DETEKSI KAWASAN HUTAN KOTA PADA CITRA RUPA BUMI KOTA KUPANG
MENGGUNAKAN KOMPONEN WARNA RGB, HSV, YIQ DAN ALGORITMA
PARALLELPIPED
Wahjudi 1, Adriana Fanggidae 2, Emerensye S.Y. Pandie 3
1,2,3
Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana
ABSTRAK
Pengolahan citra digital pada masa sekarang mempunyai cakupan aplikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain penginderaan jauh. Salah satu penerapan penginderaan jauh yakni untuk mendeteksi kawasan hutan kota pada suatu wilayah tertentu dengan menggunakan algoritma parallelpiped
pada komponen warna RGB, YIQ dan HSV. Masukan yang diberikan pada sistem adalah citra peta rupa bumi yang didapat dari aplikasi google earth. Pada proses deteksi dilakukan pengecekan piksel pada citra yang dideteksi apakah masuk dalam kategori hutan atau tidak. Setiap piksel yang terdeteksi sebagai area hutan kota kemudian ditandai. Pada citra hasil deteksi dilakukan proses penandaan komponen terhubung dan penapisan luas. Pengujian dilakukan pada citra yang tidak mengalami proses peregangan kontras dan citra yang mengalami proses peregangan kontras, dengan nilai p=3 dan p=4. Berdasarkan pengujian didapatkan hasil bahwa komponen warna YIQ menghasilkan tingkat kesesuaian yang baik yaitu sebesar 87,4753527 % (untuk citra yang tidak mengalami peregangan kontras) dan 81,89477178 % (untuk citra yang mengalami peregangan kontras) dengan nilai p = 3.
Kata kunci : penginderaan jauh, paralelpiped, hutan kota, RGB, YIQ, HSV, penandaan komponen terhubung, tapis luas.
ABSTRACT
Detection of the City Forest Area in Kupang Topographical Image with RGB, HSV, YIQ Components of Color and Parallelpiped Algorithm
Digital image processing at the present day has a very wide coverage application in various walks of life, among others are remote sensing. One of the remote sensing application is who detect city’s forest area in a particular region by using algorithm paralelpiped classification to the RGB, YIQ and HSV colors component. Input that was given is a topographical image that obtained by google earth application. In the detection process will be done pixel checking to the detected, is it the forest category or not. Every pixel that detected as a city’s forest area will be marked. In the detection result image, will be done connected component labeling process and extensive filter. Tests performed on images that do not undergo the contrast stretching process and the image that has undergone a contrast stretching process, with use of p = 3 and p = 4. Based on the testing showed that the YIQ color components produce a better of fitness is equal to 87.4753527% (for images that do not undergo contrast stretching), and 81.89477178% (for image contrast stretching experience) with p = 3.
Key words : remote sensing, paralelpiped, forest city, rgb, yiq, hsv, connected component labeling, extensive filter.
J ~ ICON, Vol. 2 No. 2, Oktober 2014, pp. 133 ~ 139
I. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi dewasa ini membuat manusia ingin meningkatkan efektifitas dan efisiensi dengan teknologi informasi. Komputer mempunyai peran yang sangat besar dalam pengolahan data karena memiliki kemampuan komputasi tinggi, sehingga data dapat diolah menjadi
sebuah informasi yang berguna bagi pemakai (user). Data tersebut bisa berupa gambar atau citra.
Secara harafiah citra adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Sumber cahaya menerangi objek-objek yang memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan
cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, scanner dan
sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam (Usman,2005).
Penggunaan aplikasi pengolahan citra digital untuk menginterpretasi suatu informasi dari citra digital. seperti pada penelitian Segmentasi warna citra dengan deteksi warna HSV untuk mendeteksi objek (Putranto, 2010) yang memaparkan penerapan metode segmentasi warna dengan deteksi warna
oleh Giannakopoulos yang menghasilkan objek segmen berupa citra blob sehingga dapat terdeteksi
komputer.
Pengolahan citra digital pada masa sekarang mempunyai cakupan aplikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan antara lain bidang arkeologi, astronomi, biomedis, bidang industri dan penginderaan jauh. Penginderaan jauh dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi citra satelit untuk mengidentifikasi suatu daerah dengan karakteristik tertentu.
Penerapan penginderaan jauh yakni untuk mendeteksi kawasan hutan kota pada suatu wilayah tertentu. Deteksi kawasan hutan kota dengan penginderaan jauh dapat dilakukan melalui foto udara maupun citra satelit. Untuk mendapatkan informasi dalam penginderaan jauh, maka dilakukan pengolahan citra digital yakni segmentasi daerah hutan pada citra digital yang memiliki ciri warna tertentu.
Salah satu tujuan deteksi hutan kota adalah mengetahui tingkat ketersediaan, perubahan dan penggunaan kawasan hutan kota pada suatu wilayah. Informasi yang didapat dari penerapan penginderaan jauh tersebut dapat digunakan sebagai dasar pengembangan untuk berbagai kepentingan penelitian, perencanaan, dan pengembangan suatu wilayah.
Algoritma parallelpiped merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
melakukan klasifikasi setiap piksel dalam sebuah citra digital. Algoritma Parallepiped merupakan
algoritma klasifikasi yang dapat memberikan kepekaan terhadap varian kategori dengan memperhitungkan nilai dari masing-masing rangkaian kategori nilai piksel sampel. Rangkaian kategori suatu piksel berupa ciri warna dari piksel tersebut. Komponen warna yang dapat digunakan sebagai ciri dari suatu piksel antara lain RGB, HSV dan YIQ. Komponen HSV dan YIQ merupakan hasil konversi dari komponen warna
RGB.
II. METODE PENELITIAN
2.1 Data Penelitian
Input data yang digunakan pada penelitian ini berupa citra digital. Citra yang dimasukkan
merupakan citra satelit berupa peta rupa bumi yang diambil aplikasi google earth. Citra digital yang
digunakan berupa citra RGB dengan ukuran bervariasi mulai dari ukuran 128 x 128 hingga 1024 x
1024 piksel dengan dengan format 24 bit.
2.2
Peregangan Kontras
Kontras suatu citra adalah distribusi terang dan gelap. Citra grayscale dengan kontras rendah
maka akan terlihat terlalu gelap, terlalu terang atau terlalu abu-abu. Citra dengan kontras yang baik menampilkan rentangan nilai piksel yang lebar pada grafik histogramnya.
Nilai piksel pada sebagian data citra penginderaan jauh hanya menempati bagian sempit pada kisaran nilai citra, sehingga pada tampilan citra asli tergambar dengan kontras yang rendah.
Peregangan kontras adalah teknik yang sangat berguna untuk memperbaiki kontras citra, terutama citra yang memiliki kontras rendah. Peregangan kontras memperluas daerah nilai piksel. Teknik ini bekerja baik pada citra memiliki distribusi Gaussian atau mendekati distribusi Gaussian (Putra, 2010).
Pada peregangan kontras, tiap piksel pada citra U ditransformasikan menggunakan persamaan
(Balza dan Firdausy, 2005):
O(i,j) = G (U(i,j)- P) + P (1) Dimana :
i = baris piksel
j = kolom piksel
o(i,j) = nilai piksel sesudah ditransformasikan.
u(i,j) =nilai piksel sebelum ditransformasikan.
G =Koefisien penguatan kontras.
P = nilai skala keabuan yang dipakai sebagai pusat pengontrasan.
2.3 Algoritma Parallelpiped
Algoritma Parallepiped merupakan algoritma klasifikasi yang dapat memberikan kepekaan
terhadap varian kategori, dengan memperhitungkan nilai dari masing-masing rangkaian kategori nilai piksel sampel. Suatu piksel tak dikenal dapat dikelaskan pada kisaran kategori kelas sesuai dengan wilayah dimana letak atau posisi piksel tersebut berada. Apabila letak nilai piksel di luar kisaran nilai semua kategori maka piksel tersebut dikatakan tak terklasifikasi (Danoedoro, 2012).
Klasifikasi ini dapat dijelaskan dengan langkah-langkah sebagai berikut,
a. Langkah 1:
Inisialisasi sampel berupa kumpulan nilai piksel yang merepresentasikan warna daerah hutan kota.
b. Langkah 2 :
Dari kumpulan nilai sampel hitung nilai rerata dan simpangan baku dari nilai- nilai sampel. µk = BV ik
n i=1
n (2)
dimana :
µk = nilai rerata sampel komponen warna k
𝐵𝑉ik = nilai kecerahan piksel i pada komponen warna k
n = jumlah piksel sampel
sedangkan nilai simpangan baku dihitung dengan.
sd = 1 𝑛−1 (𝐵𝑉𝑖𝑘 − µ𝑘)2 𝑛 𝑖=1 (3) dimana : sd = simpangan baku
𝐵𝑉ik = nilai kecerahan piksel i pada komponen warna k
µk = nilai rerata sampel komponen warna k
n = jumlah piksel sampel
c. Langkah 3 :
Nilai simpangan baku dari setiap komponen warna dikalikan dengan koefisien pengali p yang
digunakan sebagai nilai panjang tiap sisi yang dibangun pada nilai rerata sebagai pusat kotak.
Range box dibentuk dengan menentukan batas-batas nilai sebuah kelas. Batas nilai terendah dapat disebut sebagai batas bawah dan batas nilai tertinggi dapat disebut sebagai batas atas. Untuk
J ~ ICON, Vol. 2 No. 2, Oktober 2014, pp. 133 ~ 139 Batas atas = µk + 𝑠𝑑 ∗𝑝 2 Batas bawah = µk - 𝑠𝑑 ∗𝑝 2 dimana : sd = simpangan baku
µk = nilai rerata sampel ruang warna k
p = nilai pengali
d. Langkah 4 :
Sebuah nilai piksel dikatakan masuk dalam range box apabila berada di antara nilai batas atas
dan batas bawah pada semua komponen warna pada sebuah ruang warna.
e. Langkah 5 :
Dimulai dari piksel pada baris pertama kolom pertama, Apabila vektor piksel tersebut masuk ke
dalam range kotak (box) sampel maka piksel tersebut ditandai sebagai kelas yang ditandai kotak
tersebut. Hal tersebut dilakukan hingga baris terakhir kolom terakhir.
Aspek yang harus diperhatikan dalam penerapan algoritma ini kemungkinan sebuah piksel
dinyatakan sebagai piksel tak terklasifikasi. Besarnya nilai pengali p menentukan jumlah piksel
yang tak terklasifikasi. Semakin besar nilai p, semakin besar ukuran tiap kotak, dan semakin kecil
resiko suatu vektor piksel untuk tidak masuk ke kotak manapun. Akan tetapi hal tersebut dapat menyebabkan semakin kurang teliti hasil klasifikasi karena tingkat generalisasi pun semakin besar.
2.4 Penandaan Komponen Terhubung
Penandaan Komponen Terhubung memeriksa suatu citra dan mengelompokkan setiap piksel
pada citra ke dalam suatu komponen terhubung menurut aturan keterhubungan (4 atau 8-connectivity).
Setiap piksel bertetangga yang tidak saling terhubung (disjoin) pada suatu citra akan diberi tanda
(label) yang berbeda. Memisahkan dan memberikan tanda pada setiap komponen terhubung maupun tidak terhubung pada suatu citra memegang peranan sentral pada aplikasi beberapa analisis citra secara otomatis.
Penandaan komponen terhubung dilakukan dengan memeriksa suatu citra, piksel per piksel (dari kiri ke kanan dan atas ke bawah ) untuk mengidentifikasi area piksel terhubung yaitu suatu area dari piksel berbatasan yang memiliki nilai intensitas yang sama atau berada dalam sebuah himpunan yang nilainya dapat disesuaikan. Penandaan komponen terhubung dapat dilakukan pada citra biner maupun citra keabuan (Putra, 2010).
Periksa citra sampai menemukan piksel x (piksel dengan nilai intensitas yang dicari). Bila x telah
ditemukan maka periksa nilai piksel tetangga dari x , yaitu piksel di atas dan di kiri dari x juga
memeriksa kedua piksel diagonal atas dari x, sehingga ada 4 piksel tetangga x yang diperiksa, kemudian dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
Bila kedua piksel tetangga bernilai 0 (tidak sama) maka berilah tanda label baru pada x.
Bila hanya satu saja piksel tetangga tersebut benilai 1 (bernilai sama) maka beri tanda dari
piksel tetangga tersebut pada x.
Bila kedua piksel tetangga tersebut bernilai 1 (bernilai sama) maka beri tanda dari piksel
tetangga tersebut pada x.
Bila kedua piksel tetangga bernilai 1 dan memiliki tanda yang berbeda maka berilah salah
satu tanda piksel tetangga tersebut dan buat catatan kedua tanda tersebut adalah ekuivalen. Untuk setiap kelompok equivalen yang anggotanya ditemukan di kelompok equivalen yang
lain, anggota kedua kelompok tersebut digabungkan.
III. HASILDANPEMBAHASAN
Pengujian dilakukan pada citra uji yaitu 10 citra uji berupa citra rupa bumi di kota kupang yang
akan diuji pada 4 kondisi, yakni citra tanpa proses peregangan kontras dengan nilai p = 3, citra tanpa
proses peregangan kontras dengan nilai p = 4, citra mengalami proses peregangan kontras dengan
nilai p = 3 dan citra mengalami proses peregangan kontras dengan nilai p = 4.
3.1 Hasil
Hasil keluaran dari sistem yang dibuat pada penelitian ini yakni berupa citra yang merepresentasikan area yang mewakili kawasan hutan kota.
Data latih yang digunakan berjumlah 4460 piksel yang merupakan bagian dari citra latih yang dianggap mewakili area hutan kota. Hasil output dari sistem yang dibuat dapat dilihat seperti pada gambar 1.
Gambar 1 Hasil output dari sistem yang dibuat
Kemudian dilakukan penandaan pada area pada citra yang diduga sebagai hutan kota berdasarkan pengamatan manual seperti dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2 Hasil penandaan kawasan hutan kota berdasarkan pengamatan manual
3.2 Pembahasan
Hasil yang akan dibahas adalah hasil klasifikasi dengan menggunakan komponen warna RGB, YIQ dan HSV pada citra tanpa peregangan kontras dan citra yang mengalami peregangan kontras
dengan nilai pengali p = 3 dan p = 4.
Dari penandaan area yang terduga sebagai hutan kota yang dilakukan dapat dihitung luas daerah yang diduga sebagai hutan kota berdasarkan pengamatan. Luas daerah hutan kota pada setiap gambar dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Hasil pengamatan secara manual Citra Piksel terduga hutan kota (piksel) Luas area terduga hutan kota (m2) Piksel terduga non hutan kota (piksel) Luas area terduga non hutan kota(m2) Liliba 11.806 88.364,53865 108.694 813.543,5511 Tarus 24.802 66.392,84289 95.698 256.175,4003 Oesapa 20.275 271.548,5384 100.225 1.342.340,432 Lasiana 26.213 73.271,03448 94.287 263.552,6658 kota baru 1.600 6.265,359775 118.900 465.594,5483 Fontein 24.382 74.362,57711 96.118 293.149,9543 Undana 3.690 13.256,54867 116.810 419.647,0054 kota lama 3.072 6.958,150864 117.428 265.977,1288 pasir panjang 8.102 33.567,84949 112.398 465.682,4422 2.851 11.029,98601 117.649 455.161,9866
J ~ ICON, Vol. 2 No. 2, Oktober 2014, pp. 133 ~ 139
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan citra hasil deteksi dan hasil penandaan yang
dilakukan berdasarkan pengamatan manual. Sebuah piksel dikatakan sesuai apabila nilai pada
piksel pada koordinat tertentu pada citra hasil sama dengan nilai piksel pada koordinat yang
sama pada citra hasil penandaan secara manual. Evaluasi dilakukan pada citra yang tidak
mengalami peregangan kontras dan citra yang mengalami peregangan kontras dengan nilai
p
= 3 dan
p
= 4.
Dari pembahasan sebelumnya didapat nilai rata-rata tingkat kesesuaian deteksi kawasan hutan kota menggunakan komponen warna RGB, YIQ dan HSV untuk 10 buah pada beberapa kondisi seperti pada tabel 2.
Tabel 2 Rata-rata nilai tingkat kesesuaian deteksi kawasan hutan kota untuk komponen RGB, YIQ dan HSV
Kondisi RGB YIQ HSV
Citra tanpa kontras nilai p = 3 17,68962656 % 87,4753527 % 77,22887967 % Citra tanpa kontras nilai p = 4 13,69917012 % 72,9380083 % 52,06655602 % Citra dengan kontras nilai p = 3 23,50912863 % 81,89477178 % 0 %
Citra dengan kontras nilai p = 4 19,58804979 % 80,66414938 % 16,80705394 %
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa proses deteksi pada komponen HSV dengan nilai p = 3 pada
citra yang telah mengalami proses peregangan kontras memberikan tingkat kesesuaian yang paling rendah dengan 0 % . Deteksi yang dilakukan dengan komponen warna HSV pada citra yang telah mengalami peregangan kontras tidak dapat melakukan proses deteksi dengan baik. Untuk proses
deteksi pada citra yang tidak mengalami peregangan kontras penggunaan nilai pengali p = 3
memberikan kesesuaian yang lebih baik yakni 77,22887967 % dibandingkan.tingkat kesesuaian yang
dihasilkan pada penggunaan nilai pengali p = 4 yakni 52,06655602 %
Pada proses deteksi komponen warna RGB menghasilkan tingkat kesesuaian yang paling rendah dibandingkan dengan komponen warna YIQ dan HSV. Untuk deteksi pada citra yang tidak mengalami peregangan kontras dengan nilai p = 3 menghasilkan tingkat kesesuaian sebesar
17,68962656 % , sedangkan pada penggunaaan nilai p = 4 menghasilkan kesesuaian sebesar
13,69917012 %. Kemudian deteksi pada citra yang telah mengalami peregangan kontras dengan nilai
p = 3 menghasilkan tingkat kesesuaian sebesar 23,50912863 % , sedangkan pada penggunaaan nilai p
= 4 menghasilkan kesesuaian sebesar 19,58804979 %.
Untuk komponen warna YIQ, proses deteksi menghasilkan tingkat kesesuaian yang paling baik jika dibandingkan dengan komponen warna RGB dan HSV, dimana deteksi dengan menggunakan
nilai = 3 pada citra yang tidak mengalami proses peregangan kontras menghasilkan tingkat
kesesuaian yang paling tinggi dengan 87,4753527 % . Untuk deteksi pada citra yang tidak mengalami
peregangan kontras dengan nilai p = 4 menghasilkan tingkat kesesuaian sebesar 72,9380083 % yang
lebih rendah dibandingkan dengan deteksi pada citra yang telah mengalami peregangan kontras
dengan nilai p = 3 dan p = 4 yang menghasilkan tingkat kesesuaian sebesar 81,89477178 % dan
80,66414938 %.
IV. KESIMPULANDANSARAN
4.1 KESIMPULAN
1) Pada proses deteksi kawasan hutan kota menggunakan komponen warna RGB, YIQ dan HSV
pada citra yang tidak mengalami peregangan kontras diperoleh hasil tingkat kesesuaian sebagai berikut:
Untuk penggunaan nilai p = 3 : RGB = 17,68962656 %, YIQ = 87,4753527 % dan HSV =
Untuk penggunaan nilai p = 4 : RGB (13,69917012 %), YIQ = 72,9380083 % dan HSV = 52,06655602 %.
Sedangkan pada proses deteksi kawasan hutan kota menggunakan komponen warna RGB, YIQ dan HSV pada citra yang telah mengalami peregangan kontras diperoleh hasil tingkat kesesuaian sebagai berikut:
Untuk penggunaan nilai p = 3 : RGB = 23,50912863 %, YIQ = 81,89477178 % dan HSV =
0 %.
Untuk penggunaan nilai p = 4 : RGB = 19,58804979 %), YIQ = 80,66414938 % dan HSV
= 16,80705394 %.
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesesuaian yang paling baik diperoleh pada deteksi dengan menggunakan komponen warna YIQ, sehingga penggunaan komponen warna YIQ disarankan sebagai ciri warna yang paling baik dibandingkan komponen warna RGB dan YIQ.
2) Penggunaan nilai pengali p dapat mempengaruhi nilai kesesuaian yang dihasilkan. Pada
penelitian ini pada kondisi kontras citra yang sama, penggunaan nilai p = 3 menghasilkan
kesesuaian yang lebih baik dibandingkan penggunaan nilai p = 4. Hal ini disebabkan
penggunaan nilai p yang terlalu besar akan menyebabkan range linepiped yang terlalu besar
sehingga memungkinkan banyak piksel yang sebenarnya tidak mewakili hutan kota namun terdeteksi sebagai hutan kota.
4.2 SARAN
1) Melakukan pengujian klasifikasi menggunakan algoritma parallelpiped pada komponen warna
yang lainnya seperti IHS, YUV dan sebagainya, serta menggunakan ciri lainnya selain ciri warna seperti penggunaan ciri bentuk dalam melakukan klasifikasi menggunakan algoritma
parallelpiped untuk mendapatkan hasil deteksi yang lebih baik.
2) Menambahkan jumlah kategori untuk data latih agar sistem dapat membedakan kategori-kategori
lahan yang memiliki kemiripan ciri. Misalnya untuk membedakan kategori lahan sawah, pepohonan, jalan raya, laut dan semak yang memiliki kemiripan ciri.
3) Menggunakan teknik atau algoritma lainnya untuk dikombinasikan dengan penggunaan
algoritma parallelpiped sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Balza, A.,Firdausy, K., 2005. Teknik Pengolahan Citra menggunakan Delphi, Ardi
Publishing, Yogyakarta.
[2] Danoedoro , Projo. 2012, Pengantar Penginderaan Jauh Digital, Penerbit ANDI,
Yogyakarta.
[3] Putra, Darma , 2010 , Pengolahan Citra Digital , Penerbit ANDI, Yogyakarta.
[4] Putranto, Benedictus, 2010, Segmentasi warna citra dengan deteksi warna HSV untuk
mendeteksi objek, Jurnal Informatika Volume 6 Nomor 2, Yogyakarta.
[5] Usman, Ahmad, 2005. Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya. GRAHA