• Tidak ada hasil yang ditemukan

TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

II.

TELAAH PUSTAKA

Perkembangan embrio berdasarkan urutan terjadinya dibedakan menjadi dua, yakni periode sebelum implantasi (pre-implantation) dan periode sesudah implantasi (post implantation). Selama periode pre-implantation, embrio mengalami cleavage membentuk morula, dilanjutkan dengan tahap blastulasi membentuk blastula (Xie et al., 2010). Mencit (Mus musculus) memiliki masa kehamilan 19 hari setelah konsepsi (days post conception (dpc)) dengan periode pre-implantation terjadi selama 4 hari. Periode post implantation pada mencit terjadi pada umur perkembangan 4,5 dpc, pada saat itu terbentuk sel endoderm embrionik. Selanjutnya, umur perkembangan 5-7,5 dpc merupakan tahap diferensiasi dan gastrulasi. Dimulai dari terbentuknya telur bersilinder pada umur perkembangan 5-5,5 dpc (Kaufman, 1992).

Berdasarkan sediaan histologisnya, fetus mencit umur perkembangan 6 dpc memiliki karakterisasi diferensiasi telur bersilinder, kuncup ektoplasental (ectoplacental cone) dan terlihatnya rongga proamniotik (proamniotic cavity). Sediaan histologis fetus mencit umur perkembangan 6,5 dpc memiliki karakterisasi tahapan telur bersilinder lebih maju, bukti pertama axis embrio terlihat. Perbedaan morfologi antara sel embrionik dan sel ektoderm ekstraembrionik terlihat jelas, juga antara sel endoderm embrionik dengan sel endoderm ekstraembrionik. Daerah

ectoplacental cone melekat ke pembuluh darah maternal. Umur perkembangan 7 dpc

terbentuk primitive streak, mesoderm intraembrionik dan lipatan amniotik (amniotic

fold). Lipatan amniotik terbentuk dari proliferasi sel mesoderm dan sel ektoderm

ekstraembrionik. Presomit dan arkenteron terbentuk pada umur perkembangan 7,5

dpc (Kaufman, 1992). Terbentuknya arkenteron, endoderm, mesoderm dan ektoderm

menandakan akhir tahap gastrulasi (Champbell et al., 2004).

Ektoderm, endoderm, dan mesoderm selanjutnya menyusun diri membentuk bumbung atau tabung, tahap ini disebut dengan tubulasi atau neurulasi. Embrio bentuk primitif selanjutnya berkembang menjadi embrio bentuk definitif dalam proses organogenesis (Yatim, 1984). Tahapan organogenesis pada mencit mulai berlangsung pada umur perkembangan 8 dpc, ditandai dengan terdiferensiasinya ektoderma neural. Umur perkembangan 8-8,5 dpc fetus memiliki 1-12 pasang somit, lipatan kepala (headfold) inisiasi untuk memutar (unturned), alantois tumbuh ke arah korion, rahang atas (maxilla) dan rahang bawah (mandibula) serta otic placodes mulai terbentuk. Umur perkembangan 9-9,5 dpc fetus memiliki 13-29 pasang somit,

(2)

dengan panjang crown to rump dalam keadaan terfiksasi mencapai 2,5 mm. Karakterisasi perkembangan dari fetus mencit umur perkembangan 9-9,5 dpc adalah terbentuknya neural crest, tabung neural (neural tube), lubang telinga (otic pit), tunas ekstrimitas depan dan tunas ekstrimitas belakang (Kaufman, 1992).

Proses pembentukan tabung neural (neurulasi) merupakan proses penting dari embriogenesis pada vertebrata. Neurulasi memandu perkembangan prekursor sel dari otak dan batang spinal untuk membentuk sistem syaraf pusat. Pada mencit, neurulasi berlangsung pada umur perkembangan 8-10 dpc, secara berurutan membentuk neural

plate, neural folds, neural crest, dan neural tube (Hosako, 2008). Umur

perkembangan 10-11 dpc fetus memiliki 30-39 pasang somit, dengan panjang crown

to rump dalam keadaan terfiksasi mencapai 4,1 mm. Karakterisasi perkembangan

dari fetus mencit umur perkembangan 10-11 dpc adalah menutupnya neuropore

caudal, tahapan perkembangan membra depan lebih maju (lebih terdiferensiasi),

serta terbentuknya kantung mata (optic cup), ekor, telapak tangan dan telapak kaki. Umur perkembangan 11-12 dpc fetus memiliki 40-48 pasang somit, dengan panjang

crown to rump dalam keadaan terfiksasi mencapai 5,8 mm. Karakterisasi

perkembangan dari fetus mencit umur perkembangan 11-12 dpc adalah pemanjangan ekor, terbentuknya vesikula otak, lubang hidung dan lubang telinga. Tunas ekstrimitas masih terus berdiferensiasi. Diferensiasi lebih maju masih ditunjukkan oleh membra depan. Rahang atas (maxilla) tampak lebih jelas dari rahang bawah (mandibula) (Kaufman, 1992).

Fetus mencit umur perkembangan 12-12,5 dpc menunjukkan telapak kaki (membra belakang) yang sudah berbentuk poligonal, dan berdiferensiasi lebih minimal jika dibandingkan dengan telapak tangan (membra depan). Mata bagian luar terpigmentasi dan terlihat kornea yang transparan. Primordia daun telinga telihat sangat jelas. Di bagian rahang atas (maxilla) terbentuk primordia vibrissae. Di bagian distal, setengah bagian ekor terlihat mengecil secara berangsur-angsur ke arah ujung. Panjang crown to rump fetus mencit umur perkembangan 12-12,5 dpc dalam keadaan terfiksasi adalah 7,00-8,8 mm. Panjang crown to rump dari fetus segar umur perkembangan 12,5 dpc adalah 8,69 ± 0,14 mm. Berat tubuh fetus segar umur perkembangan 12,5 dpc adalah 117 ± 4 mg atau 0,12 ± 0,004 g (Kaufman, 1992).

Umur perkembangan 13 dpc fetus memiliki 52-55 pasang somit dengan panjang crown to rump mencapai 9,1 mm. Wajah fetus mencit pada umur perkembangan 13 dpc terlihat lebih dewasa dari sebelumnya. Karakterisasi

(3)

perkembangan lainnya dari fetus mencit umur perkembangan 13 dpc adalah daun telinga sudah terbentuk, digiti terlihat berselaput (webbing) dan ekor menjadi melancip pada bagian ujungnya. Umur perkembangan 14-15 dpc fetus memiliki paling sedikit 60 pasang somit dengan panjang crown to rump mencapai 10,5 mm. Digiti pada fetus mencit umur perkembangan 14-15 dpc sudah terlihat tidak webbing. Karakterisasi perkembangan lainnya dari fetus mencit umur perkembangan 14-15

dpc adalah daun telinga yang sedikit melipat, lipatan kelopak mata (eyelid fold)

terlihat lebih jelas dan primordia folikel rambut mulai tampak pada daerah toraks, tubuh serta bagian kaki proksimal. Umur perkembangan 16 dpc fetus memiliki karakterisasi perkembangan berupa kelopak mata yang menutup, tubuh yang lebih tegak dan terlihatnya primordial kuku. Panjang crown to rump mencapai 14,2 mm. Umur perkembangan 17 dan 18 dpc secara keseluruhan fetus memiliki karakterisasi perkembangan yang tidak jauh berbeda dengan fetus umur perkembangan 16 dpc. Perbedaan karakterisasi perkembangan yang terlihat pada fetus umur perkembangan 17 dpc adalah kulit yang menjadi lebih tebal dan berkeriput (Kaufman, 1992).

Selanjutnya, menurut (Kaufman, 1992), morfologi fetus mencit umur perkembangan 18-18,5 dpc adalah sebagai berikut :

a. Daerah hidung memanjang secara gradual.

b. Ekor menjadi lebih besar dengan bagian ujung yang semakin lancip.

c. Permukaan kulit terlihat berkeriput, kecuali pada bagian distal membra, ekor dan wajah. Kulit menjadi lebih tebal.

d. Terdapat daun telinga

e. Pada daerah di atas bibir terlihat jelas area kumis vibrissae, titik-titik calon kumis menjadi lebih besar dan lebih jelas terlihat.

f. Dikedua membra depan dan membra belakang, terlihat mulai ada kuku yang terbentuk.

g. Kelopak mata menutup, sehingga mata sulit untuk dilihat.

Panjang crown to rump fetus mencit umur perkembangan 17,5-18,5 dpc dalam keadaan terfiksasi adalah 17,88-19 mm. Panjang crown to rump dari fetus segar umur perkembangan 18,5 dpc berkisar antara 20-23 mm. Berat tubuh fetus segar umur perkembangan 17,5-18,5 dpc adalah 974 ± 21 mg atau 0,97 ± 0,021 g.

(Putri, 2005) menyatakan bahwa pemberian ekstrak buah pare pada mencit strain Balb-C dengan dosis 1400 mg.kg-1 berat tubuh, 2100 mg.kg-1berat tubuh dan 2800 mg.kg-1 berat tubuh setiap hari sejak umur perkembangan 6 dpc hingga umur

(4)

perkembangan 12 dpc tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah fetus hidup, berat dan panjang tubuh fetus, serta resorpsi fetus. Akan tetapi efek teratogenik masih dapat dilihat dari peningkatan persentase resorpsi fetus pada dosis yang lebih tinggi dan nilai signifikansi pada kelainan eksternal. Kelainan eksternal yang terjadi adalah hemoragi. Hal senada juga dikemukakan oleh Uche-Nwachi & McEwen (2010). Ekstrak air dari 5 kg buah pare dan 300 ml akuades bersifat teratogenik. Resorpsi fetus dan malformasi terjadi pada tikus putih yang diberi ekstrak air buah pare. Organ-organ dari fetus yang diberi ekstak air buah pare mengalami penurunan berat yang signifikan.

Malformasi pada fetus mencit bervariasi. Herrera et al. (2011) dalam hasil penelitiannya mendapatkan beberapa macam malformasi pada fetus mencit umur perkembangan 16 dpc. Malformasi tersebut diantaranya adalah : 1) belum berkembangnya kantung optik dan otik, 2) memendeknya alat gerak (ekstrimitas), 3) masih terdapatnya selaput di antara jari (webbing), 4) hidung yang tidak berelongasi, 5) rahang yang memendek, 6) kulit yang pucat, serta 7) membengkaknya organ-organ viscera. Ketidaknormalan bentuk lainnya adalah ekor yang tidak lurus dan terjadinya hemoragi.

Kemampuan pare dalam menurunkan berat tubuh disebabkan oleh sifat antidiabetik dan kemampuannya dalam menurunkan kolesterol. Jus buah pare mampu menurunkan berat tubuh mencit betina umur sepuluh bulan. Penurunan berat tubuh ini diduga karena mencit kehilangan nafsu makan akibat rasa pahit yang ditimbulkan oleh kukurbitasin dalam pare (Shintawati et al., 2011). Kehilangan nafsu makan pada induk akan menurunkan pasokan nutrisi yang sampai pada fetus. Evacuasiany (2005) menyatakan bahwa kemampuan antidiabetik ekstak etanol daun pare lebih baik jika dibandingkan dengan kemampuan antidiabetik ekstrak air daun pare.

Dampak lain dari senyawa fitokimia pada pare menurut Dasgupta et al. (2009), adalah terjadinya aborsi, atau pada rodensia dikenal dengan istilah resorpsi. Momorkarin menyebabkan terjadinya aborsi pada awal dan tengah masa kehamilan. Aktivitasnya pada uterus tikus terjadi melalui penghambatan (blockage) keluarnya embrio dari zona pelusida (zona hatching), penghambatan pertumbuhan trofoblas, penurunan perlekatan blastosis dan penghambatan perkembangan inner cell mass. Angka persentase resorpsi dipengaruhi oleh lama waktu paparan dan dosis zat teratogenik yang diberikan. Semakin lama fetus terpapar zat teratogenik dan semakin

(5)

tinggi dosis yang diberikan menyebabkan semakin tingginya angka persentase resorpsi (Widjiati et al., 2014).

Hasil penelitian Noor (2007) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun pare dengan dosis 0-750 mg.kg-1 berat tubuh belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah dan berat tubuh fetus, meskipun pada dosis 750 mg.kg-1 berat tubuh mampu menghambat panjang tubuh fetus serta kenormalan morfologi fetus. Fetus dinyatakan abnormal apabila tidak sesuai dengan chart perkembangan fetus menurut Kaufman (1992) yaitu fetus terlihat lebih kecil dan warnanya terlihat pucat serta mengalami perkembangan yang terhambat. Hasil penelitian Fidiyanto (2007) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun pare dengan dosis 0-750 mg.kg-1 berat tubuh tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah plasenta mencit. Hal ini mengindikasikan tidak adanya proses resorpsi. Berdasarkan hasil yang tidak signifikan dari kedua penelitian tersebut, maka dosis tertinggi pada kedua penelitian tersebut dijadikan sebagai dosis terendah dari ekstrak etanol daun pare yang diberikan pada penelitian ini.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Perkembangan fetus mencit dihambat oleh pemberian ekstrak etanol daun pare selama periode kehamilan.

2. Dosis 1250 mg.kg-1 berat tubuh ekstrak etanol daun pare merupakan dosis yang paling berpengaruh terhadap perkembangan fetus mencit.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dari ANOVA untuk nilai rata ± rata maupun nilai SNR didapatkan setting level optimal dari faktor ± faktor terkontrol batu bata, faktor yang memiliki

In particular, the work undertaken here was sup- ported by the Department of Fisheries and the Fisheries Research Institute, Malaysia; the Bureau of Fisheries and Aquatic Resources

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi harga dan evaluasi kualifikasi serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran

Pasal 8 Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 17 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Kendal.. Pasal 8 Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2011

Thanks are due to all project partners, namely: Department of Fisheries and Fisheries Research Institute, Bangladesh; Indian Council of Agricultural Research and Central

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi harga dan evaluasi kualifikasi serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran

Jum‟at 23 Desember 2016, Atas nama Aiptu Dalijan, Sebagai Kasat Humas di. Kapolsek Garung,

bahwa tempat olah raga milik Pemerintah Kota Cirebon dimaksud yaitu gedung olah raga, sarana olah raga Sunyaragi dan sarana olah raga lainnya perlu dikelola