• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PROYEK

2.1.1. Pengertian Umum

Proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk atau deliverable yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas. (Soeharto, I., 1999).

Menurut Soeharto. I. (1999) bahwa ciri pokok sebuah proyek adalah sebagai berikut:

 Bertujuan menghasilkan lingkup (scope) tertentu berupa produk akhir atau hasil kerja akhir.

 Dalam proses mewujudkan lingkup di atas, ditentukan jumlah biaya, jadwal serta kriteria mutu.

 Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas.

 Nonrutin, tidak berulang-ulang. Macam dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung.

Sedangkan menurut Ervianto, W. I., (2002) bahwa proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek, dimana dalam rangkaian tersebut ada suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan.

(2)

Sebuah proyek merupakan suatu usaha atau aktivitas yang kompleks, mempunyai objektif yang spesifik yang harus diselesaikan, terdefinisi dengan jelas waktu awal dan akhirnya, mempunyai batas dana, menggunakan sumber daya (manusia, uang, peralatan, dan sebagainya), serta multifungsional dimana anggota proyek bisa berasal dari departemen yang berbeda. Sebuah proyek juga dapat diartikan sebagai upaya atau aktivitas yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan, sasaran dan harapan-harapan penting dengan menggunakan anggaran dana serta sumber daya yang tersedia yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.

2.1.2. Jenis - Jenis Proyek

Menurut Soeharto I., (1999) dari segi komponen kegiatan utama, proyek dapat dikelompokan menjadi :

a. Proyek Engineering-Konstruksi

Komponen kegiatan utama jenis proyek ini terdiri dari pengkajian kelayakan, desain engineering, pengadaan dan konstruksi.

b. Proyek Engineering-Manufaktur

Dimaksudkan untuk menghasilkan produk baru, meliputi pengembangan produk, manufaktur, perakitan, uji coba fungsi dan operasi produk yang dihasilkan.

c. Proyek Penelitian dan Pengembangan

Bertujuan untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam rangka menghasilkan produk tertentu.

(3)

d. Proyek Pelayanan Manajemen

Proyek pelayanan manajemen tidak memberikan hasil dalam bentuk fisik, tetapi laporan akhir, misalnya merancang sistem informasi informasi manajemen.

e. Proyek Kapital

Proyek kapital merupakan proyek yang berkaitan dengan penggunaan dana capital untuk investasi.

f. Proyek Radio-Telekomunikasi

Bertujuan untuk membangun jaringan telekomunikasi yang dapat menjangkau area yang luas dengan biaya minimal.

g. Proyek Konservasi Bio-Diversity

Proyek konservasi bio-diversity merupakan proyek yang berkaitan dengan usaha pelestarian lingkungan.

Sedangkan proyek konstruksi sendiri dibedakan lagi atas dua jenis kelompok bangunan yaitu:

1. Proyek konstruksi gedung seperti rumah tempat tinggal, villa, pabrik, hotel dan sebagainya.

2. Proyek bangunan sipil seperti jembatan, bendungan dan infrastruktur lainnya.

(4)

2.2. MANAJEMEN PROYEK

Manajemen proyek adalah kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengendalikan sumber daya organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu dalam waktu tertentu dengan sumber daya tertentu. Manajemen proyek mempergunakan personil perusahaan untuk ditempatkan pada tugas tertentu dalam proyek (Santosa, B., 2009).

Manajemen proyek sangat menentukan keberhasilan pekerjaan suatu proyek. Salah satu masalah yang biasa dihadapi di proyek adalah masalah keterlambatan pekerjaan. Keterlambatan suatu proyek dapat disebabkan karena alasan-alasan tertentu, seperti masalah ketersediaan tenaga kerja, masalah cuaca dan masalah lain sehingga diperlukan manajemen yang baik untuk mengatasi keterlambatan tersebut.

Menurut Soeharto, I. (1995) adapun tujuan dari proses manajemen tersebut adalah:

 Agar semua rangkaian kegiatan tepat waktu, dalam hal ini tidak terjadi keterlambatan penyelesaian suatu proyek.

 Biaya sesuai dengan kontrak maksudnya agar tidak ada biaya tambahan sesuai dari perencanaan yang telah ditentukan.

 Kualitas sesuai dengan isi kontrak.  Proses kegiatan sesuai persyaratan

(5)

2.2.1. Unsur-unsur Manajemen Proyek

Menurut Husen, A. (2009) adapun kegiatan yang meliputi dari unsur-unsur kegiatan manajemen adalah:

1. Perencanaan (Planning)

Pada kegiatan ini dilakukan antisipasi tugas dan kondisi yang ada dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang harus dicapai serta menentukan kebijakan pelaksanaan, program yang akan dilakukan, jadwal waktu pelaksanaan, prosedur pelaksanaan secara administratif dan operasional serta alokasi anggaran biaya dan sumber daya.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Pada kegiatan ini dilakukan identifikasi dan pengelompokan jenis-jenis pekerjaan, menentukan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab personel serta meletakkan dasar bagi hubungan masing-masing unsur organisasi. Untuk menggerakan organisasi, pimpinan harus mampu mengarahkan organisasi dan menjalin komunikasi antar pribadi dalam hierarki organisasi. Semua ini dibangkitkan melalui tanggung jawab dan partisipasi semua pihak. Struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan proyek dan kerangka penjabaran tugas personel penanggung jawab yang jelas, serta kemampuan personel yang sesuai keahliannya, akan diperoleh hasil yang positif bagi organisasi.

3. Pelaksanaan (Aktualling)

Kegiatan ini adalah implementasi dari perencanaan yang telah ditetapkan, dengan melakukan tahap pekerjaan yang sesungguhnya secara fisik atau

(6)

telah ditetapkan. Karena kondisi perencanaan sifatnya masih ramalan dan subjektif serta masih perlu penyempurnaan. Dalam tahapan ini sering terjadi perubahan-perubahan dari rencana yang telah ditetapkan.

4. Pengendalian (Controlling)

Kegiatan ini untuk memastikan program dan aturan kerja yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan penyimpanan paling minimal dan hasil paling memuaskan

2.2.2. Aspek-aspek Manajemen Waktu

Dasar yang dipakai pada sistem manajemen waktu yaitu perencanaan operasional dan penjadwalan yang selaras dengan durasi proyek yang sudah ditetapkan. Dalam hal ini penjadwalan digunakan untuk mengontrol aktivitas proyek setiap harinya. Adapun aspek-aspek manajemen waktu yaitu menentukan penjadwalan proyek, mengukur dan membuat laporan kemajuan proyek, membandingkan penjadwalan dengan kemajuan proyek sebenarnya di lapangan, menentukan akibat yang ditimbulkan oleh perbandingan jadwal dengan kemajuan di lapangan pada akhir penyelesaian proyek, merencanakan penanganan untuk mengatasi akibat tersebut, yang terakhir memperbaharui kembali penjadwalan proyek (Clough and Sears, 1991).

(7)

Gambar 2.1. Sistem Manajemen Waktu (Sumber : Clough and Sears, 1991)

2.2.3. Perencanaan dan Penjadwalan Proyek

Perencanaan adalah suatu tahapan dalam manajemen proyek yang mencoba meletakkan dasar tujuan dan sasaran sekaligus menyiapkan segala program teknis dan administrative minimal serta hasil akhir maksimal.

Adapun tujuan perencanaan ini adalah melakukan usaha untuk memenuhi persyaratan spesifikasi proyek yang ditentukan dalam batasan biaya, mutu, dan waktu ditambah dengan terjaminnya faktor keselamatan.

Penjadwalan merupakan tahap awal yang sangat penting dalam memulai suatu pekerjaan. Penjadwalan proyek merupakan salah satu elemen hasil perencanaan yang dapat memberikan informasi tentang jadwal rencana dan

Menentukan penjadwalan

Mengukur dan membuat laporan kemajuan

Membandingkan kemajuan di lapangan dengan penjadwalan

Menentukan akibat yang ditimbulkan pada akhir penyelesaian

Merencanakan penanganan untuk mengatasi akibat

(8)

peralatan, dan material serta rencana durasi proyek dan progress waktu untuk penyelesaian proyek (Husen, A., 2009).

Dengan adanya penjadwalan ini kita bisa mengetahui kapan kegiatan-kegiatan akan dimulai, ditunda, dan diselesaikan, sehingga pengendalian sumber-sumber daya akan disesuaikan waktunya menurut kebutuhan yang ditentukan.

Agar suatu proyek dapat berjalan dengan lancar serta efektif, maka diperlukan pengaturan waktu atau penjadwalan dari kegiatan-kegiatan yang terlibat didalamnya. Sehubungan dengan itu, maka pihak pelaksana dari suatu proyek biasanya membuat suatu jadwal kegiatan (time schedule).

Jadwal kegiatan adalah urutan-urutan kerja, yang berisi antara lain :  Jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan.

 Waktu dimana suatu pekerjaan dimulai dan diakhiri.  Urutan dari pekerjaan

Dengan adanya jadwal waktu ini, pemimpin proyek dapat mengetahui dengan jelas rencana kerja yang akan dilaksanakan, sehingga kelangsungan atau kontinuitas proyek dapat dipelihara. Hal ini memudahkan pimpinan proyek untuk mengkoordinasi unit-unit pekerjaan sehingga diperoleh efisiensi kerja yang tinggi (Soeharto, I., 1999).

Adapun tujuan penjadwalan adalah sebagai berikut :  Mempermudah perumusan masalah proyek.

 Menentukan metode atau cara yang sesuai.  Kelancaran kegiatan lebih terorganisir.  Mendapatkan hasil yang optimum.

(9)

 Menentukan durasi total yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek.  Menentukan waktu pelaksanaan dari masing-masing kegiatan.

 Menentukan kegiatan-kegiatan yang tidak boleh terlambat atau tertunda pelaksanaannya dan menentukan jalur kritis.

 Menentukan kemajuan pelaksanaan proyek.  Sebagai dasar perhitungan cash flow proyek.

 Sebagai dasar bagi penjadwalan sumber daya proyek, seperti tenaga kerja, material, dan peralatan.

 Sebagai alat pengendalian proyek.

Data yang diperlukan dalam penjadwalan proyek ini adalah :  Proyek konstruksi yang akan dilaksanakan.

 Metode pelaksanaan.

 Membuat list semua kegiatan yang sudah dilakukan untuk proyek tersebut, serta perkiraan waktu yang diperlukan.

 Urutan pelaksanaan kegiatan.

 Ketergantungan pelaksanaan antara kegiatan satu dan lainnya.

2.3. PRODUKTIVITAS

Produktivitas didefinisikan sebagai ratio antara output dengan input, atau ratio antara hasil produksi dengan total sumber daya yang digunakan. Dalam proyek konstruksi ratio produktivitas adalah nilai yang diukur selama proses konstruksi. Sukses dan tidaknya proyek konstruksi tergantung dari efektifitas penggunaan sumberdaya. Produktivitas kerja adalah salah satu sasaran penting

(10)

dari perusahaan apapun. Dengan produktivitas kerja yang tinggi dan ongkos produksi yang bisa ditekan, maka laba perusahaan dapat ditingkatkan.

Produktivitas tenaga kerja merupakan kemampuan seorang tenaga kerja untuk mengelola efisiensi input (material, mesin, metode dan informasi) yang ditransformasikan untuk menghasilkan efektivitas output berdasarkan standar yang telah ditentukan. Produktivitas merupakan hasil dari efisiensi pengelolaan masukan dan efektivitas pencapaian sasaran yang berhubungan upah tenaga kerja, pengalaman, curahan waktu kerja untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik dengan yang telah ditetapkan hingga tujuan yang ingin dicapai dapat diperoleh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dibagi menjadi dua yaitu faktor internal yang berhubungan dengan pekerjaannya sendiri dan faktor eksternal yang berhubungan dengan pihak di luar tenaga kerja (Cornelia, 2003). a. Faktor-faktor Internal

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi produktivitas terdiri dari 4 yaitu:

1. Keterampilan dan Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja pengawas dan pekerja dapat menyebabkan terjadinnya keterlambatan proyek, karena durasi kerja yang direncanakan dapat berjalan dengan baik apabila pekerja itu mengerti apa yang harus dikerjakan dan pengawas juga mengetahui bagaimana urutan kerja untuk menghasilkan hasil yang optimal. Pengalaman dan keterampilan akan semakin bertambah jika seseorang melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang, sehingga waktu penyelesaian yang dibutuhkan semakin sedikit dan produktivitas dalam melaksanakan tugas akan meningkat.

(11)

2. Pendidikan

Para pekerja biasanya berasal dari berbagai macam latar belakang pekerjaan, daerah dan pendidikan yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Kurangnya pendidikan menyebabkan kesulitan berkomunikasi karena kurang mengerti maksud dan tujuan dari instruksi yang disampaikan yang berakibat pada waktu kerja yang lebih besar namun hasil kerja yang kurang optimal pada produk yang dihasilkan. 3. Efektifitas Jam Kerja

Efektifitas adalah mengerjakan hal-hal yang benar, menghasilkan alternative-alternatif yang kreatif, mengoptimalkan penempatan sumber daya untuk memperoleh hasil, memperoleh keuntungan. Dalam usaha untuk memperoleh jam kerja yang efektif, perlu diterapkan satu kedisiplinan pola kerja. Pengawas lapangan harus benar-benar dapat mendisiplinkan seluruh tenaga kerja di lapangan sehingga kehilangan waktu produktif dapat dicegah. Waktu produktif ini berkurang karena waktu istirahat yang berlebihan, pekerjaan terlambat dimulai, terlalu awal untuk mengakhiri pada suatu pekerjaan.

4. Usia Pekerja

Usia pekerja ini menyangkut hasil kerja. Hal ini terjadi karena tenaga yang berusia lebih muda tentunya lebih besar daripada yang sudah berumur namun pengalaman kerja mereka mungkin masih lebih sedikit dibandingkan dengan yang lebih tua. Dalam konstruksi, usia juga menentukan dimana dia bisa bergabung untuk bekerja, misalkan pada

(12)

bagian bangunan baja lebih diperlukan pekerja yang masih muda karena pekerjaan ini membutuhkan tenaga yang lebih besar.

b. Faktor-faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi produktivitas adalah terdiri dari 4 yaitu:

1. Cuaca

Pada musim hujan kegiatan konstruksi dapat terhenti terutama untuk pekerjaan pondasi dan pekerjaan bagian proyek yang belum tertutup. Sedangkan hambatan pada musim kemarau adalah suhu udara pada dan menyebabkan pekerja menjadi cepat lelah yang menyebabkan produktivitas akan menurun.

2. Kurangnya Sumber Daya

Sumber daya hal ini adalah material, tenaga kerja, dan peralatan. Seperti contoh kurangnya material disebabkan oleh keterlambatan pengiriman material dari pemasok atau juga terjadi karena kesalahan estimasi persediaan material yang dimiliki. Kesalahan dalam pembuatan jadwal pemesanan material dapat mengganggu kesinambungan kerja dilapangan. Kurangnya sumber daya dapat mengganggu jadwal yang telah direncanakan.

3. Keserasian Hubungan Kerja

Keserasian hubungan kerja yang dimaksud adalah hubungan antara pekerja proyek konstruksi dan merupakan faktor penting yang sangat berperan dalam mencapai keberhasilan proyek. Dalam proyek konstruksi, iklim kerja harus dipelihara untuk memungkinkan setiap orang bekerja secara

(13)

maksimum. Dengan demikian kerja sama dapat berjalan dengan lancer. 4. Manajemen

Seperti yang telah diketahui bahwa pencapaian tingkat produktivitas, laju prestasi maupun kinerja operasi sangat dipengaruhi oleh mutu manajemennya sebagai motor penggerak dalam berproduksi.

Dalam suatu organisasi akan terdiri dari banyak orang yang mempunyai loyalitas dan tujuan yang berbeda-beda serta ada kemungkinan mereka tidak pernah bekerja sama sebelumnya. Untuk itu diperlukan suatu manajemen yang dapat menyatukan perbedaan dari orang-orang yang ada dalam kelompok agar mereka dapat bekerja sama selama jangka waktu yang disediakan.

2.4. ALAT PEMPROSES BETON

Beton merupakan campuran dari semen, agregat, dan air. Campuran semen dan air disebut dengan pasta. Agregat yang digunakan secara umum untuk membuat beton adalah agregat halus dan agregat kasar. Kadang-kadang pada campuran tersebut ditambahkan bahan aditif yang mempunyai fungsi khusus seperti plasticizer yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan, retarder yang berfungsi untuk memperlambat pengerasan atau setting, dan hardening accelerator untuk mempercepat penguatan beton. Setelah semua bahan beton tersebut menjadi satu maka campuran tersebut ditempatkan pada suatu cetakan untuk kemudian dibiarkan sampai mengeras. Campuran beton yang normal mengandung ¾ bagian agregat dan ¼ bagian pasta berdasarkan volume dengan rasio air-semen berkisar antara 0,4 - 0,7 berdasarkan berat.

(14)

Pekerjaan dalam pembuatan beton meliputi berikut ini : a. Pengukuran berat setiap komponen beton

b. Pencampuran bahan beton c. Pemindahan campuran beton d. Penempatan

e. Konsolidasi f. Pengeringan

Agar mencapai hasil yang baik campuran beton harus memenuhi beberapa kriteria seperti kemudahan untuk dicampur dan dipindahkan, seragam, tidak mengalami segregasi, dan memenuhi seluruh cetakan. (Rostiyanti, S. F., 2002).

Menurut Rostiyanti, S. F. (2002) dalam memproduksi beton secara massal, peralatan untuk membuat beton sangat diperlukan. Pengadaan alat untuk membuat beton dilakukan agar produktivitas dapat ditingkatkan sehingga hasil beton per jam menjadi lebih besar. Selain itu juga keseragaman hasil dapat dipertahankan. Peralatan yang biasanya dipakai dalam proses pembuatan beton sampai beton tersebut ditempatkan adalah sebagai berikut.

a. Peralatan pencampur beton (concrete batching and mixing) b. Peralatan pemindahan campuran beton

c. Peralatan pengecoran

2.4.1. Pencampuran Beton

Agregat pada batching plant diletakan pada staple material atau storage

(15)

material dipisahkan oleh dinding. Sedangkan storage bin merupakan bak-bak penampungan material dengan pintu pada bagian bawah.

Baik pada storage bin maupun pada staple material, agregat dipisah menjadi empat bagian, yaitu butir kasar (split), butir menengah, butir halus, dan pasir. Sedangkan semen diletakan pada suatu tabung yang disebut cement silo. Tabung ini tertutup rapat sehingga semen dalam keadaan tetap kering.

Pada saat pencampuran, agregat dikeluarkan dari pintu pada bagian bawah

storage bin. Sedangkan batching plant yang menggunakan staple material sebagai

pemisah agregat, agregat dipindahkan dengan menggunakan dragline. Agregat dari storage bin maupun dari staple material kemudian ditakar dengan menggunakan timbangan. Semen juga dikeluarkan dari silo dari pintu bagian bawah tabung dan ditakar. Penakaran ini bertujuan agar diperoleh proporsi setiap bahan sesuai dengan yang diinginkan guna mencapai kekuatan beton tertentu. Agregat dan semen yang telah ditakar kemudian dicampurkan dalam batcher atau dipindahkan ke dalam mixer untuk selanjutnya dicampur dengan air.

2.4.2. Pemindahan Beton

Ada bermacam-macam alat yang dapat digunakan untuk mengangkat beton menuju lokasi. Yang termasuk alat pengangkut beton adalah truck mixer, truck agitator, conveyor, pompa, dan crane yang dilengkapi dengan bucket.

Truck mixer selain mempunyai kemampuan untuk mengaduk beton juga mempunyai kelebihan karena dapat mengangkut beton hasil pengadukan ke lokasi yang diinginkan. Metode kerja alat ini adalah pertama dengan memasukkan

(16)

dalam drum yang terletak di atas truck. Air ditambahkan kemudian pada saat pengadukan akan dimulai.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengangkutan beton. Yang pertama adalah segregasi. Segregasi dapat terjadi pada saat pengangkutan beton plastis. Untuk menghindari segregasi maka tinggi jatuh beton pada saat dikeluarkan dari atau dimasukkan ke dalam drum mixer harus lebih kecil dari 1,5m, kecuali jika menggunakan pipa. Faktor lainnya yaitu jarak tempuh pengangkutan.

Pada saat beton tiba di proyek, beton tersebut dicor ke dalam cetakan. Untuk memudahkan pengecoran, salah satu caranya adalah dengan menggunakan pompa. Penggunaan pompa beton pada massa sekarang bukan merupakan barang baru. Pada awalnya pompa beton digunakan untuk menyalurkan beton ke dalam terowongan.

Beton disalurkan ke dalam cetakan dengan menggunakan pipa. Pipa ini dapat diletakkan secara horizontal, vertikal atau miring. Agar pemompaan beton ini berhasil maka beton yang disalurkan oleh pompa harus seragam dan konsisten. Pompa tersedia dalam berbagai ukuran sesuai dengan kebutuhan. Pompa diletakkan di atas truck. Untuk mencapai elevasi pengecoran tertentu maka alat ini dilengkapi oleh pengatur mekanis.

Alat lain yang digunakan dalam pengecoran adalah crane yang dilengkapi dengan bucket. Bucket ini tersedia dalam berbagai ukuran. Baton dimasukkan ke dalam bucket melalui bagian atas bucket. Di bagian bawah terdapat pintu untuk mengeluarkan beton ke dalam cetakan.

(17)

2.4.3. Pengecoran Beton

Setelah beton plastis dituangkan ke dalam cetakan baik dengan menggunakan bucket maupun melalui pipa, beton tersebut kemudian dikonsolidasikan dan diratakan. Sebelum hal tersebut dilakukan, cetakan harus dalam keadaan bersih, disangga dengan baik, dan kuat. Selain itu untuk memudahkan pembukaan cetakan setelah beton mengeras sebaiknya permukaan dalam cetakan dilapisi semacam minyak.

Untuk mengurangi rongga dalam beton, setelah beton dicor maka dilakukan konsolidasi. Konsolidasi ini dapat dilakukan dengan cara menusuk dengan menggunakan batang atau sekop. Selain dengan cara manual, konsolidasi dapat dilakukan dengan menggunakan getaran. Getaran didapat dengan alat penggetar mekanis yang dimasukkan ke dalam beton plastis secara vertikal sampai permukaan dasar cetakan atau dengan cetakan yang bergetar. Akan tetapi, penggetaran ini tidak boleh terlalu lama karena dapat menyebabkan segregasi. Dalam proses pengecoran segregasi harus dihindari.

Setelah proses konsolidasi maka permukaan beton diratakan dan dibiarkan mengering. Pada saat beton mengering, suhu dan kelembapan pada permukaan beton harus dijaga. Hal ini dilakukan untuk menghindari beton retak. Proses ini dilakukan dengan cara memberi penutup yang basah langsung di atas beton, daerah pengeringan ditutupi, atau menyemprotkan air di permukaan beton (Rostiyanti, S. F., 2002).

(18)

2.5. ALAT BERAT

Alat-alat berat yang dikenal di dalam ilmu Teknik Sipil adalah alat yang digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan pembangunan suatu struktur. Alat berat merupakan faktor penting di dalam proyek, terutama proyek-proyek konstruksi dengan skala yang besar. Tujuan penggunaan alat-alat berat tersebut untuk memudahkan manusia dalam mengerjakan pekerjaannya sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan lebih mudah pada waktu yang relative lebih singkat. (Rostiyanti, S. F., 2002).

2.5.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Alat Berat

Menurut Rostiyanti, S. F. (2002) pemilihan alat berat dilakukan pada tahap perencana, dimana jenis, jumlah, dan kapasitas alat merupakan faktor-faktor penentu. Tidak setiap alat berat dapat dipakai untuk setiap proyek konstruksi, oleh karena itu pemilihan alat berat yang tepat sangatlah diperlukan. Apabila terjadi kesalahan dalam pemilihan alat berat maka akan terjadi keterlambatan di dalam pelaksanaan, biaya proyek yang membengkak, dan hasil yang tidak sesuai dengan rencana.

Didalam pemilihan alat berat, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan sehingga kesalahan dalam pemilihan alat dapat dihindari. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Fungsi yang harus dilaksanakan.

Alat berat dikelompokan berdasarkan fungsinya, seperti untuk menggali, mengangkut, meratakan permukaan, dan lain-lain.

(19)

2. Kapasitas Peralatan

Pemilihan alat berat didasarkan pada volume total atau berat material yang harus diangkut atau dikerjakan. Kapasitas alat yang dipilih harus sesuai sehingga pekerjaan dapat diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. 2. Cara operasi

Alat berat dipilih berdasarkan arah (horizontal maupun vertical) dan jarak gerakan, kecepatan, frekuensi gerakan, dan lain-lain.

3. Pembatasan dari metode yang dipakai

Pembatasan yang mempengaruhi pemilihan alat berat antara lain peraturan lalu lintas, biaya, dan pembongkaran. Selain itu metode konstruksi yang dipakai dapat membuat pemilihan alat dapat berubah.

4. Ekonomi

Selain biaya investasi atau biaya sewa peralatan, biaya operasi dan pemeliharaan merupakan faktor penting didalam pemilihan alat berat. 5. Jenis proyek

Ada beberapa jenis proyek yang umumnya menggunakan alat berat. Proyek-proyek tersebut antara lain proyek gedung, pelabuhan, jalan, jembatan, irigasi, pembukaan hutan, dam, dan sebagainya.

6. Lokasi proyek

Lokasi proyek juga merupakan hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan alat berat. Sebagai contoh lokasi proyek di dataran tinggi memerlukan alat berat yang berbeda dengan lokasi proyek di dataran rendah.

(20)

7. Jenis dan daya dukung tanah

Jenis tanah di lokasi proyek dan jenis material yang akan dikerjakan dapat mempengaruhi alat berat yang akan dipakai. Tanah dapat dalam kondisi padat, lepas, keras, atau lembek.

8. Kondisi lapangan

Kondisi dengan medan yang sulit dan medan yang baik merupakan faktor lain yang mempengaruhi pemilihan alat berat.

2.6. DATA PERALATAN 2.6.1. Tower Crane

Menurut Rostiyanti, S. F. (2002) tower crane merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengangkat material secara vertikal dan horizontal ke suatu tempat yang tinggi pada ruang gerak terbatas. Disebut tower karena memiliki rangka vertikal dengan bentuk standard dan ditancapkan pada perletakan yang tetap. Fungsi utama dari tower crane adalah mendistribusikan material dan peralatan yang dibutuhkan oleh proyek baik dalam arah vertikal ataupun horizontal.

a. Jenis Tower Crane

Menurut Rostiyanti, S. F. (2002), Jenis-jenis tower crane dibagi berdasarkan cara crane tersebut berdiri yaitu :

1. Free Standing Crane

Crane yang berdiri bebas (free standing crane) berdiri di atas pondasi yang khusus dipersiapkan untuk alat tersebut. Jika crane harus mencapai

(21)

ketinggian yang besar maka kadang-kadang digunakan pondasi dalam seperti tiang pancang.

Gambar 2.2. Free Standing Crane (Sumber : Yudha, 2015)

2. Rail Mounted Crane

Penggunaan rel pada rail mounted crane mempermudah alat untuk bergerak sepanjang rel tersebut. Tetapi supaya tetap seimbang gerakan crane tidak dapat terlalu cepat. Kelemahan dari crane tipe ini adalah harga rel yang cukup mahal, rel harus diletakkan pada permukaan yang datar sehingga tiang tidak menjadi miring.

3. Climbing Tower Crane

Crane ini diletakkan didalam struktur bangunan yaitu pada core atau inti

bangunan. Crane ini bergerak naik bersamaan dengan struktur naik. Pengangkatan crane dimungkinkan dengan adanya dongkrak hidrolis atau

(22)

Gambar 2.3. Climbing Tower Crane (Sumber : Yudha, 2015)

4. Tied In Crane

Crane tipe ini mampu berdiri bebas pada ketinggian kurang dari 100

meter. Jika diperlukan crane dengan ketinggian lebih dari 100 meter, maka

crane harus ditambatkan atau dijangkar pada struktur bangunan.

Fungsinya untuk menahan gaya horizontal.

(23)

b. Bagian-bagian Tower Crane

Tower crane memiliki komponen-komponen yaitu :

Gambar 2.5. Tower Crane (Sumber : Muhammad Ridha, 2011) 1. Base

Merupakan tempat kedudukan tower crane berfungsi menahan gaya aksial dan gaya tarik di balok beton / tiang pancang.

2. Base Section

Bagian / segmen paling dasar dari badan tower crane yang langsung dipasang / dijangkar ke pondasi.

3. Mast Section

Bagian dari badan tower crane yang berupa segmen kerangka yang Keterangan : a. Base b. Base section c. Mast section d. Climbing frame e. Support seat f. Cat head g. Jib h. Counter jib i. Counter weight j. Cabin set k. Trolley l. Hook

(24)

4. Climbing Frame

Bagian dari tower crane yang berfungsi sebagai penyangga saat penambahan mast.

5. Support Seat

Merupakan kedudukan / tumpuan yang menyokong slewing ring dalam mekanisme putar, terdiri dari bagian atas (upper) dan bagian bawah (lower).

6. Slewing Ring

Mast yang ikut berputar 360, berperan dalam mekanisme putar. 7. Slewing Mast

Mast yang ikut berputar bersama jip, terletak dibawah cat head.

8. Cat Head

Puncak tower crane yang berfungsi sebagai tumpuan kabel penahan jib dan counter jib.

9. Jib

Lengan pengangkut beban dengan panjang bermacam-macam tergantung kebutuhan.

10. Counter Jib

Lengan penyeimbang terhadap momen lattie jib. 11. Counter Weight

Blok beton yang merupakan pemberat, yang dipaksa pada ujung counter

jib.

12. Cabin Set

(25)

13. Acces Ladder

Tangga vertical yang berfungsi sebagai akses bagi operator menuju cabin

set, terletak dibagian dalam mast section.

14. Trolley

Alat untuk membawa hook sehingga dapat bergerak secara horizontal sepanjang lattice jib.

15. Hook

Alat pengait beban yang terpasang pada trolley. c. Kapasitas Alat

Besarnya muatan yang dapat diangkat oleh tower crane telah diatur dan didapatkan dalam manual operasi tower crane yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat tower crane tersebut. Prinsip dalam penentuan beban yang biasa diangkat adalah berdasarkan prinsip momen. Jadi pada jarak dan ketinggian tertentu tower crane memiliki momen batas yang tidak boleh dilewati. Panjang lengan muatan dan daya angkut muatan merupakan suatu perbandingan yang bersifat linear. Perkalian panjang lengan dan daya angkut maksimum pada setiap titik adalah sama dan menunjukan kemampuan momen yang bisa diterima oleh

tower crane tersebut.

2.6.2. Concrete Bucket

Menurut Sajekti, A. (2009) concrete bucket merupakan suatu alat yang digunakan untuk membawa atau menampung campuran beton dari truck mixer yang kemudian didistribusikan ke lokasi menggunakan crane. Concrete bucket

(26)

m3. Dibagian bawah dari bucket ada pintu, yang dapat dibuka dan ditutup untuk mengeluarkan beton cair. Pada bucket ukuran kecil dapat dibuka dan ditutup secara manual, sedangkan bucket yang besar untuk membuka dan menutupnya dengan mesin atau dengan tekanan angin (compressed air). Bucket dapat dioperasikan dengan menggunakan tower (lift), crane, dan cable way.

Gambar 2.6. Concrete Bucket (Sumber : Olahan Sendiri)

Menurut Suryadharma, H. dan Wigroho, H. Y. (1998), concrete bucket memiliki klasifikasi diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Light weight

Merupakan bucket yang berukuran paling kecil dan dipakai untuk pekerjaan ringan dengan volume beton yang rendah. Bucket ini tidak dapat dipergunakan untuk agregat yang ukuran lebih besar dari 3'' dan

(27)

2. Standard duty bucket

Bucket ini dipakai untuk pekerjaan sedang untuk campuran beton yang

kental dengan nilai slumpnya yang kecil. Gate opening nya lebih besar dari pada light weight bucket dan kapasitasnya antara 1/2 - 4 cu-yd.

3. Heavy duty bucket

Heavy duty bucket merupakan bucket yang berukuran terbesar dan dipakai

untuk pekerjaan berat. Jenis bucket ini memiliki gate yang khusus dan dapat digunakan untuk beton yang kering dengan nilai slump yang kecil. Ukuran agregat yang bisa dicampur hingga berukuran 6'' dan kapasitasnya berkisar antara 1 – 12 cu-yd.

2.6.3. Concrete Pump

Menurut Benjamin (1991), concrete pump merupakan alat untuk menuangkan beton basah dari truck mixer ke tempat yang ditentukan. Concrete

pump digunakan pada saat pengecoran balok, kolom, plat. Concrete pump banyak

digunakan dalam pengecoran karena :

1. Concrete pump dalam pelaksanaannya lebih halus dan lebih cepat dibanding metode lain.

2. Concrete pump dilengkapi dengan pipa delivery, sehingga sangat flexible untuk menempatkan beton segar dilokasi yang tidak dapat dijangkau oleh alat lain.

(28)

Gambar 2.7. Concrete Pump (Sumber : Olahan Sendiri)

a. Jenis Concrete Pump

Berdasarkan jenis pompanya terdapat tiga macam concrete pump, yaitu : 1. Piston Pump

Menggunakan langkah piston untuk menghisap beton basah dari corong penerima (langkah hisap) dan mengeluarkannya melalui katup pengeluaran (langkah buang) ke pipa delivery.

2. Pneupatic Pump

Menggunakan udara yang dimanfaatkan untuk menghisap beton dan mengeluarkannya dari pembuluh tekan ke pipa delivery.

3. Squezze – Pressure Pump

Menggunakan roda penggiling (roller) untuk menghisap beton basah. Menempatkannya, dan mengeluarkannya ke pipa delivery.

(29)

b. Penempatan Alat

Dalam menentukan letak concrete pump, yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Terdapat ruang yang cukup untuk penyangga (outringger).

2. Terletak pada permukaan tanah yang horizontal dan solid / padat. 3. Terletak di posisi yang meminimumkan gerak.

4. Terletak di tempat yang mudah dijangkau oleh truck mixer. c. Kapasitas Alat

Kapasitas dari concrete pump tergantung pada : 1. Jenis Concrete Pump

Masing – masing pabrik pembuatnya mengeluarkan tipe dengan kapasitas cor yang berbeda – beda.

2. Panjang Pipa

Semakin panjang pipa kapasitas cornya semakin kecil. 3. Diameter Pipa

Semakin besar diameter pipa maka semakin kecil kapasitas cornya. 4. Nilai Slump

Semakin besar nilai slump maka kapasitas cornya semakin besar.

2.6.4. Truck Mixer

Truck mixer adalah alat yang digunakan untuk membawa campuran

beton basah dari pabrik pembuat ready mix (Batching Plan) ke lokasi proyek dengan system bak yang terus berputar dengan kecepatan yang telah diatur sedemikian rupa supaya campuran beton selama dalam perjalanan tidak berkurang

(30)

Truk mixer dibuat dalam berbagai ukuran dengan kapasitas mulai 3,0 m3

sampai 7,0 m3. Drum berputar dengan tenaga penggerak yang bersumber dari

kendaraan yang bersangkutan.

Gambar 2.8. Truck Mixer (Sumber : Olahan Sendiri)

2.7. SPESIFIKASI PERALAT YANG DIGUNAKAN 2.7.1. Spesifikasi Peralatan Tower Crane

Spesifikasi dari tower crane yang digunakan adalah tipe Free Standing

Crane karena tipe tower crane ini mampu berdiri bebas dengan pondasi khusus

untuk tower crane itu sendiri, dengan lifting capacity ; 1,6 ton di ujung jib dan

maximum capacity ; 6 ton dan memiliki jib radius 50 m. Kecepatan vertikal tower crane adalah 100 m/menit pada saat kosong, dan 80 m/menit pada saat penuh.

Kecepatan gerak trolley pengait adalah 50 m/menit pada saat kosong, 25 m/menit pada saat penuh. Serta kecepatan slewing lengan kerja antara 0-0,62 rad/menit.

(31)

2.7.2. Spesifikasi Concrete Bucket

Spesifikasi dari concrete bucket yang digunakan adalah concrete bucket dengan kapasitas 0,3 m3atau 300 liter.

2.7.3. Spesifikasi Concrete Pump

Spesifikasi dari concrete pump yang digunakan adalah tipe HBTS40-15-82R.

(32)

2.8. REVIEW PENELITIAN TERDAHULU

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sentosa Limanto (2009) dengan judul "Analisis Produktivitas Concrete Pump pada Proyek Bangunan Tinggi" bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan/produktivitas

cocrete pump pada suatu proyek.

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan :

a. Y = -0,0073 X + 0,4142 menunjukan bahwa produktivitas concrete

pump (Y) bergantung pada ketinggian grdung (X).

b. Setiap kenaikan ± 4,1 m produktivitas concrete pump menurun sebesar 0,0073 m3/menit.

c. Nilai korelasinya r = 0,3666 yang menunjukan adanya keterkaitan/kedekatan antara variabel X dan variabel Y.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yenny (2014) dengan judul "Produktivitas Alat dan Pekerja pada Pengecoran Plat dan Balok Lantai Gedung" bertujuan untuk mengetahui produktivitas alat dan pekerja pada pengecoran plat dan balok lantai gedung, dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas pengecoran.

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan :

a. Variabel yang paling mempengaruhi produktivitas pengecoran pada pekerjaan plat/balok lantai 4 (zona 2) adalah variabel alat, sedangkan pada pekerjaan plat/balok lantai 5 adalah variabel pekerjaan.

b. Adapun faktor-faktor yang paling mempengaruhi produktivitas pengecoran jika dilihat dari variabel alat, antara lain seperti sertifikasi

(33)

keahlian kerja, pengalaman kerja, kondisi kesehatan operator, usia operator, kondisi jalan yang dilalui, dan kondisi dilingkungan proyek. c. Jika dilihat dari variabel pekerja, faktor-faktor yang paling

mempengaruhi produktivitas pengecoran itu meliputi jumlah pekerja, pengalaman bekerja, sikap (behavior), usia pekerja, dan latar belakang pendidikan terakhir.

d. Perbedaan penggunaan jenis alat pada pekerjaan pengecoran tidak begitu mempengaruhi mutu beton yang dihasilkan.

e. Perbedaan penggunaan jenis alat mempengaruhi produktivitas pengecoran yang dihasilkan. Produktivitas pengecoran lantai 4 diperoleh lebih besar dibandingkan pada lantai 5. Sehingga dapat diindikasikan bahwa bertambahnya ketinggian suatu lantai, maka produktivitas diindikasikan juga akan menurun.

f. Kondisi jalan yang tidak kondusif mengakibatkan mobilisasi alat menuju lokasi proyek mengalami kendala dan hambatan. Terutama pada alat concrete pump yang mobilisasinya berkali-kali, dibandingkan dengan tower crane yang hanya diangkut sekali.

g. Kondisi lahan proyek yang sempit sekali juga mempengaruhi dalam hal penempatan alat. Hal ini menyebabkan kesulitan pelaksanaan pekerja di lapangan. Sehingga secara langsung akan berpengaruh pada kapasitas alat yang dihasilkan.

h. Oleh sebab itu diperoleh sebuah hasil bahwa kapasitas alat yang diperoleh dengan lahan yang begitu sempit itu mempengaruhi

(34)

i. Kemudahan dalam mengoperasikan alat di lapangan juga mempengaruhi produktivitas kerja dihasilkan. Operator TC harus terampil dalam menjalankan alat secara vertikal (mengangkut dan menurunkan muatan) dan horizontal (menggeser). Oleh karena itu, produktivitas lantai 5 lebih dipengaruhi oleh faktor pekerjanya. Dibandingkan dengan CP yang lebih dipengaruhi oleh faktor alat itu sendiri.

3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ridha (2011) dengan judul "Perbandingan Biaya dan Waktu Pemakaian Alat Berat

Tower Crane dan Mobil Crane pada Proyek Rumah Sakit Haji Surabaya"

bertujuan untuk mengetahui biaya dan waktu pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan tower crane, mengetahui biaya dan waktu pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan mobil crane, dan mengetahui pemakaian alat berat yang paling efisien dari segi waktu dan biaya.

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan :

a. Berdasarkan perbandingan waktu pelaksanaan pekerjaan struktur atas yang meliputi pekerjaan pengecoran dan pengangkatan material, maka waktu yang diperlukan kombinasi TC-CP sebesar 533,84 jam sedangkan waktu untuk kombinasi MC-TC sebesar 695,19 jam. Maka waktu tercepat dengan menggunakan kombinasi TC-CP.

b. Berdasarkan perbandingan biaya pelaksanaan pekerjaan struktur atas yang meliputi pekerjaan pengecoran dan pengangkatan material, maka waktu yang diperlukan kombinasi TC-CP sebesar Rp. 739.810.713,00

(35)

sedangkan biaya untuk kombinasi MC-CP sebesar Rp. 524.097.713,00 jam. Maka biaya termurah dengan menggunakan kombinasi MC-CP. c. Berdasarkan perbandingan waktu dan biaya, maka pada proyek

pembangunan Gedung IGD, Bedah Sentral dan Rawat Inap Maskin RSU Haji Surabaya, untuk pekerjaan pengankatan material dan pengecoran sebaiknya menggunakan kombinasi tower crane dan

concrete pump, karena lebih efisien dari segi waktu mengingat proyek

tersebut berada pada area Rumah Sakit yang sedang aktif pada saat pembangunannya. Namun bila meninjau dari segi biaya atau penghematan maka disarankan menggunakan kombinasi mobil crane dan concrete pump.

4. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Liony Dwi Putri Takaredas (2014) dengan judul "Efisiensi Penggunaan Alat Berat pada Pembangunan Gedung Training Centere Universitas Negeri Gorontalo" bertujuan untuk mengetahui efisiensi penggunaan alat berat pada pembangunan gedung dan mengetahui biaya operasi alat dan durasi optimal pembangunan gedung.

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan :

a. Biaya operasional alat berat berdasarkan volume pekerjaan struktur dari data yang ada yaitu senilai Rp. 302.585.855,45 dan durasi kerja selama 31 hari.

(36)

5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariany Frederika dan Ayu Rai Widhiawati (2017) dengan judul "Analisa Produktivitas Metode Pelaksanaan Pengecoran Beton Ready Mix pada Balok dan Pelat Lantai Gedung" bertujuan untuk menganalisis produktivitas pengecoran beton

ready mix menggunakan peralatan lift cor dan concrete pump pada balok

dan pelat lantai gedung, menganalisis perbandingan biaya dan waktu pelaksanaan metode pengecoran beton ready mix menggunakan peralatan

lift cor dan concrete pump, dan menganalisis titik impas volume terhadap

biaya dan waktu masing-masing peralatan pengecoran beton ready mix pada balok dan pelat lantai gedung.

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan :

a. Produktivitas pengecoran beton ready mix menggunakan peralatan lift

cor pada lantai II, III, dan IV sebesar 7,166 m3/jam, 5,945 m3/jam, dan

5,125 m3/jam, dengan concrete pump untuk lantai II, III, dan IV sebesar 36 m3/jam, 30 m3/jam, dan 24 m3/jam.

b. Perbandingan biaya tiap pertambahan 1 m3 pengecoran menggunakan LC dan CP sebesar Rp. 99.330 : Rp. 19.000 (5,23 : 1) , dan perbandingan waktu sebesar (8,272 : 2,172) menit atau (3,8 : 1).

c. Titik impas volume terhadap biaya pengecoran pada lantai II, III, IV, adalah (95,8937 m3 : Rp. 4.661.700,00); (40,393 m3 :

Rp.4.556.500,00); (27,407 m3: Rp. 4.432.400,00). Titik Impas volume terhadap waktu pengecoran pada lantai II, III, IV adalah (0,1782 m3 ;

Gambar

Gambar 2.1. Sistem Manajemen Waktu (Sumber : Clough and Sears, 1991)
Gambar 2.2. Free Standing Crane (Sumber : Yudha, 2015)
Gambar 2.3. Climbing Tower Crane (Sumber : Yudha, 2015)
Gambar 2.5. Tower Crane (Sumber : Muhammad Ridha, 2011) 1. Base
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan komposisi patotipe Xoo pada pertanaman MH 2014/2015, rekomendasi perbaikan teknologi pengendalian penyakit HDB pada periode tanam awal dan pertengahan yaitu

Pemaparan latar belakang dan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian apakah ada pengaruh antara strategi pembelajaran kooperatif Think pair

The player now tries to obtain information about by asking player questions as follows: each question consists of specifying an arbitrary set of positive integers

Franchisee setuju bahwa pengadaan kartu nama, formulir, kwitansi, seragam dan benda-benda lain yang diperlukan untuk menunjang usaha Furniture dengan

Artinya kompetensi pemecahan masalah paling sulit bagi siswa, hanya sebagian kecil siswa yang menguasai kompetensi pemecahan masalah; (2) Dilihat dari presentase di setiap

Fakultas/Jurusan : Keguruan dan Ilmu Pendidikan/Pendidikan Biologi Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Pengembangan Modul IPA Dengan Menggunakan Siklus Belajar

1) Untuk menambah pengetahuan bagi guru dalam memilih media untuk meningkatkan kreativitas. 2) Sebagai tambahan pengetahuan keprofesian bagi gurudi TKBina Anaprasa Kencana

Penerapan Konsep Trust dan Leadership dalam Praktek Perencanaan Kota Dengan semakin kompleksnya tantangan untuk mewujudkan perencanaan kota yang ideal di era demokrasi dan