• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI BALI TRIWULAN II TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI BALI TRIWULAN II TAHUN 2013"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Penyajian (release) Berita Resmi Statistik untuk industri manufaktur dibedakan menjadi Industri Mikro dan

Kecil (IMK) serta Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS).

 Produksi yang dihasilkan perusahaan/usaha IMK Bali pada Triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 5,47

persen secara triwulanan (quarter to quarter/q-to-q) jika dibandingkan dengan Triwulan I – 2013. Capaian pertumbuhan ini berada di bawah pertumbuhan yang terjadi secara nasional sebesar 6,52 persen pada periode yang sama.

Apabila dicermati secara periode tahunan (year on year/y-on-y), IMK Bali pada triwulan kali ini juga

mengalami pertumbuhan positif sebesar 24,59 persen jika dibandingkan triwulan yang sama tahun 2012 lalu. Bahkan angka pertumbuhan IMK Bali ini jauh lebih tinggi dari kondisi secara nasional yang mencapai 15,55 persen.

Sementara itu, produksi yang dihasilkan perusahaan/usaha IBS Bali pada Triwulan II - 2013 (q-to-q) pun

tumbuh positif walau tak setinggi pertumbuhan produksi yang dihasilkan usaha/perusahaan IMK, yakni sebesar 3,26 persen. Kendati begitu, angka pertumbuhan IBS Bali ini berada di atas pertumbuhan IBS nasional yang hanya mencapai 1,12 persen.

Dilihat secara tahunan (year on year/y-on-y), produksi yang dihasilkan usaha/perusahaan IBS Bali pada

Triwulan II – 2013 tercatat tumbuh 8,15 persen atau sedikit mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan kondisi pada Triwulan I – 2013 sebesar 8,19 persen. Namun pertumbuhan produksi IBS Bali ini berada di atas level nasional yang tercatat tumbuh positif sebesar 6,57 persen pada Triwulan II – 2013.

No. 44/08/51/Th. IV, 1 Agustus 2013

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI BALI

TRIWULAN II TAHUN 2013

I.

Pendahuluan

Kendati Bali sama sekali tidak memiliki sumber minyak dan gas bumi (migas), namun perekonomian Bali banyak didukung oleh sektor pertanian, pariwisata dan sektor jasa-jasa sebagai pendukung pariwisata, serta ekonomi kreatif yang merupakan multiplier effect dari pesatnya pertumbuhan pariwisata. Selama tahun 2012 lalu misalnya, pertumbuhan ekonomi Bali tercapai 6,65 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan yang terjadi di tahun 2011 sebesar 6,49 persen. Selain industri pariwisata yang semakin berkembang pesat, realisasi sejumlah pembangunan infrastruktur juga turut memberikan peran bagi tumbuhnya ekonomi Bali. Terlebih jelang berlangsungnya

(2)

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Pacific Economic Coorporation atau APEC Summit pada Oktober 2013. Data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Bali tahun 2012 menunjukkan bahwa lebih dari 65 persen aktivitas ekonomi Bali dipengaruhi oleh industri pariwisata (sektor perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan serta jasa-jasa), dan lebih dari 80 persen dipengaruhi oleh ekspor.

Di balik menurunnya kontribusi sektor primer (pertanian) terhadap PDRB Bali, yang salah satunya ditandai terjadinya alih fungsi lahan atau konversi lahan sawah ke lahan bukan sawah atau lahan bukan pertanian dengan rata-rata 436 hektar atau 0,50 persen per tahun selama periode 1997 – 2011 membuat eksistensi sektor industri manufaktur di Bali menjadi kian penting dan strategis. Apalagi di mata wisatawan mancanegara (wisman), produk hasil industri olahan maupun kerajinan Bali seperti anyaman bambu, patung, perak, tekstil, pakaian jadi, dan lain sebagainya sangat diminati, bahkan kerapkali menjadi cenderamata atau bahan suvenir untuk di bawa pulang ke negara mereka. Namun fenomena akselerasi pertumbuhan sektor industri manufaktur saat ini masih belum optimal karena masih berada di bawah laju pertumbuhan ekonomi Bali. Lihat saja posisi data PDRB tahun 2012 lalu, di mana pertumbuhan sektor industri manufaktur Bali hanya mampu tercapai 6,04 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi Bali telah mencapai 6,65 persen.

Karena itu, diperlukan sejumlah langkah dan terobosan untuk mengangkat pertumbuhan sektor industri manufaktur Bali ke depan. Di tengah semakin ketatnya persaingan dan pelemahan perekonomian global saat ini menuntut peran industri manufaktur Bali untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan. Tuntutan peningkatan keragaman dan kualitas produk hasil industri saat ini membuat pemerintah harus mampu memberikan ruang yang cukup bagi sektor swasta dalam pengembangan industri yang berorientasi spasial, regional dan berpeluang untuk ekspor ke mancanegara.

Sekadar catatan, sektor industri manufaktur Bali memiliki kontribusi (share) terhadap PDRB sebesar 8,90 persen di tahun 2012 atau sedikit lebih rendah dari tahun 2011 yang mencapai 8,92 persen. Lebih dari itu, kalau melihat nilai tambah (value added) yang tercipta pada industri manufaktur Bali senilai Rp 7,47 triliun pada tahun 2012 masih jauh lebih kecil atau sepertiga kali lipat lebih jika dibandingkan capaian nilai tambah yang diciptakan oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran senilai Rp 25,37 triliun pada tahun yang sama. Rendahnya nilai tambah yang dicapai ini serta masih kecilnya peranan sektor industri manufaktur di Bali disebabkan semata-mata karena Bali tidak memiliki sumber daya alam yang bisa dieksplorasi. Kendati demikian, keberlangsungan sektor industri manufaktur sebagai salah satu penggerak ekonomi dan penunjang industri pariwisata Bali harus tetap dipertahankan karena sektor ini merupakan penghubung antara sektor pertanian dan sektor yang berbasis pariwisata (services sector).

II.

Pertumbuhan Produksi Industri Mikro dan Kecil (IMK)

Harus diakui bahwa peranan IMK dalam memacu dan mempercepat pembangunan daerah pada era desentralisasi dan globalisasi dewasa ini semakin nyata dan strategis. Karena itu, komponen masyarakat dan pelaku usaha IMK di Bali khususnya akan dihadapkan pada sejumlah tantangan yang ada baik dari lingkungan internal maupun eksternal. Dalam memajukan IMK di daerah misalnya, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan kebijakan sama yang berlaku umum dari tingkat pusat. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan haruslah mengakomodir dan sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan oleh daerah bersangkutan. Karena itu, masalah daerah memerlukan solusi kedaerahan. Wewenang yang selama ini dipegang pemerintah pusat harus diberikan kepada pemerintah daerah untuk menangani masalah di daerahnya. Dalam kaitan ini,

(3)

strategi pembangunan daerah haruslah dilakukan dengan proses kolaborasi berbagai unsur terkait dengan masyarakat di daerah.

Kebijakan dan strategi yang dikembangkan harus menggunakan sumberdaya lokal yang efisien, termasuk sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya budaya. Lintas pelaku di masyarakat harus bekerja sama untuk meningkatkan nilai sumber daya setempat. Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa peran IMK strategis untuk menciptakan tenaga kerja, kesejahteraan, dan peningkatan standar hidup masyarakat setempat. Pertumbuhan IMK tergantung dari kondisi lingkungan bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara usaha/perusahaan IMK, pemerintah, dan entitas masyarakat setempat. Sesungguhnya permasalahan industri atau usaha IMK yang dihadapi cukup banyak dan beragam. Tetapi bila diungkapkan secara spesifik, maka permasalahan utama IMK pada umumnya berkaitan dengan aspek lemahnya pengembangan/penguatan usaha dan permodalan terutama akses kepada lembaga perbankan, kendala pemasaran, desain, teknologi, daya saing, dan lain sebagainya.

Terkait dengan itu, sejumlah program telah digelontorkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dalam memacu dan mendorong kinerja usaha IMK. Salah satunya adalah Program Jaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Bali Mandara. Program ini merupakan wujud nyata keberpihakan Pemprov Bali pada perkembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) melalui pemberian jaminan kredit bagi kalangan UMKMK yang mempunyai usaha secara layak dan dibiayai perbankan namun kesulitan akses perbankan karena ketiadaan agunan. Seperti diketahui, masalah agunan/jaminan ini menjadi salah satu kendala dalam meningkatkan pertumbuhan produksi IMK di Bali. Permasalahan klasik dan pelik tersebut sangat mempengaruhi gerak ekonomi kreatif IMK sehingga sulit untuk berkembang. Padahal kearifan lokal pariwisata di Bali memberikan dampak positif terhadap eksistensi IMK untuk berperan secara maksimal dalam menambah daya pikat industri kreatif. Karena itu, dengan adanya Program Jamkrida Bali Mandara ini diharapkan membawa angin segar bagi pertumbuhan produksi IMK di Pulau Dewata sebagai salah satu lokomotif perekonomian.

Pada konteks lain, pasar kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Bali memasuki Triwulan II – 2013 terbilang makin menggiurkan industri perbankan. Hal ini tercermin dari data Bank Indonesia Denpasar, di mana pertumbuhan kredit UMKM di Bali mencapai 21,75 persen pada Triwulan II tahun ini. Proporsi penyaluran kredit UMKM itu didominasi kredit usaha kecil 46,17 persen, mikro 38,01 persen, dan menengah 15,82 persen. Penyaluran kredit produktif UMKM terbesar adalah di Kota Denpasar yang mencapai Rp 10,4 triliun atau 58,55 persen dari total kredit produktif UMKM yang disalurkan di seluruh kabupaten/kota se - Bali.

Dalam kaitan itu pula, kinerja ekonomi Bali banyak disokong oleh keberadaan usaha/perusahaan IMK. Dan produk hasil kerajinan maupun olahan yang dipasarkan para pelaku usaha/perusahaan IMK di Bali sangat mengandalkan kedatangan wisatawan. Sekadar gambaran, berdasarkan hasil Sensus Ekonomi tahun 2006, Bali hingga kini memiliki usaha/perusahaan yang bergelut di IMK sebanyak 83.052 unit atau 21,92 persen dari total jenis usaha sebanyak 378.798 unit yang tersebar di delapan kabupaten dan satu kota di provinsi ini. Jika diklasifikasikan berdasarkan jumlah tenaga kerja yang ada, maka jumlah industri mikro (jumlah tenaga kerja 1 - 4 orang) sebanyak 76.553 unit usaha dan jumlah industri kecil (jmlah tenaga kerja 5 - 19 orang) sebanyak 6.493 unit usaha. Seluruh kegiatan IMK ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 174,9 ribu orang atau sebesar 17,89 persen dari tenaga kerja yang ada di Pulau Dewata ini.

Saat ini, sudah cukup banyak produk kerajinan Bali yang dapat diproduksi oleh perusahaan/usaha IMK. Lihat saja, tren Pasar Oleh - Oleh Bali yang tidak pernah sepi dari pengunjung domestik. Hal ini mengindikasikan bahwa kerajinan Bali sangat diminati kalangan konsumen domestik, terlebih dengan cukup prospektifnya pasar dalam negeri. Di samping pasar

(4)

domestik, produk yang dihasilkan usaha/perusahaan IMK Bali juga sangat diminati kalangan wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Bali. Terlebih kunjungan wisman ke Bali selama Triwulan II Tahun 2013 ini baik secara periode q-to-q maupun y-on-y mengalami peningkatan.

Data menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisman ke Bali pada periode Triwulan II – 2013 sebanyak 765.958 orang atau meningkat 6,37 persen dibandingkan triwulan sebelumnya 720.114 orang. Bahkan jumlah ini pun meningkat 10,97 persen jika dibandingkan periode Triwulan II – 2012 lalu yang mencapai 690.268 orang. Adanya momentum liburan sekolah, berbagai event kegiatan kepariwisataan di Bali seperti Pesta Kesenian Bali (PKB), dan lain sebagainya pada periode triwulan II di tahun ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke Bali. Yang menarik dari bisnis pariwisata adalah sektor ini memberikan multiplier effect terhadap industri lain seperti makanan, akomodasi, transportasi, hiburan, pameran, dan lain sebagainya, sehingga investasi yang dikembangkan harus ditempatkan pada pemain-pemain pariwisata yang memang memiliki kompetensi untuk bersinergi dengan komponen pariwisata lainnya.

Paling tidak situasi demikian berdampak pada pertumbuhan produksi IMK, baik dari sisi permintaan (demand), volume produksi, dan perluasan segmentasi pasar domestik IMK. Sebagai gambaran, pada Triwulan II – 2013, produksi yang dihasilkan usaha/perusahaan IMK di Bali secara triwulanan (q-to-q) tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 5,47 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan yang tercapai pada Triwulan I – 2013 sebesar 2,01 persen.

Secara triwulanan (q-to-q), dari 15 jenis industri yang merupakan hasil olahan Survei Industri Mikro dan Kecil Triwulanan (VIMK) Bali pada periode Triwulan II – 2013, terdapat 4 (empat) jenis usaha atau kelompok industri yang mencatatkan pertumbuhan positif tertinggi di atas 10 persen, yakni jenis industri minuman (Kode KBLI 11) sebesar 20,87 persen yang berada di urutan pertama. Kemudian di urutan kedua adalah jenis industri pakaian jadi (Kode KBLI 14) sebesar 13,10 persen. Di urutan ketiga adalah jenis industri kertas dan barang dari kertas (Kode KBLI 17) sebesar 10,76 persen. Dan pada urutan keempat adalah jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan (Kode KBLI 33) sebesar 10,75 persen. Sebaliknya, terdapat 4 (empat) pula jenis industri yang mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif). Keempat jenis industri itu adalah (1) industri furnitur (Kode KBLI 31) minus 7,09 persen; (2) industri barang logam, bukan mesin dan peralatannya (Kode KBLI 25) minus 6,44 persen; (3) industri tekstil (Kode KBLI 13) minus 4,23 persen; dan (4) industri pengolahan tembakau (Kode KBLI 12) minus 3,10 persen.

Jika dicermati secara periode tahunan (y-on-y), terdapat 8 (delapan) kontributor utama yang mencatatkan pertumbuhan produksi tertinggi di atas 10 persen, yakni: (1) industri kayu, barang dari kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya (Kode KBLI 16) sebesar 36,35 persen; (2) industri minuman (Kode KBLI 11) sebesar 30,91 persen; (3) industri pakaian jadi (Kode KBLI 14) sebesar 27,72 persen; (4) industri barang galian bukan logam (Kode KBLI 23) sebesar 26,59 persen; (5) industri makanan (Kode KBLI 10) sebesar 26,55 persen; (6) industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki (Kode KBLI 15) sebesar 25,83 persen; (7) industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional (Kode KBLI 21) sebesar 12,50 persen; dan (8) industri kertas dan barang dari kertas (Kode KBLI 17) sebesar 10,57 persen.

(5)

III.

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS)

Kebijakan dalam pembangunan industri manufaktur diarahkan untuk menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia serta mengantisipasi perubahan lingkungan yang cepat. Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara, sehingga fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah membangun daya saing industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar internasional, termasuk keberadaan industri manufaktur besar dan sedang di Bali. Pada Triwulan II – 2013 (secara q-to-q), pertumbuhan produksi IBS Bali berada dalam kondisi cukup baik dengan pertumbuhan produksi mencapai 3,26 persen, bahkan angka ini mengalami akselerasi jika dibandingkan dengan Triwulan I – 2013 yang mencapai 0,87 persen. Angka Bali pada triwulan kedua kali ini berada lebih tinggi dari angka pertumbuhan produksi IBS nasional yang hanya tercapai 1,12 persen.

Gambar 1

Pertumbuhan Produksi Triwulanan (q-to-q) IMK Bali dan Nasional Triwulan I – 2013 dan

Triwulan II – 2013 (dalam persen)

Gambar 2

Pertumbuhan Produksi Triwulanan (y-on-y) IMK Bali dan Nasional Triwulan I – 2013 dan

Triwulan II – 2013 (dalam persen)

Gambar 3

Pertumbuhan Produksi Triwulanan (q-to-q) IBS Bali dan Nasional Triwulan I – 2013 dan

Triwulan II – 2013 (dalam persen)

Gambar 4

Pertumbuhan Produksi Triwulanan (y-on-y) IBS Bali dan Nasional Triwulan I – 2013 dan

Triwulan II – 2013 (dalam persen)

6,52 5,47 1,74 2,01 0 2 4 6 8 10 NASIONAL B A L I : Triwulan I 2013 : Triwulan II 2013 15,55 24,59 4,84 10,32 0 5 10 15 20 25 30 NASIONAL B A L I : Triwulan I 2013 : Triwulan II 2013 -2,20 1,12 0,87 3,26 -3,00 -2,00 -1,00 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 Triwulan I 2013 Triwulan II 2013 8,99 6,57 8,19 8,15 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 Triwulan I - 2013 Triwulan II - 2013

(6)

Sementara itu, pertumbuhan produksi IBS Bali secara periode tahunan (y-on-y) pada Triwulan II tahun ini mencapai 8,15 persen atau agak sedikit melambat jika dibandingkan Triwulan I – 2013 dengan capaian sebesar 8,19 persen. Dan, angka Bali ini pun lebih tinggi dari pertumbuhan produksi IBS nasional sebesar 6,57 persen pada periode yang sama. Secara periode triwulanan (q-to-q), pertumbuhan produksi IBS Bali yang tercapai sebesar 3,26 persen pada Triwulan II – 2013 itu lebih dominan disumbangkan oleh jenis industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan, dan sejenisnya (KBLI 16) sebesar 6,03 persen, serta industri furnitur (KBLI 31) sebesar 5,90 persen. Selengkapnya dapat disimak pada Tabel 1.

Tabel 1

Pertumbuhan Produksi Triwulanan (q-to-q) IBS Bali dan Nasional Menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2 Digit

Triwulan I dan Triwulan II Tahun 2013 (dalam persen)

Tabel 2

Pertumbuhan Produksi Triwulanan (y-on-y) IBS Bali dan Nasional Menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2 Digit

Triwulan I dan Triwulan II Tahun 2013 (dalam persen)

Triwulan I

2013 Triwulan II 2013 Triwulan I 2013 Triwulan II 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Industri Makanan

Manufacture of food products

Industri Minuman

Manufacture of beverages

Industri Tekstil

Manufacture of textiles

Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (Tidak Termasuk Furnitur) dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya

Manufacture of wood and of products of wood and cork, except furniture; manufacture of articles of straw and plaiting materials, bamboo, rattan and the like

Industri Furnitur

Manufacture of furniture

Industri Pengolahan Lainnya

Other of manufacturing 0,87 3,26 -2,20 1,12 2,74 -2,19 -1,95 2,94 6,01 6,03 5,90 4,89 -1,00 -4,91 -2,71 1,30 4,00 -4,45 32 Bali

Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS)

2,21 -3,32 -3,90 2,69 -4,07 3,32 3,05 Nasional 10 11 2,93 6,42 31 Kode

KBLI Jenis Industri

13

16

1,63

Triwulan I

2013 Triwulan II 2013 Triwulan I 2013 Triwulan II 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Industri Makanan

Manufacture of food products

Industri Minuman

Manufacture of beverages

Industri Tekstil

Manufacture of textiles

Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (Tidak Termasuk Furnitur) dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya

Manufacture of wood and of products of wood and cork, except furniture; manufacture of articles of straw and plaiting materials, bamboo, rattan and the like

Industri Furnitur

Manufacture of furniture

Industri Pengolahan Lainnya

Other of manufacturing

8,19 8,15 8,99 6,57

32 1,42 2,67 -13,53 -6,02

Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS)

16 5,85 4,97 13,82 12,12

31 -10,49 -7,09 -4,92 8,52

11 3,69 4,99 -0,18 0,61

13 8,58 3,25 -13,99 -12,46

Kode

KBLI Jenis Industri

Bali Nasional

(7)

Sementara itu, jika dicermati secara periode tahunan (y-on-y), pertumbuhan produksi IBS Bali pada Triwulan II – 2013 yang mencapai 8,15 persen itu sangat dipengaruhi oleh peningkatan produksi dari jenis industri makanan (Kode KBLI 10) sebesar 9,06 persen, lebih tinggi dari angka nasional 4,47 persen. Selain industri makanan, hampir seluruh jenis industri lainnya juga menunjukkan pertumbuhan positif, kecuali jenis industri furnitur (Kode KBLI 31) yang berkontraksi minus 7,09 persen. Selengkapnya dapat disimak pada Tabel 2.

IV. Beberapa Konsep dan Definisi

1. Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilanya, dan sifatnya menjadi lebih dekat kepada pemakai akhir. Termasuk dalam kegiatan industri adalah jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling).

2. Jasa industri adalah kegiatan industri yang melayani keperluan pihak lain. Pada kegiataan ini bahan baku disediakan oleh pihak lain, sedangkan pihak pengolah hanya melakukan pengolahannya dengan mendapatkan imbalan sebagai blas jasa (upah maklon).

3. Pengelompokan industri pengolahan biasanya didasarkan pada jumlah tenaga kerja yaitu: Industri Besar, Industri Sedang, Industri Kecil dan Industri Mikro.

4. Industri Besar adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih.

5. Industri Sedang adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja antara 20 sampai 99 orang.

6. Industri Kecil adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang.

7. Industri Mikro adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja antara 1 sampai 4 orang.

8. Kode Klasifikasi Industri yang digunakan sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan usaha Indonesia (KBLI) tahun 2009. KBLI yang tercakup dalam pengumpulan data Industri besar dan sedang pada Triwulan I – 2013 adalah sebagai berikut :

Kode industri 10 : Industri Makanan – Manufacture of food products

Kode industri 11 : Industri Minuman – Manufacture of beverages

Kode industri 13 : Industri Tekstil – Manufacture of textiles

Kode industri 16 : Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (tidak termasuk furnitur) dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya – Manufacture of wood and of products of wood

and cork, exept furnitur; manufacture of articles of straw and plaiting materials, bamboo, rattan and the like

Kode industri 31 : Industri Furnitur – Manufacture of furniture

(8)

Informasi lebih lanjut hubungi:

Ir. Yudhadi, M.Si.

Kepala Bidang Statistik Produksi BPS Provinsi Bali

Telepon: 0361-238159, Fax: 0361-238162 E-mail: bps5100@bps.go.id

Referensi

Dokumen terkait

Jika unit kerja tidak melakukan backup CMS dan basis data minimal satu kali dalam satu tahun, maka web unit kerja tersebut tidak akan diikutsertakan dalam lomba web

Adapun tema riset Partisipasi masyarakat dalam pemilu yakni : Masalah Sosial Ekonomi, Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS Voter turnout, Perilaku memilih Voting

Mansyur Medan atau di tempat lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau

Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu: tahap pertama dengan meren- dam larva ikan cupang berumur empat hari ke dalam larutan tepung testis sapi dengan dosis berbeda, dan tahap

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap keaktifan kader posyandu di Kalurahan Sumber Kecamatan Banjarsari Surakarta Tahun 2013.. Metode

Proses perhitungan penggajian yang masih diterapkan di Sentra-Net masih dibilang rumit dan cukup menghabiskan banyak waktu untuk di kerjakan oleh SDM,

Dengan pengujian ini dapat diketahui apakah variabel independen (X) secara tunggal berpengaruh terhadap variabel independen (Y), yaitu dengan membandingkan antara

Isu mengenai pengaruh dari pendapatan regional perkapita, produk domestik regional bruto (PDRB), dana alokasi umum (DAU), pendapatan asli daerah (PAD), dan rasio