• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

VI. PERUMUSAN

STRATEGI

Formulasi alternatif strategi pengembangan perikanan tangkap di Lampung Barat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap identifikasi faktor strategis yang meliputi faktor internal dan eksternal, tahap pencocokan dan pemaduan faktor strategis, serta tahap keputusan. Metode yang digunakan dalam penyusunan kajian ini adalah matriks faktor internal dan eksternal (IFE-EFE), matriks kekuatan-kelemahan-peluang-ancaman (SWOT), dan Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM).

6.1 Analisis Lingkungan Strategis

Lingkungan strategis pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Lampung Barat meliputi lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal merupakan semua faktor dalam lingkup perikanan tangkap, yaitu sumber daya perikanan, sumber daya manusia perikanan, teknologi dan armada penangkapan, dan Dinas Perikanan dan Kelautan sebagai pelaksana teknis urusan pemerintahan dalam bidang perikanan. Lingkungan eksternal meliputi fator ekonomi, sosial dan budaya serta unsur-unsur lain diluar lingkungan internal tersebut di atas.

6.1.1 Identifikasi Faktor Strategis

Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan responden, dapat diidentifikasi beberapa faktor dalam lingkungan strategis yang berpengaruh terhadap pengembangan sub sektor perikanan dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir di Kabupaten Lampung Barat. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan serta faktor ekternal yang merupakan peluang dan ancaman.

A. Identifikasi Faktor Internal 1) Kekuatan

Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap pengembangan sub sektor perikanan pesisir di Kabupaten Lampung Barat yang diidentifikasi sebagai kekuatan antara lain adalah: a) potensi sumberdaya perikanan laut yang besar, b) jumlah nelayan yang besar, c) sektor perikanan merupakan sektor basis, dan d) kelembagaan perikanan.

(2)

a. Potensi sumberdaya perikanan yang besar

Perairan barat Sumatera, termasuk pesisir Lampung Barat, merupakan bagian dari Samudera Indonesia yang menjadi jalur migrasi ikan-ikan pelagis besar yang bernilai ekonomi tinggi. Potensi lestari perikanan tangkap di perairan Laut Kabupaten Lampung Barat adalah 15.696,56 ton/tahun (Bappeda Lampung Barat, 2006) dan pada tahun 2007 baru dimanfaatkan sebesar 8.744,20 ton atau 52% dari potensi lestari. Dengan keadaan demikian, potensi sumberdaya ikan yang belum dimanfaatkan untuk peningkatan produksi dan pengembangan perikanan tangkap masih cukup besar, yaitu mencapai 6.952,36 ton/tahun.

Berdasarkan Statistik Perikanan, Lampung Barat memiliki potensi budidaya ikan di perairan umum (sungai dan rawa) adalah 419 ha, namun hingga kini pemanfaatan potensi lahan perairan umum tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi perikanan air payau meliputi kegiatan budidaya ikan air payau dan penangkapan ikan di air payau. Potensi lahan untuk budidaya perikanan air payau, menurut Statistik Potensi Kelautan dan Perikanan Lampung Barat (DKP Lampung Barat, 2004) adalah ± 6.500 ha, yang tersebar di Kecamatan Pesisir Selatan dan Bengkunat seluas 5.000 ha, dan 1.500 ha lainnya berada Kecamatan Pesisir Utara. Luas ini mewakili sekitar 15% dari potensi tambak yang ada di Propinsi Lampung dan hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal

Disamping itu, wilayah pesisir Lampung Barat memiliki potensi budidaya kolam seluas 334,5 ha, dan berdasarkan data statistik perikanan tahun 2007, pemanfaatan potansi lahan budidaya kolam tersebut baru mencapai 57.54% atau sekitar 192,5 ha.

b. Jumlah nelayan yang besar

Sub sektor perikanan Kabupaten Lampung Barat rata-rata baru mampu menyerap 1,49% dari tenaga kerja yang bekerja di Kabupaten Lampung Barat sementara jumlah pencari kerja mencapai

Jumlah rumah tangga penangkap ikan di laut (nelayan) di wilayah pesisir Lampung Barat pada periode tahun 2003-2007 berturut-turut adalah 1484, 1501, 1554, 1591 dan 1601 rumah tangga perikanan (RTP), yang menunjukkan rata-rata kenaikan jumlah RTP nelayan di pesisir sebesar 1.9% setiap tahunnya.

(3)

Rumah tangga penangkap ikan di perairan umum (rawa dan sungai) di wilayah pesisir Lampung Barat cenderung meningkat mulai dari tahun 2004 hingga tahun 2007, dengan laju peningkatan rata-rata 1.21%. Berturut-turut jumlah rumah tangga penangkap ikan di perairan umum mulai dari tahun 2003-2007 adalah ; 170 RTP, 76 RTP, 77 RTP, 335 RTP, dan 424 RTP

Rumah tangga pembudidaya ikan di kolam selama periode 2003-2007 mengalami peningkatan rata-rata 31.68% setiap tahunnya. Berdasarkan statistik perikanan tahun 2003, jumlah rumah tangga pengolah ikan di wilayah pesisir yaitu 89 RTP, dan rumah tangga pedagang ikan yaitu 182 RTP.

c. Sektor perikanan merupakan sektor basis

Perikanan di wilayah pesisir Lampung Barat merupakan sektor ekonomi basis, dimana produksi perikanan di wilayah ini mampu memenuhi kebutuhan di luar wilayah disamping kebutuhan domestik, artinya terjadi arus pertukaran atau perdagangan dengan wilayah di luar wilayah pesisir dalam sektor perikanan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Location Quotien (LQ) lebih dari satu, yaitu Pesisir Selatan 1,81, Lemong 3,06, Pesisir Utara 3,25, Karya Penggawa 1,03 dan Pesisir Tengah 5,46 (Rahmat, 2009). Sementara di satu pihak, pemanfaatan potensi perikanan laut baru mencapai 52%. Nilai LQ lebih dari satu berarti bahwa wilayah tersebut mempunyai keunggulan jika dibandingkan secara relatif dengan wilayah lainnya. Sektor ekonomi basis mengindikasikan bahwa kegiatan ekonomi sektor tersebut dalam suatu wilayah terjadi kelebihan sehingga terjadi mekanisme ekspor keluar wilayah.

d. Kelembagaan perikanan

Dinas Kelautan dan Perikanan, yang berdasarkan Perda Kabupaten Lampung Barat No. 12 tahun 2007 bertugas untuk melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan azas otonomi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan di bidang kelautan dan perikanan. Disamping itu, keberadaan Balai Benih Ikan Sumberjaya merupakan unit pelaksana teknis (UPTD) di Dinas Kelautan dan Perikanan yang memiliki tugas menjamin ketersediaan benih ikan yang berkualitas, sebagai pusat pelatihan budidaya ikan, dan laboratorium kesehatan ikan di Kabupaten Lampung Barat.

Kelompok pegawas perikanan (Pokmaswas), sebagai implementasi dari amanat Undang-undang Perikanan No. 31 tahun 2007 tentang perikanan, yang

(4)

dibentuk untuk melibatkan masyarakat dalam pengawasan perikanan. Di sepanjang pesisir Lampung Barat telah dibentuk 7 kelompok masyarakat pengawas yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati Lampung Barat No. B/232/KPTS/10-IV/2006 tentang Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Barat.

Koperasi dan lembaga perbankan, koperasi yang dimaksud adalah koperasi mina (perikanan) dan bank yang ada di wilayah pesisir . Hingga tahun 2007, hanya ada 2 koperasi mina yang masih aktif dengan kegiatan utama adalah simpan pinjam.

Kelompok masyarakat pelestari penyu, kelompok ini bertugas melindungi, menangkarkan, dan ujung tombak utama gerakan pelestarian penyu di tingkat masyarakat. Penyu adalah salah satu biota laut langka yang dilindungi oleh undang-undang. Di wilayah pesisir ada 2 kelompok penangkar penyu yaitu Kelompok Suka Maju desa Muara Tembulih, dan Kelompok Kira Lestari desa Sumber Agung, keduanya ada di Kecamatan Ngambur.

Lembaga lainnya yang relevan dengan pengembangan perikanan di pesisir Lampung Barat antara lain adalah kelompok-kelompok perikanan yang terbagi menjadi kelompok nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan dan pedagang ikan. Menurut Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan (2006), di pesisir Lampung Barat tercatat ada 66 kelompok nelayan dan 96 kelompok pedagang ikan.

2) Kelemahan

Faktor internal yang diidentifikasi sebagai kelemahan dalam usaha pengembangan perikanan antara lain adalah: a) sarana dan prasarana yang kurang memadai, b) permodalan yang terbatas, c) kualitas sumber daya manusia dan d) produksi yang musiman.

a. Sarana dan prasarana yang kurang memadai

Dilihat dari kelengkapan sarana yang mendukung kegiatan penangkapan ikan dilaut, sampai saat ini di Lampung Barat masih sangat terbatas. Selain terbatas dari segi jumlah, alat penangkapan yang digunakan juga tergolong sederhana. Alat tangkap yang umum digunakan adalah pancing rawai, jaring insang, pancing tonda, jaring kelitik, jala tebar, pukat pantai serta jenis alat tangkap kecil lainnya seperti pancing cumi dan tombak.

(5)

Armada penangkapan yang digunakan meliputi jukung, motor tempel dan kapal motor. Jenis kapal motor yang ada pun hanya tiga unit, yaitu satu unit kapal motor 5-20 GT dan dua unit kapal 20-30 GT.

Disamping terbatasnya armada dan alat tangkap, pelabuhan yang digunakan sebagai tempat pendaratan ikan hanya ada dua, yaitu di Krui dan Kota Jawa Bengkunat. Pelabuhan Krui semula merupakan pelabuhan milik Departemen Perhubungan yang digunakan sebagai tempat bongkar muat barang. Dengan adanya peningkatan dan pembangunan jalan yang memperlancar arus transportasi antara Krui dengan daerah luar termasuk dibangunnya jalur Lintas Barat Sumatera, aktivitas angkutan barang dari dan ke Krui, tidak lagi menggunakan angkutan laut sehingga fungsi Pelabuhan Krui berubah menjadi tempat pendaratan ikan hasil tangkapan nelayan. Pelabuhan Kota Jawa Bengkunat semula merupakan pelabuhan bongkar muat kayu milik PT Andatu, perusahaan pemegang HPH di Lampung Barat. Menurut rencana pelabuhan ini akan dibangun kembali menjadi pelabuhan ikan untuk melayani kapal-kapal ikan yang relatif besar.

Disamping keterbatasan armada, alat tangkap dan sarana pelabuhan, tidak adanya pabrik es yang menjamin ketersediaan es terutama untuk saat-saat panen ikan menjadi kendala tersendiri bagi penanganan produksi ikan hasil tangkapan. Selama ini kebutuhan es untuk pendinginan ikan diproduksi dengan menggunakan kulkas yang produksi setiap harinya sangat rendah.

b. Permodalan yang terbatas

Masalah permodalan bukan merupakan hal yang baru dalam berbagai upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat, termasuk pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat. Usaha perikanan dan pengolahan ikan relatif lemah dalam mengakses modal. Permasalahan yang dihadapi secara umum adalah: a) usaha perikanan oleh para investor dianggap memiliki tingkat resiko yang cukup tinggi; b) sistem dan penyaluran kredit yang rumit dan berbelit, nelayan/pelaku usaha pengolahan ikan sering dihadapkan pada kesulitan menyediakan agunan sebagai jaminan kredit; c) terbatasnya jumlah lembaga permodalan atau sumber pembiayaan.

(6)

Dengan adanya berbagai kesulitan dalam akses terhadap permodalan disatu sisi sementara di sisi lain kebutuhan keuangan sangat mendesak, banyak pelaku usaha perikanan yang terjebak dalam rente keuangan yang memberlakukan suku bunga pinjaman jauh diatas suku bunga bank.

c. Kualitas sumberdaya manusia

Sumber daya manusia merupakan unsur pembangunan yang perlu mendapat perhatian karena kualitas sumberdaya manusia akan berpengaruh pada upaya pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap. Kualitas sumberdaya manusia harus dikembangkan, meliputi kemampuan teknis, manajemen dan pemahaman akan kelestarian lingkungan. Teknologi yang dikembangkan, secanggih apa pun tidak akan memberikan manfaat yang berarti apabila sumber daya manusia pengguna teknologi tersebut tidak memiliki kemampuan untuk menerima dan menerapkannya. Statistik perikanan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan nelayan di Kabupaten Lampung Barat yang sebagian besar hanya sampai pada tingkat pendidikan dasar (SD) mencapai 51,73%, tingkat SLTP dan SLTA hanya 31,12% dan 15,82%, bahkan 1,33% nelayan tidak pernah bersekolah.

Rendahnya kualitas sumberdaya manusia perikanan dapat dilihat pada tingkat penguasaan teknologi penangkapan oleh nelayan di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat yang sangat terbatas pada penggunaan alat tangkap sederhana. Hal ini menjadi kendala bagi pengembangan perikanan di pesisir Kabupaten Lampung Barat.

d. Produksi yang bersifat musiman

Produksi perikanan laut sangat dipengaruhi oleh sifatnya yang musiman disamping iklim yang sangat berpengaruh terhadap aktivitas penangkapan. Musim ikan di Kabupaten Lampung Barat terjadi sesuai dengan arus mutasi ikan di Samudera Indonesia, biasanya pada bulan Juli sampai dengan Oktober.

B. Identifikasi Faktor Eksternal 1) Peluang

Beberapa faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan sub sektor perikanan pesisir di Kabupaten Lampung Barat yang diidentifikasi sebagai peluang antara lain adalah: a) peluang pasar yang terbuka, b)

(7)

perkembangan teknologi penangkapan, c) potensi perikanan darat yang terbatas, dan d) kebijakan dan program pemerintah pusat.

a. Potensi Pasar yang Terbuka

Jumlah penduduk yang sangat besar mengindikasikan tingginya kebutuhan dan permintaan akan ikan. Dengan penduduk yang mencapai 410.723 jiwa, bisa dihitung berapa besar potensi pasar bagi produk perikanan Lampung Barat. Disamping itu, berkembangnya industri pengolahan ikan seperti ikan kaleng dan produk turunan ikan yang ada di luar Lampung Barat, juga merupakan peluang pasar bagi sektor perikanan.

Potensi pasar luar negeri untuk komoditi perikanan di dominasi oleh permintaan akan ikan-ikan pelagis yang bernilai ekonomi tinggi seperti ikan tuna, layaran, tenggiri, tongkol, dan untuk ikan karang adalah ikan kerapu dan kakap. Sementara itu untuk ikan demersal permintaan yang tertinggi adalah untuk komoditi udang karang atau lebih dikenal dengan lobster (Panulirus sp.) untuk di ekspor ke Hongkong, Singapura, Malasyia, dan Amerika. Sedangkan untuk Jepang, negara itu bersedia untuk menampung tanpa batas komoditi Ikan Tuna yang berasal dari Indonesia (www.agromania.com, 14 Desember 2008). Potensi pemasaran komoditi perikanan tersebut sampai sejauh ini belum dapat dimanfaatkan oleh Kabupaten Lampung Barat. Kendala yang dihadapi antara lain adalah rendahnya kemampuan nelayan untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar tersebut dengan jumlah yang konstan, minimnya sarana dan prasarana angkutan, serta rendahnya akses informasi langsung kepada pasar. Produksi perikanan laut di pesisir Lampung Barat sebagian besar hanya dijual di pasar lokal dan yang dijual ke pedagang pengumpul di Jakarta hanya dalam jumlah yang sangat sedikit.

b. Perkembangan teknologi penangkapan

Dalam rangka pemberdayaan petani nelayan, telah banyak dikembangkan teknologi penangkapan, misalnya dikembangkannya penggunaan fish finder

pada kapal penangkap ikan di atas 5 GT. Alat tersebut berfungsi untuk menentukan letak gerombolan ikan pada kedalaman kolom air tertentu. Teknologi sederhana yang tak kalah pentingnya adalah penerapan sistem rumpon di laut.

(8)

c. Potensi perikanan darat yang terbatas

Potensi perikanan darat di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat terdiri dari rawa dan sungai yang dapat dimanfaatkan untuk usaha perikanan tangkap dan budidaya. Produksi perikanan tangkap di perairan umum di wilayah pesisir Lampung Barat pada kurun waktu tahun 2004-2006 mengalami peningkatan rata-rata pertahun 10.40%, tetapi pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 33.9%. Volume produksi perikanan darat yang meliputi penangkapan dan budidaya hanya sebesar 107,2 ton atau 1,6% dari total produksi perikanan Lampung Barat pada tahun 2004, 1,5% pada tahun 2005 dan 2006, sedangkan tahun 2007 hanya sebesar 0,9%. Produksi perikanan darat yang sangat terbatas tersebut merupakan peluang bagi perikanan laut karena rendahnya pangsa pasar yang dikuasai oleh perikanan darat.

d. Kebijakan dan Program Pemerintah Pusat

Pengembangan sub sektor perikanan di wilayah pesisir Lampung Barat sangat didukung oleh kebijakan dan program pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan dan Program pemerintah pusat terkait pengembangan perikanan di Lampung Barat antara lain adalah:

1. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), sebuah program kegiatan Departemen Kelautan dan Perikanan RI untuk mengembangkan kemampuan masyarakat perikanan dalam mengakses modal usahanya. Kabupaten Lampung Barat telah menjadi kabupaten yang dipilih untuk melaksanakan program PEMP pada tahun 2003-2006;

2. Program Pengelolaan Lingkungan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PLBPM), adalah sebuah program kegiatan Departemen Kelautan dan Perikanan RI untuk mendorong masyarakat untuk mampu merencanakan, melaksanakan, mengawasi kegiatan perbaikan fasilitas pemukiman dan sarana usaha di lingkungan tempat tinggalnya. Pada tahun 2006, Pekon Siging di Kecamatan Bengkunat dan Pekon Tanjung Setia di Kecamatan Pesisir Selatan telah menjadi lokasi pelaksana kegiatan PLBPM;

3. Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai di Teluk Beringin, Kota Jawa Kecamatan Bengkunat-Belimbing, dan;

(9)

2) Ancaman

Faktor eksternal yang diidentifikasi sebagai ancaman antara lain adalah: a) adanya illegal fishing, b) kondisi iklim dan cuaca, c) konsentrasi usaha penangkapan pada perairan pantai, dan d) persaingan dari luar daerah.

a. Illegal Fishing

Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan, masih sering terjadi penangkapan ikan di perairan Lampung Barat menggunakan kapal-kapal besar. Umumnya mereka berasal dari Jakarta dan Bengkulu. Kapal-kapal tersebut seringkali singgah di Pelabuhan Krui atau disekitar perairan pesisir di Pekon Tanjung Setia, tetapi mereka tidak pernah menjual hasil tangkapan utamanya. Keberadaan kapal besar diperairan pesisir sangat berpengaruh terhadap penangkapan ikan oleh nelayan setempat. Hal itu karena umumnya kapal besar penangkap ikan dilengkapi dengan alat tangkap yang seharusnya hanya boleh dioperasikan pada kedalaman dan lokasi perairan tertentu, bukan pada perairan dangkal karena dapat mengganggu persediaan ikan.

Disamping itu, sampai saat ini masih sering terjadi aktifitas penangkapan ikan yang dilarang seperti penyetruman ikan dan penggunaan bahan kimia (potas) di perairan umum (sungai, rawa, dan danau), dan pengeboman ikan di laut. Kegiatan tersebut berdampak pada rusaknya ekosistem laut dan sungai/rawa. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Barat (2007) terjadi 5 kasus penyetruman ikan di perairan umum, 1 kasus pemotasan ikan di sungai yang terpantau dan 1 kasus pengeboman ikan.

b. Kondisi iklim dan cuaca

Kondisi iklim sangat berpengaruh terhadap kontinuitas produksi perikanan tangkap di laut. Karena perairan pesisir barat merupakan bagian dari Samudera Indonesia, pada saat musim angin badai (di daerah pesisir disebut angin tenggara dan angin barat), yang biasanya terjadi sekitar bulan Oktober sampai dengan Desember, aktivitas penangkapan ikan di laut menjadi terganggu, bahkan banyak nelayan yang memilih tidak melaut karena takut akan resiko diterjang badai. Pada kondisi tersebut, produksi perikanan laut di wilayah pesisir menjadi anjlok sehingga harga ikan di pasar bergerak naik. Akan tetapi kenaikan harga tersebut tidak memberikan dampak pada kenaikan penghasilan nelayan.

(10)

Disamping itu, musim badai biasanya menjadi peluang bagi masuknya ikan dari daerah lain seperti Tanggamus.

Sebaliknya jika produksi berlebih karena adanya mutasi ikan yang melintasi perairan Lampung Barat, harga ikan di pasar menjadi sangat rendah. Hal ini terjadi karena terbatasnya persediaan es untuk pengiriman ikan ke luar daerah, sehingga hanya sebagian kecil saja dari produksi perikanan yang bisa dipasarkan ke pasar di luar Lampung Barat. Peningkatan produksi perikanan, pada kondisi seperti ini, juga tidak banyak pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan nelayan.

c. Konsentrasi usaha penangkapan pada perairan pantai

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, perairan pantai Lampung Barat telah berada pada kondisi tertekan (over exploited). Hal ini dibuktikan dengan semakin menurunnya hasil tangkapan per trip penangkapan yang pada tahun 2004 mencapai 0,01 ton per trip. Dari data 60tatistic perikanan Lampung Barat, pada tahun 2004 terjadi kenaikan yang sangat besar dalam jumlah trip, yaitu dari 388.446 trip pada tahun 2003 menjadi 648.329 trip, sementara terjadi penurunan pada volume produksi dari 10.710,9 ton menjadi 6.650,9 ton (Lampiran 1). Faktor yang menjadi penyebab adalah karena konsentrasi usaha penangkapan pada perairan pantai karena keterbatasan armada penangkapan. Tahun 2003 dan 2004, jumlah nelayan tanpa perahu dan nelayan dengan perahu tanpa motor rata-rata mencapai 78,83% dari jumlah nelayan di Lampung Barat, artinya dengan daya jelajah yang terbatas, wilayah penangkapan nelayan terkonsentrasi pada wilayah perairan pantai.

d. Persaingan dari luar daerah

Selain karena alasan rendahnya tingkat produksi ikan akibat kondisi iklim, rendahnya kualitas produk perikanan menyebabkan rendahnya daya saing terhadap produk perikanan yang berasal dari daerah lain. Permintaan industri perikanan dengan standar kualitas tertentu belum bisa dipenuhi. Penanganan pascapanen oleh nelayan yang belum optimal menyebabkan produk yang dihasilkan kalah bersaing dengan produk dari daerah lain. Pengembangan usaha penangkapan secara terpadu dengan pengolahan dan penanganan pascapanen

(11)

yang memenuhi standar merupakan faktor yang harus dipertimbangkan untuk meningkatkan peran sektor perikanan terhadap ekonomi masyarakat.

6.2 Evaluasi Faktor Strategis

Dalam tahap masukan ini dilakukan analisis IFE dan analisis EFE yang didasarkan pada hasil identifikasi kekuatan dan kelemahan yang merupakan faktor strategis internal dan eksternal . Pengisian matriks EFE-IFE dilakukan dengan memberi bobot dan rating pada setiap faktor eksternal dan internal tersebut.

6.2.1 Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE Matrix)

Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) merupakan hasil dari identifikasi faktor-faktor strategis internal berupa kekuatan dan kelemahan yang berpengaruh terhadap pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Lampung Barat. Hasil evaluasi faktor internal berdasarkan jawaban dari responden diperoleh skor dari perkalian bobot dan rating pada masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan. Matriks evaluasi Faktor Internal secara lengkap disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE Matrix) Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Lampung Barat

No. Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan 1,72024

1 Potensi sumberdaya perikanan laut 0,17560 4 0,70238

2 Jumlah nelayan yang besar 0,10714 3 0,32143

3 Sektor perikanan merupakan sektor basis 0,09524 3 0,28571

4 Kelembagaan Formal 0,13690 3 0,41071

Kelemahan 0,69048

5 Sarana dan prasarana kurang memadai 0,13095 2 0,26190

6 Permodalan yang terbatas 0,15774 1 0,15774

7 Kualitas sumberdaya manusia 0,12202 1 0,12202

8 Produksi yang bersamaan 0,07440 2 0,14881

1,00000 2,41071

Nilai yang diperoleh dari evaluasi faktor internal seperti ditunjukkan dalam Tabel 20 sebesar 2,41 masih berada di bawah rata-rata. Hal ini menunjukkan

(12)

bahwa Kabupaten Lampung Barat belum mampu mengoptimalkan kekuatan atau mengatasi kelemahan yang dimilikinya. Dalam mengelola dan mengembangkan perikanan di wilayah pesisir, Kabupaten Lampung Barat belum dapat memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang besar serta keberadaan kelembagaan perikanan yang ada. Disamping itu, kelemahan utama berupa kurangnya sarana dan prasarana serta keterbatasan mengakses modal oleh para pelaku usaha perikanan belum dapat diatasi.

6.2.2 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matrix)

Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matrix) merupakan hasil dari identifikasi faktor-faktor strategis eksternal pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Lampung Barat berupa peluang dan ancaman yang telah diberi bobot dan rating. Hasil evaluasi faktor eksternal berdasarkan jawaban dari responden diperoleh skor dari perkalian bobot dan rating pada masing-masing faktor peluang dan ancaman. Matriks evaluasi Faktor Eksternal secara lengkap disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matrix) Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Lampung Barat

No. Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor

Peluang 1,58631

1 Peluang pasar yang terbuka 0,13095 4 0,52381

2 Perkembangan teknologi 0,13690 3 0,41071

3 Potensi perikanan darat yang terbatas 0,08631 3 0,25893

4 Kebijakan dan program pemerintah pusat 0,09821 4 0,39286

Ancaman 0,80655

5 Illegal fishing 0,15179 2 0,30357

6 Kondisi iklim dan cuaca 0,16667 1 0,16667

7 Konsentrasi usaha penangkapan pada perairan pantai

0,12202 1 0,12202

8 Persaingan dari luar daerah 0,10714 2 0,21429

1,00000 2,39286

Hasil evaluasi faktor eksternal memberikan nilai skor total sebesar 2,39 menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Barat, dalam pengembangan perikanan, belum mampu memanfaatkan peluang utama berupa potensi pasar

(13)

produk perikanan yang luas, perkembangan teknologi serta dukungan dari pemerintah pusat. Disamping itu ancaman illegal fishing, kondisi iklim dan cuaca, konsentrasi usaha penangkapan pada perairan pantai dan persaingan dari luar daerah belum bisa diatasi.

6.3 Perumusan Strategi

Tahap selanjutnya dalam penyusunan strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Lampung Barat adalah analisis SWOT. Analisis SWOT dilakukan dengan menggabungkan faktor internal (kelemahan dan kekuatan) dengan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Hasil analisis ini adalah untuk menentukan rumusan strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Lampung Barat. Beberapa alternatif strategi yang dihasilkan dari Matriks SWOT tersebut disajikan pada Gambar 8.

Internal Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses)

Eksternal

S1. Potensi sumberdaya perikanan laut yang besar

S2. Jumlah nelayan besar S3. Adanya kelembagaan formal S4. Sektor Perikanan merupakan sektor

basis

W1. Sarana dan prasarana yang kurang memadai

W2. Permodalan terbatas W3. Kualitas SDM masih rendah W4. Produksi yang bersamaan

Peluang (Opportunities) Strategi S-O Strategi W-O

O1. Peluang pasar yang terbuka O2. Perkembangan teknologi

penangkapan

O3. Potensi perikanan darat yang terbatas

O4. Program dan kebijakan pemerintah pusat

1. Perluasan daerah penangkapan (S1,S2,S3,S4,O1,O2,O3,O4) 2. Pengembangan pasar dan

peningkatan daya saing produk (S1,S3,S4,O1,O3,O4)

1. Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana perikanan (W1,W3,W4,O1,O4)

2. Penguatan kelembagaan permodalan (W1,W3,W4,O1)

Ancaman (Threaths) Strategi S-T Strategi W-T

T1 Illegal Fishing T2. Harga yang berfluktuasi T3. Perairan pantai yang telah over

exploited

T4. Persaingan dari luar daerah

1. Peningkatan pengawasan dengan melibatkan masyarakat dan kelembagaan

(S1,S2,S3,T1,T3,T4)

2. Pengembangan pengolahan hasil perikanan.

(S1,S4,T2,T4)

1. Meningkatkan usaha konservasi dan rehabilitasi sumberdaya (W1,W3,T1,T3)

Gambar 8. Matriks SWOT Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Lampung Barat

(14)

6.3.1 Strategi Strengths-Opportunities (S-O)

Strategi S-O merupakan penggabungan antara faktor internal kekuatan dengan faktor eksternal peluang dengan cara memanfaatkan peluang dengan menggunakan kekuatan. Adapun beberapa strategi yang dihasilkan adalah: 1. Perluasan daerah penangkapan

Perluasan daerah penangkapan bertujuan untuk meningkatkan produksi usaha penangkapan yang selama ini dilakukan menggunakan armada dan alat tangkap tradisional. dan terkonsentrasi di daerah perairan pantai. Strategi ini diarahkan pada modernisasi peralatan dan teknologi penangkapan serta perluasan daerah penangkapan dari perairan pantai ( on-shore) ke perairan lepas pantai (off-shore) baik wilayah pengelolaan kabupaten dan propinsi sampai dengan 12 mil maupun penangkapan pada perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Lemahnya perkembangan sektor perikanan di Lampung Barat yang antara lain disebabkan penggunaan peralatan dan teknologi penangkapan yang sederhana. Akibatnya potensi perikanan yang begitu besar belum dapat dimanfaatkan secara optimal serta terjadi konsentrasi penangkapan pada daerah perairan pantai. Dengan penggunaan teknologi dan peralatan tangkap yang modern serta armada penangkapan yang memiliki daya jelajah yang lebih jauh, diharapkan usaha penangkapan dapat lebih produktif dan potensi perairan lepas pantai termasuk ZEE dapat dimanfaatkan.Strategi ini selain untuk meningkatkan peran sektor perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, juga sebagai usaha untuk mengembalikan status perairan pantai yang telah mengalami kondisi tangkap berlebih.

2. Pengembangan pasar dan peningkatan daya saing produk

Dalam pengembangan sektor perikanan tangkap, pengembangan pasar dan peningkatan daya saing produk dimaksudkan untuk menciptakan jaminan pemasaran bagi produk perikanan sehingga sifatnya yang musiman tidak terlalu berpengaruh terhadap fluktuasi harga jual. Potensi pasar untuk bahan baku industri pengolahan ikan yang ada di luar daerah perlu dimanfaatkan dengan membentuk sistem kemitraan berupa kontrak penyediaan bahan baku. Pasar lokal bisa dikembangkan dengan suatu program yang dapat menumbuhkan budaya gemar makan ikan. Dalam pengembangan jejaring

(15)

pemasaran, kelembagaan dalam masyarakat seperti koperasi dan kelompok pedagang ikan harus dibina dan diberdayakan agar dapat lebih berperan dalam sistem pemasaran produk perikanan. Daya saing produk dapat ditingkatkan dengan meningkatkan mutu produk hasil perikanan.

6.3.2 Strategi Weakness – Opportunities (W-O)

Strategi W-O adalah strategi yang disusun untuk mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Beberapa alternatif yang dihasilkan adalah :

1. Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana perikanan

Strategi ini dimaksudkan untuk mengatasi terbatasnya sarana dan prasarana perikanan yang ada di Lampung Barat. Pembangunan sarana dan prasarana seperti pelabuhan, pusat pelelangan ikan, pabrik es batu, sarana pendingin dan infrastuktur pendukung lainnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasil tangkapan. Disamping itu, perlu dibangun sarana penunjang lainnya seperti akses jalan, air bersih dan penyediaan bahan bakar nelayan.

2. Penguatan kelembagaan permodalan

Strategi penguatan kelembagaan permodalan dimaksudkan untuk meningkatkan akses pelaku usaha perikanan terhadap sumber-sumber pembiayaan yang meliputi koperasi dan lembaga keuangan mikro lainnya. Program yang dapat dikembangkan meliputi bantuan modal kepada koperasi, pembinaan manajemen dan penyederhanaan sistem dan prosedur kredit modal kerja bagi nelayan, kebijakan pemberian jaminan oleh pemerintah.

6.3.3 Strategi Strengths – Threats (S–T)

Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal bagi pembangunan Kabupaten Lampung Barat. Beberapa alternative strategi S-T yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan pengawasan dengan melibatkan masyarakat dan kelembagaan Strategi ini dibutuhkan untuk mendukung pengembangan usaha penangkapan dan untuk menghindari terjadinya konflik yang mungkin timbul antara pihak-pihak yang terkait dengan usaha penangkapan serta mencegah usaha-usaha penangkapan illegal. Pengawasan terhadap jalur penangkapan

(16)

dimaksudkan agar aktivitas penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan klasifikasi armada dan jenis teknologi yang digunakan dalam usaha penangkapan.

2. Pengembangan pengolahan hasil perikanan

Strategi pengembangan pengolahan hasil perikanan dimaksudkan untuk menciptakan nilai tambah produk perikanan, penanganan pascapanen dan menjadi alternatif sumber ekonomi masyarakat. Program yang dilaksananakan meliputi pengembangan kewirausahaan, pembinaan usaha, dan unit pemasaran.

6.3.4 Strategi Weakness – Threats (W-T)

Strategi W-T merupakan strategi yang diusulkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal yang ada. Strategi W-T yang dihasilkan adalah sebagai berikut

1. Meningkatkan usaha konservasi dan rehabilitasi sumberdaya

Strategi ini diarahkan pada tujuan konservasi lingkungan perairan pesisir dan penentuan zona penangkapan ikan. Pemanfaatan ruang untuk pengembangan perikanan harus mempertimbangkan aspek ekologi, daya dukung lingkungan, aspek eknomi dan social. Penataan ruang pesisir dan laut harus memenuhi fungsi tersebut, yaitu kawasan budidaya, kawasan penangkapan, dan kawasan konservasi.

6.4 Penentuan Prioritas Strategi

Penentuan strategi prioritas merupakan tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan strategis. Metode yang digunakan adalah Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix -QSPM). Metode ini digunakan untuk menyusun prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Lampung Barat.

Analisis QSPM dilakukan dengan cara memberikan nilai kemenarikan relatif (Attractive Score - AS) pada masing-masing faktor internal maupun eksternal. Strategi yang mempunyai total nilai kemenarikan relatif (Total Attractive Score - TAS) yang tertinggi merupakan prioritas strategi. Setelah dilakukan perhitungan nilai TAS seperti pada Lampiran. maka diperoleh hasil QSPM seperti disajikan pada Tabel 21.

(17)

Tabel 21. Hasil Analisis QSPM dalam Perumusan Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Lampung Barat

No Alternatif Strategi Nilai TAS Prioritas

1 Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana perikanan

7,25 1

2 Perluasan daerah penangkapan 6,62 2

3 Pengembangan pasar dan peningkatan daya saing produk

6,43 3

4 Penguatan kelembagaan permodalan 6,16 4

5 Pengembangan pengolahan hasil perikanan 5,55 5

6 Meningkatkan usaha konservasi dan rehabilitasi sumberdaya

5,42 6

7 Peningkatan pengawasan dengan melibatkan masyarakat dan kelembagaan

5,32 7

Profil strategi pengembangan perikanan tangkap Kabupaten Lampung Barat yang didapat dari nilai evaluasi faktor internal dan eksternal adalah mendukung strategi agresif (Lampiran 6). Nilai pada sumbu X (faktor internal) didapat dari selisih antara nilai kekuatan dan kelemahan dalam matriks IFE, sedangkan nilai sumbu Y (faktor eksternal) merupakan selisih dari nilai nilai peluang dan ancaman pada matriks EFE.

Gambar

Tabel  19. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE  Matrix) Pengembangan  Perikanan Tangkap di Kabupaten Lampung Barat
Tabel  20.  Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matrix) Pengembangan  Perikanan Tangkap di Kabupaten Lampung Barat
Gambar 8.  Matriks SWOT Pengembangan Perikanan Tangkap di
Tabel 21.  Hasil Analisis QSPM dalam Perumusan Strategi Pengembangan  Perikanan Tangkap di Kabupaten Lampung Barat

Referensi

Dokumen terkait

µ'LDEHWHVPHOLWXVDQGR[LGDWLYHVWUHVV² $FRQFLVHUHYLHZ¶6DXGL3KDUPDFHXWLFDO-RXUQDO ± $\XN6DQGUD0DWDEL$EUDKDPVH+HLGLDQG+RXUHOG1LFROHWWH1DGHQH

LANGKAH-LANGKAH METODE ILMIAH.

Sel surya yang sedang marak dikembangkan oleh para peneliti saat ini adalah sel surya fotoelektrokimia tersensitasi zat warna ( Dye Sensitized Solar Cells ; DSSC)

nisasi hepatitis B 3 dosis, dengan menge- tahui persentase kekebalan protektif dan titer rata-rata (Geometric Mean Titre/ GMT) antibodi hepatitis B, mengetahui

Aku datangkan kepada kalian ayat-ayat yang menjelaskan, yang muhkamat - tetap, tegas dan nyata maknanya serta jelas maksudnya, itulah Ummul Kitab – ayat-ayat induk pokok isi

Dalam penyusunan laporan tahunan 2015 akan dipaparkan mengenai keadaan perkara di Pengadilan Agama Marisa kurun waktu sisa dari keadaan perkara di tahun 2014 dan

Dataran Pangalengan (1400 m) yang relatif sempit dan terletak di bagian selatan, hampir dikelilingi oleh puncak-puncak pegunungan, yakni Gunung Malabar di sebelah utara,

Article XIX Ketentuan Umum memperbolehkan anggota-anggota GATT untuk menerapkan tindakan pengamanan dalam rangka melindungi industri dalam negeri tertentu dari