dan penelititan terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan

pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu

konsistensi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, maka semakin baik pula kepatuhan (Azwar, 2008).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan

(17)

a) Pemahaman tentang instruksi

Tidak seorangpun dapat mematuhi instruksi, jika ia salah paham tentang instruksi yang diterima.

b) Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antar teman sejawat merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.

4. Kriteria Kepatuhan

Menurut Cramer (1991), Compliance and Medical Practice Clinical Trial.

Kepatuhan dapat dibedakan menjadi : a) Kepatuhan penuh (Total Compliance)

Jika subjek menjawab dengan skor >50% dari seluruh pertanyaan.

b) Tidak patuh (Non Compliance)

Jika subjek menjawab dengan skor <50% dari seluruh pertanyaan.

D. Mahasiswa

Mahasiswa adalah setiap orang yang secara terdaftar untuk mengikuti pelajaran disebuah perguruan tinggi dengan atasan umur sekitar 18-30 tahun.

Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya, karena adanya ikatan dengan suatu perguruan tinggi. Mahasiswa

juga mrupakan calon-calon intelektual atau calon cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering juga syarat dengan berbagai macam predikat (Sarwono, 2012).

(18)

1. Peralihan masa dewasa awal : 19-22 tahun

2. Memasuki masa dewasa : 22-24 tahun 3. Peralihan usia 30 tahun : 24-33 tahun

4. Puncak dari kehidupan dewasa muda : 33-40 tahun.

Sedangkan Dariyo (2009) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong dewasa muda ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Sebagai

seorang yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung jawab tentu semakin bertambah besar. Ia tak lagi harus bergantung secara ekonomis,

sosiologis maupun psikologis pada orangtuanya (Dariyo, 2009).

Mahasiswa yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah mahasiswa laki-laki perokok aktif di Universitas Muhammadiyah Purwokerto angkatan

(19)

E. Kerangka Teori

Gambar 1 : Kerangka Teori

Sumber : Riskesdas (2013), MPKU (2010), PPRI 109 (2012), Azwar (2008), (Niven, 2008), Cramer (1991), Budiman dan Riyanto (2013), Wawan dan

Dewi (2010), Anderson and Krathwohl (2001). Tingkat pengetahuan :

1. Remembering

Faktor eksternal : - Faktor Lingkungan - Faktor social budaya Faktor Internal :

- Pendidikan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR)

Peraturan penetapan KTR :

- Undang-undang tentang

Kesehatan No. 36 Tahun 2009.

- Peraturan Nomor

6/SM/MTT/III/2010.

- (SK Rektor No. 01 Tahun 2012).

Faktor yg mempengaruhi kepatuhan :

- Faktor pendidikan

- Faktor lingkungan & social

- Akomodasi

- Meningkatkan interaksi professional

- Perubahan modal kerja - Pengetahuan

Faktor yg mempengaruhi ketidakpatuhan :

(20)

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa yang telah

diuraikan pada tinjauan pustaka (Azwar, 2010). Pada penelitian ini, kerangka konsep yang diambil adalah :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 3. Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian

(Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan tinjauan dan landasan teori diatas maka hipotesis penelitian ini adalah :

Ho : Tidak Ada Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kawasan

Tanpa Rokok Dengan Kepatuhan Mahasiswa Terhadap Peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Universitas Muhammadiyah

Purwokerto.

Ha : Ada Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kawasan Tanpa Rokok Dengan Kepatuhan Mahasiswa Terhadap Peraturan Kawasan

Tanpa Rokok (KTR) Di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Tingkat Pengetahuan

Mahasiswa Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Gambar

Gambar 1 : Kerangka Teori
Gambar 3. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

I’tishom, keduanya bagian dari shohih al-Bukhori. Kitab Ta’wiel Musykil al-Qur`an dan kitab Ta’wiel Mukhtalaf al-Hadits keduanya karya Ibnu Qutaibah. Dan kitab lainnya

Karena itu, setiap aparat penegak hukum hendaklah menyadari dengan benar bahwa yang harus ditegakkan dalam negara hukum kita bukan lah hanya kertas-kertas

Mekanisme daya larut dari fraksi air dan fraksi etil asetat terhadap batu ginjal kalsium diduga melalui pembentukan senyawa kompleks antara logam kalsium dalam

semua peristiwa yang pernah dialami 2 setiap orang punya pengalaman sendiri 3 pengalaman ada yang senang atau sedih 4 ada cerita diri yang tidak kita ingat. kita dapat

Nilai TSR masing-masing konfigurasi meningkat sampai pada putaran 10,7 rpm pada wells rotor dan 10 rpm pada turbin kombinasi kemudian menurun dengan

Pada penelitian ini akan dilakukan optimasi menggunakan metode taguchi dengan harapan menghasilkan kuat tekan yang paling optimal dan mengetahui faktor yang mempengaruhi kuat tekan

Pada tugas akhir ini penulis akan melakukan pemetaan 3 dimensi pada kawasan monument tsunami sigli dengan menggunakan perangkat lunak (software) Google sketchup

Nilai materialistik pada individu yang compulsive buying, dan bahwa secara signifikan perbedaan jenis kelamin dan faktor usia yang telah diamati, dikatakan bahwa semakin banyak