STUDI PEMODELAN PERFORMA PENDINGINAN
EVAPORASI PADA GEDUNG AUDITORIUM UMS DENGAN
COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMICS (CFD)
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Oleh :
ANDREY TRIAS ADINATA
NIM : D200110017
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
STUDY PEMODELAN PERFORMA PENDINGIN EVAPORASI PADA GEDUNG AUDITORIUM UMS DENGAN COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMICS (CFD)
Abstrak
Gedung merupakan sebuah tempat luas yang dapat mencakup ratusan
orang. Agar temperatur di dalam gedung dalam kondisi nyaman maka muncul
beberapa penelitian mengenai penangkap angin (wind catcher) dan nosel. Pada
penelitian ini, model gedung yang akan disimulasikan adalah setara Auditorium
HM. Djasman yang ada di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pemodelan
dilakukan dengan menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD) salah satu
tekniknya adalah dengan melakukan penambahan pada bagian atas gedung berupa
wind catcher dan nosel. Penelitian diawali dengan melakukan validasi dengan
penelitian Abdullah (2016). Validasi dilakukan dengan membuat wind catcher
dan gedung lalu membuat outlet pada dinding gedung dan outlet pada ventilasi
gedung. Melakukan running lalu mengukur massflow pada plene yang ada di
bawah wind catcher. Penelitian dilanjutkan melalui pengujian dengan melakukan
variasi pada kecepatan angin 0,5 m/s; 1,5 m/s; 2,5 m/s; 3,5 m/s; 4,5 m/s; dan 5,5
m/s didapatkan hasil kecepatan angin paling optimal pada 4,5 m/s, variasi
kelembaban udara 5%, 10%, 15%, dan 25% didapatkan kelembaban udara yang
paling optimal yaitu 5%, serta temperatur udara luar yang merepresentasikan
dibeberapa kota di Indonesia, didapatkan RH udara paling rendah di kota
Manado.
Kata – kata kunci
: Wind catcher, CFD, nosel, temperatur
Abstract
The building is a wide area that can accomodate hundreds of people. So
that the temperature in the building in the condition of the comfortable then
appears some research about capturing the wind (wind catcher) and nozzle. This
research on the model of the building that will be simulated is the equivalent of
the Auditorium HM. Djasman in Muhammadiyah University Surakarta. The
modeling is done using Computational Fluid Dynamic (CFD) one technique is to
perform the addition on the top of the building in the form of wind catcher and
nozzle. The research started with perform validation with research Abdullah
(2016). Validation is performed by making a wind catcher and the building and
make the electrical on the wall of the building and the electrical on the building
ventilation. Do running and measured massflow on plene under the wind catcher.
Research continued through testing with do variations in wind speed 0.5 m/s; 1.5
m/s; 2.5 m/s; 3.5 m/s; 4.5 m/s; and 5.5 m/s, air humidity 5%, 10%, 15%, and
25%, and the temperature of the outside air which represent in several cities in
Indonesia. After running, use function calculator on the point and plane 5 m
above the floor, obtained the results of the most optimal wind speed on 4.5 m/s,
air humidity the most optimal is 5%. Then RH air most low in Manado city.
Key Words : Wind catcher, CFD, nozzle, temperature
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangGedung merupakan sebuah tempat luas yang dapat mencakup ratusan orang. Biasanya gedung di Indonesia digunakan sebagai tempat pertemuan, seminar umum, dan berbagai acara lainnya. Agar temperatur di dalam gedung dalam kondisi nyaman maka muncul beberapa penelitian mengenai penagkap angin (wind catcher) dan nosel. Wind catcher adalah komponen arsitektur yang ditempatkan pada cerobong di atap bangunan yang dapat memberikan udara segar ke dalam ruangan dan melepaskan udara tidak segar melalui jendela atau pembuangan lainnya (Saadatian dkk, 2012 dan Montazeri, 2011).
Pada penelitian ini, model gedung yang akan digunakan adalah gedung setara Auditorium HM. Djasman yang ada di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD) yang dapat membuat suatu simulasi aliran udara yang mengalir dari penangkap angin ke ruangan dimana temperatur ruangan dapat dikondisikan dari temperatur tinggi ke temperatur rendah begitu juga dua parameter lainnya yaitu RH dan kecepatan angin. Salah satu tekniknya adalah dengan melakukan penambahan pada bagian atas gedung berupa wind catcher dan nosel, maka akan memperoleh kondisi nyaman yang optimal (kondisi temperatur paling rendah sesuai dengan standar kenyamanan ).
Penelitian ini dilakukan untuk menguji faktor dari efek variasi kecepatan angin, kelembaban udara dan temperatur udara luar. Dengan cara menggabungkan model wind catcher dan konfigurasi nosel yang optimal. Dengan CFD dapat mempermudah seseorang dalam menganalisa suatu ruangan tanpa mengeluarkan biaya yang besar, dan efektif untuk membuat gedung lebih nyaman.
1.2
Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Jenis penangkap angin yang digunakan adalah jenis wind catcher dari penelitian Abdullah (2016).
2. Jumlah nosel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 11 buah mengacu dari penelitian Sarjito (2012).
3. Model gedung Auditorium dianggap kosong/tanpa ada benda apapun didalamnya dan menghadap ke arah timur.
4. Membuat validasi dengan penelitian Abdullah (2016) hanya sebatas menghitung massflownya saja.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2016) dengan fokus sebagai berikut :
1. Untuk menguji secara simultan model wind catcher dan konfigurasi nosel yang paling optimal terhadap perubahan temperatur didalam gedung. 2. Untuk menguji efek variasi kecepatan angin, kelembaban udara dan temperatur udara luar terhadap perubahan temperatur didalam gedung.
1.5 Tinjaun pustaka
Simulasi standar ventilasi angin komersial yang tersedia dipasaran menggunakan fluent dengan domain aliran (Hughes dan Mak, 2011). Simulasi CFD pendinginan evaporative pasif di sebuah bangunan hipotetis, yang dirancang oleh Ford & Associates di pusat Seville, Spanyol menggunakan CFX-4.2. Simulasi CFD dilakukan untuk mengetahui aliran udara, suhu dan kelembaban relatif yang dihasilkan dalam gedung dengan sistem pendingin evaporasi pasif yang beroperasi pada kondisi tidak ada angin dan dengan kecepatan angin 4 m/s dari selatan dan utara, diperoleh hasil bahwa simulasi CFD dapat menggambarkan distribusi partikel dari proses injeksi dan penguapan air ke aliran udara (Cook M. J. dkk, 2000). Dengan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh (Sarjito, 2012) berkaitan dengan efek pendinginan yang terjadi pada sebuah bangunan menggunakan wind catcher dengan tambahan konfigurasi nosel didalamnya, diketahui konfigurasi nosel yang paling optimal adalah konfigurasi nosel yang berjumlah 11 buah. Abdullah (2016) melakukan penelitian model wind catcher yaitu wind catcher tanpa baffle, baffle kotak, baffle silinder, baffle
silang, dan baffle gabungan. Dengan variasi kecepatan inlet (0,5 m/s; 1,5 m/s; 2 m/s; 2,5 m/s; 3 m/s; 4 m/s; dan 5 m/s), maka didapatkan wind catcher
yang optimal, yaitu model wind catcher dengan baffle silang. Agus Jamaldi (2016) melakukan penelitian jenis nosel yaitu PJ32 dan TF6, maka didapatkan tipe paling optimal adalah tipe TF6.
2.
METODE
2.1
Diagram penelitian
Gambar 1. Diagram Alir
2.2 Tahapan Simulasi
Langkah – langkah simulasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian dimulai.
Mulai Studi literatur
Kesimpulan
Selesai
Membuat desain dari penggabungan antara cerobong optimal dan gedung
Membuat outlet pada dinding gedung
Membuat outlet pada ventilasi gedung
Melakukan proses running
Melakukan validasi dengan penelitian Abdullah (2016) Membuat desain penggabungan antara wind catcher
optimal, nosel, dan gedung dengan outlet pada ventilasi gedung
Analisa Hasil dan pembahasan Melakukan variasi kecepatan, variasi
RH, variasi temperatur udara luar Melakukan proses running
2. Studi literatur yang bersumber dari jurnal dan hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya yang isinya identik dengan penelitian yang dilakukan sekarang.
3. Pada penelitian ini, model gedung yang akan digunakan adalah gedung setara Auditorium HM. Djasman yang ada di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Gambar gedung Auditorium H.M Djasman dapat dilihat pada gambar 2.
4. Langkah berikutnya membuat desain cerobong dan gedung menggunakan software solid work, kemudian di input ke softwareAnsys
15.0 dengan menambahkan domain/batas pada wind catcher dan gedung, meliputi domain diatas gedung yaitu 15 m, domain mengikuti ukuran gedung yaitu tinggi = 10 m, panjang = 20,6 m dan lebar = 22 m.
Gambar 2. Gambar gedung Auditorium UMS dan gambar ansys gedung setelah ditambahkan wind catcher dan nosel.
5. Setelah selesai, dilakukan mesh (high) sesuai penelitian Abdullah, kemudian setting boundary condition dengan outlet pada dinding
15
10
20,6 22
gedung dan outlet pada ventilasi gedung dapat dilihat pada gambar 3
.
Pada penelitian selanjutnya dilakukan mesh (medium), kemudian setting boundary condition dengan inlet, outlet, dan opening seperti gambar 3 berikut.
(a)
(b)
Gambar 3. (a) Gambar outlet pada ventilasi dan outlet pada dinding, serta (b) Gambar Inlet, Outlet, dan Opening
6. Penelitian ini menggunakan konfigurasi nosel yang optimal yaitu konfigurasi 11, sesuai dengan penelitian Sarjito (2012) sebagaimana gambar 4
Gambar 4. konfigurasi nosel 11
7. Dilanjutnya variasi kecepatan inlet (0,5 m/s; 1,5 m/s; 2,5 m/s; 3,5 m/s; 4,5 m/s dan 5,5 m/s).
Tabel 1. Ringkasan Boundary Condition pada CFD Velocity inlet velpro
Outlet Inlet Opening Outlet Outlet Outlet
6
V ref (m/s) 0,5 – 5,5 Temperature (°c) 30
H ref (m) 17,1
Pressure outlet (Pa) 0
Time Steady State
Mass Faction 0,02614
8. Dengan kecepatan paling optimal (4,5 m/s) dapat digunakan untuk variasi RH (5%,10%,15%,dan25%).Pada penelitian ini RH paling optimal pada RH (5%).
Tabel 2. Ringkasan Boundary Condition pada CFD Velocity inlet velpro
V ref (m/s) 4,5
Temperature (°c) 30
H ref (m) 17,1
Pressure outlet (Pa) 0
Time Steady State
Mass Faction 0,01307
9. Variasi temperatur udara luar pada pembagian wilayah kota di Indonesia (Jakarta, Denpasar, Jayapura, Mataram, Pontianak, Makasar, dan Manado) memasukan nilai temperatur dan RH input sesuai dengan prakiraan cuaca di Indonesia pada hari sabtu 1 oktober 2016.
Tabel 3.Ringkasan Boundary Condition pada CFD Velocity inlet velpro
V ref (m/s) 4,5
Temperature (°c) 26 – 29
H ref (m) 17,1
Pressure outlet (Pa) 0
Time Steady State
Mass Faction 0,02156 - 0,02436
10.
Kemudian dengan menggunakan
function calculator
menghitung
hasil dari variasi kecepatan dan RH pada titik 5 m di atas lantai
seperti gambar berikut.
Gambar 5. CFD Post dengan titik 5 m di atas lantai
11. Selanjutnya menggunakan function calculator menghitung hasil dari variasi temperatur udara luar pada plane 1,75 m di atas lantai seperti gambar berikut.
Gambar 6. CFD Past dengan plane 1,75 m di atas lantai
12.
Terakhir dilakukan analisa dan penarikan kesimpulan dari semua
proses simulasi yang sudah dilakukan dan penelitian selesai.
3. Hasil dan Pembahasan
Tabel 4 Hasil validasi massflow pada penelitian Abdullah (2016).
air inlet (m/s) mass flow (kg/s)
0.5 0
1 0
Tabel 5 Hasil validasi massflow outlet pada dinding gedung. air inlet (m/s) mass flow (kg/s)
0.5 3.58882 1 7.18542 1.5 10.8777 2 14.402 2.5 17.9806 3 21.5882 4 28.8437 5 36.115
Tabel 6 Hasil validasi massflow outlet pada ventilasi gedung. air inlet (m/s) mass flow (kg/s)
0.5 3.3255 1 6.71145 1.5 10.1682 2 13.4159 2.5 16.6975 3 20.015 4 26.6399 5 33.3048 1.5 0 2 6.7 2.5 11.8 3 17.1 4 26.2 5 34.6
9
Gambar 7.Grafik validasi penelitian abdullah dengan simulasi model outlet dinding dan outlet ventilasi.
Berdasarkan gambar 7 dapat diketahui bahwa, massflow yang paling mendekati dengan penelitian Abdullah (2016) adalah metode outlet pada ventilasi.
3.1 Studi efek variasi kecepatan terhadap performa pendinginan
Tabel 7 Data temperatur tehadap variasi kecepatan pada titik 5 m di atas lantai.
Gambar 8 Grafik hubungan temperatur terhadap variasi kecepatan pada titik 5 m di atas lantai
0 5 10 15 20 0,5 1,5 2,5 3,5 4,5 5,5 Temper at ur ( °C) pa da ti ti k 5 m d ar i da sar Variasi kecepatan (m/s) Temperatur pada titik 5 m di atas lantai (°C) Variasi kecepatan Temperatur (m/s) (°C) 0.5 15.077 1.5 14.385 2.5 14.967 3.5 13.548 4.5 13.054 5.5 16.086
10
Sebagaimana gambar 8 setelah dilakukan pengujian variasi kecepatan didapatkan hasil temperatur pada ketinggian 5 m di atas lantai yaitu pada kecepatan 0,5 m/s sebesar 15,077°C; pada kecepatan 1,5 m/s sebesar 14,385°C; pada kecepatan 2,5 m/s sebesar 14,967°C; pada kecepatan 3,5 m/s sebesar 13,548°C; pada kecepatan 4,5 m/s sebesar 13,054°C; dan pada kecepatan 5,5 m/s sebesar 16,086°C.
3.2
Studi efek variasi RH ( Relative Humidity ) terhadap performa
pendinginan
Tabel 8 Hasil temperatur dan RH persen pada titik 5 m di atas lantai dari variasi RH pada inlet
Variasi RH (%) pada
inlet Temperatur(°C) RH persen (%) 5 13.565 84.1093 10 14.128 84.7655 15 14.595 85.2701 25 15.209 87.3382
Gambar 9 Grafik hubungan antara temperatur dengan variasi RH (%) pada inlet 12 13 14 15 16 5 10 15 25 Te mpera tur ( °C ) pa da ti ti k 5 m d ar i da sar
Variasi RH (%) pada inlet
Temperatur(°C) pada titik 5 m di atas lantai
Gambar 10 Grafik hubungan antara variasi RH (%) pada inlet dan RH persen (%) pada titik 5 m di atas lantai
Berdasarkan hasil analisa tersebut, didapatkan penurunan temperatur dan RH persen paling rendah pada tingkat RH 5% sebesar 13,565°C dan 84,1093%.
3.3
Studi efek variasi temperatur udara luar menurut pembagian
waktu terhadap performa pendinginan
Tabel 9 Kota dan variasi temperatur udara luar didapat data sebagai berikut :
Pembagian waktu Temperatur udara luar Jakarta 28.5 °C Denpasar 29 °C Jayapura 28.5 °C Mataram 27.5 °C Pontianak 29 °C Makasar 29 °C Manado 26 °C
Tabel 10 Kota dan variasi kelembaban udara luar didapat data sebagai berikut :
Kota Temperatur udara rata – rata Jakarta 85% Denpasar 85% 82 84 86 88 5 10 15 25 RH pe rs en ( %) pa da ti ti k 5 m da ri da sar
Variasi RH (%) pada inlet
RH persen (%) pada titik 5m I atas lantai
Jayapura 90% Mataram 80% Pontianak 90% Makasar 82.5% Manado 85%
Tabel 11 Hasil dari temperatur, RH persen, dan kecepatan pada titik 5 m di atas lantai di beberapa kota didapat data sebagai berikut.
Kecepatan rata - rata (m/s) Temperatur rata - rata (°C) RH persen (%) 0.560801 28.381 94.3379 0.471561 28.904 91.5215 0.548326 28.380 88.8142 0.549176 27.402 90.3575 0.561609 28.884 97.0154 0.671189 28.710 87.2878 0.576342 25.886 78.4836
Gambar 11. Grafik hasil temperatur pada titik 1,75 m di atas lantai variasi pembagian wilayah
24 25 26 27 28 29 30 Tem p e ratu r (° C) p ad a p lan e 5 m d i at as l an tai
Pembagian wilayah kota di Indonesia
Temperatur rata -rata (°C) pada plane 1,75 m di atas lantai
Gambar 12. Grafik hasil RH persen pada titik 1,75 m di atas lantai terhadap variasi pembagian wilayah
Gambar 13. Grafik hasil kecepatan rata – rata pada plane 1,75 m di atas lantai terhadap variasi pembagian wilayah
Berdasarkan grafik 4.5; 4.6 dan 4.7 sesuai dengan penelitian Frick (2007) maka kota dengan temperatur (25-35°C), RH persen (5-85%), dan kecepatan (0.1-1 m/s) yang memenuhi kriteria standar kenyamanan termal untuk tipe udara bergerak adalah Manado yaitu dengan temperatur sebesar 25.886°C; RH persen 78.4836% dan kecepatan 0.576342 m/s.
3.4 Diagram Psikometrik
Setelah dilakukan pengujian melalui diagram psikometrik, maka didapatkan hasil bahwa pendinginan yang digunakan merupakan pendinginan evaporative yang tidak ideal atau dapat dikatakan bukan merupakan proses adiabatik.
0 20 40 60 80 100 120 Jak ar ta De n p as ar Jay ap u ra Ma ta ra m Po n tia n ak Ma ka sa r Ma n ad o R H Pe rsen ( % ) p ad a p lan e 5 m d i at as l an tai
Pembagian wilayah kota di Indonesia
RH persen (%) pada plane 1,75 m di atas lantai 0 0,2 0,4 0,6 0,8 K e ce p atan ( m /s) p ada p lane 5m d i at as l an tai
Pembagian wilayah kota di Indonesia
Kecepatan rata -rata (m/s) pada plane 1,75 m diatas lantai
4
.
Penutup
4.1
Kesimpulan
1. Didapatkan hasil penurunan temperatur ruangan sebesar 16,083°C. 2. Dari hasil pengujian variasi kecepatan angin 0,5 m/s, 1,5 m/s, 2,5 m/s, 3,5 m/s, 4,5 m/s, 5,5 m/s, temperatur paling rendah yaitu pada kecepatan angin 4,5 m/s sebesar 13,054°C, kemudian dari hasil pengujian variasi kelembaban relatif (RH) 5%,10%,15%, dan 25%, didapatkan temperatur paling optimal pada tingkat RH 5% dengan temperatur terendah sebesar 13,565°C dan RH persen 84,1093%. 3. Sedangkan pada variasi temperatur udara luar yang diambil dari
temperatur rata-rata 7 kota , didapatkan kenyamanan termal untuk tipe udara bergerak adalah di kota manado dengan temperatur 25,886°C; RH persen 78,4836%; dan kecepatan 0,576342 m/s.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah (2016) 'Studi Parameter Model Penangkap Angin Pada Sistem Tower Pendinginan Evaporasi Menggunakan CFD Untuk Mendapatkan Laju Optimal Udara’ Fakultas Teknik UMS, Surakarta.
Cook, M. J. et al. (2000) ‘Passive downdraught evaporative cooling’, Indoor Built Environment, pp. 325-334.
Frick, Heinz, Ardiyanto, A. dan Darmawan, A. (2007). Ilmu Fisika Bangunan: Pengantar Pemahaman Cahaya, Kalor, Kelembaban, Iklim, Gempa Bumi, Bunyi dan Kebakaran, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
H. Montazeri (2011),Experimental and Numerical Study on Natural
Ventilation Performance of Various Multi-Opening Wind Catcher.Journal of Building and Environment,2011,370-378. Hughes, B. R. and Mak, C. M (2011) ‘A study of wind and buoyancy
driven flows through commercial windtowers’, Energy and Buildings, (43), pp. 1784-1791.
O. Saadatian, L.C.Haw, K. Sopian, M.Y. Sulaiman, Review of Wind Catcher Technologies. Journal of Renewable and Sustainable Energy Reviews. 16, 2012, 1477-1495.
Sarjito (2012) ’An Optimization Of Wind Catcher Geometry In A Passive
Downdraught Cooling Tower Using CFD’ Mechanical Engineering Department,Faculty of Science Engineering and Computing Kingston University, London.
Stoecker, W.F. & Jerold, W.J. (1992). Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, alih bahasa Supratman Hara. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.