• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Al-Qur’an sebagai firman Allah dan al-hadits merupkan sumber dan ajaran jiwa yang bersifat universal.1 Syari’at Islam yang terkandung dalam al-Qur’an telah mengajarkan pada manusia tentang tata hidup yang baik dalam segala sektor kehidupan, baik dalam bidang sosial, ekonomi, budaya maupun hukum. Namun demikian ini masih bersifat global sehingga memerlukan pemikiran dan penelaahan lebih lanjut guna memahami kandungan al-Qur’an.

Pada saat Rasulullah Saw masih hidup, otoritas pengambilan hukum terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau.2 Setelah wafatnya Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari pemecahan masalah-masalah baru yang muncul, hal ini didasarkan adanya keharusan penyelesaian masalah tanpa meninggalkan prinsip-prinsip syari’at Islam. Upaya tersebut telah dilakukan pada masa sahabat, tabi’in dan dilanjutkan generasi setelahnya hingga sekarang.

Sekarang ini, permasalahan yang muncul pada masyarakat semakin komplek seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Sehingga tuntutan terhadap upaya ijtihad dalam upaya

1

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usul Fiqh, (terj.) Moh Zuhri, Ahmad Qorib, Semarang : PT. Dina Utama, 1994, hlm. 01

2

TM. Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Hukum Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1971, hlm. 21

(2)

mencari solusi dari segala permasalahan tanpa meninggalkan ajaran-ajaran Islam.

Manusia sebagai mahluk Allah mempunyai fungsi sebagai khalifah di atas bumi. Manusia diwajibkan untuk tunduk dan patuh terhadap Sang Pencipta dengan segala konsekuensinya, serta senantiasa harus memelihara lingkungan sekitar demi kelangsungan generasi berikutnya.

Dengan demikian dia membutuhkan sarana dan prasarana untuk dapat membentuk generasinya, dan Islam telah memberikan tawaran tentang hal itu dengan disyariatkannya nikah.

Dalam ikatan perkawinan sebagai salah bentuk perjanjian (suci) antara seorang pria dengan seorang wanita, yang mempunyai segi-segi perdata, berlaku beberapa asas diantaranya adalah : kesukarelaan, persetujuan kedua belah pihak, kebebasan memilih, kemitraan suami isteri, untuk selama-lamanya.3

Pada dasarnya semua berharap agar pernikahan yang ditempuh senantiasa hidup sehingga apa yang di cita-citakan dapat terlaksana yaitu adanya hubungan harmonis dan didasari rasa kasih mengasihi antara kedua belah pihak yaitu suami isteri.

Akan tetapi permasalahan akan menjadi lain ketika terjadi masalah yang tidak terduga oleh suami isteri, yaitu bahwa ketentuan Allah tidak bisa ditolak dan dielakkan lagi. Allah telah menegaskan bahwa hidup, mati dan rizki adalah rahasia Allah. Dan dalam hidup berkeluarga juga tidak bisa

3

Prof. Mohammad Daudali, S.H, hukum islam pengantar ilmu hukum dan tata hukum di indonesia, Ed. 6, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005, Hlm,139.

(3)

lepas dari ketiga hal tersebut di atas. Dan dalam hal ini penulis mencontohkan kematian, yang oleh siapapun tidak bisa diajukan dan diundur. Dan dari kematian ini akan berakibat hukum baru bagi isteri yang ditinggal mati suaminya, yaitu isteri harus melalui sebuah proses yang bernama iddah (masa tunggu).

Dalam konteks inilah penulis mencoba mengkaji salah satu permasalahan yang perlu kiranya untuk dikaji lebih mendalam yaitu mengenai Iddah bagi wanita yang ditinggal mati suaminya keluar rumah kaitannya melaksanakan kewajiban untuk mencari nafkah. Dalam hal ini penulis mengkaji dan menganalisa pendapat Muhammad Khatib asy Syarbini tentang tidak diperbolehkannya wanita yang dalam masa iddah kematian keluar rumah dengan alasan apapun, selama meninggalnya suami si wanita berada di rumah atau tidak keluar rumah.

Sebagian ulama berpendapat tentang permasalahan tersebut bahwa wanita Iddah itu diharamkan untuk keluar rumah, begitu juga MUI berpendapat bahwa wanita Iddah diwajibkan melaksanakan Iddahnya sampai waktu yang telah ditentukan, akan tetapi menjadi suatu permasalahan apabila si wanita yang ditinggal mati oleh suaminya dengan meninggalkan anak, dan tidak memiliki harta peninggalan atau untuk kebutuhan istri dan anak sehari-harinya, lalu siapa yang mencari atau istilahnya mencari nafkah bagi anak-anak dan si wanita yang ditinggal mati oleh suaminya. Dalam hal ini menurut kenyataan penggantinya tidak lain adalah orang tua yang masih hidup atau si wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, dan bagi si wanita tersebut hal itu

(4)

merupakan sebuah tanggung jawab cukup besar sebagai pengganti suaminya yang meninggal yaitu mencarikan nafkah (makan) untuk anak-anaknya dan tentunya ini memaksa si wanita keluar rumah. Permasalahan ini satu sisi dia punya kewajiban yang harus dilaksanakan, dan sisi lain juga merupakan kewajiban yang tidak bisa ditinggal.

Menengok salah satu hadits Rasulullah Saw tentang kewajiban orang tua terhadap anaknya, diantaranya pemenuhan akan kebutuhan makan terhadap anak. Hal ini merupakan suatu kebutuhan pokok yang mana tidak bisa ditinggal dan merupakan kewajiban yang harus terpenuhi oleh orang tua terhadap para anak-anaknya.

ﺪﻟﻮﻟﺍ ﻖﺣ

ﺔﻌﺑﺭﺃ ِﺪﻟﺍﻮﻟﺍ ﻰﻠﻋ

:

ﻪﲰﺇ ﻦﺴﳛ ﻥﺃ

,

ﻪﺑﺩﺆﻳﻭ

,

ﻪﻤﻌﻄﻳﻭ

,

ﻙﺭﺩﺃ ﺍﺫﺇ ﻪﺟﻭﺰﻳﻭ

)

ﻱﺫﻮﻣﺮﺘﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ

(

4

Artinya : "Kewajiban orang tua terhadap anak itu ada empat : Pertama Memberi nama yang baik kepada anak, kedua mengajarkan tentang adab yang baik atau memberi pendidikan yang baik kepada anak, ketiga memberi makan yang baik kepada anak, keempat menikahkan anak ketika sudah ada jodoh".

Dari hadits tersebut bahwa memberi makan atau mencari nafkah untuk anak-anaknya dan dirinya adalah kewajiban atau fardlu a’in bagi orang tua terhadap anak-anaknya yang tidak boleh ditinggal demi berlangsungnya kehidupan keluarga.

Dalam hal ini bagi wanita yang ditinggal suaminya yang masih dalam Iddah yaitu masa tenggang waktu untuk tidak melaksanakan pernikahan bagi

4

Imam Turmudzi, Al Jami’ al-Shohih, Juz II Toha Putra : Semarang, t. th., hlm. 268

(5)

wanita yang di talak atau yang ditinggal mati suaminya sampai dengan waktu yang telah ditentukan syara’5. Maka disinilah muncul persoalan yang berkaitan dengan mencari nafkah bagi wanita Iddah. Apakah ia harus tetap mencari nafkah bagi anak dan dirinya untuk menyambung kehidupan mereka ataukah tidak diperbolehkannya keluar rumah dalam mencari nafkah sampai bagi wanita tersebut untuk melaksanakan Iddah.

Dari permasalahan diatas memerlukan jawaban sehingga memberikan keyakinan bagi wanita Iddah mati yang akan keluar rumah baik dalam arti mencari nafkah bagi anak-anaknya dan dirinya, maupun dalam hal kewajiban yang lain. Pada dasarnya wanita tersebut dilarang, tetapi karena beberapa hal mungkinkah diperbolehkannya untuk keluar rumah. Apabila dikaitkan dengan keadaan atau zaman sekarang masihkah hal itu relevan.

B. Pokok Permasalahan

Berdasarkan pada uraian di atas, maka pokok permasalahan yang akan di angkat dalam sekripsi ini adalah:

1. Bagaimana pendapat menurut Muhammad Khotib Asy Syarbini tentang wanita Iddah mati keluar rumah dalam kitab Mughni Al Muhtaj.

2. Bagaimana metode istinbath hukum Muhammad Khotib Asy Syabinri tentang tidak dan diperbolehkannya wanita Iddah keluar rumah.

5

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah, (terj.) Mutholib, Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1990, hlm. 150

(6)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pendapat Muhammad Khatib asy-Syarbini tentang wanita Iddah mati yang keluar rumah.

2. Untuk mengetahui istinbath hukum yang dikemukakan oleh Muhammad Khatib asy-Syarbini dalam kitab Mughni al-Muhtaj tentang wanita Iddah mati yang keluar rumah dalam menjalankan ibadah misalnya kaitannya dalam mencari nafkah.

D. Telaah Pustaka

Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa upaya-upaya untuk memahami al-Qur’an dan hadits dari berbagai perspektif dan pendekatan adalah sebagai upaya untuk memperkaya khazanah intelektual Islam.

Dalam membahas pendapat Muhammad Khatib asy-Syarbini tersebut, yaitu larangan bagi wanita Iddah kematian keluar rumah, penulis menggunakan literatur-literatur kitab fiqh yang menerangkan masalah iddah serta ketentuan-ketentuannya menurut Muhammad Khatib asy-Syarbini. Seperti dalam kitab Mughni al-Muhtaj didalamnya membahas sedikit tentang banyak hal mengenai ibadah termasuk boleh tidaknya melakukan ibadah khususnya kewajiban dan larangan bagi wanita Iddah, dalam kitabnya dalam bab iddah diterangkan berbagai ketentuan yang harus dilakukan oleh seorang yang menjalani iddah, dikatakan jika istri keluar rumah dan suami belum meninggal dan mendapat izin untuk bepergian dalam arti meniadakan kedzaliman (pergi haji, umroh dan berdagang) disebutkan bahwa si istri boleh

(7)

memilih kembali ke rumah atau meneruskan perjalanannya dalam arti bahwa antara kepergian dan meninggalnya suami dahulu perginya sebab ada kekhawatiran tentang sempitnya waktu atau ketinggalan waktu, disebutkan pula jika sang suami meninggal terlebih dahulu sebelum istri keluar rumah maka tidak boleh keluar.6 Dari sini penulis akan menganalisis pendapat Muhammad Khatib asy-Syarbini tentang wanita Iddah mati keluar rumah yaitu boleh dan tidaknya keluar rumah.7 Adapun telaah buku yang penulis gunakan tentunya Kitab atau buku dari karangan Muhammad Khatib asy- Syarbini, dan ini merupakan buku primer atau buku pedoman bagi penulis dalam penelitian.

Sedangkan untuk membandingkan dan menganalisa pendapat Muhammad Khatib asy-Syarbini tentang larangan keluar rumah bagi wanita yang dalam masa iddah kematian penulis menggunakan buku-buku atau bacaan yang ada kaitannya dengan permasalahan tersebut, yang mana penulis mengutip pendapat-pendapat ulama’ lain seperti yang termaktub dalam kitab fiqh dan tafsir, seperti :

Fiqh Sunnah, Juz II, oleh Sayyid Sabiq, dijelaskan lebih banyak tentang hak dan kewajiban yang harus dijalankan oleh seorang wanita yang menjalani iddah, serta perbedaan-perbedaan pendapat tentang ketentuan tersebut oleh para ulama’.

6

Muhammad Khatib asy-Syarbi, Mughni al-Muhtaj, Bairut Cairo : t.th, hlm. 404-405

7

(8)

Tafsir as-Shabuni, dalam kitab ini memuat perbedaan-perbedaan penafsiran terhadap ayat-ayat iddah tentang hak dan kewajiban yang harus dijalankan wanita yang beriddah.

Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd oleh memberikan penjelasan tentang hukum dan macam-macam Iddah baik karena cerai maupun karena mati.8 Serta dalam buku Hukum-Hukum Fiqh Islam Tinjauan Antar Madzab, karya TM Hasbi ash-Shiddiqie menjelaskan mengenai wanita yang suaminya meninggal dunia sewaktu menuju Mekkah guna menyelesaikan amalan atau ibadah haji.9

Kemudian buku Risalah Nikah oleh H. S. A. Al-Hamdani buku ini membahas tentang permasalahan-permasalahan nikah termasuk tentang Iddah.10 Juga karya A. Rahman I. Doi dalam bukunya Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari’ah), buku ini ada juga bab yang membahas tentang hukum dan macam-macam masalah Iddah.11

Dalam telaah pustaka ini perlu dijelaskan bahwa sepanjang pengetahuan penulis di Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo memang ada yang membahas tentang wanita Iddah, namun dengan fokus materi yang berbeda, diantaranya :

8

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid (terj.),op. cit., hlm. 532

9

TM. Hasbi ash-Shiddiqie, Hukum-Hukum Fiqh Islam Tinjauan Antar Madzab,

Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm. 292

10

H. S. A. Al-Hamdani, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), Jakarta : Pustaka Amani, 2002, hlm. 299-311

11

A. Rahman I. Doi , Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari’ah), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 256-266

(9)

1. Aflakhatul Amiroh, NIM : 2197047, “Kebolehan Wanita Melaksanakan Haji Pada Masa Iddah Mati (Studi Analisis Terhadap Keputusan Muktamar NU XXX di Kediri Tahun 1999)”.

Dalam skripsi ini penulis menemukan bahwa skripsi ini membahas tentang wanita yang ditinggal mati suaminya sedangkan isteri dalam keadaan sedang atau akan melaksanakan ibadah haji. Di mana di sini menjelaskan wanita yang dalam keadaan seperti itu boleh untuk melaksanakan haji atau meneruskan hajinya sampai selesai. Perbedaan dengan skripsi yang penulis bahas ini adalah bahwa penulis menjelaskan tentang pendapat Khatib Asy-Syarbini tentang keluarnya wanita dalam masa iddah untuk memenuhi kebutuhan (hajat) hidupnya.

2. Juga Skripsi saudara Abdul Aziz, NIM : 2197091, yang berjudul “Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’i Tentang Wanita Iddah Kaitannya Dengan Wanita Karier”, yang membahas tentang pendapat Imam Syafi’i tentang ihdad bagi wanita yang sedang beriddah yang mana isteri tersebut adalah wanita karier yang dituntut untuk berpenampilan menarik, dituntut untuk berhubungan dengan orang lain atau keluar rumah dan lain sebagainya.

Dengan demikian fokus pembahasan dalam skripsi yang penulis susun ini merupakan karya yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, sehingga masih penting tema ini diangkat dalam tema karya ilmiah.

(10)

E. Metode Penelitian

Agar skripsi ini memenuhi persyaratan karya ilmiah yang bermutu dan mengarah pada obyek kajian serta sesuai dengan penulisan skripsi ini maka penulis menggunakan beberapa metode :

1. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research)12, yang dilakukan dengan mengkaji sumber-sumber kepustakaan, khususnya mengenai boleh dan tidaknya wanita yang keluar rumah dalam menjalankan kewajibannya yaitu mencari nafkah bagi anak-anaknya pada masa Iddah mati.

Oleh karena itu, dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode dokumenter13, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa tulisan-tulisan, buku, artikel-artikel yang relevan dengan tema yang diteliti.

2. Sumber Data

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang penulis gunakan adalah kitab Mughni al-Muhtaj oleh Muhammad Khatib asy-Syarbini, sedangkan data sekundernya penulis menggunakan buku-buku pendukung yang ada pembahasannya tentang wanita Iddah, serta buku-buku yang relevan dengan tema penulisan skripsi.

12

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta : Andi Offset, Cet. XXVIII, 1995, hlm. 09

13

Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian ; Suatu Pendekatan Praktek,

(11)

3. Metode Analisis Data

a. Metode Deskriptif Analisis

Metode ini merupakan pembahasan dengan memaparkan data-data yang diperoleh dari pustaka tentang gambaran umum wanita Iddah keluar rumah kemudian data-data yang diperoleh akan dianalisis dengan metode analisis.

b. Metode Komparatif

Yaitu metode penganalisaan yang dilakukan dengan cara membandingkan data-data yang kemudian ditentukan kesimpulan yang valid. Analisis ini mengeksplorasi permasalahan yang masih menjadi perselisihan diantara ulama’, selanjutnya penulis mencoba melakukan pemilihan pendapat yang baik atau mengkompromikannya.

F. Sistematika Penulisan

Untuk dapat memberikan gambaran secara luas dan memudahkan pembaca dalam memahami gambaran secara menyeluruh dari penelitian, maka peneliti memberikan penjelasan secara garis besar.

Dalam penyusunan skripsi ini, agar dapat mengarah pada sasaran yang diharapkan, maka peneliti membaginya menjadi lima bab, dimana antara bab yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan, yang tidak dapat dipisahkan untuk mendapatkan suatu pemahaman yang utuh dan benar.

Adapun kelima bab secara sederhana dapat peneliti sajikan sebagai berikut :

(12)

BAB I : Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan umum tentang wanita Iddah kaitannya dengan mencari nafkah untuk anak-anaknya, yang meliputi pengertian dan hukum wanita Iddah, syarat dan macam wanita Iddah serta pendapat Ulama’ tentang wanita Iddah.

BAB III : Pendapat Muhammad Khatib asy-Syarbini tentang wanita Iddah keluar rumah meliputi Biografi Muhammad Khatib asy-Syarbini, pendapat tentang wanita iddah keluar rumah, dan istinbath hukum yang digunakan Muhammad Khatib asy-Syarbini tentang larangan wanita Iddah keluar rumah.

BAB IV : Analisis Muhammad Khatib asy-Syarbini tentang wanita Iddah keluar rumah, dan analisis terhadap istinbath hukum yang kaitannya dengan wanita Iddah keluar rumah.

BAB V : Penutup, dalam bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan, saran-saran dan penutup.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-11/PB/2016 tanggal 5 Februari 2016 tentang Batas Maksimum Pencairan Dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Penerimaan

Produktivitas merupakan hasil dari efisiensi pengelolaan masukan dan efektivitas pencapaian sasaran yang berhubungan upah tenaga kerja, pengalaman, curahan waktu kerja untuk

Berkaitan dengan pentingnya penelitian ini, yang dikombinasikan dengan semua temuan, diskusi dan kesimpulan, beberapa saran dapat ditarik, yaitu: penelitian ini disarankan

Kelebihan berat badan atau yang biasa dikenal dengan istilah overweight berarti berat badan yang melebihi berat badan ideal, sedangkan obesitas yang berasal dari bahasa

Berdasarkan hasil wawancara secara mendalam dan berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap semua kegiatan Polyglot Indonesia chapter Bandung, pola

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab rendahnya partisipasi peserta terhadap kegiatan PROLANIS, untuk mencapai tujuan tersebut, maka disusunlah kerangka

Denominator Jumlah total pasien rawat inap yang diamati dalam satu bulan Sumber Data Hasil pengamatan. Standar <

Sebagai produk pembelajaran, peserta didik kemudian diminta untuk menyebutkan peranan tanah bagi keberlangsungan kehidupan yang telah dipelajari dengan berbagai cara (Guru