Abstrak: Tugas akhir ini membahas salah satu kasus buckling dalam kaitannya untuk menghindari timbulnya upheaval buckling pada buried offshore pipeline yang sedang beroperasi. Bahasan dalam tugas akhir ini mencakup analisa pengaruh temperatur, kedalaman tanah, dan tipe tanah terhadap terjadinya upheaval buckling, dalam tugas akhir ini dilakukan analisa dalam beberapa kondisi, yaitu pada temperatur 350 C, 600 C, dan 1000 C, kedalaman penanaman pipa 1.5 meter, 2 meter, dan 3 meter, serta tipe tanah sand dan clay. Selain itu, tugas akhir ini juga membahas tentang beban dan tegangan yang terjadi pada pipa saat terjadi upheaval buckling. Analisa yang dilakukan didasarkan pada kriteria yang ditetapkan oleh DNV OS F101, ASME 31.1, ASME 31.4 dan ASME 31.8, sedangkan untuk memodelkan pipa menggunakan software CAESAR 4.2. Dari hasil analisa, pengaruh kenaikan temperatur pada saat operasi terhadap upheaval buckling cukup signifikan, dimana semakin tinggi temperatur operasi maka semakin besar pula peluang terjadinya upheaval buckling. Sedangkan untuk pengaruh tipe tanah dan kedalaman penanaman pipa, dimana semakin tinggi nilai cohesive tanah dan semakin dalam penanaman pipa maka peluang terjadi upheaval buckling akan lebih kecil. Berdasarkan perhitungan diperoleh beban dan tegangan kritis pada pipa yang menyebabkan buckling sebesar 8.7 kN dan 361.2 kPa.
Kata-kata kunci: beban kritis, buried offshore pipeline, upheaval buckling, tegangan kritis, temperatur.
I. PENDAHULUAN
Offshore pipeline merupakan sebuah jalur pipa yang berfungsi untuk menyalurkan aliran fluida dari fasilitas offshore ke fasilitas onshore, atau ke fasilitas offshore lainnya. Offshore pipeline biasanya dipendam di dasar laut agar terhindar dari aktivitas alur pelabuhan atau dermaga, serta dapat mengurangi pengaruh dari beban arus yang besar di sekitar konstruksi pipeline. Namun dengan melakukan pemendaman didalam tanah akan muncul masalah baru yang harus dipertimbangkan dalam disain instalasi. Pada pipa yang dipendam didalam tanah sering terjadi kegagalan yang disebut buckling. Kegagalan ini berupa deformasi tekukan yang bisa terjadi baik pada dinding pipa maupun seluruh bagian pipa.
Buckling yang ditinjau kasus ini adalah global buckling dimana deformasi yang terjadi pada seluruh bagian segmen pipa. Kegagalan deformasi global yang menyebabkan pipa menekuk vertikal keatas seperti ini biasanya disebut sebagai upheaval buckling. Hal tersebut sangat membahayakan apabila tidak diantisipasi lebih awal. Tugas akhir ini akan mencoba menganalisa pengaruh temperatur, kedalaman tanah, dan tipe tanah terhadap terjadinya upheaval buckling. Dengan melakukan beberapa variasi kondisi diharapkan dapat diketahui pengaruh parameter tersebut terhadap upheaval buckling. Pipeline yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah pipeline PT. Pertamina yang dioperasikan di daerah Muara Karang, Jawa Barat. Dalam tugas akhir ini code yang digunakan adalah DNV OS F101, ASME 31.1, ASME 31.4 dan ASME 31.8.
II. URAIANPENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan studi literatur dan pengumpulan data. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel dan gambar dibawah ini. Tabel 1. Data pipeline
Parameter Nilai Diameter pipa, OD 24 In Ketebalan Pipa 0.5 Design Pressure 725 Psi Hydrotest Pressure 834 Operating Pressure 700 Mechanical Design Temperature 140 °F Operating Temperature 95 Installation Temperature 77 Hydrotest Temperature 82.5
Massa Jenis Gas 0.04473 lb/ft3 Kelas Material Pipa API 5L grd X52
SMYS 52000
Psi
SMTS 66000
Fluida Isi Natural Gas
Modulus Young 30000000 Psi Rasio Poisson 0.3
Massa Jenis Pipa 490 lb/ft3 Koefisien Ekspansi
Termal 0.0000211 in/in °F
STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR,
KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP
TERJADINYA
UPHEAVAL BUCKLING
PADA
BURRIED
OFFSHORE PIPELINE
Saiful Rizal
1), Yoyok S. Hadiwidodo.
2), dan Joswan J. Soedjono
3)1)2)3)
Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
(ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
Tabel 2. Data tanah
Parameter Tipe tanah Clay Silty Sand Submerged Unit Weight 7.87 9.03 kN/m3 Specific Gravity 2.66 2.68 Shear Strength 0-1 m depth 15 - 20 - kPa 1-3 m depth 14 - 120 - kPa Angle of Internal Friction 0-1 m depth - 26.1 - 27.8 deg. 1-3 m depth - 21.5 - 24.8 deg. D50 0.0213 0.201 mm
Gambar 1. APN field layout
Dengan menggunakan data-data tersebut dapat dilanjutkan dengan pemodelan pipeline. Langkah selanjutnya adalah analisa pengaruh temperature, kedalaman tanah, dan tipe tanah terhadap terjadinya upheaval buckling. Pada penelitian ini akan dijelaskan lebih detail mengenai salah satu jenis global buckling yaitu upheaval buckling. Sistem pipeline harus cukup kuat untuk menahan beban operasi selama instalasi pipeline dan saat kondisi operasinya. Selama kondisi operasi pipa akan mengalami pembebanan internal dan eksternal berupa perubahan tekanan dan temperatur fluida yang mengalir didalamnya. Pada saat operasional, temperatur pipa akan mengalami kenaikan dibandingkan dengan saat instalasi dilakukan. Kenaikan ini menyebabkan elongasi (pemanjangan) pipa yang besarnya tergantung pada sifat mekanik materialnya. Namun karena kondisi pipa yang dikubur didalam tanah, maka pipa tidak dapat mengalami elongasi karena ditahan oleh gaya friksi tanah dan berat timbunan tanah tersebut. Kombinasi dari eksternal dan internal load diatas akan menyebabkan gaya aksial tekan efektif pada pipa. Jika pada pipa terdapat lekukan awal akibat kesalahan instalasi ataupun ketidakrataan permukaan tanah maka gaya aksial efektif pipa ini akan berubah menjadi gaya tekan vertikal pipa terhadap lapisan tanah diatasnya, jika total berat tanah diatas pipa dan berat pipa itu sendiri tidak dapat
menahan gaya vertikal pipa maka akan terjadi upheaval buckling.
Beban yang bekerja pada sistem pipa akan menyebabkan timbulnya tegangan dinding pipa. Kombinasi tegangan-tegangan yang bekerja pada dinding pipa akan menyebabkan regangan atau defleksi. Secara teoritis, tegangan hoop dan longitudinal yang bekerja pada pipa sama dengan yang bekerja pada bejana dinding tipis. Namun pada prakteknya dibutuhkan kondisi yang mendekati sebenarnya dilapangan. Maka metode perhitungan dan analisa tegangan yang mungkin terjadi pada sistem pipa telah diatur mengikuti code tertentu yang sesuai dengan kondisi operasi sistem pipa tersebut.
III. HASILDANPEMBAHASAN 3.1. Properti Pipa
Dalam perhitungan ini akan digunakan data-data operasional sesuai yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, awal perhitungan adalah menghitung properti pipa.
a. Cek ketebalan pipa
𝑡 = 𝑃𝐷0 2𝑆 𝐹𝐸𝑇 t = Ketebalan minimum pipa (mm) P = Tekanan disain operasi (MPa) Do = Diameter eksternal pipa (mm) 𝑡 = 5.3 𝑚𝑚 S = Specified Minimum Yield Stress (MPa) F = Faktor disain =0.8 (ASME B31.8) E = Faktor join longitudinal ( E = 1) T = Faktor temperatur = 1 (untuk pipa baja dengan temperatur operasi di bawah 250°F)
Karena desain ketebalan pipa t= 12.7 mm maka cek ketebalan pipa terpenuhi.
b. Luas permukaan pipa melintang
c. Luas permukaan pipa dalam
𝐴𝑖 = 𝜋 4 𝐷0− 2𝑡 2 Ai = 0.27 m2 d. Luas permukaan pipa luar
𝐴0= 𝜋 4 𝐷0 2 Ao = 0.29 m2 e. Momen Inersia 𝐼 = 𝜋 64 (𝐷0 2− 𝐷 𝑖2) I = 0.001 m4
f. Massa pipa per satuan panjang 𝑊𝑃 = 𝑊𝑃𝑒+ 𝑊𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎
Dengan,
Wpe= 187.06 Kg/m (API 5L untuk Grade X 52) 𝑊𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎 = 𝐴𝑖× 𝜌𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎 = 0,19 kg/m
Sehingga Wp = 187.25 Kg/m
3.2. Tegangan pada Pipa
Pada perhitungan tegangan yang terjadi pada pipa, dilakukan perhitungan pada keadaan temperatur yang berbeda, yaitu 350 C, 600 C, dan 1000 C.
Tabel 3. Hasil perhitungan tegangan Temperatur
(0C)
Tegangan Hoop
(MPa) Longitudinal (MPa) Ekivalen (MPa)
35 120 11.82 114.63
60 120 -48.68 150.44 100 120 -145.48 230.33 3.3. Gaya Aksial Efektif
Pada perhitungan gaya aksial efektif yang terjadi, dilakukan perhitungan pada keadaan temperatur yang berbeda, yaitu 350 C, 600 C, dan 1000 C. Melalui perhitungan gaya aksial akibat pengaruh kenaikan temperatur pada saat kondisi operasi, dapat dibuktikan bahwa kenaikan temperatur sangat berpengaruh besar terhadap gaya aksial yang terjadi. Hal ini ditunjukan dengan tabel berikut:
Tabel 4. Hasil perhitungan gaya aksial efektif Temperatur (0C) Gaya Aksial Efektif (kN/m)
35 283.75
60 1168.28
100 3491.53
3.4. Gaya Friksi
Gaya friksi pada pipa merupakan gaya friksi tanah di sekeliling pipa, besarnya gaya friksi tanah bergantung pada jenis tanah, serta kedalaman penanaman pipa. Pada perhitungan gaya friksi tanah dilakukan dengan tipe tanah yang berbeda, yaitu sand dan clay. Pada perhitungan ini juga dilakukan variasi kedalaman penanaman pipa yang berbeda, yaitu 1.5m, 2m, dan 3m.
Tabel 5. Hasil perhitungan gaya friksi tanah
Tipe Tanah Kedalaman (m) Gaya Friksi (kN/m)
Sand 1.5 18.4 2 29.1 3 57.2 Clay 1.5 30 2 40 3 60
3.5. Gaya Upheaval Buckling
Pada perhitungan gaya yang menyebabkan upheaval buckling ini dilakukan dengan semua variasi yang telah di jelaskan pada sub bab sebelumnya, yaitu temperatur, kedalaman tanah, dan tipe tanah. Variasi temperatur pada perhitungan ini, yaitu 350 C, 600 C, dan 1000 C. Sedangkan untuk variasi tipe tanah, yaitu sand dan clay. Serta pada variasi kedalaman penanaman pipa, yaitu 1.5m, 2m, dan 3m.
Tabel 6. Perhitungan Upheaval Buckling pada suhu 350 C dan kedalaman penanaman 1.5 m
Tipe
tanah Imperfection Height (m)
Total Downwrard Force (kN/m) Required Down Force (kN/m) Safety Factor Occurs Sand 0.10 20.29 0.69 0.034 no 0.20 4.67 0.230 no 0.30 7.73 0.381 no 0.50 12.57 0.619 no 0.70 16.50 0.813 no 0.90 19.91 0.981 no 1.00 21.47 1.058 yes
Clay 0.10 31.87 0.69 0.022 no 0.30 7.73 0.242 no 0.50 12.57 0.394 no 0.80 18.26 0.573 no 1.40 27.03 0.848 no 1.70 30.70 0.963 no 1.80 31.85 0.999 no Tabel 7. Perhitungan Upheaval Buckling pada suhu 350 C dan kedalaman penanaman 2 m
Tipe
tanah Imperfection Height (m)
Total Downwrard Force (kN/m) Required Down Force (kN/m) Safety Factor Occurs Sand 0.10 30.95 0.69 0.022 no 0.30 7.73 0.250 no 0.50 12.57 0.406 no 0.80 18.26 0.590 no 1.10 22.95 0.742 no 1.40 27.03 0.873 no 1.70 30.70 0.992 no Clay 0.10 41.87 0.69 0.017 no 0.40 10.30 0.246 no 0.80 18.26 0.436 no 1.20 24.37 0.582 no 1.70 30.70 0.733 no 2.20 36.15 0.863 no 2.75 41.47 0.990 no Tabel 8. Perhitungan Upheaval Buckling pada suhu 350 C dan kedalaman penanaman 3 m
Tipe
tanah Imperfection Height (m)
Total Downwrard Force (kN/m) Required Down Force (kN/m) Safety Factor Occurs Sand 0.10 59.03 0.69 0.012 no 0.50 12.57 0.213 no 1.00 21.47 0.364 no 1.50 28.29 0.479 no 2.50 39.12 0.663 no 3.50 47.92 0.812 no 4.90 58.34 0.988 no Clay 0.50 12.57 0.203 no 1.00 21.47 0.347 no 1.50 61.87 28.29 0.457 no 2.50 39.12 0.632 no 3.50 47.92 0.775 no 4.50 55.53 0.898 no 5.40 61.68 0.997 no Tabel perhitungan di atas menunjukan hubungan antara kejadian upheaval buckling dengan variasi tipe tanah dan kedalaman penanaman pipa pada saat suhu 350 C. Dari tabel di atas pada tipe tanah sand pada kedalaman penanaman pipa 1.5 m, 2 m, dan 3 m, pipa akan mengalami upheaval buckling dengan imperfection height lebih dari 0.9 m, 1.7 m, dan 4.9 m. Sedangkan untuk tipe tanah clay pada kedalaman penanaman pipa 1.5 m, 2 m, dan 3 m, pipa akan mengalami upheaval buckling dengan imperfection height lebih dari 1.8 m, 2.75 m, dan 5.4 m.
Dari perhitungan tersebut, maka pengaruh tipe tanah dan kedalaman penanaman tanah terhadap upheaval buckling cukup besar. Dimana semakin tinggi cohesive tanah dan semakin dalam penanaman pipa, maka peluang kejadian upheaval buckling akan lebih kecil. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa pengaruh tingkat cohesive tanah dan kedalaman penanaman pipa berbanding terbalik dengan kejadian upheaval buckling.
Apabila tingkat cohesive tanah dan kedalaman penanaman pipa adalah parameter yang berbanding terbalik dengan kejadian upheaval buckling, maka bagaimana pengaruh perubahan temperatur dalam kasus upheaval buckling? Berikut perhitungan kejadian upheaval buckling dengan parameter variasi kenaikan temperatur.
Tabel 9. Perhitungan Upheaval Buckling pada suhu 1000 C pada kedalaman penanaman 3 m
Tipe
tanah Imperfection Height (m)
Total Downwrard Force (kN/m) Required Down Force (kN/m) Safety Factor Occurs Sand 0.01 59.03 28.47 0.482 no 0.02 43.95 0.745 no 0.03 55.83 0.946 no 0.04 65.85 1.115 yes Clay 0.01 61.87 28.47 0.460 no 0.02 43.95 0.710 no 0.03 55.83 0.902 no 0.04 65.85 1.064 yes
Tabel 10. Perhitungan Upheaval Buckling pada suhu 600 C pada kedalaman penanaman 3 m
Tipe
tanah Imperfection Height (m)
Total Downwrard Force (kN/m) Required Down Force (kN/m) Safety Factor Occurs Sand 0.05 59.03 19.06 0.323 no 0.10 30.64 0.519 no 0.15 39.53 0.670 no 0.20 47.02 0.797 no 0.25 53.63 0.908 no 0.30 59.60 1.010 yes Clay 0.05 61.87 19.06 0.308 no 0.10 30.64 0.495 no 0.15 39.53 0.639 no 0.20 47.02 0.760 no 0.25 53.63 0.867 no 0.30 59.60 0.963 no 0.35 65.09 1.052 yes Dari tabel perhitungan dan grafik di atas menunjukan hubungan antara kejadian upheaval buckling dengan variasi temperatur pada kedalaman penanaman pipa 3 m. Dari tabel di atas untuk temperatur 600 C pada tipe tanah sand dan clay, pipa akan mengalami upheaval buckling dengan imperfection height lebih dari 0.25 m dan 0.30 m. Sedangkan untuk temperatur 1000 C, pada tipe tanah sand dan clay, pipa akan mengalami upheaval buckling dengan imperfection height yang sama, yaitu lebih dari 0.03 m.
Dari perhitungan tersebut, maka pengaruh kenaikan temperatur terhadap upheaval buckling cukup besar. Dimana semakin tinggi temperatur pada saat kondisi operasi, maka peluang kejadian upheaval buckling akan lebih besar. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa pengaruh kenaikan temperatur berbanding lurus dengan kejadian upheaval buckling.
3.7. Analisa Buckling Kolom Euler
Fenomena buckling kolom merupakan kasus struktur yang mengalami kegagalan akibat gaya aksial kompresif. Ditinjau dari segi mekanika, global buckling, pada pipa yang ujung-ujungnya di pasak (pin-pin) dapat dimodelkan atau dianggap sebagai kolom yang mengalami beban aksial kompresif. Pada kolom yang di pasak maka kolom dianggap dapat melawan gaya horizontal dan vertikal pada ujung-ujungnya. Pada model ini, pipa berada di dalam tanah sehingga dianggap bisa menahan gaya vertikal dan horizontal pada ujung-ujungnya.
Dalam bab sebelumnya telah diuraikan teori beban kritis buckling kolom dinyatakan dalam persamaan Pcr = π2 EI/L2. Persamaan tersebut dapat terlihat bahwa semakin panjang kolom yang ditinjau maka semakin kecil beban
kritisnya, hal ini tentunya sangat dihindari dalam mendisain pipa.
𝑃𝑐𝑟 =𝜋
2𝐸𝐼
𝐿2
𝑃𝑐𝑟 = 8.7 𝑘𝑁
Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh beban kritis sebesar 8.7 kN. Nilai tersebut sangat kecil, dikarenakan panjang pipa yang ditinjau sepanjang 500m. Sedangkan besar beban gaya aksial efektif pipa pada temperatur 350 C sebesar 283.75 kN. Maka dapat disimpulkan bahwa buckling akan terjadi pada saat gaya aksial mencapai beban kritis 8.7 kN.
𝜍𝑐𝑟 =
𝜋2𝐸
(𝐿 𝑟 )2
𝜍𝑐𝑟 = 361.2 𝐾𝑃𝑎
Berdasarkan perhitungan tegangan kritis diatas diperoleh tegangan minimum yang akan menyebabkan buckling sebesar 361.2 KPa. Apabila dibandingkan dengan perhitungan tegangan ekivalen yang terjadi pada pipa pada saat temperatur 350 C sebesar 114.6 MPa, maka tegangan kritis untuk terjadi buckling sangat kecil. Hal tersebut terjadi dikarenakan hubungan tegangan kritis Euler terhadap slenderness ratio berbanding terbalik, dimana semakin panjang pipa yang ditinjau maka tegangan minimum yang dibutuhkan pipa untuk mengalami buckling akan semakin kecil. Fenomena ini disebabkan karena pada pipa yang sangat panjang yang mendapat beban aksial kompresif maka pipa akan semakin mudah mengalami perlakuan secara global. 3.8. Displacement Pipa yang Terjadi
Dengan persamaan yang sudah disesuaikan untuk penyelesaian kasus ini maka didapatkan panjang buckling yang terjadi dengan menggunakan persamaan 15 sebagai berikut:
𝐿 = 1,6856 × 10
6 𝐸𝐼 3
𝑤2𝐴𝐸
0.125
Sehingga dengan demikian dapat diketahui panjang buckling yang terjadi pada pipeline. Kemudian berdasarkan panjang buckling yang terjadi tersebut dapat diketahui defleksi maksimum yang terjadi dengan persamaan 14 untuk setiap variasi kedalaman tanah dan tipe tanah.
𝑦 = 2.408 × 10−3𝑤𝐿
4
𝐸𝐼
Berdasarkan perhitungan dari kedua persamaan diatas maka didapatkan variasi panjang buckling dan besar defleksi maksimum yang terjadi seperti pada table dibawah ini:
Tabel 11. Panjang buckling dan defleksi maksimum yang terjadi
Tipe
tanah Kedalaman Tanah (m)
Panjang Buckling (m) Defleksi Maksimum (m) Sand 1.5 41.48 0.66 2 37.32 0.66 3 31.76 0.66 Clay 1.5 37.05 0.66 2 34.61 0.66 3 31.39 0.66
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa panjang buckling dipengaruhi oleh besar beban tanah, dimana semakin besar beban tanah maka panjang buckling yang terjadi semakin kecil. Dari tabel diatas diperoleh panjang buckling untuk tipe tanah sand pada kedalaman 1.5 m, 2 m, dan 3 m berturut-turut sebesar 41.48 m, 37.32 m, dan 31.76 m. Sedangkan untuk tipe tanah clay pada kedalaman 1.5 m, 2 m, dan 3 m diperoleh panjang buckling sebesar 37.05 m, 34.61 m, dan 31.39 m. Dan untuk besar defleksi maksimum yang terjadi pada pipa relatif sama yaitu sebesar 0.66 meter.
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN
Dari analisa yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh kenaikan temperatur pada saat kondisi operasi terhadap upheaval buckling cukup signifikan, dimana dengan semakin tinggi temperatur maka semakin besar pula peluang terjadinya upheaval buckling pada pipa. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kenaikan temperatur berbanding lurus dengan terjadi nya upheaval buckling. Sedangkan untuk pengaruh tipe tanah dan kedalaman penanaman tanah terhadap upheaval buckling juga cukup besar. Dimana semakin tinggi cohesive tanah dan semakin dalam penanaman pipa, maka peluang kejadian upheaval buckling akan lebih kecil. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa pengaruh tingkat cohesive tanah dan kedalaman penanaman pipa berbanding terbalik dengan kejadian upheaval buckling.
Berdasarkan perhitungan diperoleh beban kritis sebesar 8.7 kN, nilai tersebut sangat kecil, dikarenakan panjang pipa yang ditinjau sepanjang 500m. Sedangkan untuk tegangan kritis, berdasarkan perhitungan tegangan kritis diperoleh tegangan minimum yang akan menyebabkan buckling sebesar 361.2 KPa. Apabila dibandingkan dengan perhitungan tegangan ekivalen yang terjadi pada pipa pada saat temperatur 350 C sebesar 114.6 MPa, maka tegangan kritis untuk terjadi buckling sangat kecil. Hal tersebut terjadi dikarenakan hubungan tegangan kritis Euler terhadap slenderness ratio berbanding terbalik, dimana semakin panjang pipa yang ditinjau maka tegangan minimum yang dibutuhkan pipa untuk mengalami buckling akan semakin kecil.
UCAPANTERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika Jurusan Teknik Kelautan dan Keluarga Besar Leviathan atas semangat yang diberikan kepada penulis dalam mengerjakan penilitian ini.
DAFTARPUSTAKA