• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN. A. Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN. A. Tinjauan Pustaka"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Prosedur

a. Definisi Prosedur

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015:1106), terdapat dua pengertian prosedur yakni :

1) Tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas;

2) Metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu masalah.

Dari pengertian keduanya dapat disimpulkan bahwa prosedur merupakan kegiatan berupa langkah-langkah pasti dalam menyelesaikan suatu aktivitas maupun memecahkan suatu masalah. Tujuan dari prosedur adalah untuk menyelesaikan suatu aktivitas atau masalah.

The Liang Gie (1998:28) dalam bukunya Administrasi Perkantoran Modern, mendefinisikan bahwa :

”Prosedur perkantoran merupakan segenap rangkaian metode kantor yang telah menjadi langkah-langkah tetap dalam penyelesaian suatu bidang tata usaha oleh lebih dari pada satu petugas”.

Dalam bukunya berjudul Manajemen Perkantoran Efektif, Maryati (2014:34) menjelaskan definisi tentang prosedur yakni :

”Prosedur adalah serangkaian dari tahapan-tahapan atau urut-urutan dari langkah-langkah yang saling terkait dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Untuk mengendalikan pelaksanaan kerja agar efisiensi perusahaan tercapai dengan baik dibutuhkan sebuah petunjuk tentang prosedur kerja”.

Dengan adanya prosedur kerja membuat pekerjaan dapat dilaksanakan lebih lancar dan terarah. Sehingga waktu penyelesaian akan lebih cepat. Pendapat Moekijat (1997:53) yang dikutip oleh Ida Nuraida (2014:43) dalam bukunya Manajemen Administrasi Perkantoran Edisi Revisi, menuliskan bahwa :

(2)

”Prosedur perkantoran atau sistem perkantoran adalah urutan langkah-langkah (atau pelaksanaan-pelaksanaan pekerjaan) melakukan suatu pekerjaan; berhubungan dengan apa yang dilakukan, bagaimana melakukannya, bilamana melakukannya, dimana melakukannya dan siapa yang melakukannya”.

Sementara Ida Nuraida (2014:43) masih dalam buku yang sama menyimpulkan bahwa prosedur merupakan :

1) Metode-metode yang dibutuhkan untuk menangani aktivitas-aktivitas yang akan datang;

2) Urutan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu; dan 3) Pedoman untuk bertindak.

Kata metode menunjukkan cara pelaksanaan pekerjaan terhadap suatu tugas atau kegiatan. Dengan demikian, serangkaian metode akan membentuk suatu prosedur. Arini (2015:90) dalam buku Mudah Menyusun SOP, menjelaskan bahwa :

”Standar Operating Procedure (SOP), atau disebut juga sebagai ”Prosedur” adalah dokumen yang lebih jelas dan rinci untuk menjabarkan metode yang digunakan dalam mengimplementasikan dan melaksanakan kebijakan dan aktivitas organisasi seperti yang ditetapkan dalam pedoman”.

Dari beberapa pendapat tentang pengertian prosedur diatas, penulis menyimpulkan bahwa Prosedur adalah serangkaian pedoman atau metode berupa langkah-langkah atau tahapan-tahapan secara jelas dan pasti yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dalam rangka mengimplementasikan kebijakan kerja organisasi agar berjalan efektif dan efisien. Pada dasarnya, prosedur merupakan instruksi tertulis sebagai pedoman dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan yang bersifat rutin atau kegiatan berulang dengan cara yang efektif dan efisien, untuk menghindari terjadinya penyimpangan yang dapat mempengaruhi kinerja sebuah organisasi secara keseluruhan.

(3)

b. Prosedur yang Tertulis

Ulber Silalahi (2002:102) dalam bukunya Pemahaman Praktis Asas-Asas Manajemen menerangkan, ”Aturan atau prosedur tertulis adalah petunjuk formal bagi perilaku seluruh pegawai dalam melakukan pekerjaannya”. Aturan yang tertulis ini menjadi standar yang dirancang untuk dipatuhi dan dilakukan secara berualng kali.

Dalam bukunya Manajemen Administrasi Perkantoran Edisi Revisi, Ida Nuraida (2014:44) menjelaskan bahwa prosedur kerja dalam setiap kantor hendaknya :

1) Formal, artinya diakui oleh semua orang dalam organisasi; 2) Sebaiknya tertulis;

3) Selalu terbaharui, artinya selalu up to date dengan perkembangan organisasi yang aktif dan dinamis.

Dalam buku yang sama, pendapat Moekijat (1995:108) yang dikutip Ida Nuraida (2014:44) menjelaskan bahwa :

”Kadang-kadang prosedur perkantoran ditulis dalam ”buku pedoman kantor” atau ”daftar tugas” atau dapat juga disusun dalam formulir lepas. Di dalam buku pedoman kantor (buku pedoman prosedur) atau formulir lepas tersebut dimuat instruksi-instruksi tertulis mengenai apa yang harus dilakukan, bagaimana, bilamana dan dimana, serta memberi informasi tentang sistem yang membantu organisasi”.

Pada kenyataannya, masih sering dijumpai beberapa kantor atau instansi yang membuat prosedur hanya sebatas lisan dan menganggap prosedur secara tertulis dirasa belum dibutuhkan. Padahal dengan adanya prosedur yang tertulis dapat menghindari terjadinya misscomunication yang disebabkan perbedaan persepsi karena tidak adanya dasar tertulis yang dijadikan bukti. Semakin jelas prosedur kerja, maka pekerjaan akan semakin terarah dan jelas pekerjaanya sehingga menjadikan pekerjaan lebih efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan bersama.

c. Manfaat Prosedur Tertulis

Dalam bukunya Manajemen Administrasi Perkantoran Edisi Revisi, Ida Nuraida (2014:44-46) menjelaskan bahwa prosedur yang tertulis sangat bermanfaat bagi level manajerial maupun level non-manajerial dalam

(4)

melaksanakan fungsi manajemen dibagiannya masing-masing diantaranya sebagai berikut :

1) Planning-Controlling

a) Mempermudah pencapaian tujuan;

b) Merencanakan dengan seksama tentang besarnya beban kerja yang optimal bagi masing-masing pegawai;

c) Menghindari pemborosan atau memudahkan penghematan biaya; d) Mempermudah pengawasan mengenai apa yang seharusnya dilakukan

dan yang sudah dilakukan, apakah pelaksanaan pekerjaan sudah sesuai dengan prosedur atau belum.

2) Organizing

a) Mendapatkan instruksi kerja yang dapat dimengerti oleh bawahan, mengenai hal-hal berikut :

 Tanggung jawab setiap prosedur pada masing-masing bagian, terutama sekali pada saat pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan bagian-bagian lain.

 Proses penyelesaian suatu pekerjaan.

b) Dihubungkan dengan alat-alat yang mendukung pekerjaan kantor serta dokumen-dokumen kantor yang diperlukan;

c) Mengakibatkan arus pekerjaan kantor menjadi lebih lancar dan baik, serta menciptakan konsistensi kerja.

3) Staffing-Leading

a) Membantu atasan dalam memberikan pelatihan atau dasar-dasar instruksi kerja bagi pegawai baru dan pagawai lama;

b) Atasan perlu mengadakan penyuluhan bagi bawahan yang bekerja tidak sesuai dengan prosedur;

c) Mempermudah pemberian penilaian terhadap bawahan. 4) Coordination

a) Menciptakan koordinasi yang harmonis bagi tiap departemen dan antar departemen;

b) Menetapkan dan membedakan prosedur-prosedur yang rutin dan prosedur-prosedur yang independen.

(5)

2. Administrasi

a. Definisi Administrasi

Secara etimologis, Administrasi berasal dari bahasa Latin yang yang terdiri dari kata “ad” yang berarti intensif dan “ministratie” yang berarti melayani. Kata administrasi juga sering dipahami berasal dari Bahasa Belanda yaitu administratie yang meliputi kegiatan pembukuan ringan, mencatat, menyurat, mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan. Kata administrasi dalam Bahasa Inggris disebut dalam istilah administration yang memiliki bentuk infinitif “to administer” (Donni, 2015). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015:11) terdapat empat definisi dari Administrasi yakni :

1) Usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-cara penyelenggaraan pembinaan organisasi;

2) Usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijakan untuk mencapai tujuan;

3) Kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan; dan 4) Kegiatan kantor dan tata usaha.

Hadari Nawawi dan Martini Hadari (1994:28) dalam bukunya Ilmu Administrasi mendefinisikan tentang Administrasi yakni :

“Administrasi berarti rangkaian kegiatan atau proses pengendalian cara atau sistem kerjasama sejumlah orang, agar berlangsung efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan bersama”

Dalam bukunya berjudul Manajemen Perusahaan Pelayaran, Engkos dan Hananto (2007:1) mendefinisikan “Administrasi adalah kegiatan atau proses yang berkenaan dengan upaya atau jalan untuk mencapai tujuan”. Dalam buku yang sama pendapat Dr. Sondang P. Siagaan, M.B.A yang dikutip oleh Engkos dan Hananto (2007:1), “Administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.

Irfam Fahmi (2015:1) dalam bukunya Pengantar Ilmu Administrasi Bisnis, mendefinisikan Administrasi sebagai berikut :

(6)

“Administrasi adalah sebuah bangunan hubungan yang tertata secara sistematis yang membentuk sebuah jaringan yang saling bekerjasama satu sama lainnya untuk mendukung terwujudnya suatu mekanisme kerja yang tersusun dan mencapai tujuan yang diharapkan”.

Administrasi sangat erat kaitannya dengan perkantoran karena kegiatan perkantoran identik dengan administrasi, maka timbul beberapa pengertian tentang administrasi perkantoran. Ida Nuraida (2014:10) dalam bukunya Manajemen Administrasi Perkantoran Edisi Revisi menjelaskan tentang administrasi perkantoran yakni :

“Administrasi Perkantoran adalah ilmu yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian semua hal yang berhubungan dengan daur hidup data dan informasi bisnis dalam perusahaan”.

Dalam bukunya Administrasi dan Operasional Perkantoran, Donni (2015:3) menjelaskan pengertian administrasi sebagai berikut :

“Administrasi merupakan proses dan aktivitas melalui berbagai kegiatan pembimbingan, kepemimpinan dan pengawasan usaha-usaha suatu kelompok orang-orang kearah pencapaian tujuan bersama”. Dalam buku yang sama Donni (2015:4) menjelaskan pula pengertian administrasi perkantoran yakni :

“Administrasi Perkantoran merupakan sebuah proses yang melibatkan fungsi-fungsi administrasi dalam organisasi dalam rangka melaksanakan kegiatan operasional kantor sehingga berbagai tujuan yang sudah ditetapkan oleh kantor dapat tercapai dengan optimal”.

Dari beberapa definisi dan pengertian administrasi diatas, penulis menyimpulkan Administrasi adalah usaha atau kegiatan yang meliputi proses kerja sama antara dua orang atau lebih dalam menjalankan fungsi manajemen (perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengawasan dan evaluasi) agar berlangsung efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.

(7)

b. Fungsi Primer Administrasi

Fungsi primer Administrasi adalah langkah-langkah utama dan penting dalam melakukan pengendalian kerja sama sejumlah orang guna mencapai tujuan tertentu. Fungsi primer dapat disebut juga sebagai fungsi manajemen dalam Administrasi, karena unsur-unsurnya sama dengan yang terdapat dalam kegiatan manajemen. Fungsi primer sebagai suatu sistem dengan unsur-unsurnya sebagai subsistem dalam berinteraksi ibarat sebuah rantai yang saling terhubung dan saling mempengaruhi.

Hadari Nawawi dan Martini Hadari (1994:35) dalam bukunya Ilmu Administrasi menjelaskan unsur-unsur fungsi primer dalam administrasi adalah sebagai berikut :

1) Perencanaan (Planning)

Perencanaan selalu diperlukan oleh suatu organisasi dalam mewujudkan tugas-tugas pokok atau volume kerjanya. Perencanaan pada dasarnya berarti suatu keputusan untuk dilaksanakan. Oleh karena itu pembuatan sebuah rencana harus melalui proses pengambilan atau penetapan keputusan (decision making).

Dengan demikian perencanaan adalah proses menetapkan keputusan mengenai pekerjaan atau kegiatan yang akan dilaksanakan untuk jangka waktu tertentu di masa depan, yang terarah pada suatu tujuan tertentu. Apabila dikaitkan dengan sebuah organisasi, maka perencanaan berarti proses pengambilan keputusan mengenai pekerjaan atau kegiatan yang harus diwujudkan melalui kerja sama sejumlah orang untuk mencapai tujuan yang disepakati bersama.

2) Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian merupakan kegiatan yang bermaksud agar organisasi sebagai sistem atau cara kerja sama berfungsi secara maksimal. Pengorganisasian sebagai salah satu langkah dalam mewujudkan pengendalian kerja sama sejumlah orang dimulai sejak organisasi terbentuk. Administrasi sebagai proses atau rangkaian kegiatan pengendalian, tidak dimulai dari kegiatan perencaan, namun perencanaan harus disusun secepatnya sebelum kegiatan operasional dimulai.

(8)

Dengan demikian pengorganisasian adalah rangkaian kegiatan untuk mewujudkan proses kerja sama berfungsi di dalam suatu total sistem, agar bergerak ke arah tujuan yang sama. Di dalam total sistem terdapat subsistem yang berfungsi sebagai elemen-elemen yang saling bertautan satu dengan yang lain, sehingga menjadi satu kesatuan.

3) Pengarahan (Commanding)

Pengarahan meliputi juga kegiatan pemberian bimbingan dalam melaksanakan pekerjaan, merupakan unsur yang tidak boleh diabaikan dalam mewujudkan administrasi sebagai proses pengendalian kerja sama sejumlah manusia, untuk mencapai tujuan tertentu yang telah diterima sebagai tujuan bersama. Pengarahan atau bimbingan harus dilakukan secara berkelanjutan, agar setiap kegiatan dilakukan secara baik, benar, tepat waktu dan terus menerus terarah pada tujuan yang hendak dicapai.

Dengan demikian, bimbingan atau pengarahan berarti rangkaian kegiatan atau proses menjaga, memelihara dan memajukan atau mengembangkan organisasi melalui kegiatan setiap personil, baik secara struktural maupun fungsional, agar kegiatan-kegiatannya tidak terlepas dari wewenang dan tanggung jawabnya dalam rangka mewujudkan tugas pokok masing-masing.

4) Koordinasi (Coordination)

Organisasi sebagai sistem atau cara kerja sama sejumlah manusia untuk mencapai satu tujuan, tidak akan berlangsung efektif dan efisien tanpa koordinasi. Kerja sama memerlukan koordinasi, sebaliknya di dalam koordinasi terdapat kerja sama.

Dengan demikian, koordinasi merupakan proses untuk mencapai keterpaduan, tanpa menghilangkan perbedaan, baik antar personel maupun antar unit kerja sebagai kelompok-kelompok di dalam sebuah organisasi. Dalam sebuah organisasi sebagai total sistem, tidak boleh terjadi seseorang atau satu unit kerja (subsistem) dibiarkan kerja sendiri, namun harus ada koordinasi secara bersama-sama.

5) Kontrol (Control)

Kontrol biasanya ditempatkan di bagian belakang yang kondisi itu sering dihubungkan dengan penempatanya sebagai kegiatan akhir dari

(9)

keseluruhan administrasi sebagai kegiatan pengendalian kerja sama sejumlah manusia untuk mencapai tujuan bersama. Penempatan tersebut dirasa kurang tepat, karena pengawasanpun harus dilakukan pada unsur-unsur sebelumnya untuk mengetahui tingkat efektifitas dan efisiensi pelaksanaanya.

Dengan demikian, kontrol atau pengawasan adalah rangkaian kegiatan mengukur tingkat efektifitas dan efisiensi kerja personel dengan atau tanpa menggunakan metode dan alat tertentu dalam usaha mencapai tujuan bersama. Pengawasan dilakukan dengan pemantauan dan pengamatan terhadap pekerjaan dan hasil kerja personel dari berbagai aspeknya, dengan menggunakan perencanaan sebagai pembandingnya. 6) Komunikasi (Comunication)

Administrasi merupakan kegiatan manusia yang berlangsung melalui interaksi sosial yang disebut hubungan manusiawi. Komunikasi sangat mudah berubah dan berkembang karena sifatnya yang dinamis dan merupakan proses yang berlangsung antar manusia yang berbeda sehingga menjadi bervariasi dan kompleks.

Dengan demikian, komunikasi adalah proses penyampaian informasi, ide (gagasan), pendapat, saran dan perasaan kepada orang lain, guna mewujudkan kerja sama yang efektif dan efisien bagi pencapaian tujuan bersama. Realisasinya berupa proses interaksi antar personal yang menghasilkan saling pengertian, berupa sebagai kebersamaan menjadi kelompok yang berfungsi secara kompak dalam mewujudkan volume dan beban kerja organisasi.

c. Fungsi Sekunder Administrasi

Fungsi sekunder Administrasi merupakan langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan penunjang dalam melakukan pengendalian kerja sama sejumlah orang. Unsur-unsur yang ada dan dimasukkan sebagai bagian dari fungsi sekunder administrasi karena kegiatannya bersifat teknis operasional yang tidak memerlukan kualitas pemikiran yang tinggi sehingga kegiatannya dapat dilimpahkan sepenuhnya kepada personil yang memiliki keterampilan untuk setiap unsur.

(10)

Hadari Nawawi dan Martini Hadari (1994:144) dalam bukunya Ilmu Administrasi menjelaskan unsur-unsur fungsi sekunder dalam administrasi adalah sebagai berikut :

1) Tata Usaha

Setiap organisasi tidak dapat lepas dari keharusan menyelenggarakan pekerjaan tata usaha, meskipun antara satu dengan yang lain tidak sama volumenya. Fungsi tata usaha pada dasarnya adalah untuk memudahkan atau meringankan pekerjaan administrator atau pimpinan dalam mengambil keputusan.

Tata usaha adalah rangkaian kegiatan menghimpun, mencatat, mengadakan, menggandakan, menyimpan dan mengirim berbagai bahan atau data atau informasi untuk mewujudkan tugas-tugas pokok organisasi. Dalam realisasinya semua kegiatan itu perlu dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah atau menerapkan unsur-unsur di dalam fungsi primer, agar berlangsung efektif dan efisien.

2) Keuangan

Dalam era maju dan modern, bagi manusia secara perseorangan atau secara bersama-sama dalam sebuah organisasi, yang bermaksud melaksanakan kegiatan, sudah sangat sulit menemukan yang dapat melepaskan diri dari aspek yang berhubungan dengan keuangan. Semakin besar kegiatan yang akan diwujudkan guna mencapai tujuan tertentu, maka semakin besar pula dana atau uang yang diperlukan.

Administrasi perusahaan yang titik beratnya pada manajemen, bidang keuangan ditempatkan sebagai salah satu unsurnya yang disebut penganggaran (budgeting). Anggaran diartikan sebagai perencanaan keuangan yang disusun untuk mewujudkan kegiatan dalam suatu kerja sama, guna mencapai suatu tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu pula.

3) Personalia

Administrasi merupakan pengendali kebersamaan manusia sebagai makhluk yang dalam mewujudkan sosialitasnya, tidak mungkin menghilangkan individualitasnya. Dengan pengendalian faktor manusia

(11)

secara efektif dan efisien, kerja samanya dapat dikembangkan secara dinamis dan terarah.

Administrasi Personalia dapat diartikan sebagai proses atau rangkaian kegiatan pengendalian sejumlah manusia sebagai tenaga kerja, untuk menumbuhkan kesadaran diri dalam dirinya sendiri, untuk mewujudkan pekerjaan secara produktif dan terus menerus terarah pada tujuan organisasi kerjanya.

4) Logistik (Perbekalan)

Di lingkungan suatu organisasi untuk melaksanakan tugas-tugas pokoknya, tidak sedikit pekerjaan atau kegiatan yang memerlukan peralatan. Kegiatan atau pekerjaan itu diantaranya ada yang tidak dapat dilaksanakan tanpa peralatan, di samping terdapat pula yang dengan menggunakan peralatan dapat ditingkatkan efisiensi dan efektifitasnya.

Administrasi Perbekalan dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan pelayanan fasilitas material berupa sarana atau peralatan atau perlengkapan kerja dan fasiliatas lain yang berpengaruh dan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiennya dalam mewujudkan tujuan organisasi. Sejalan dengan hal tersebut bahwa administrasi perbekalan di satu pihak merupakan perwujudan unsur-unsur dalam fungsi primer. 5) Hubungan Masyarakat

Organisasi dibentuk atau didirikan di dalam dan di tengah-tengah masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, maka tidak satupun organisasi sebagai proses kerja sama sejumlah orang, yang dapat melepaskan masyarakat dalam usaha mewujudkan tujuannya.

Humas merupakan perwujudan sebagian dari komunikasi ke luar sebagai salah satu unsur di dalam fungsi primer. Humas dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan menyampaikan informasi untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara organisasi dengan masyarakat atau pihak-pihak tertentu, agar mendapat dukungan dan respons yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas-tugas pokok organisasi.

(12)

d. Administrasi Sebagai Proses

Administrasi adalah kegiatan manusia, yang diselenggarakan untuk mengendalikan kebersamaannya dalam mewujudkan tujuan bersama pula. Dengan demikian berarti juga administrasi menyangkut perilaku manusia, yang dilakukan secara sadar dan melalui proses. Hadari dan Martini (1994:199) dalam bukunya Ilmu Administrasi menjelaskan :

“…perilaku administrasi, berbeda dari perilaku yang lain. Semua perilaku tersebut berproses dan merupakan rangkaian yang tidak terputus, karena perilaku yang satu mendasari dilaksanakannya perilaku orang lain. Setiap perilaku administrasi yang berkesinambungan itu, dalam rangkaiannya menunjukkan pola pengendalian kerja sama sejumlah manusia, untuk mencapai tujuan tertentu…”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa dalam proses administrasi terdapat kesinambungan yang membentuk pola pengendalian kerja. Kegiatan pengendalian sebagai perilaku administrasi dalam unsur fungsi sekunder yang dimaksud apakah administrator telah mewujudkan dan mengembangkan prosedur dan mekanisme kerja yang memungkinkan setiap departemen dan bahkan setiap personel melaksanakan tugas-tugas pokoknya secara baik dan benar atau sebaliknya.

Dalam bukunya Pemahaman Praktis Asas-Asas Manajemen, Ulber Silalahi (2002:57) menjelaskan tentang ketrampilan administratif sebagai berikut :

“Ketrampilan administratif merupakan kemampuan untuk mengurus, mengatur dan mencatat informasi tentang pelaksanaan dan hasil yang dicapai serta berbagai hambatan-hambatan yang dialami maupun kemampuan mengikuti kebijakan dan prosedur. Hal ini penting sebagai laporan untuk digunakan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan yang tepat”

Dari hal tersebut menjelaskan pentingnya proses administrasi mengikuti prosedur sebagai bagian dari pengambilan keputusan.

(13)

3. Kegiatan Bongkar dan Muat di Pelabuhan

a. Definisi Kegiatan Bongkar dan Muat di Pelabuhan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015:206), kata “bongkar” berarti angkat atau turunkan dan bila dirangkai dengan kata muat sehingga menjadi “bongkar muat” berarti mengeluarkan dan memasukkan muatan dari atau ke kapal. Sedangkan kata “muat” sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015:931) berarti ada ruang untuk diisi, ditempati, dimasuki, dipakai, dapat berisi. Pengertian lain yakni ada di dalamnya, berisi atau mengandung.

Di dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : PM 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar dan Muat Barang dari dan ke Kapal, BAB I Pasal 1 ayat 6 menjelaskan tentang Usaha Bongkar dan Muat Barang yakni :

“Usaha Bongkar dan Muat Barang adalah kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring dan receiving/ delivery”

Pengertian lain yakni dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.21 Tahun 2007 tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Kapal, Barang dan Penumpang pada Pelabuhan Laut yang Diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Pelabuhan, BAB I Pasal 1 Ayat 13 menerangkan bahwa, “Kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal adalah kegiatan yang meliputi stevedoring, cargodoring dan receiving/ delivery di pelabuhan”. Dilanjutkan dalam ayat 14 menjelaskan pengertian stevedoring yakni :

“Stevedoring adalah pekerjaan membongkar barang dari kapal ke dermaga/ tongkang/ truk atau memuat barang dari dermaga/ tongkang/ truk ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau Derek darat”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan bongkar dapat diartikan membongkar barang dari kapal ke dermaga. Sedangkan kegiatan muat adalah memuat barang dari dermaga ke kapal yang keduanya dilakukan dengan menggunakan derek kapal atau derek laut.

(14)

Pada kegiatan bongkar maupun muat di pelabuhan tidak semua tahapan (stevedoring, cargodoring, receiving/ delivery) dilalui utamanya pada kegiatan bongkar dan muat yang dilakukan secara TL (truck lossing). Sedangkan untuk proses bongkar dan muat petikemas secara non-TL (truck lossing) biasanya melewati ketiga tahapan tersebut.

b. Mekanisme Kegiatan Bongkar di Pelabuhan

Secara umum mekanisame kegiatan bongkar telah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.21 Tahun 2007 tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Kapal, Barang dan Penumpang pada Pelabuhan Laut yang Diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Pelabuhan, pada BAB I Pasal 1 Ayat 13 sampai dengan Ayat 16 yang berbunyi :

13)Kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal adalah kegiatan yang meliputi stevedoring, cargodoring dan receiving/ delivery di pelabuhan. 14)Stevedoring adalah pekerjaan membongkar barang dari kapal ke dermaga/

tongkang/ truk atau memuat barang dari dermaga/ tongkang/ truk ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau derek darat.

15)Cargodoing adalah pekerjaan melepaskan barang dari tali/ jala-jala (ex tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/ lapangan penumpukan barang atau sebaliknya.

16)Receiving/ Delivery adalah pekerjaan memindahkan barang dari timbunan/ tempat penumpukan di gudang/ lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun di atas kendaraan di pintu gudang/ lapangan penumpukan atau sebaliknya.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa kegiatan bongkar barang meliputi kegiatan yang dilakukan saat barang dibongkar dari kapal dan diangkut hingga ke pintu keluar pelabuhan (get out).

(15)

Gambar 2.1:

Ilustrasi Mekanisme Kegiatan Bongkar di Pelabuhan

Sumber : Situs Resmi PT. Mitra Karunia Samudra www.mikasa.co.id

Sedangkan mekanisme kegiatan bongkar barang di pelabuhan dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yakni :

1) Proses kegiatan bongkar dari kapal secara TL (truck lossing)

Proses kegiatan bongkar secara TL (truck lossing) dilakukan hanya melewati tahap stevedoring atau barang dibongkar kemudian diangkut dengan truk lalu barang langsung dibawa keluar pelabuhan melewati pintu keluar (get out) tanpa melewati tahap cargodoring dan receiving. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.21 Tahun 2007 tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Kapal, Barang dan Penumpang pada Pelabuhan Laut yang Diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Pelabuhan, Pasal 8 menjelaskan bahwa :

“Pelayanan kegiatan bongkar dan muat langsung (truck lossing) diperuntukkan bagi sembilan bahan pokok, barang strategis, barang militer serta barang/ bahan berbahaya yang memerlukan penanganan khusus sesuai kondisi pelabuhan setempat”

Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa untuk kegiatan bongkar secara TL (truck lossing) diberlakukan kepada muatan tertentu.

(16)

2) Proses kegiatan bongkar dari kapal secara non-TL (truck lossing)

Untuk proses kegiatan bongkar secara non-TL (truck lossing) dilaksanakan melalui tiga tahapan kegiatan bongkar barang yakni :

a) Stevedoring, yakni membongkar barang dari kapal ke dermaga/ tongkang/ truk;

b) Cargodoring, yakni melepaskan barang dari tali/ jala di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/ lapangan penumpukan barang; c) Receiving, yakni memindahkan barang dari timbunan atau tempat

penumpukan barang di gudang / lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun di atas kendaraan di pintu gudang/ lapangan penumpukan.

Setelah barang siap di atas kendaraan, maka tahap terakhir adalah kendaraan pengangkut barang keluar pelabuhan melalui pintu keluar (get out) untuk dilanjutkan ke tempat tujuan.

c. Mekanisme Kegiatan Muat di Pelabuhan

Sama dengan kegiatan bongkar, mekanisame kegiatan muat juga telah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.21 Tahun 2007 tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Kapal, Barang dan Penumpang pada Pelabuhan Laut yang Diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Pelabuhan, pada BAB I Pasal 1 Ayat 13 sampai dengan Ayat 16. Bedanya mekanisme kegiatan muat barang merupakan kebalikan dari mekanisme kegiatan bongkar barang. Kegiatan muat barang meliputi kegiatan yang dilakukan dari saat barang melewati pintu masuk pelabuhan (get in) hingga dimuat ke kapal.

(17)

Gambar 2.2:

Ilustrasi Mekanisme Kegiatan Muat di Pelabuhan

Sumber : Situs Resmi PT. Mitra Karunia Samudra www.mikasa.co.id

Sedangkan mekanisme kegiatan muat barang di pelabuhan dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yakni :

1) Proses kegiatan muat ke kapal secara TL (truck lossing)

Proses kegiatan muat secara TL (truck lossing) dilakukan hanya melewati tahap stevedoring atau barang dimuat langsung ke kapal setelah kendaraan pengangkut melewati pintu masuk (get in) pelabuhan dan tanpa melewati tahap delivery dan cargodoring. Sama seperti kegiatan bongkar, kegiatan muat secara TL (truck lossing) dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.21 Tahun 2007 tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Kapal, Barang dan Penumpang pada Pelabuhan Laut yang Diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Pelabuhan, Pasal 8 menjelaskan bahwa :

“Pelayanan kegiatan bongkar dan muat langsung (truck lossing) diperuntukkan bagi sembilan bahan pokok, barang strategis, barang militer serta barang/ bahan berbahaya yang memerlukan penanganan khusus sesuai kondisi pelabuhan setempat”

Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa untuk kegiatan muat secara TL (truck lossing) diberlakukan kepada muatan tertentu.

(18)

2) Proses kegiatan muat ke kapal secara non-TL (truck lossing)

Untuk proses kegiatan muat secara non-TL (truck lossing) dilaksanakan melalui tiga tahapan kegiatan muat barang yakni dimulai dari kendaraan pengangkut barang melewati pintu masuk pelabuhan (get in) selanjutnya memulai beberapa tahapan muat barang yakni :

a) Delivery, yakni memindahkan barang yang sudah tersusun di atas kendaraan di pintu gerbang/ lapangan penumpukan ke tempat penumpukan barang di gudang/ lapangan penumpukan;

b) Cargodoring, yakni mengangkut barang dari gudang/ lapangan penumpukan barang menuju ke dermaga;

c) Stevedoring, yakni memuat barang dari dermaga/ tongkang/ truk ke kapal.

Setelah barang siap di atas kapal, maka tahap terakhir adalah kapal akan membawa barang muatan ke tempat tujuan.

4. Petikemas

a. Definisi Petikemas

Pengertian Petikemas secara formal ditetapkan dalam Customs Convention on Container yang diselenggarakan pada tanggal 2 Desember 1972 di Geneva, Swiss. Definisi yang disepakati dalam konvensi tersebut bahwa Petikemas (container) adalah suatu alat pengangkutan barang yang karakteristiknya sebagai berikut :

1) Berbentuk permanen dan kokoh, sehingga dapat dipergunakan berulang kali untuk pengangkutan barang;

2) Seluruhnya atau sebagian tertutup, sehingga berbentuk peti atau kerat dan dimaksudkan untuk diisi barang yang akan diangkut;

3) Didesain sedemikian rupa untuk memudahkan mobilitas pengangkutannya, sehingga memungkinkan pemindahan barang antar sarana transportasi tanpa harus membongkar isi muatan terlebih dahulu;

4) Dilengkapi dengan perangkat yang memudahkan penanganan pemindahannya, khususnya apabila dipindahkan dari satu moda transportasi ke moda transportasi lainnya;

5) Dibuat sedemikian rupa sehingga mudah diisi dan dikosongkan;

(19)

7) Dibuat dari baja, aluminium, fiber glass dan dilengkapi dengan pintu yang dapat dikunci dari luar;

8) Termasuk perlengkapan atau peralatannya yang diangkut bersama-sama container bersangkutan.

Indonesia sebagai bagian dari Organisasi Kepabeanan Internasional (WCO) ikut meratifikasi konvensi tersebut. Pernyataan ratifikasi tersebut ditegaskan dalam Keputusan Presiden Nomor 45 tahun 1989 tentang pengesahan Customs Convention on Containers, 1972.

Lebih lanjut The International Standard Organization (ISO), menetapkan pengertian Container sebagai bagian alat transportasi, yang : a) Sifatnya cukup kuat untuk dipergunakan berulang kali;

b) Dirancang secara khusus sebagai fasilitas untuk membawa barang dengan moda transportasi yang ada;

c) Dipasang alat-alat yang memungkinkan sewaktu-waktu digunakan untuk menangani dari satu alat transportasi ke alat transportasi lain;

d) Dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk mengisi maupun mengosongkannya;

e) Mempunyai isi ruangan dalam (internal volume) sekurang-kurangnya 1 m3 = 35,3 Cuft.

Gambar 2.3:

Tumpukan Petikemas di Lapangan Penumpukan Petikemas

Sumber : Situs Resmi Berita Online Liputan 6 www.liputan6.com

(20)

Dengan demikian, pengertian Petikemas (container) adalah suatu alat pengangkutan yang dirancang secara khusus dengan ukuran tertentu, dapat dipakai berulang kali, dipergunakan untuk menyimpan dan sekaligus mengangkut muatan yang ada di dalamnya.

b. Jenis Petikemas

Engkos dan Hananto (2007:114-115) dalam bukunya Manajemen Perusahaan Pelayaran, menjelaskan tentang jenis-jenis petikemas. Petikemas atau container dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

1) Flat Rack Container (FRC), untuk mesin-mesin atau alat berat dan sebagainya yang mungkin memakai space lebih dari ukuran 20’ atau 40’, berlantai dasar kuat/ kokoh;

2) General Cargo Container atau General Purpose (GP) untuk muatan umum;

3)

Gambar 2.4:

Petikemas Jenis General Purpose (GP)

Sumber: www.google.com

4) Special Ventilated Container (SVC), untuk muatan yang berkeringat/ basah, bau atau mudah rusak;

5) Open Top/ Side Container (OT/OS) dibuat dari steel untuk alat berat, mesin, traktor dan sebagainya, dimasukkan dari atas dengan derek;

(21)

Gambar 2.5:

Petikemas Jenis Open Top Container

Sumber : www.google.com

6) Tank Container (TC), tangki dilindungi rangka besi untuk muatan cair/ gas;

Gambar 2.6

Petikemas Jenis Tank Container (TC)

Sumber : www.google.com

7) Refrigerated Container (RF), bermesin pendingin, untuk buah-buahan, daging dan sebagainya.

(22)

8) Dry Bulk Container (DBC), untuk muatan curah;

Secara umum jenis petikemas/ container tergantung pada keperluannya, petikemas/ container dibuat dari steel, alumunium dan juga dari fiber glass.

c. Ukuran Petikemas

Dalam bukunya yang berjudul Manajemen Perusahaan Pelayaran, Engkos dan Hananto (2007:115) menjelaskan tentang ukuran petikemas. Panjang dan tinggi petikemas dapat berubah-ubah sedangkan lebarnya tetap 8 feet. Panjang antara lain 10’, 20’, 35’, 40’ dan 45’. Umumnya yang dipakai di Indonesia adalah 20’ dan 40’.

Tabel. 2.1:

Ukuran Petikemas/ Container

Jumlah Muatan (ton) 20’ 40’ RF 20

Panjang (m) 6,055 12,192 6,06

Lebar (m) 2,435 2,59 2,59

Tinggi (m) 2,435 2,435 2,44

Berat kosong (kg) 2,210 3,801 3,311

Berat isi max (kg) 18,111 26,681 18,144

Sumber : Engkos & Hananto (2007), Manajemen Perusahaan Pelayaran, p.115.

Tabel diatas adalah spesifikasi ukuran panjang, lebar, tinggi, berat kosong dan berat isi maksimal dari petikemas/ container yang berukuran 20’, 40’ dan RF 20. Satuan untuk petikemas/ container adalah teu (twenty equivalent unit) atau feu (fourty equivalent unit).

d. Muatan Petikemas

Engkos dan Hananto (2007:121), dalam bukunya Manajemen Perusahaan Pelayaran, menggambarkan jenis muatan petikemas dalam tabel sebagai berikut :

(23)

Tabel. 2.2:

Jenis Muatan dalam Petikemas

Jenis Muatan Jenis Petikemas

General Cargo

Clean Cargo Dry Container

Dirty Cargo Vent/ Insulated Container Muatan Peka Bau Keras Open Top Container

Special Cargo

Muatan Mudah Rusak (perichable) Vent Container Muatan Dingin (refrigerated) Reefer Container

Tumbuhan Pin Container

Heavy Cargo Open Top, Flat Rack Container Dangerous Cargo Dry Container

Muatan Bernilai Tinggi Dry Container

Bulk Cargo Bulk Container Flat Rack Muatan Lepas (unpacked cargo) Flat Rack Container

Plat Form Container Sumber : Engkos & Hananto (2007), Manajemen Perusahaan

Pelayaran, p.121.

Dari tabel diatas dapat diketahui penggolongan jenis barang muatan dan jenis petikemas yang digunakan untuk memuat barang muatan tersebut. Tidak semua jenis barang dapat dimuat dalam satu container yang sama. Terdapat penggolongan untuk pasangan antara jenis barang muatan dengan jenis container yang digunakan.

Sebuah artikel dari situs online www.pelautonline.com berjudul Jenis Barang Muatan (Type Of Cargoes) menerangkan tentang jenis barang muatan yang digolongkan menjadi tiga kelompok yakni :

1) Jenis muatan ditinjau dari cara pemuatan

 Muatan Curah (Bulk Cargoes), yaitu muatan yang tidak menggunakan kemasan;

(24)

Contoh : gandum, jagung, besi dan sebagainya.

Refrigerated/ Frozen Cargoes, yaitu muatan yang membutuhkan suhu tertentu yang cukup rendah;

Contoh : daging, keju, buah dan sebagainya.

 Muatan Cair (Liquid Cargoes)/ Hasil Minyak (Oil Product), yaitu muatan olahan dari hasil minyak;

Contoh : bensin, kerosin, MDF dan sebagainya.

 Muatan Gas (Gas Cargoes), yaitu muatan yang berupa gas; Contoh : gas alam cair dan sebagainya.

 Muatan Campuran (General Cargoes), yaitu muatan yang memiliki/ menggunakan kemasan tertentu;

Contoh : karton, kelontongan dan sebagainya.

 Muatan Petikemas (Container Cargoes), yaitu muatan yang berupa peti dari baja dengan ukuran standar.

Contoh : petikemas uk. 20 feet dan 40 feet. 2) Jenis muatan ditinjau dari sifat atau mutu

 Muatan Basah (Wet Cargo), yaitu muatan yang berbentuk cairan dan dikemas dalam drum, tong, plastik, botol, kaleng atau sejenisnya yang dapat bocor;

Contoh : cat cair, susu cair, oli dan sebagainya.

 Muatan Kering (Dry Cargo), yaitu muatan yang tidak mengandung cairan;

Contoh : kaca, besi, kertas dan sebagainya.

 Muatan Bersih (Clean Cargo), yaitu muatan yang tidak meninggalkan kotoran;

Contoh : tekstil, timah batangan dan sebagainya.

 Muatan Kotor (Dirty Cargo), yaitu muatan yang meninggalkan kotoran;

Contoh : arang, semen, aspal dan sebagainya.

 Muatan Berbau (Odours Cargo), yaitu muatan yang mengeluarkan aroma yang tajam serta tidak enak dan menyebabkan kerusakan pada muatan yang lain;

(25)

 Muatan Peka (Delicate Cargo), yaitu muatan yang mudah rusak akibat aroma/ bau yang lain;

Contoh : tembakau, teh, kopi dan sebagainya.

 Muatan Berbahaya (Dangerous Cargo), yaitu muatan yang mengandung resiko terhadap keselamatan jiwa manusia, kapal dan muatan lainnya;

Contoh : amunisi, korek api dan sebagainya.

 Muatan Berharga (Valueables Cargo), yaitu muatan dengan bentuk kecil namun memiliki nilai yang tinggi;

Contoh : permata, jam tangan dan sebagainya.

 Muatan Hewan (Life Stock), yaitu muatan yang berjiwa selain manusia. Contoh : sapi, kuda, babi dan sebagainya.

3) Jenis muatan ditinjau dari perhitungan biaya angkut

 Muatan Berat (Heavy Cargo), yaitu muatan yang mempunyai Stowage Factor < 1,114 m³ /ton;

Contoh : marmer, semen, besi dan sebagainya.

 Muatan Ringan (Light Cargo), yaitu muatan yang mempunyai Stowage Factor > 1,114 m³ /ton;

Contoh : beras, teh, tepung tapioka dan sebagainya.

 Muatan Standart (Measurement Cargo), yaitu muatan yang mempunyai Stowage Factor = 1,114 m³ /ton.

Contoh : papan, bahan kosmetik dan sebagainya.

Lebih lanjut berkaitan dengan angkutan petikemas (container) Engkos dan Hananto (2007:95), dalam bukunya Manajemen Parusahaan Pelayaran, untuk angkutan containerized cargo dibedakan menjadi dua jenis berikut :

1) FCL (Full Container Load), yaitu muatan dimuat ke dalam petikemas (stuffing) di tempat shipper. Jadi, isi petikemas hanya milik satu shipper. 2) LCL (Less Than Container Load), yaitu muatan oleh shipper dibawa ke

gudang CFS (Container Freight Station). Jadi, isi petikemas milik beberapa shipper.

(26)

5. Alih Kapal (Transshipment)

a. Pengertian Alih Kapal (Transshipment)

Pengertian alih kapal (transhipment) dijelaskan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM.11 Tahun 2007 tentang Pedoman Penetapan Tarif Pelayanan Jasa Bongkar Muat Petikemas (Container) di Dermaga Konvensional di Pelabuhan yang Diselenggarakan oleh Badan Usaha Pelabuhan, Pasal 1 ayat 20 yakni :

“Alih kapal petikemas (transshipment) adalah kegiatan membongkar petikemas dari kapal pengangkut pertama, disusun dan ditumpuk di lapangan penumpukan dan memuat kembali ke kapal pengangkut ke-2 (kedua) pada dermaga konvensional yang sama”

Engkos dan Hananto (2007:100-101) dalam bukunya Manajemen Perusahaan Pelayaran, menjelaskan mengenai alih kapal (transshipment) dengan istilah muatan transshipment yakni :

“Muatan transshipment adalah muatan yang selanjutnya diangkut oleh kapal perusahaan pelayaran kedua (2ⁿᵈ carrier) karena kapal pengangkut pertama (1ˢᵗ carrier) tidak menyinggahi pelabuhan tujuan muatan tersebut”

Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa alih kapal (transshipment) adalah kegiatan membongkar muatan petikemas dari kapal pengangkut pertama, disusun dan ditumpuk di lapangan penumpukan dan memuat kembali muatan petikemas tersebut ke kapal pengangkut ke-2 pada dermaga konvensional yang sama dikarenakan kapal pengangkut pertama tidak menyinggahi pelabuhan tujuan barang muatan petikemas tersebut.

b. Prosedur muatan Alih Kapal (Transshipment)

Dalam bukunya yang berjudul Manajemen Perusahaan Pelayaran, Engkos Kosasih dan Hananto Soewedo (2007:101) menuliskan dan menjelaskan mengenai prosedur muatan lanjutan alih kapal (transshipment) adalah sebagai berikut :

1) Kegiatan awal :

a) Cabang atau agen menyiapkan dokumen, seperti Pemberitahuan Umum (PU), booking kepada 2ⁿᵈ carrier;

(27)

b) Setelah kapal tiba, diurus pembongkaran muatan dan yang perlu transshipment ditumpuk dulu di gudang atau di CY;

c) Kemudian lakukan booking muatan ke 2ⁿᵈ carrier dengan membuat Shipping Instruction;

d) Juga perlu diurus fiat muatan ke 2ⁿᵈ carrier dan diurus Model “H” (yang ada hubungannya dengan B & C).

2) Setelah dimuat di kapal 2ⁿᵈ carrier, cabang atau agen dari pelayaran I akan menerima copy mate’s receipt dan asli memo B/L dari agen pelayaran II. 3) Cabang memberitahu consigne dengan surat/ fax/ telex.

4) Asli memo B/L dikirim kea gen kapal pelayaran II di pelabuhan tujuan dengan permintaan untuk menyerahkan muatan kepada consigne dengan menarik endorse through B/L dan meminta agar through B/L segera dikirim ke kantor pusat pelayaran I (through B/L adalah B/L dari pelabuhan muat sampai dengan pelabuhan tujuan, tetapi pelabuhan tujuan tersebut tidak disinggahi 1ˢᵗ carrier).

5) Cabang atau agen melaporkan pelaksanaan ke kantor pusat.

6. Pedoman Sistem dan Prosedur Bongkar dan Muat Petikemas menggunakan sistem alih kapal (transshipment) PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero)

Dalam Peraturan Direksi PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) Nomor: PER.22.1/OS.0102/P.III-2014 tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Pelayanan Jasa Kapal, Pelayanan Jasa Barang, Pelayanan Jasa Petikemas, Pelayanan Jasa Bongkar Muat Barang dan Pelayanan Kapal Lainnya di Lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), Prosedur Bongkar dan Muat Petikemas menggunakan sistem alih kapal (transshipment) PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) dijelaskan dalam beberapa tahap sebagai berikut :

a. Administrasi Pelayanan Jasa Petikemas

1) Pengguna jasa mengajukan surat permohonan pelayanan jasa petikemas pada Unit Pelayanan dilampiri dengan dokumen pendukung;

2) Pengguna jasa memberikan jaminan pembayaran atas pelayanan jasa petikemas;

3) Pengguna jasa berkoordinasi dengan Unit Pelayanan untuk persiapan kegiatan operasi bongkar muat petikemas.

(28)

b. Perencanaan Penambatan Kapal

1) Unit Operasi Terminal membuat pra meeting alokasi penambatan berdasarkan jadwal kapal yang telah disampaikan oleh perusahaan pelayaran/ agen pelayaran;

2) Untuk selanjutnya Unit Operasi Terminal merencanakan alokasi penambatan bersama Unit Pelayanan untuk menetapkan penambatan; 3) Unit Operasi Terminal berkoordinasi dengan Unit Pelayanan terkait untuk

memastikan kesiapan penambatan kapal. c. Perencanaan Operasi Bongkar Muat

1) Unit Operasi Terminal menyusun perencanaan pembongkaran (discharging plan) dan atau pemuatan (loading plan) petikemas berdasarkan data yang disampaikan perusahaan pelayaran/ agen pelayaran; 2) Unit Operasi Terminal mempersiapkan sumber daya pembongkaran (discharging) dan atau pemuatan (loading) petikemas sesuai dengan kebutuhan operasional;

3) Unit Operasi Terminal berkoordinasi dengan Unit Pelayaran terkait dan pengguna jasa untuk memastikan kesiapan operasi bongkar muat.

d. Perencanaan Penumpukan Petikemas

1) Unit Operasi Terminal menyusun perencanaan alokasi penumpukan petikemas sesuai kebutuhan berdasarkan permohonan yang disampaikan oleh pengguna jasa;

2) Unit Operasi Terminal berkoordinasi dengan Unit Pelayanan terkait untuk memastikan kesiapan fasilitas dan peralatan penumpukan petikemas. e. Pelaksanaan Operasi Bongkar Muat

1) Unit Operasi Terminal memonitor proses pelaksanan penyandaran kapal sesuai dengan alokasi penambatan kapal;

2) Unit Operasi Terminal melaksanakan pembongkaran (discharging) dan atau pemuatan (loading) petikemas sesuai dengan perencanaan operasi bongkar muat;

3) Unit Operasi Terminal berkoordinasi dengan Unit Pelayaran terkait dan pengguna jasa untuk memastikan kelancaran operasi bongkar muat.

(29)

f. Pelaksanaan Penumpukan Petikemas

1) Unit Operasi Terminal melaksanakan penumpukan petikemas sesuai kebutuhan berdasarkan alokasi penumpukan yang telah ditetapkan baik untuk petikemas bongkar atau petikemas muat;

2) Unit Operasi Terminal berkoordinasi dengan Unit Pelayanan terkait untuk memastikan kelancaran penumpukan petikemas bongkar atau petikemas muat.

g. Perencanaan dan Pelaksanaan Alih Kapal (Transshipment)  Perencanaan Alih Kapal (Transshipment)

1) Unit Pelayanan melakukan administrasi pelayanan kegiatan alih kapal (transshipment) sesuai dengan permohonan pengguna jasa;

2) Unit Operasi Terminal mengalokasikan lapangan penumpukan untuk kegiatan alih kapal (transshipment);

3) Unit Operasi Terminal melakukan update data dan informasi untuk kegiatan alih kapal (transshipment).

 Pelaksanaan Alih Kapal (Transshipment)

1) Unit Operasi Terminal melakukan pengaturan proses pemindahan petikemas yang dipersiapkan untuk kegiatan alih kapal (transshipment);

2) Unit Operasi Terminal melakukan penumpukan petikemas alih kapal (transshipment) pada area khusus untuk penumpukan alih kapal (transshipment);

3) Unit Operasi Terminal melakukan monitoring kelancaran kegiatan alih kapal (transshipment);

4) Unit Operasi Terminal berkoordinasi dengan instansi terkait (misalnya Bea Cukai) dan pengguna jasa untuk memastikan kelancaran pelayanan kegiatan alih kapal (transshipment);

5) Unit Operasi Terminal membuat laporan hasil kegiatan alih kapal (transshipment).

h. Monitoring Nota Rampung Hasil Pelayanan Jasa Petikemas

1) Setelah kegiatan pelayanan jasa petikemas selesai, selanjutnya dilakukan verifikasi dan persetujuan hasil pelayanan jasa petikemas agar dapat dilaksanakan penerbitan nota hasil pelayanan jasa petikemas;

(30)

2) Unit Operasi Terminal melakukan monitoring terhadap tindak lanjut nota hasil pelayanan jasa petikemas tersebut dan berkoordinasi dengan Unit Keuangan.

B. Metode Pengamatan

1. Lokasi Pengamatan

Dalam menjalankan kegiatan praktik kerja atau magang penulis melaksanakannya di Bagian Sekretariat Perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero). Namun, lokasi untuk melaksanakan pengamatan dan observasi adalah di Terminal Petikemas Serbaguna (Multipurpose) Nilam Timur yang berada di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Dalam hal melaksanakan tugas pengamatan penulis bertindak sebagai pengamat atau peneliti. Pengamat memilih lokasi tersebut sebagai tempat pengamatan dengan pertimbangan sebagai berikut : a. Lokasi tersebut merupakan tempat dilaksanakannya proses kegiatan bongkar

dan muat khusus untuk muatan dalam petikemas.

b. Di lokasi tersebut terdapat prosedur pelaksanaan administrasi bongkar dan muat petikemas menggunakan sistem alih kapal (transshipment).

c. Di lokasi tersebut pengamat dapat mengumpulkan data yang akurat dan melaksanakan pengamatan atau penelitian secara langsung di lapangan terkait proses prosedur pelaksanaan administrasi bongkar dan muat petikemas menggunakan sistem alih kapal (transshipment).

d. Lokasi tersebut merupakan rekomendasi dari instansi yakni PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) kepada pengamat untuk melaksanakan pengamatan sekaligus mengumpulkan data dan observasi lapangan terkait bahan materi Tugas Akhir penulis.

e. Pengamat diberikan izin dari instansi terkait yakni PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) untuk melaksanakan pengamatan di lokasi tersebut.

Dari seluruh pertimbangan diatas maka, penulis memutuskan untuk melaksanakan pengamatan di lokasi tersebut.

2. Jenis Pengamatan

Berdasarkan tujuan pengamatan yang hendak dicapai, pengamatan ini lebih menitikberatkan pada pengamatan lapangan yaitu pengamatan yang

(31)

dilakukan dengan cara datang langsung ke Terminal Petikemas Serbaguna (Multipurpose) Nilam Timur yang berada di kawasan Tanjung Perak Surabaya untuk memperoleh gambaran kegiatan bongkar dan muat petikemas yang menjadi obyek pengamatan secara umum dan pegumpulan informasi yang diperlukan sesuai obyek pengamatan.

Bentuk pengamatan yang digunakan adalah pengamatan deskriptif kualitatif. Jenis pengamatan deskriptif kualitatif yaitu pengamatan yang dilakukan dengan menganalisa data tanpa menggunakan rumus-rumus statistik. Data yang dikumpulkan dari pengamatan ini adalah data berbentuk kata, kalimat, skema dan gambar. Sifat penelitian seperti ini mampu memperlihatkan secara langsung hubungan antar kegiatan yang terjadi dalam lokasi pengamatan.

Erickson dalam Susan Stainback (2003) yang dikutip oleh Sugiyono (2014:41) dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Manajemen menyimpulkan bahwa: “Metode penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi…”. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa dalam melaksanakan pangamatan, pengamat ikut berpartisipasi langsung di lapangan untuk melaksanakan pengamatan. Dari penjelasan diatas maka, pengamat ikut terjun ke lapangan untuk melaksanakan pengamatan yakni di Terminal Petikemas Serbaguna (Multipurpose) Nilam Timur yang berada di kawasan Tanjung Perak Surabaya.

Pengamatan yang dilakukan terbatas pada usaha untuk megungkapkan suatu masalah, keadaan atau peristiwa sebagaimana keadaan yang terjadi adanya sehingga bersifat sekunder menggunakan fakta. Pengamatan kualitatif studi kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan studinya.

3. Penentuan Sampel dan Sumber Data a. Penentuan Sampel

Sugiyono (2014:364) dalam bukunya berjudul Metode Penelitian Manajemen menyatakan :

(32)

“Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi. Sampel yang digunakan dalam pengamatan adalah sebagai narasumber atau informan. Penelitian berangkat dari populasi tertentu, tetapi karena keterbatasan tenaga, dana dan waktu, maka peneliti menggunakan sampel sebagai objek yang dipelajari dengan menggunakan teknik sampling.

Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan yakni purposive sampling. Dalam bukunya Metode Penelitian Manajemen, Sugiyono (2014:368) menjelaskan bahwa :

”Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang didasarkan dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek sosial yang diteliti.”

Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif tidak berdasarkan perhitungan statistik. Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum.

Pengamat dalam melakukan pengamatan di lapangan menentukan sampel yang digunakan yakni Supervisor Perencanaan Terminal Petikemas Serbaguna (Multipurpose) Nilam Timur Surabaya. Pengamat menggunakan sampel tersebut dikarenakan sampel tersebut dianggap paling tahu dan paham tentang prosedur pelaksanaan bongkar muat petikemas di Terminal Petikemas Serbaguna (Multipurpose) Nilam Timur sebagai obyek penelitian dan juga kendala maupun cara mengatasi kendala dari obyek penelitian tersebut.

(33)

b. Sumber Data

Data merupakan bagian yang terpenting dalam kualitas pengamatan. Data merupakan kumpulan dari fakta-fakta sehingga memberikan makna bagi pengguna sehingga menjadi sumber data. Data informasi yang dikumpulkan dan dikaji dalam pengamatan ini adalah data kualitatif.

Dari pengamatan yang dilakukan pengamat di Terminal Petikemas Serbaguna (Multipurpose) Nilam Timur yang berada di kawasan Tanjung Perak Surabaya, pengamat mengumpulkan data yang diperoleh dari :

1) Narasumber

Sebagai salah satu instrumen pengamatan, wawancara mendalam akan dilakukan dengan beberapa pihak yang memiliki kapasitas dan pemahaman yang memadai terkait kegiatan operasional bongkar dan muat petikemas di pelabuhan khususnya di Terminal Petikemas Serbaguna (Multipurpose) Nilam Timur yang berada di kawasan Tanjung Perak Surabaya. Dalam pengamatan kualitatif, data yang digunakan bersifat luwes sehingga tidak ada aturan pasti dalam jumlah yang harus diambil. Narasumber dalam wawancara ini diambil dari berbagai latar belakang untuk menggali keragaman pandangan secara komprehensif mengenai kegiatan bongkar dan muat petikemas di terminal petikemas baik secara administrasi maupun secara teknis. Adapun subyek penelitian ini adalah : a) Asisten Manajer Operasi Terminal Petikemas Serbaguna

(Multipurpose) Nilam Timur;

b) Supervisor Perencanaan Terminal Petikemas Serbaguna (Multipurpose) Nilam Timur;

c) Petugas Perencanaan Terminal (Planner); d) Agen Pelayaran;

e) Petugas foreman kapal dan foreman lapangan; f) Petugas tally petikemas.

2) Dokumen atau arsip

Dokumen tertulis dan bukti arsip merupakan sumber data yang memiliki posisi penting dalam sebuah pengamatan. Dengan demikian arsip yang pada umumnya berupa catatan-catatan yang lebih formal bila dibandingkan dengan dokumen yang juga sangat penting dalam

(34)

pengamatan ini. Dokumen yang dapat dijadikan sebagai sumber data pengamatan yakni meliputi :

a) Struktur Organisasi Perusahaan; b) Profil Perusahaan;

c) Peraturan Direksi;

d) Peraturan General Manajer; e) Perjanjian Kerjasama; f) Arsip surat-menyurat;

g) Dokumen dan arsip terkait dengan administrasi kegiatan bongkar dan muat petikemas;

h) Dokumen lain yang mendukung dan melengkapi data pengamatan. 4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam pengamatan, karena tujuan utama dari pengamatan adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka pengamat tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sedangkan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Pada pengamatan ini pengamat menggunakan sumber sekunder yang sumber datanya berasal dari orang lain dan lewat dokumen.

Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuisioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya. Sugiyono (2014:376) dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Manajemen mengemukakan ada empat teknik dalam pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan gabungan atau trianggulasi.

(35)

Bagan 2.1:

Macam-Macam Teknik Pengumpulan Data

Sumber : Sugiyono (2014), Metode Penelitian Manajemen, p.376.

Dalam melakukan pengamatan di Terminal Petikemas Serbaguna (Multipurpose) Nilam Timur yang berada di kawasan Tanjung Perak Surabaya, pengamat menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Pengamat menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang lengkap. Adapun penjelasannya sebagai berikut :

a. Observasi

Pengamat menggunakan teknik observasi partisipatif. Dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data pengamatan. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh sumber data. Dengan observasi partisipan ini, pengamat juga sekaligus melakukan wawancara dan dokumentasi data.

Adapun jenis observasi partisipasi yang digunakan adalah observasi yang moderat. Pernyataan Susan Stainback (1988) tentang observasi moderat seperti yang dikutip Sugiyono (2014:379) dalam bukunya Metode Penelitian Manajemen menyatakan bahwa :

”Dalam observasi ini terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya” Teknik Pengumpulan Data OBSERVASI WAWANCARA DOKUMENTASI TRIANGGULASI

(36)

Bagan 2.2:

Macam-Macam Teknik Observasi

Sumber : Sugiyono (2014), Metode Penelitian Manajemen, p.378.

Dari pernyataan diatas, berarti peneliti berperan sebagai orang dalam yakni dari pihak Terminal sekaligus pihak luar yakni agen pelayaran sehingga dapat mengambil data pada dua sisi. Adapun observasi yang dilakukan oleh pengamat adalah tentang prosedur administrasi bongkar dan muat petikemas dengan menggunakan sistem transshipment (alih kapal).

b. Wawancara

Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan pengamatan dengan cara tanya jawab yang dilakukan antara pewawancara dengan narasumber atau informan. Pendapat Esterberg (2002) yang dikutip Sugiyono (2014:379) dalam bukunya Metode Penelitian Manajemen mengemukakan ”Beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, wawancara semiterstruktur dan wawancara tidak terstruktur”.

Wawancara yang dilakukan oleh pengamat adalah jenis wawancara semiterstruktur. Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview (wawancara mendalam). Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang

Macam-macam Observasi Observasi Partisipatif Observasi terus terang dan tersamar Observasi yang pasif Observasi yang moderat Observasi yang lengkap Observasi yang aktif Observasi tak terstruktur

(37)

dikemukakan oleh informan. Pertanyaan yang diajukan bersifat ”open-ended” (pertanyaan yang menghasilkan jawaban detail dan informasi untuk dikutip) dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara formal maupun non-formal. Adapun wawancara yang dilakukan antara pewawancara dengan narasumber berkaitan dengan administrasi bongkar dan muat petikemas dengan menggunakan sistem transshipment (alih kapal) meliputi prosedur, hambatan dan cara mengatasi hambatan tersebut.

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya biografi, peraturan, kebijakan dan sebagainya. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, sketsa, gambar hidup dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung dan lain sebagainya.

Studi dokumen merupakan pelengkap dari teknik-teknik sebelumnya yakni observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian dengan observasi dan wawancara akan lebih kredibel atau dapat dipercaya jika didukung dengan data dari dokumentasi. Adapun dokumentasi yang dilakukan oleh pengamat berkaitan dengan prosedur administrasi bongkar dan muat petikemas dengan menggunakan sistem transshipment (alih kapal) dengan mengumpulkan peraturan-peraturan, kebijakan, foto, gambar dan dokumen lainnya yang terkait proses tersebut.

5. Teknik Analisis Data

Bogdan menyatakan seperti yang dikutip Sugiyono (2014:401) dalam bukunya Metode Penelitian Manajemen bahwa :

”analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan ke orang lain”

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari teknik observasi, wawancara dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit yang lebih

(38)

spesifik lalu memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari serta membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Dalam pengamatan ini, pengamat menggunakan Teknik Analisis Interaktif, yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab lisan secara langsung yang mendalam untuk mendapatkan data-data dan keterangan yang berkaitan dengan topik pengamatan. Pertanyaan yang diajukan dapat berkembang sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan dan kedalaman data yang ingin diperoleh.

Miles and Huberman (1984) dalam buku Sugiyono (2014:404) yang berjudul Metode Penelitian Manajemen mengemukakan bahwa:

”Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display dan conclusion/ verification”

Bagan 2.3:

Komponen dalam Analisis Data (interactive model)

Sumber : Sugiyono (2014), Metode Penelitian Manajemen, p.378.

Adapun dalam teknik analisis interaktif terdapat komponen dalam analisis data dan teknik penulisan data meliputi :

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, maka perlu dicatat dengan teliti dan rinci. Semakin lama peneliti di lapangan, maka

(39)

jumlah data yang akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting yang sesuai dengan kebutuhan pengamat. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah menajamkan analisis, menggolongkan atau mengkatagorikan kedalam tiap permasalahan melalui uraian singkat, mengarah, membuang yang tidak diperlukan dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan-kesimpulan terkahirnya dapat ditarik dan diverifikasi.

Adapun data yang direduksi antara lain seluruh data mengenai permasalahan pengamatan kemudian dilakukan penggolongan atau pengelompokkan kedalam beberapa bagian. Kemudian dari masing-masing bagian tersebut dikelompokkan lagi menurut sistematikanya.

Pengamat dalam mengumpulkan data di lapangan memperoleh banyak data terkait dengan prosedur bongkar dan muat petikemas. Tetapi pengamat mencermati bahwa tidak semua data khususnya dokumen yang diperoleh memiliki kredibilitas tinggi sehingga perlu direduksi. Sehingga pada akhirnya pengamat hanya memilih data yang digunakan dan berkaitan dengan prosedur administrasi bongkar dan muat petikemas dengan menggunakan sistem alih kapal (transshipment).

b. Sajian Data

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah penyajian (display) data. Penyajian data merupakan analisis merancang deretan dan kolom sebuah matriks untuk data kualitatif dan menentukan jenis serta bentuk data yang dimasukkan dalam kotak-kotak matriks. Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisir dan tersusun dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami.

Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori, diagram alur (flow chart) dan sebagainya. Miles and

(40)

Huberman (1984) dalam buku Sugiyono (2014:408) yang berjudul Metode Penelitian Manajemen menyatakan, ”Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif”. Penyajian data dalam bentuk tersebut akan mempermudah pengamat memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja pengamatan selanjutnya. Pada penyajian data pengamat uraikan secara naratif meliputi prosedur pelaksanaan administrasi, hambatan yang terjadi dan cara untuk mengatasi hambatan tersebut.

c. Penarikan Kesimpulan (verifikasi)

Penarikan simpulan atau verifikasi adalah usaha untuk mencari dan memahami makna/ arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan dan alur sebab-akibat. Penarikan kesimpulan harus didukung oleh bukti-bukti yang falid dan konsisten saat pengamat berada di lapangan untuk melakukan pengumpulan data.

Kesimpulan adalah tinjauan ulang pada catatan di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau dari makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenaran, kekokohan dan kecocokannya yang merupakan validitasnya. Sugiyono (2014:412) dalam bukunya Metode Penelitian Manajemen menyatakan, ”...kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak...”. Dalam penelitian kualitatif kesimpulan awal masih bersifat sementara atau belum tetap dan akan berubah seiring dengan ditemukannya bukti-bukti kuat yang mendukunng tahap pengumpulan data berikutnya.

Kesimpulan dalam pengamatan ini merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang setelah diteliti menjadi jelas. Sebagai kesimpulan dari hasil pengamatan, pengamat menguraikan secara naratif dan deskriptif terkait dengan rumusan masalah tentang kegiatan bongkar dan muat petikemas menggunakan sistem transshipment (Alih Kapal) meliputi prosedur pelaksanaan administrasi, hambatan yang terjadi dan cara untuk mengatasi hambatan tersebut.

Gambar

Ilustrasi Mekanisme Kegiatan Muat di Pelabuhan
Tabel diatas adalah spesifikasi ukuran panjang, lebar, tinggi, berat kosong dan  berat isi maksimal dari petikemas/ container yang berukuran 20’, 40’ dan RF  20

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian diatas, selain padi/beras yang merupakan konsumsi utama masyarakat Indonesia, pemanfaatan limbah kulit singkong ini juga belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan

Skripsi berjudul Hubungan Penyakit Gondok dengan Tingkat Intelegensia Pada Siswa Sekolah Dasar di (SDN) Darsono 2 Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember telah diuji

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Adapun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa untuk emiten BEI, rasio lancar dan profit margin berpengaruh signifikan, sedangkan perputaran total aktiva, total hutang terhadap

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Menurut Indra Lesmana Karim, upaya penanggulangan terhadap pengulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak adalah melalui lingkungan yang terkecil

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel