• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.2 Rumusan Masalah - KAJIAN KEBIASAAN MAKANAN IKAN SERUKAN (Osteochilus sp) YANG TERTANGKAP DI ALIRAN SUNGAI KECAMATAN PANTE CEUREUMEN - Repository utu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1.2 Rumusan Masalah - KAJIAN KEBIASAAN MAKANAN IKAN SERUKAN (Osteochilus sp) YANG TERTANGKAP DI ALIRAN SUNGAI KECAMATAN PANTE CEUREUMEN - Repository utu"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ikan Serukan (Osteochilus sp) merupakan salah satu komoditi perikanan budidaya air tawar yang cukup potensial untuk dikembangkan. Ikan Serukan merupakan salah satu ikan air tawar yang dapat memijah sepanjang tahun. Rasa telur ikan serukan yang lezat dan bernilai gizi tinggi menjadi daya tarik masyarakat untuk menyukainya, sedangkan dagingnya kurang disukai karena tipis dan berduri banyak (Susanto 2001).

Makanan ikan serukan yaitu detritus dan jasad penempel peryphyton

seperti ganggang (chlorophyceae, cyanophyceae), cyanobacteria, mikro

baheterotrofik, dan detritus yang melekat dan terendam pada permukaan air. Pada

stadia larva dan benih, ikan serukan memakan fitoplankton dan zooplankton atau

jenis alga ber-sel satu seperti diatom dan ganggang yang termasuk kedalam kelas

cyanophyceae dan chlorophyceae yang mengandung klorofil a dan klorofil b dan

protein (Syandri 2004; Choliket al. 2005), sedangkan ikan serukan dewasa

memakan tumbuh-tumbuhan air seperti chlorophyceae, characeae,

ceratophyllaceae, polygonaceae (Susanto 2001).

Komunitas plankton dalam suatu perairan berperan dalam keberhasilan

suatu budidaya secara tradisional dan semi intensif, karena hampir semua

organisme perairan tergantung pada plankton sebagai makanannya, baik dalam

suatu stadia pada seluruh siklus hidupnya maupun selama hidupnya. Jumlah

(2)

Beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi tersebut, yaitu jumlah dan

kualitas pakan yang tersedia dan mudah didapatnya pakan tersebut.(Effendi 1997).

Ikan yang mampu menyesuaikan diri ditinjau dari segi makanan adalah

jenis ikan yang mampu memanfaatkan makanan yang tersedia dan bersifat

generalis dalam memanfaatkan makanan alami, sehingga ikan tersebut mampu

menyesuaikan diri terhadap fluktuasi kesediaan makanan alami (Adjie, S. 2009.).

Kebiasaan makanan ikan serukan (Osteochilus sp) merupakan ikan

pemakan fitoplankton dan detritus, sedangkan untuk lebih mengetahui kebiasaan

makanan ikan serukan di Kabupaten Aceh Barat khusus nya Kecamatan Pante

ceureumen dalam memanfaatkan pakan alami fitoplankton perlu dikaji. Dengan

demikian dapat diketahui jenis-jenis plankton apa saja yang biasanya dimakan

oleh ikan serukan di Kabupaten Aceh Barat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat diambil yaitu:

Untuk mengkaji kebiasaan makanan ikan serukan maka perlu dilihat isi

lambung ikan serukan yang terdapat dialiran sungai Kecamatan Pante Ceureumen

Kabupaten Aceh Barat khususnya untuk kebiasaan makanan alami ikan serukan.

I.3 TujuanPenelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makanan yang dimakan

oleh ikan serukan yang tertangkap dialiran sungai Kecamatan Pante

Ceureumen Kabupaten Aceh Barat.

(3)

3. Untuk mengetahui Frekuensi Kemunculan makanan yang dimakan ikan

serukan ( Frequency of Occurence = FO )

4. Untuk mengetahui Indek Of Preponderence

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memiliki kontribusi sebagai sumber informasi untuk

petani ikan di Kabupaten Aceh Barat untuk memelihara ikan serukan karena dapat

(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Ikan Serukan yang terletak pada gambar 1 merupakan ikan air tawar yang

termasuk family cyprinidae. Saanin, H. 1968 klasifikasi ikan serukan adalah

sebagai berikut : Kelas : Pisces,Ordo : Ostariophysi, Sub-ordo : Cyprinoidea,

Famili: Cyprinidae, Sub-famili : Cyprininae, Genus : Ostheochilus, Species :

Ostheochilus hasselti cuvier and valenciennes, ( Ostheochilus sp ).

Gambar 1. Ikan Serukan (Ostheochilus sp)

Ciri – cirri ikan serukan adalah badan memanjang dan pipih kesamping

(compress) memiliki panjang baku 2,5 – 3,0 kali tinggi badan, mulut dapat

disembulkan dengan bibir berkerut, sungut ada dua pasang dan permukaan sirip

punggung terletak di permukaan sirip dada. Menurut siripnya warna ikan serukan

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ikan serukan yang berwarna coklat kehitaman

dan coklat kehijauan pada punggungnya, terang dibagian perut dan dengan

punggung merah (Saanin, H. 1968).

Ikan serukan merupakan jenis ikan sungai atau perairan tawar yang

bentuknya miripikan mas, tawes, dan karper, hanya perbedaannya lebih kecil,

(5)

mulutnya terdapat dua pasang sungut peraba. Ukuran yang dipelihara di kolam

biasanya hanya sekitar 25 cm dengan berat lebih kurang 150 gram. Diperairan

bebas dapat mencapai 32 cm.

2.2 Reproduksi Ikan Serukan

Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan

sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompok nya. Ikan memiliki

reproduksi yang berbeda-beda tergantung pada jenis, tingkah laku dan habitatnya.

Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun ukuran telur tersebut relatife

kecil dan sintasannya rendah.Sebaliknya ikan yang memiliki telur yang sedikit

mempunyai ukuran telur yang besar. Reproduksi ikan dikontrol oleh kelenjar

pituitary yaitu kelenjar hipotalamus, hipofisisdan gonad yang dipengaruhi oleh

adanya pengaruh dari lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi

reproduksi diantaranya yaitu temperatur, cahaya, dan cuaca. Ikan serukan betina

dapat mulai dipijahkan dari umur satu hingga satu setengah tahun dengan berat

badan sekitar 100 g. Ikan jantan sudah mulai dipijahkan sekitar umur delapan

bulan. Induk betina dapat dipijahkan setiap tiga dan empat bulan sekali. Ikan

jantan dan betina dapat dibedakan dengan cara memijit bagian perut kearah anus.

Ikan jantan akan mengeluarkan cairan putih susu dari lubang genitalnya,

sedangkan betina tidak. Induk betina yang sudah matang telur dapat dicirikan

dengan perutnya yang relative membesar dan lunak bila diraba, serta dari lubang

genital keluar cairan jernih kekuningan bila perut perlahan-lahan kearah anus.

Induk yang dipijahkan diberok dahulu selama tiga sampai tujuh hari. Pemberokan

(6)

2.3 Kebiasaan Makanan Ikan Serukan

Makanan ikan serukan yaitu detritus dan jasad penempel peryphyton

seperti ganggang (chlorophyceae, cyanophyceae), cyanobacteria, mikroba

heterotrofik, dan detritus yang melekat dan terendam pada permukaan air. Pada

stadia larva dan benih, ikan serukan memakan fitoplankton dan zooplankton atau

jenis alga ber-sel satu seperti diatom dan ganggang yang termasuk kedalam kelas

cyanophyceae dan chlorophyceae yang mengandung klorofil a dan klorofil b dan

protein, sedangkan ikan serukan dewasa memakan tumbuh-tumbuhan air seperti

chlorophyceae, characeae, ceratophyllaceae, polygonaceae (Susanto 2001).

Makanan alami biasanya berupa plankton, baik fitoplankton atau

zooplankton, kelompok cacing, tumbuhan air, organisme bentos dan ikan maupun

organisme lain yang berukuran lebih kecil daripada organisme yang dipelihara.

Secara ekologis pengelompokan makanan alami sebagai plankton,

nekton,benthos, perifiton, epifiton dan neuston, di dalam perairan akan

membentuk suatu rantai makanan dan jaringan makanan (Mudjiman 1989).

Ikan serukan (Osteochilus sp) merupakan ikan herbivore, yaitu memakan

makanan yang berupa makanan nabati, antara lain yaitu alga filamen dan plankton

lainnya. Kebiasaan makanan ikan (food habits) adalah kuantitas dan kualitas

makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara memakan (feeding

habits) adalah waktu, tempat dan caranya makanan itu didapatkan oleh ikan.

Kebiasaan makanan dan cara memakan ikan secara alami bergantung pada

lingkungan tempat ikan itu hidup. Tujuan mempelajari kebiasaan makanan (food

habits) ikan dimaksudkan untuk mengetahui pakan yang dimakan oleh setiap jenis

(7)

dimakan, ikan dapat dibagi menjadi euryphagic yaitu ikan pemakan

bermacam-macam makanan, stenophagic yaitu ikan pemakan makanan yang bermacam-macamnya

sedikit dan monophagic yaitu ikan yang makanannya terdiri dari atas satu macam

makanan saja (Effendie, 1997).

Kajian habiat kebiasaan makanan ikan ialah menentukan gizi alamiah ikan

itu, sehingga dapat dilihat hubungan di antara organisme di perairan tersebut,

misalnya bentuk-bentuk pemangsaan, saingan dan rantai makanan. Sehingga

makanan dapat merupakan faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan

dan kondisi ikan, sedangkan macam makanan satu jenis ikan biasanya bergantung

kepada umur, tempat dan waktu. Kebiasaan makanan dapat berbeda dengan waktu

lainnya walaupun pengambilan dilakukan pada tempat yang sama. Hal tersebut

disebabkan oleh perubahan suasana lingkungannya.

2.4. Pencernaan Makanan Pada Ikan

Pencernaan makanan pada ikan adalah suatu proses tentang pakan yang

dicerna kemudian dihaluskan menjadi molekul-molekul atau butiran-butiran

mikro (lemak) yang sesuai untuk diabsorpsi melalui dinding gastrointestinal ke

dalam aliran darah. Sistem pencernaan pada ikan menyangkut saluran pencernaan

dan kelenjar pencernaan (Mudjiman 1989).

2.5. Kelangsungan Hidup

Menurut Effendie (1997) kelangsungan hidup suatu populasi ikan

merupakan nilai persentase jumlah ikan yang hidup dalam suatu wadah selama

masa pemeliharaan tertentu. Tingkat kelangsungan hidup ikan atau survivalrate

(SR) akan menentukan jumlah produksi yang diperoleh. Pada ikan kelangsungan

(8)

lebih rentan terhadap parasit, penyakit dan penanganan yang kurang hati-hati

sehingga memiliki kelangsungan hidup yang.

Kelangsungan hidup erat kaitannya dengan padat penebaran. Peningkatan

padat penebaran akan menurunkan nilai oksigen terlarut akibat tingginya

kebutuhan oksigen karena proses metabolisme, pengelolaan makanan, aktivitas

pergerakan dan prosesrespirasi. Ketersediaan oksigen merupakan salah satu

penentu konsumsi pakan ikan (nafsu makan), karena oksigen merupakan salah

satu unsur yang diperlukan untuk mengubah makanan menjadi energi. Saat nafsu

makan berkurang, asupan pakan kedalam tubuh ikan pun berkurang sehingga

energi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan tidak terpenuhi. Hal ini bila

(9)

Peningkatan padat penebaran juga mengakibatkan peningkatan

kandungan amoniak dari buangan metabolik yang disekresikan ikandan

sisa-sisa pakanyang tidak termakan. Konsentrasi amoniak yang tinggi berpengaruh

terhadap kerusakan selaput insang ikan yang berfungsi untuk proses respirasi

dan menghalangi air toksik masuk ke dalam tubuh ikan, sehingga konsumsi

oksigen terlarut menjadi rendah. Hal ini dapat merangsang pembentukan

methehemoglobin, sehingga mengakibatkan penurunan transportasi oksigen

dalam darah yang dapat mengakibatkan stres dan kematian ikan. Energi yang

tersedia didalam tubuh digunakan untuk penanggulangan stres yang

ditimbulkan dan mengganggu proses peningkatan oksigen dalam darah yang

pada akhirnya mengakibatkan kematian (Boyd 1990). Konsentrasi beracun

amoniak terhadap ikan air tawar berkisaran antara 0,7-2,4 mg/L (Boyd 1990).

Amoniak bersifat toksik pada chanel catfish dengan konsentrasi 0,5-0,2 mg/L

sebagai NH-N.

2.6 Pertumbuhan

Menurut Effendie(1979) pertumbuhan merupakan perubahan ukuran

baik bobot maupun panjang dalam suatu periode atau waktu tertentu. Selain

itu Effendie (1979)menyatakan pula bahwa pertumbuhan dapat dibedakan

menjadi dua jenis, yakni pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan nisbi.

Pertumbuhan mutlak didefinisikan sebagai ukuran rata-rata ikan pada umur

tertentu,sedangkan pertumbuhan nisbi didefinisikan sebagai panjanga atau

bobot yang dicapai dalam satu periode waktu tertentu yang dihubungkan

dengan panjang atau bobot pada awal periode tersebut.

(10)

yaitu, faktor internal meliputi sifat genetik dan kondisi fisiologis serta faktor

eksternal yakni berkaitan dengan lingkungan yang menjadi media

pemeliharaan.Faktor- faktor eksternal tersebut diantaranya yaitu, komposisi

kimia air,substrat dasar, temperatur air dan ketersedian pakan.

2.7. Pakan Alami

Menurut Goldman dan Horne (1983), pakan alami ikan adalah organisme

hidup yang juga diproduksi bersama-sama dengan spesies yang dibiakkan, atau

dipelihara secara terpisah dalam unit produksi yang spesifik atau dikumpulkan

dari alam liar (misalnya penangkapan ikan). Contohnya adalah organisme

akuatik tingkat rendah seperti fitoplankton dan zooplankton. Jenis-jenis pakan

alami yang dimakan ikan sangat bermacam-macam,bergantung pada jenis ikan

dan tingkat umurnya. Benih ikan yang baru belajar mencari makan, pakan

utamanya adalah plankton nabati (fitoplankton) namun sejalan dengan

bertambah besar ikannya berubah pula makanannya. Produksi ikan dan biomassa

ikan ditentukan oleh kualitas dan produktivitas plankton dan bentos yang

dimanfaatkan sebagai pakan,bukan ditentukan oleh biomassa total kedua jenis

pakan tersebut.

2.8. Plankton

Plankton adalah organisme renik yang umumnya melayang dalam air,

mempunyai kemampuan gerak yang sangat lemah dan distribusinya dipengaruhi

oleh gerakan massa air Menurut Goldman dan Horne (1983) plankton terbagi

dalam dua kelompok utama yaitu :

1. Fitoplankton (plankton tumbuhan) merupakan organisme autotrof yaitu

(11)

anorganik melalui proses fotosintesis (photoautotrof) dan sintesis

kimia(chemoautotrof).

2. Zooplankton (plankton hewani) merupakan organisme heterotrof yaitu

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara memanfaatkan

organisme lain atau bahan organik sebagai makanannya. Berdasarkan siklus

hidupnya plankton dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu holoplankton

dan meroplankton. Holoplankton adalah organisme yang selama hidupnya

hidup sebagai plankton atau biasa disebut plankton sejati. Meroplankton

adalah larva dari suatu organismeyang hidupnya dengan cara memanfaatkan

(12)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September

2015. Pengambilan sampel ikan serukan (Osteochilus sp) dilakukan di perairan

sungai Pante Ceuremen, yang berlokasi di stasiun I Gampong Itlet, stasiun II

Gampong Keutambang dan stasiun III di Gampong Jambak. Analisis isi

lambung dilakukan di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Teuku Umar, Meulaboh,Kabupaten Aceh Barat.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

(13)

3.2.2.Bahan

Tabel 2 : Bahan yang digunakan dalam penelitian No Nama Bahan Kegunaan

deskriptif, yaitu analisis yang menggunakan metode statistik untuk mengetahui

pola sejumlah data penelitian.

3.4 Pengamatan

Untuk perlakuan pengamatan di laboratorium, panjang total ikan diukur

mulai dari ujung terdepan bagian kepala, sampai ke ujung sirip ekor yang paling

belakang dengan mistar ukur berskala 0,5 mm dan ditempeli nomor

menggunakan kertas label. Sesudah itu, ikan dibedah dan diambil saluran

pencernaannya (usus). Lalu usus dimasukkan kedalam botol rol yang telah diberi

label dan larutan formalin 4% sebagai pengawet. Isi usus setiap ekor ikan contoh

diencerkan dengan menggunakan aquades sebanyak 2 ml. Diaduk sampai isi

usus tidak menggumpal/padat. Selanjutnya isi usus dimasukkan kedalam

Sedgwick Rafter Counting (SRC) dengan menggunakan pipet tetes sampai penuh

dan tidak terjadi gelembung udara dibawah kaca penutup SRC cell. Selanjutnya

SRC cell diamati dibawah mikroskop pada pembesaran 100/400 kali.

3.5 Penentuan Stasiun Pengamatan

Penentuan stasiun pengamatan ditentukan secara purposive sampling,

yakni dibagi menjadi tiga stasiun yang mewakili perairan aliran sungai

(14)

 Stasiun I Gampong itlet, aliran sungai Kecamatan Pantee Ceuremen.

 Stasiun II Gampong Keutambang, aliran sungai Kecamatan Pantee

Ceuremen.

 Stasiun III Gampong Jambak, aliran sungai Kecamatan Pantee Ceuremen.

Gambar 2. Peta Stasiun Penelitian Sumber: http://Maps.Google.Com

3.6 Prosedur Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali selama tiga bulan,,

dengan rentang waktu 1 (satu) bulan sekali. Pengambilan ikan serukan

(Osteochilus sp) yang diambil ususnya dilakukan berdasarkan hasil tangkapan

yang dianggap mewakili ukuran ikan serukan yaitu ukuran sedang dari masing

stasiun.

3.7 Parameter Uji

a. Persentase bobot satu jenis makanan

Perhitungan kontribusi berdasarkan berat atau W dilakukan dengan

menghitung berat individu masing – masing jenis makanan dari semua sampel

(15)

perbandingan (dalam persen) terhadap berat total semua jenis makanan (Effendi,

2004).

Menurut Effendi, (2004), nilai kontribusi berdasarkan berat (W)

didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Wi=wi

W X100 %

Keterangan :

Wi = Persentase Bobot Makanan

wi = Berat satu macam makanan (g)

W = Berat Makanan Total (g)

b. Frekuensi kemunculan (Frequency of Occurrence )

Frekuensi kemunculan atau FO perhitungan yang dilakukan dengan cara

mencatat jumlah perut yang berisi jenis makanan tertentu jumlah ini kemudian

diubah dalam bentuk persentase dari jumlah total perut ikan yang dianalisis

(Effendi, (2004).

Menurut Effendi, (2004), nilai FO didapatkan dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

FOi=∑ FOi

∑ FO x100 %

Keterangan :

FOi = jenis makanan ikan i

∑FOi = Jumlah perut yang mengandung jenis makanan i

∑FO = Jumlah perut yang berisi makanan

Menurut Muhammadi (2007), perbedaan frekuensi kemunculan (FO)

(16)

1. Jika FO > 50 % maka jenis makanan tersebut dominan dan merupakan

karakteristik dari makanan predator.

2. Jika 50 % > FO > 10 % maka jenis makanan itu merupakan komponen

makanan skunder dan hanya dimakan jika jenis makanan utama tidak

tersedia.

3. Jika FO ˂ 10 % maka jenis makanan itu dimakan secara tidak sengaja.

c. Indek Bagian Terbesar (Index of preponderance)

Dalam menganalisis makanan utama suatu organisme dapat dilakukan

dengan menggunakan metode Index of preponderance, metode ini merupakan

bagian dari metode, frekuensi kejadian. Index of preponderance yang

dikembangkan oleh Muhammadi (2007) dengan rumus :

IP= (vi x oi)

(vi x oi)x100 %

Keterangan :

IP = Index of preponderance untuk satu jenis makanan tertentu

Vi = Persentase bobot satu jenis makanan

Oi = Persentase kehadiran satu jenis makanan

Jika satu jenis makanan mempunyai nilai IP>40% berarti jenis makanan

itu termasuk makanan utama, nilai Index of preponderance 4 sampai dengan 40

% berarti jenis makanan itu termasuk jenis perlengkapan, (Muhammadi (2007).

3.8 Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan gambar dan

dianalisis secara deskriptif melalui pengkajian hasil pengamatan dengan data

(17)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1 Kondisi Lingkungan Perairan Penelitian

Kondisi lingkungan di perairan Sungai Krueng Pantee Ceureumen yang di

jadikan sebagai tempat penelitian, dengan pengambilan sampel di tiga titik

stasiun, kondisi perairan di masing – masing stasiun dapat dikatakan masih

bagus atau tidak tercemar, karena sungai ini aliran airnya deras, Di Aliran

Sungai ini warna airnya tergantung cuaca, bila cuaca hujan airnya keruh

berwarna kekuning-kuningan dan bila cuaca bagus airnya jernih. Subtrat yang

terdapat di semua stasiun pada dasar parairan Sungai Krueng Pantee Ceureumen

ialah berpasir dan berbatu, kedalaman perairan sungai tersebut mencapai ± 5

meter, adapun lebar sungainya adalah ± 50 meter.

IV.1.2 Jenis Makanan

Berdasarkan hasil analisis terhadap 35 isi lambung ikan serukan

(Osteochillus sp) menunjukkan bahwa jenis makanan yang dimakan ikan

serukan yaitu fitoplankton, yang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Jenis makanan ikan serukan (Osteochillus sp)

Kelompok Jenis

Tabel diatas menunjukan bahwa makanan ikan serukan (Ostechillus sp)

berupa lumut, sehinga dapat digolongkan kedalam ikan herbivora karena

(18)

4.1.3 Presentase bobot satu jenis makanan

Presentase bobot jenis ikan serukan diperoleh berdasarkan analisis isi

lambung dapat dilihat pada tabel 3.

Table 3 Presentase bobot satu jenis makanan

Jenis makanan

Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa presentase bobot tertinggi didominasi

oleh lumut jenis Chlorophyceae dengan presentase 46% sebagai makanan

jumlahnya paling banyak dalam lambung, sedangkan, lumut Gonatozygon

kinahani dengan presentase berat 36%.dan Alga Pyxidicula sp dengen prsentase

19. Ikan serukan merupakan hasil tangkapan jala yang beroperasi di aliran

sungai krueng Pantee ceureumen dimana lumut- lumut, merupakan makanan

ikan serukan.

4.1.4 Frekuensi Kemunculan (Frequency of Occurence = FO)

Dari hasil penelitian terhadap 35 lambung ikan serukan didapatkan data

(19)

Pyxidicula sp 6 17

Total 35 100

(Sumber : Data primer 2015)

Dilihat dari tabel 5 frekuensi kemunculan yaitu pada jenis makanan

fitoplankton yaitu lumut jenis Chlorophyceae dengan presentase frekuensi

kemunculan 43 % maka jenis makanan tersebut dominan makanan utama,dengan

demikian maka jenis makanan tersebut merupakan komponen makanan utama.

Gabar frekuensi kemunculan jenis makanan dapat dilihat pada gambar 3 berikut:

Jumlah lambung yang mengandung jenis makanan atau ∑Foi Foi %

Gambar 3 Grafik frekuensi kemunculan jenis makanan

Dari grafik diatas menunjukan bahwa makanan ikan serukan yaitu berupa

Fitoplankton, maka ikan serukan ini tergolong kedalam ikan herbivora pemakan

tumbuhan.

4.1.5 Index Of Preponderence

Data index of peponderence pada penelitan ini ikan serukan dapa dilihat

pada tabel 5 berikut :

Tabel 5 Index of Preponderence

(20)

Chlorophyceae 15 43 46 1958 52,81

Gonatozygon kinahani 14 40 36 1432 38,63

Pyxidicula sp 6 14 19 317 8,56

Total 3707 100

(Sumber : Data primer 2015)

Nilai IP ikan serukan makanan lumut (Chlorophyceae) 53%, hal ini

menunjukan bahwa lumut sebagai makanan utama, karena IP>40%, Nilai index

of preponderence 4 sampai dengan 40% berarti makanan itu termasuk makanan

utama.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap ikan serukan (Osteochillus sp)

yang tertangkap di Aliran Sungai Krueng Pantee Ceuremen, lambung rata-rata

berisi makanan Lumut. Hal ini diduga karena ikan serukan yang tertangkap

selama penelitian rata-rata berukuran kecil yaitu 9-20 cm, dikarenakan alat

tangkat yang digunakan hanya jala dan populasi ikan serukan dialiran sungai

kecamatan pante ceureumen sudah sangat berkurang. adapun cara menentukan

jenis makanan dalam lambung ikan berdasarkan rumus presentase bobot jenis

makanan, frekuensi kemunculan, indek of preponderance. Hasil pengamatan

lapangan memperlihatkan ikan serukan memiliki panjang usus yang lebih

panjang dibandingkan dengan panjang tubuh. Menurut Situmorang, et al.

(2013) bahwa ikan yang memiliki struktur anatomis panjang usus lebih panjang

dibanding panjang tubuh adalah jenis ikan omnivora. Hasil perbandingan

panjang usus dengan panjang tubuh ini lebih memperkuat bahwa ikan serukan

merupakan ikan omnivora yang cenderung herbivora.

Banyak peneliti menunjukan walaupun spesies dan ukurannya sama, tetapi

(21)

demikian penilaian ikan terhadap kesukaan makanannya sangat relatf. Beberapa

faktor yang harus diperhatikan dalam hubungan ini ialah faktor penyebaran

organisme makanan ikan, faktor ketersediaan makanan faktor pilihan dari

ikan itu sendiri serta faktor – faktor yang lainnya (Effendi, 2002).

4.2.1 Presentase bobot satu jenis makanan

Dalam menentukan presentase jenis makanan bahwa presentase bobot

tertinggi didominasi oleh lumut (Chlorophyceae) dengan presentase 46%

sebagai makanan jumlahnya paling banyak dalam lambung, sedangkan Lumut

jenis (Gonatozygon kinahani) dengan presentase berat 36%. Dan Alga

(Pyxidicula sp) dengan presentase berat 19%. Ikan serukan merupakan hasil

tangkapan jala, yang beroperasi di aliran sungai krueng Pantee Ceureumen

dimana lumut- lumut, dan alga merupakan makanan ikan serukan. Perhitungan

kontribusi berdasarkan berat atau W dilakukan dengan menghitung berat

individu masing – masing jenis makanan dari semua sampel perut dan berat total

yang didapatkan kemudian diubah dalam bentuk perbandingan (dalam persen)

terhadap berat total semua jenis makanan (Effendi, 2004).

4.2.2 Frekuensi Kemunculan

Frekuensi kemunculan tertinggi yaitu pada jenis makanan lumut

(Chlorophyceae) dengan kemunculan 15 kali dalam 35 lambung dengan

presentase frekuensi kemunculan 43% maka jenis makanan tersebut dominan

makanan utama, sedangkan Lumut (Gonatozygon kinahani) 14 kali kemunculan

dengan presentase frekuensi kemunculan 40%, dan Alga (Pyxidicula sp) 6 kali

kemunculan dengan presentase frekuensi kemunculan 17%, dengan demikian

(22)

apabila jenis makanan tersebut dibawah FO<10 maka jenis makanan itu dimakan

secara tidak sengaja. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhammadi, (2007)

perbedaan frekuensi kemunculan (FO) jenis makanan diamati berdasarkan

ketentuan yaitu jika FO > 50 % maka jenis makanan tersebut dominan dan

merupakan karakteristik dari makanan predator, jika 50 % > FO > 10 % maka

jenis makanan itu merupakan komponen makanan sekunder dan hanya dimakan

jika jenis makanan utama tidak tersedia dan jika FO ˂ 10 % maka jenis makanan

itu dimakan secara tidak sengaja.

Frekuensi kemunculan atau FO adalah perhitungan yang dilakukan dengan

mencatat jumlah perut yang berisi makanan tertentu. Jumlah ini kemudian

diubah kedalam bentuk presentase dari jumlah total perut yang di analisis

(Muhammadi 2007).

4.2.3 Index Of Prepondernce (Indek bagian terbesar)

Menurut hasil penelitian tentang kajian kebiasaan makanan ikan serukan

di Aliran Sungai Krueng Pantee Ceureumen 35 ekor ikan serukan (Osteochillus

sp) menunjukkan Nilai IP ikan serukan untuk lumut (Chlorophyceae) 53%, hal

ini menunjukan bahwa lumut Chlorophyceae sebagai makanan utama, karena

IP>40%, untuk Lumut Gonatozygon kinahani 39%., hal ini menunjukan bahwa

Gonatozygon kinahani sebagai makanan pelengkap karena IP<40%, dan nilai IP

untuk Alga (Pyxidicula sp) 9%, Menurut Muhammadi (2007), jika suatu jenis

makanan mempunyai nilai IP>40% berarti jenis makanan itu termasuk makanan

(23)

jika nilai IP<4%, maka jenis makanan tersebut merupakan makanan tambahan.

Hal tersebut menunjukan bahwa ikan serukan berarti menyukai lumut melainkan

lumut tersebut pada habitat fishing ground. Seperti diketahui bahwa ikan

tersebut mengkonsumsi pakan baik dari tumbuhan maupun hewan, yaitu

tumbuhan sebesar 13-17%, serangga 6-8%, sedangkan sisanya tidak

teridentifikasi. Lumut - lumutan banyak ditemukan, hal ini mengindikasikan

bahwa ikan tersebut memanfaatkan jenis-jenis lumut yang menempel pada

batuan dasar perairan yang merupakan habitat paling disukai oleh ikan

Osteochillus. Hasil penelitian Haryono (2006) terhadap isi perut ikan

menunjukkan bahwa pakannya terdiri dari serangga, moluska, buah-buahan, sisa

tumbuhan, detritus, dan plankton; persentase paling banyak adalah buah-buahan

(31,5%) dan moluska (26,8%). Ikan kerling (Tor tambroides) menyukai

kepiting, moluska, dan buah beringin (Ficus sp.).

Ditambah pula oleh (Effendi 2002), bahwa faktor – faktor yang

menetukan suatu spesies memakan jenis makanan antara lain ketersediaan

makanan tersebut dihabitat. Variasi dalam volume dan frekuensi makanan ikan

ditunjukan dengan jumlah dan ukuran spesies mangsa dilokasi penelitian hal

tersebut menunjukan bahwa keberadaan ikan sangat tergantung oleh keberadaan

lumut diduga lumut sebagai makanan utama karena lumut merupakan jenis

makanan yang dominan dialiran sungai tersebut. Untuk menganalisa jenis-jenis

makanan yang dimakan oleh ikan serukan yaitu dengan menggunakan Index of

Preponderance atau indeks Bagian Terbesar yang dikemukakan oleh Effendi

(24)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Adjie (2009) pada ikan genus

yang sama dengan ikan Garing yaitu ikan Semah (Tor spp.) menunjukkan

bahwa makanan utama ikan Semah berupa lumut dengan nilai IP sebesar

80%. Selanjutnya hasil penelitian Taufiqurohman, et al. (2007) pada ikan Nilem

(Ostechillus hasselti) yang termasuk Cyprinidae memperlihatkan bahwa ikan

Nilem memiliki makanan utama fitoplankton dengan nilai IP sebesar 76,63%.

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Tresna, et al. (2012) menyajikan

kebiasaan makan beberapa ikan yang termasuk dalam Cyprinidae, yaitu ikan

Genggehek (Mystacoleucus marginatus) memiliki makanan utama fitoplankton

dengan nilai IP sebesar 62,78% dan bagian tumbuhan dengan nilai IP

sebesar 27,78%, makanan pelengkap berupa detritus dengan nilai IP sebesar

8,33% dan makanan tambahan berupa zooplankton dengan nilai IP sebesar

1,11%. Ikan Nilem memiliki makanan utama fitoplankton dengan nilai IP

sebesar 79,00%, makanan pelengkap berupa bagian tumbuhan dengan nilai

IP sebesar 12,78% dan makanan tambahan berupa zooplankton dan detritus

dengan nilai IP < 4%. Ikan Paray (Rasbora aprotaenia) memiliki makanan

utama fitoplankton dengan nilai IP sebesar 55,22%, makanan pelengkap

berupa detritus dengan nilai IP sebesar 21,11%, zooplankton dengan nilai IP

sebesar 12,6% dan bagian tumbuhan dengan nilai IP sebesar 11,11%. Ikan

Mas (Cyprinus carpio) memiliki makanan utama zooplankton dengan nilai IP

sebesar 80,00%, makanan pelengkap berupa fitoplankton dengan IP sebesar

(25)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Jenis makanan yang terdapat dalam lambung ikan serukan antara lain :

lumut (Chlorophyceae), Lumut jenis (Gonatozygon kinahani) Ikan Serukan

(Osteochilus sp) Dan Alga (Pyxidicula sp). yang terdapat di Aliran Sungai

Krueng Pantee ceureumen digolongkan ke dalam kelompok herbivore yaitu

(26)

2. Presentase bobot satu jenis makanan, makanan yang tertinggi didominasi

oleh lumut (Chlorophyceae) dengan presentase 46% sebagai makanan

jumlahnya paling banyak dalam lambung, sedangkan Lumut jenis

(Gonatozygon kinahani) dengan presentase berat 36%. Dan Alga

(Pyxidicula sp) dengan presentase berat 19%.

3. Frekuensi kemunculan tertinggi yaitu pada jenis makanan lumut

(Chlorophyceae) dengan kemunculan 15 kali dalam 35 lambung dengan

presentase frekuensi kemunculan 43% maka jenis makanan tersebut

dominan makanan utama, sedangkan Lumut (Gonatozygon kinahani) 14

kali kemunculan dengan presentase frekuensi kemunculan 40%, dan Alga

(Pyxidicula sp) 6 kali kemunculan dengan presentase frekuensi kemunculan

17%.

4. Nilai IP ikan serukan untuk lumut (Chlorophyceae) 53%, hal ini

menunjukan bahwa lumut Chlorophyceae sebagai makanan utama, karena

IP>40%, untuk Lumut Gonatozygon kinahani 39%, hal ini menunjukan

bahwa Gonatozygon kinahani sebagai makanan pelengkap karena IP<40%,

dan nilai IP untuk Alga (Pyxidicula sp) 9%.

5. Diduga ikan serukan merupakan jenis ikan herbivora/cenderung herbivora

yaitu pemakan nabati.

5.2 Saran

Diharapkan penelitian ini tidak berhenti sampai disini tetapi perlu

pengkajian lebih lanjut terutama pada kajian kebiasaan makan ikan serukan,

serta menggunakan variasi ukuran yang berbeda agar memperoleh perbandingan

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, S. 2009. Sebaran dan Kebiasaan Makan Beberapa Jenis Ikan di DAS Kapuas Kalimantan Barat. Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palaembang.

Allen, G.R, 1985 Food and Agriculture Organization Spesies Catalogue. Snapper Of The World. Volume VI, Food And Agriculture Organization Of The United Nation. Rome. 189 p.

Alabaster, J.S. and R. Lloyd. 1982. Water Quality Criteria for Freshwater Fish. FAO, Butterworth, London.

(28)

Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station Auburn University. Birmingham Publishing Co. Alabanma.482 hlm.

Bambang 2009. Analisa Isi Saluran Pencernaan Ikan. Laboratorium Biologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

Dolgov.A.V. 2005. Feeding and Food Comsumption by the Barents sea skate J. Of Nortwest Atlantic fish. SCI. 35(34):17-21

Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hlm.

Edmondson, W. T. 1963. Fresh Water Biology. Second Edition. Jhon Wiley & Son, Inc. New York.

Effendi, 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Effendi,M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta Food and Agriculture Organization. 2011. FAO Fisheries & Aquaculture. FAO Corporate Document Respository

Effendi, 2002. Makanan Adalah Bahan Atau Organisme Yang Dapat Dimanfaatkan Ikan Untuk Menunjang Kebutuhan Terhadap Informasi Tentang Makanan Dan Kebiasaan Makan Ikan. Penebar Swadaya.

(29)

Kiat, 2004. The Kings of the Rivers Mahseer in Malayan and the Region. Selangor: Inter Sea Fishery.

Kholik,, 2005. genus Tor, dan spesies Tor, Fishes of the Cyprinid genus Tor in the Nam Theun The Raffles Bulletin of Zoology.

Lisa Simanjuntak, 2009. Analisa Isi Saluran Pencernaan Ikan. Laboratorium Biologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

Lagler, K.F., J.E Bardach, R.H. Miller and D.R.M. Passino. 1977. Ichthiology. Second edition.John Wiley and Sons Inc., Toronto, Canada.545 p.

Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall, New Jersey

Muhammadi. 2007. Perbedaan frekuensi kemunculan (FO) jenis makanan ikan. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Mujiman, A. 2000. Makanan Ikan. Cetakan ke-14. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mudjiman, A. 1989. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 190 hal.

Needam, J.G. and P.R. Needam. 1963. A Guide to the Study of Freshwater Biology. Holden day Inc. San Fransisco. 108 p.

Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. 313 hlm.

Osman MS, Barva P, Rahman MTD, Sarker S,2012. Induced breeding of Labeorohita Using Synthetic Hormone Ovaprim in Banglades :An Approach Camparison of 3 Prescribed Amount.Research Communication.Sci dan Cult,78 (7-8) 338-342.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Third E. W.B. Saunders Company. Philadelphia. 474 hlm.

Pescod, M.D. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standard for Tropical Countries, Bangkok.

Roberts, T. R. 1999. Fishes of The Cyprinid Kelas Tor In The Nam Theun Watershed (Mekong Basin) of Laos, With Description of A New Species. The Raffles Bulletin of Zoology. 47 (1): 225 – 236.

(30)

Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Serukan. Bina Cipta, Jakarta.

Santoso. 2001. Pembenihan Jambal Siam (Pangasius sutchi). Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Jakarta.

Sumantadinata, K. 1983. Perkembangbiakan Ikan – Ikan Peliharaan Indonesia. Fakultas Perikanan, Bogor.

Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas

Diponegoro. Semarang. 156 hlm.

Schmittou, H. R. 1991. Cage culture: a Method of Fish Production in Indonesia FRDP. Central Research Institute Fisheries. Jakarta.

Tresna, L. K., Y. Dhahiyat dan T.Herawati. 2012. Kebiaaan Makanan dna Luas Relung Ikan Di Hulu Sungai Cimanuk Kabupaten Garut, Jawa Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan .3(3):168-173.

Taofiqurohman. A, Nurruhwati. I, dan Hasan, D.Z. 2007. Laporan Penelitian Akhir. Studi Kebiasaan Makanan Ikan (Food Habit) Ikan Nilem (Osteochilus Hasselti) Di Tarogong Kabupaten Garut. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Bandung.

Ward, H. B. and G.C. Whipple. 1959. Freshwater Biology. Ed. By W.T. Edmondson. John Wiley and Sons Inc. New York.

Weber, M. and L.F. De Beaufort, 1929. The Fishes of Indo-Australian Archipelago. Volume VII. E.J. Brill Ltd. Leiden. 458 p.

LAMPIRAN GAMBAR

(31)

Gonatozygon kinahani

Gambar

Gambar 1. Ikan Serukan (Ostheochilus sp)
Tabel 1. Bahan dan alat yang digunakan untuk memeriksa kebiasaan makananikan (food habits) :
Tabel 2 : Bahan yang digunakan dalam penelitian
Gambar 2. Peta Stasiun PenelitianSumber: http://Maps.Google.Com
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada sisi lain pengaruh IPR terhadap ROA adalah positif, karena apabila IPR meningkat berarti telah terjadi peningkatan surat-surat berharga yang dimiliki dengan presentase

Potom nastavnik treba osmišljavati aktivnosti u kojima se ispituju svojstva oblika kako bi se odredili nužni i dovoljni uvjeti za oblike ili koncepte, u nastavi

Dari perhitungan didapatkan jumlah 9 eNodeB, letak eNodeB tersebut juga berdasarkan letak existing yang dipilih dari 16 eNodeB yang ada, pemilihan 9 eNodeB

CTL dengan integrasi nilai-nilai karakter, aktivitas peserta didik diamati pada

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Matakuliah Pemantapan Kemampuan Profesional (PKP).

bahwa dengan telah diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka susunan organisasi dan tata kerja Dinas

mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang diturunkan Allah kepadamu…&#34; (Al-Maidah: 49).. Sistem

Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan konkrit terhadap objek yang dibahas dan selanjutnya disajikan secara