• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENANGANAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PESISIR KOTA MAKASSAR SETTLEMENT RUBBISH HANDLING IN THE COASTAL REGIONS OF MAKASSAR CITY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENANGANAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PESISIR KOTA MAKASSAR SETTLEMENT RUBBISH HANDLING IN THE COASTAL REGIONS OF MAKASSAR CITY"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENANGANAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PESISIR

KOTA MAKASSAR

SETTLEMENT RUBBISH HANDLING IN THE COASTAL REGIONS

OF MAKASSAR CITY

Fitriyanti Arif, Mary Selintung, Ria Wikantari

Perencanaan Pengembangan Wilayah, Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi: Fitriyanti Arif, ST

Teknik Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Makassar, 90222 HP: 085242698429

(2)

ABSTRAK

Penanganan Sampah Permukiman di Kawasan Pesisir Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji sistim penanganan sampah yang meliputi: pewadahan, pengumpulan, pemindahan, dan

pembuangan terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan aksessibilitas di kawasan pesisir Kota Makassar, (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi sistim penanganan sampah permukiman di kawasan

pesisir Kota Makassar. Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Pesisir Kota Makassar, dengan studi kasus di Kelurahan Lette dan Untia yang mewakili permukiman padat tinggi dan rendah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei lapangan dengan menyebar kusioner kepada responden. Data analisis yang digunakan bersifat Deskriptif dan kuantitatif. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan Stratified Random Sampling dengan metode analisis menggunakan tabulasi silang dan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pewadahan sampah di kawasan pesisir menggunakan wadah yang bersifat permanen berupa: pasangan bata tertutup, dan semi permanen berupa: wadah plastik, ban bekas, drum/tong. Pola pengumpulan secara individual dan komunal langsung. Proses pemindahan dengan menggunakan wadah/kantong plastik dan dump truck. Sistem pembuangan umumnya dibuang pada lahan kosong, TPA, dan sempadan jalan. Di Kelurahan Lette, berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan berpengaruh terhadap: pewadahan, pengumpulan, pemindahan dan pembuangan. Tingkat pengeluaran dan jumlah anggota keluarga hanya berpengaruh terhadap pewadahan dan pembuangan, serta tidak berpengaruh terhadap pola pengumpulan dan proses pemindahan sampah. Sedangkan di Kelurahan Untia, berdasarkan tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap: pewadahan dan tidak berpengaruh pada pola pengumpulan, proses pemindahan dan pembuangan sampah.

Kata Kunci: Penanganan Sampah Permukiman di Kawasan Pesisir Kota Makassar

ABSTRACT

Settlement Rubbish Handling in the Coastal Regions of Makassar City. The research aimed at : (1) Examining the system of the rubbish handling including: container, collecting, removal and disposal towards the social, economic, and accessible conditions, (2) identifying the factors influencing the system of the rubbish handling of the settlement in the coastal region of Makassar City. The research was carried out in the coastal region of Makassar City with the case study at Lette and Untia Village Administrations representing the high and low dense settlements. The research used a field survey by distributing the questionnaires to the respondents. Date were analysed by using a quantitative descriptive method. Samples were taken by Statified Random Sampling technique. The analysis methods used were the cross tabulation and descriptive statistics. The research result indicates that the rubbish in the coastal region is put in the permanent containers in the forms of: closed masonry and semi permanent containers in the forms of plastic container, unused tyres, drums/barrels. Rubbish collection was conducted the direct individual and communal ways. The removal process uses the containers/plastic bags and dump trucks. The rubbish is generally axhausted in the vacant lad, landfill, road sides. At Lette village administration, the education level and occupation type have the impact on the container, collection, removal, and disposal. The level of expenditure and the number of family members have only influence on the container and disposal, and they do not have any impact on the rubbish collection pattern and removal process. Whereas at Untia Village Administration, the education level, occupation type, expenditure level, and number of family members have the container, and they do dot have any influence on the collection pattern, removal process, rubbish disposal.

(3)

PENDAHULUAN

Kota adalah suatu wilayah geografis tempat bermukim sejumlah penduduk dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi, kegiatan utamanya di sektor non agraris serta mempunyai kelengkapan prasarana dan sarana yang relatif lebik baik dibandingkan dengan kawasan sekitarnya. (Azwar, 2003). Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2005).

Ketidakpedulian terhadap permasalahan pengelolaan sampah berakibat terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang tidak memberikan kenyamanan untuk hidup, sehingga akan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat. Sampah akan menjadi beban bumi, artinya ada resiko-resiko yang akan ditimbulkannya (Hadi, 2005). Sampah secara sederhana dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak dapat difungsikan lagi sebagaimana mestinya. Menurut Kodoatie (2003), sampah adalah limbah atau buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dalam Undang-Undang tentang pengelolaan persampahan No.18 tahun 2008 definisi sampah adalah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak. (Kementerian Lingkungan Hidup, 2008).

Kawasan pesisir adalah ruang daratan yang terkait erat dengan ruang lautan. Kawasan pesisir sebagai suatu sistem, maka pengembangannya tidak dapat terpisahkan dengan pengembangan wilayah secara luas. Dengan demikian penataan ruang sebagai kawasan budidaya, kawasan lindung ataupun sebagai kawasan tertentu tetap menjadi arahan dalam pengembangan kawasan pesisir agar penataan dan pemanfaatan ruangnya memberikan kesejahteraan masyarakat yang meningkat dalam lingkungan yang tetap lestari. (Rahardjo Adisasmita, 2006).

Wilayah laut dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi pembangunan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional. Menurut menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003), secara sosial wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau 60% dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai. Dapat dikatakan bahwa wilayah ini

(4)

merupakan cikal bakal perkembangan urbanisasi Indonesia pada masa yang akan datang. Secara administratif kurang lebih 42 Daerah Kota dan 181 Daerah Kabupaten berada di pesisir, dimana dengan adanya otonomi daerah masing-masing daerah otonom tersebut memiliki kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir.

Berdasarkan data yang didapatkan di Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar, terlihat adanya peningkatan yang cukup signifikan. Terkait sistim penanganan sampah di Kota Makassar. Pada tahun 2010 jumlah timbulan sampah Kota Makassar mencapai 3.781,23 m³/hari, sedangkan yang tertangani adalah sebesar: 3.373,42 m³/hari, yakni hanya 89,21 persen terhadap timbulan. Pada tahun 2011 jumlah timbulan sampah mencapai 3.923,52 m³/hari, sedangkan jumlah sampah tertangani mencapai 3.520,07 m³/hari, yakni hanya 89,72 persen terhadap timbulan. Jumlah timbulan sampah per hari dari tahun 1997/1998 hingga tahun 2009 bertambah lebih dari 37%. (Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar, 2011). Kota Makassar, terdapat 8 Kecamatan yang berbatasan langsung dengan pesisir pantai, di antaranya: Kecamatan Tamalate, Mariso, Ujung Pandang, Biringkanaya, Tamalanrea, Tallo, Wajo dan Ujung Tanah. Kepadatan penduduk di kawasan pesisir, tertinggi berada di Kecamatan Mariso yakni sebesar: 30.457 jiwa/Km² dan terendah berada di Kecamatan Biringkanaya yakni sebesar: 2.709 jiwa/Km². (BPS Kota Makassar, 2011).

Dasar pertimbangan sehingga peneliti mengambil studi kasus di Kelurahan Lette dan Untia karena lokasi ini dapat mewakili permukiman dengan tingkat kepadatan tinggi dan rendah. Berdasarkan kepadatan jumlah penduduk menurut Kelurahan di Kecamatan Mariso, Kelurahan Lette merupakan kelurahan terpadat dibanding kelurahan lainnya, dengan jumlah penduduk sebanyak 9.699 jiwa (2.118 KK), maka jumlah sampah yang dihasilkan sebesar 6,789 ton per hari. Kelurahan Lette memiliki luas wilayah 14 Ha dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 693 jiwa/Ha, dan termasuk kategori permukiman dengan tingkat kepadatan tinggi. Kondisi permukiman yang padat pada area ini ikut mempengaruhi sistim penanganan sampah permukiman. Jumlah penduduk dan aktifitas kegiatan penduduk yang tinggi akan berakibat pada peningkatan volume sampah, hal ini terbukti dengan banyaknya tumpukan sampah liar di sekitar permukiman. (Kelurahan Lette Kota Makassar, 2012). Sedangkan di Kecamatan Biringkanaya, Kelurahan Untia termasuk kategori dengan tingkat kepadatan terendah. Luas wilayah administrasi Kelurahan Untia adalah 255,3 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 2.138 jiwa (447 KK), maka jumlah sampah yang dihasilkan sebesar 1,496 ton per hari. Tingkat kepadatan penduduk mencapai 8 jiwa/Ha, dan termasuk kategori permukiman dengan kepadatan rendah. (Kelurahan Untia Kota Makassar, 2012).

(5)

Sistim penanganan sampah di kawasan pesisir saat ini merupakan salah satu fenomena yang menarik untuk dikaji, karena penanganan sampah yang buruk dapat menimbulkan penurunan kualitas dan kuantitas permukiman khususnya di kawasan pesisir. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji: sistim penanganan sampah yang meliputi pewadahan, pengumpulan, pemindahan, dan pembuangan di kawasan pesisir Kota Makassar.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kawasan Pesisir Kota Makassar, dengan studi kasus di Kelurahan Lette dan Untia. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan teknik analisis matriks (tabulasi silang) dan analisis statistik deskriptif.

Populasi, sampel, dan teknik sampling

Populasi dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan jumlah KK. Sampel penelitian ditarik berdasarkan jumlah populasi yang tersedia. Populasi adalah seluruh kepala keluarga di kelurahan Lette dan Untia. Sampel penelitian ditarik berdasarkan jumlah KK yang tersedia. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan. Dengan jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding (proporsi) dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Jumlah populasi di Kelurahan Lette berjumlah 2.118 KK dengan jumlah sampel sebanyak 152 KK. Sedangkan jumlah populasi di Kelurahan Untia berjumlah 447 KK dengan jumlah sampel sebanyak 96 KK.

Teknik Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan secara primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, serta data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari instansi yang terkait dengan penelitian ini. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumentasi data yang berasal dari dinas/instansi yang berhubungan dengan obyek penelitian dengan teknik pengumpulan sebagai berikut: 1.Observasi (Pengamatan Langsung). Observasi dimaksudkan untuk melihat langsung fenomena faktual obyek penelitian. 2. Wawancara, dilakukan tanpa daftar/pedoman pertanyaan dan dengan pedoman pertanyaan. 3. Studi Dokumen, menggunakan teknik dokumentasi dalam pengumpulan data. Dokumentasi yang dimaksud adalah melakukan pengumpulan data berdasarkan dokumen-dokumen yang ada, baik berupa laporan catatan, berkas atau bahan-bahan tertulis lainnya yang merupakan dokumen resmi yang relevan dalam penelitian. 4. Kuisioner adalah dengan cara mengisi

(6)

daftar pertanyaan secara tertulis yang ditujukan kepada responden penelitian. Pada prinsipnya kuisioner hampir sama dengan wawancara, perbedaannya hanya pada pertanyaan dan jawaban yang dilakukan secara tertulis.

HASIL

Penelitian ini memperlihatkan hubungan antara sistim penanganan sampah terhadap kondisi sosial, ekonomi dan aksessibilitas di Kelurahan Lette. Kondisi sosial, berdasarkan tingkat pendidikan rendah: sistim pewadahan bersifat semi permanen, pengumpulan secara komunal langsung, pemindahan menggunakan wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada lahan kosong. Tingkat pendidikan sedang: sistim pewadahan bersifat permanen, pengumpulan secara komunal langsung, pemindahan menggunakan wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada lahan kosong. Tingkat pendidikan tinggi: sistim pewadahan bersifat permanen, pengumpulan individual langsung, pemindahan menggunakan dump truck, dan pembuangan pada TPA. Berdasarkan jenis pekerjaan pada sektor formal sistim pewadahan bersifat permanen, pengumpulan secara individual langsung, pemindahan menggunakan dump truck, dan pembuangan pada TPA. Pada sektor informal: sistim pewadahan bersifat semi permanen, pengumpulan secara komunal langsung, pemindahan menggunakan wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada lahan kosong.

Kondisi ekonomi,berdasarkan tingkat pengeluaran 50-60%: sistim pewadahan bersifat permanen, pengumpulan Komunal langsung, pemindahan Wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada sempadan jalan. Tingkat pengeluaran 60-70% dan >70%: sistim pewadahan bersifat semi permanen, pengumpulan secara komunal langsung, pemindahan menggunakan wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada lahan kosong. Berdasarkan jumlah anggota keluarga 1-2 orang: sistim pewadahan bersifat semi permanen, pengumpulan Komunal langsung, pemindahan Wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada TPS. Jumlah anggota keluarga 2-3 dan >3 orang: sistim pewadahan bersifat semi permanen, pengumpulan secara komunal langsung, pemindahan menggunakan wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada lahan kosong.

Hubungan antara sistim penanganan sampah terhadap kondisi sosial, ekonomi dan aksessibilitas di Kelurahan Untia. Kondisi sosial, berdasarkan tingkat pendidikan rendah: sistim pewadahan bersifat semi permanen, pengumpulan secara komunal langsung, pemindahan menggunakan wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada lahan kosong. Tingkat pendidikan sedang: sistim pewadahan bersifat permanen, pengumpulan secara komunal langsung, pemindahan menggunakan wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada

(7)

lahan kosong. Tingkat pendidikan tinggi: sistim pewadahan bersifat permanen, pengumpulan secara individual langsung, pemindahan menggunakan dump truck, dan pembuangan pada lahan kosong. Berdasarkan jenis pekerjaan pada sektor formal sistim pewadahan bersifat permanen, pengumpulan secara komunal langsung, pemindahan menggunakan wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada lahan kosong. Pada sektor informal: sistim pewadahan bersifat semi permanen, pengumpulan secara komunal langsung, pemindahan menggunakan wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada lahan kosong.

Kondisi ekonomi, berdasarkan tingkat pengeluaran 50-60%: sistim pewadahan bersifat permanen, pengumpulan secara komunal langsung, pemindahan menggunakan wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada lahan kosong. Tingkat pengeluaran 60-70% dan >70%: sistim pewadahan bersifat semi permanen, pengumpulan secara komunal langsung, pemindahan menggunakan wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada lahan kosong. Berdasarkan jumlah anggota keluarga 1-2 orang: sistim pewadahan bersifat semi permanen, pengumpulan secara komunal langsung, pemindahan menggunakan wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada lahan kosong. Jumlah anggota keluarga 2-3 dan >3 orang: sistim pewadahan bersifat semi permanen, pengumpulan secara komunal langsung, pemindahan menggunakan wadah/kantong plastik, dan pembuangan pada lahan kosong. PEMBAHASAN

Penelitian ini memperlihatkan hubungan antara sistim penanganan sampah terhadap kondisi sosial, ekonomi dan aksessibilitas di Kelurahan Lette. Berdasarkan Kondisi Sosial, tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pola pikir dan tingkat pengetahuan terhadap pewadahan. Tingkat pendidikan yang rendah dapat berdampak pada jenis dan pola pewadahan yang sesuai dengan pandangan dan pendapat mereka sendiri, tanpa mempertimbangkan dampak yang dapat ditimbulkan terhadap kawasan permukiman. Tingkat pendidikan mempengaruhi sistim pengumpulan, karena pada umumnya responden pada tingkat pendidikan rendah dan sedang mengumpulkan sampah secara komunal langsung dengan cara mengumpulkan sampah ke lokasi TPS. Sedangkan pada tingkat pendidikan tinggi proses pengumpulan sampahnya dilakukan oleh petugas untuk di angkut ke TPS. Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pemindahan, karena pada umumnya responden yang berpendidikan rendah dan sedang melakukan pemindahan dengan menggunakan wadah plastik, sedangkan responden yang berpendidikan tinggi menggunakan gerobak. Hal ini juga didukung oleh kemampuan secara financial untuk membayar biaya retibusi kebersihan. Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pembuangan, karena pada umumnya responden yang berpendidikan

(8)

rendah dan sedang membuang sampahnya pada lahan kosong, sedangkan responden yang berpendidikan tinggi membuang sampahnya ke TPA. Jenis pekerjaan berpengaruh terhadap pewadahan sampah, karena jenis pekerjaan dapat berdampak pada tingkat pendapatan. Sedangkan tingkat penghasilan dapat mempengaruhi kemampuan secara financial untuk memenuhi ketersediaan pewadahan individual yang memenuhi standar. Jenis pekerjaan mempengaruhi pola pengumpulan, karena pada umumnya responden yang bekerja pada sektor formal melakukan pengumpulan secara individual langsung, dimana petugas kebersihan langsung mengangkut sampah dari pewadahan individual dan langsung di angkut ke TPA. Jenis pekerjaan mempengaruhi pola pemindahan, karena pada umumnya responden yang bekerja pada sektor formal melakukan pemindahan dibantu oleh petugas kebersihan, hal ini disebabkan karena intensitas kerja responden pada sektor formal yang cukup padat, sehingga mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan pemindahan sendiri. Jenis pekerjaan mempengaruhi pola pembuangan, karena pada umumnya responden yang bekerja pada sektor formal membuang sampah pada TPA, sedangkan responden yang bekerja pada sektor informal membuang sampahnya pada lahan kosong.

Berdasarkan kondisi ekonomi, tingkat pengeluaran berpengaruh terhadap pewadahan karena semakin besar pengeluaran responden, maka semakin sedikit anggaran (dana) yang dapat disisihkan dalam hal pewadahan sampah. Tingkat pengeluaran tidak berpengaruh terhadap proses pengumpulan, karena pada umumnya responden melakukan pengumpulan secara komunal langsung ke lokasi TPS. Tingkat pengeluaran berpengaruh terhadap proses pemindahan, karena semakin besar tingkat pengeluaran maka kemampuan financial responden dalam hal biaya operasional pemindahan tidak tersedia, sehingga mereka harus melakukan pemindahan sendiri ke TPS. Tingkat pengeluaran mempengaruhi pola pembuangan, karena pada umumnya responden yang memiliki tingkat pengeluaran antara 50-60% membuang sampah pada sempadan jalan, sedangkan yang memiliki tingkat pengeluaran > 60% pembuangan dilakukan pada lahan kosong. Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap jenis pewadahan, karena semakin banyak anggota keluarga dalam 1 rumah, maka semakin banyak pula volume sampah yang dihasilkan. Sehingga pewadahan yang disediakan harus memiliki kapasitas daya tampung yang cukup terhadap volume sampah yang dihasilkan. Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh terhadap proses pengumpulan, karena pada umumnya responden mengumpulkan sampah secara komunal langsung dengan cara mengumpulkan sampah ke lokasi TPS. Jumlah anggota keluarga dapat berpengaruh pada proses pemindahan, karena semakin banyak anggota keluarga maka semakin banyak pula volume sampah yang dihasilkan dan tentunya akan berdampak pada proses pemindahan yang

(9)

membutuhkan kapasitas alat yang jauh lebih besar. Jumlah anggota keluarga mempengaruhi pola pembuangan, karena pada umumnya responden yang memiliki jumlah anggota keluarga 1-2 orang membuang sampah ke TPS, sedangkan yang berjumlah >2 orang membuang sampah pada lahan kosong.

Kondisi aksesibilitas, pada akses jalan yang besar, proses pengangkutan sampah hanya dapat dilakukan secara menggunakan truck, sedangkan bagi akses jalan yang kecil, proses pengangkutan sampah hanya dapat dilakukan dengan menggunakan gerobak.

Hubungan antara sistim penanganan sampah terhadap kondisi sosial, ekonomi dan aksesibilitas di Kelurahan Untia. Berdasarkan kondisi sosial, tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pola pikir dan tingkat pengetahuan terhadap pewadahan. Tingkat pendidikan yang rendah dapat berdampak pada jenis dan pola pewadahan yang sesuai dengan pandangan dan pendapat mereka sendiri, tanpa mempertimbangkan dampak yang dapat ditimbulkan terhadap kawasan permukiman. Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pola pengumpulan pemindahan dan pembuangan. Jenis pekerjaan berpengaruh terhadap pewadahan sampah, karena jenis pekerjaan dapat berdampak pada tingkat pendapatan. Sedangkan tingkat penghasilan dapat mempengaruhi kemampuan secara financial untuk memenuhi ketersediaan pewadahan individual yang memenuhi standar. Jenis pekerjaan tidak mempengaruhi pola pengumpulan, proses pemindahan, dan pembuangan.

Berdasarkan kondisi ekonomi, tingkat pengeluaran berpengaruh terhadap pewadahan, karena semakin besar pengeluaran responden maka semakin sedikit anggaran (dana) yang dapat disisihkan dalam hal pewadahan sampah. Tingkat pengeluaran tidak berpengaruh terhadap proses pengumpulan, pemindahan, dan pola pembuangan. Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh terhadap jenis pewadahan, proses pengumpulan, proses pemindahan, dan pola pembuangan.

Kondisi aksessibilitas, pada akses jalan yang besar, proses pengangkutan sampah hanya dapat dilakukan secara menggunakan truck, sedangkan akses jalan yang kecil, proses pengangkutan sampah hanya dapat dilakukan dengan menggunakan gerobak.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi sistim penanganan sampah terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan aksessibilitas di Kawasan Pesisir Kota Makassar di Kelurahan Lette: pewadahan sampah di Kelurahan Lette menggunakan wadah yang bersifat permanen berupa: pasangan bata tertutup (bak sampah), dan semi permanen berupa: wadah plastik, ban bekas, drum/tong. Pola pengumpulan dilakukan secara

(10)

individual dan komunal langsung. Proses pemindahan dilakukan dengan menggunakan wadah/kantong plastik dan dump truck. Sistem pembuangan pada umumnya dibuang pada lahan kosong, TPA, dan sempadan jalan. Sedangkan di Kelurahan Untia: pewadahan sampah di Kelurahan Untia menggunakan wadah yang bersifat permanen berupa: pasangan bata tertutup (bak sampah), dan semi permanen berupa: wadah plastik, ban bekas, drum/tong. Pola pengumpulan secara komunal langsung. Proses pemindahan dilakukan dengan menggunakan wadah/kantong plastik. Sistem pembuangan pada umumnya dibuang pada lahan kosong. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi sistim penanganan sampah di Kawasan Pesisir Kota Makassar di Kelurahan Lette: berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan berpengaruh terhadap: pewadahan, pengumpulan, pemindahan dan pembuangan di Kelurahan Lette. Tingkat pengeluaran dan jumlah anggota keluarga hanya berpengaruh terhadap pewadahan dan pembuangan, serta tidak berpengaruh terhadap pola pengumpulan dan proses pemindahan sampah. Aksesibilitas jalan berpengaruh terhadap proses pemindahan dan tidak berpengaruh pada sistem pewadahan, pola pengumpulan, dan proses pembuangan sampah. Sedangkan di Kelurahan Untia: berdasarkan tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap: pewadahan dan tidak berpengaruh pada pola pengumpulan, proses pemindahan dan pembuangan sampah. Aksesibilitas jalan berpengaruh terhadap proses pemindahan dan tidak berpengaruh pada sistem pewadahan, pola pengumpulan, dan proses pembuangan sampah.

Berdasarkan kondisi sistim penanganan sampah terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan aksessibilitas di Kawasan Pesisir Kota Makassar, direkomendasikan (1). menyediakan tempat pembuangan sampah (TPS) ditiap-tiap RW, sehingga masyarakat dapat melakukan pembuangan sampah dengan mudah dari tempat tinggal mereka, (2) perlunya dibangun suatu penegakan hukum secara mandiri (law enforcement) terkait dengan sistim penanganan sampah di kawasan pesisir sehingga masyarakat tidak melakukan pembuangan sampah

disembarang tempat yang dapat menimbulkan pengalihan fungsi penggunaan lahan, (3) menerapkan sistim penanganan sampah secara terpadu, berwawasan lingkungan dan

berkelanjutan sehingga semua sub sistim dapat terorganisir secara tepat, baik, dan benar. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi sistim penanganan sampah di Kawasan Pesisir Kota Makassar, (1) memberikan informasi dan pelatihan kepada masyarakat tentang sistim pewadahan dan pemindahan sampah yang tepat dan benar.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Raharjo. (2005). Pembangunan Ekonomi Perkotaan, Graha Ilmu, Yogyakarta. Azwar, Saifuddin, Drs, MA, (2003). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, edisi kedua,

Pustaka Pelajar , Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Kota Makassar, (2011). Kota Makassar Dalam Angka 2011. Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar. (2011).

Hadi, Sudharto P. (2005). Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Kelurahan Lette Kota Makassar, (2012). Laporan Profil Desa dan Kelurahan Lette.2012. Kelurahan Untia Kota Makassar, (2012). Laporan Profil Desa dan Kelurahan Untia.2012. Kementerian Lingkungan Hidup. (2008). Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2008, tentang

Pengelolaan Sampah, Jakarta

Kodoatie, Robert J. (2003). Pengantar Manajemen Infrastruktur. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah. (2003). Tinjauan Aspek Penataan Ruang Dalam Pengelolaan Wilayah Laut dan Pesisir. Surabaya.

(12)

Tabel 1. Hubungan antara sistim penanganan sampah terhadap kondisi sosial, ekonomi dan aksessibilitas di Kelurahan Lette

Sistim penanganan sampah

Kondisi sosial, ekonomi, dan aksesibilitas

Pewadahan Pengumpulan Pemindahan Pembuangan

KONDISI SOSIAL

TINGKAT PENDIDIKAN

Rendah Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

Sedang Permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

Tinggi Permanen Individual langsung Dump truck TPA

Tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pola pikir dan tingkat pengetahuan terhadap pewadahan. Tingkat pendidikan yang rendah dapat berdampak pada jenis dan pola pewadahan yang sesuai dengan pandangan dan pendapat mereka sendiri, tanpa mempertimbangkan dampak yang dapat ditimbulkan terhadap kawasan permukiman. Misalnya, pada tingkat pendidikan rendah, masyarakat pada umumnya menggunakan pewadahan yang bersifat semi permanen, hal ini disebabkan karena mereka tidak mempertimbangkan dari segi kekuatannya.

Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pengumpulan, karena pada umumnya responden pada tingkat pendidikan rendah dan sedang mengumpulkan sampah secara komunal langsung dengan cara mengumpulkan sampah ke lokasi TPS. Sedangkan pada tingkat pendidikan tinggi proses pengumpulan sampahnya dilakukan oleh petugas untuk di angkut ke TPS.

Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pemindahan, karena pada umumnya responden yang berpendidikan rendah dan sedang melakukan pemindahan dengan menggunakan wadah plastik, sedangkan responden yang berpendidikan tinggi menggunakan gerobak. Hal ini juga didukung oleh kemampuan secara financial untuk membayar biaya retibusi kebersihan.

Tingkat pendidikan

mempengaruhi pola

pembuangan, karena pada umumnya responden yang berpendidikan rendah dan sedang membuang sampahnya pada lahan kosong, sedangkan responden yang berpendidikan tinggi membuang sampahnya ke TPA.

JENIS PEKERJAAN Formal Permanen Individual langsung Dump truck TPA

Informal Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

Jenis pekerjaan berpengaruh terhadap pewadahan sampah, karena jenis pekerjaan dapat berdampak pada tingkat pendapatan. Sedangkan tingkat penghasilan dapat mempengaruhi kemampuan secara financial untuk memenuhi ketersediaan pewadahan individual yang memenuhi standar

Jenis pekerjaan mempengaruhi pola pengumpulan, karena pada

umumnya responden yang bekerja pada sektor formal melakukan pengumpulan secara individual langsung, dimana petugas kebersihan langsung mengangkut sampah dari pewadahan individual dan langsung di angkut ke TPA.

Jenis pekerjaan mempengaruhi pola pemindahan, karena pada

umumnya responden yang bekerja pada sektor formal melakukan pemindahan dibantu oleh petugas kebersihan, hal ini disebabkan karena intensitas kerja responden pada sektor formal yang cukup padat, sehingga mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan pemindahan sendiri.

Jenis pekerjaan mempengaruhi pola pembuangan, karena pada umumnya responden yang bekerja pada sector formal membuang sampah pada TPA, sedangkan responden yang bekerja pada sektor informal membuang sampahnya pada lahan kosong.

(13)

Sistim penanganan sampah

Kondisi sosial,ekonomi,dan aksesibilitas

Pewadahan Pengumpulan Pemindahan Pembuangan

KONDISI EKONOMI

TINGKAT PENGELUARAN

50-60% Permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Sempadan jalan

60-70% Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

>70% Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

Tingkat pengeluaran berpengaruh terhadap pewadahan, karena semakin besar pengeluaran responden, maka semakin sedikit anggaran (dana) yang dapat disisihkan dalam hal pewadahan sampah. Misalnya: penyediaan pewadahan yang permanen, kuat dan memenuhi standar kebutuhan.

Tingkat pengeluaran tidak berpengaruh terhadap proses pengumpulan, karena pada umumnya responden melakukan pengumpulan secara komunal langsung ke lokasi TPS

Tingkat pengeluaran berpengaruh terhadap proses pemindahan. Karena semakin besar tingkat pengeluaran, maka kemampuan financial responden dalam hal biaya operasional pemindahan tidak tersedia, sehingga mereka harus melakukan pemindahan sendiri ke TPS.

Tingkat pengeluaran mempengaruhi pola pembuangan, karena pada umumnya responden yang memiliki tingkat pengeluaran antara 50-60% membuang sampah pada sempadan jalan, sedangkan yang memiliki tingkat pengeluaran > 60% pembuangan dilakukan pada lahan kosong

JUMLAH ANGGOTA KELUARGA

1-2 Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik TPS

2-3 Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

>4 Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap jenis pewadahan, karena semakin banyak anggota keluarga dalam 1 rumah, maka semakin banyak pula volume sampah yang dihasilkan. Sehingga pewadahan yang disediakan harus memiliki kapasitas daya tampung yang cukup terhadap volume sampah yang dihasilkan.

Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh terhadap proses pengumpulan, karena pada umumnya responden mengumpulkan sampah secara komunal langsung dengan cara mengumpulkan sampah ke lokasi TPS

Jumlah anggota keluarga dapat berpengaruh pada proses pemindahan, karena semakin banyak anggota keluarga maka semakin banyak pula volume sampah yang dihasilkan dan tentunya akan berdampak pada proses pemindahan yang membutuhkan kapasitas alat yang jauh lebih besar.

Jumlah anggota keluarga mempengaruhi pola pembuangan, karena pada umumnya responden yang memiliki jumlah anggota keluarga 1-2 orang membuang sampah ke TPS, sedangkan yang berjumlah >2 orang membuang sampah pada lahan kosong

AKSESIBILITAS Kondisi jalan Lebar jalan Jalan primer - Akses jalan yang besar, proses pengangkutan sampah hanya dapat dilakukan secara menggunakan truck

-

Jalan sekunder (gang)

- Akses jalan yang kecil, proses pengangkutan sampah hanya dapat dilakukan dengan menggunakan gerobak.

(14)

Tabel 2. Hubungan antara sistim penanganan sampah terhadap kondisi sosial, ekonomi dan aksesibilitas di Kelurahan Untia

Sistim penanganan sampah

Kondisi sosial, ekonomi, dan aksesibilitas

Pewadahan Pengumpulan Pemindahan Pembuangan

KONDISI SOSIAL

TINGKAT PENDIDIKAN

Rendah Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

Sedang Permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

Tinggi Permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

Tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pola pikir dan tingkat pengetahuan terhadap pewadahan. Tingkat pendidikan yang rendah dapat berdampak pada jenis dan pola pewadahan yang sesuai dengan pandangan dan pendapat mereka sendiri, tanpa mempertimbangkan dampak yang dapat ditimbulkan terhadap kawasan permukiman. Misalnya, pada tingkat pendidikan rendah, masyarakat pada umumnya menggunakan pewadahan yang bersifat semi permanen, hal ini disebabkan karena mereka tidak mempertimbangkan dari segi kekuatannya.

Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pola pengumpulan, karena pada umumnya responden mengumpulkan sampah secara komunal langsung dengan cara mengumpulkan sampah ke lokasi TPS.

Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pola pemindahan, karena pada umumnya responden melakukan pemindahan ke TPS dengan menggunakan wadah plastik.

Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pola pembuangan, karena pada umumnya responden membuang sampahnya pada lahan kosong,

JENIS PEKERJAAN Formal Permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

Informal Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

Jenis pekerjaan berpengaruh terhadap pewadahan sampah, karena jenis pekerjaan dapat berdampak pada tingkat pendapatan. Sedangkan tingkat penghasilan dapat mempengaruhi kemampuan secara financial untuk memenuhi ketersediaan pewadahan individual yang memenuhi standar

Jenis pekerjaan tidak mempengaruhi pola pengumpulan, karena pada umumnya responden melakukan pengumpulan secara komunal langsung, dimana masyarakat sendiri mengangkut sampah dari pewadahan individual ke TPS.

Jenis pekerjaan tidak mempengaruhi proses pemindahan, karena pada umumnya responden melakukan pemindahan sendiri dengan menggunakan wadah/kantong plastik.

Jenis pekerjaan tidak mempengaruhi pola pembuangan, karena pada umumnya responden membuang sampah pada lahan kosong.

(15)

Sistim penanganan sampah

Kondisi sosial, ekonomi, dan aksesibilitas

Pewadahan Pengumpulan Pemindahan Pembuangan

KONDISI EKONOMI

TINGKAT PENGELUARAN

50-60% Permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

60-70% Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

>70% Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

Tingkat pengeluaran berpengaruh terhadap pewadahan, karena semakin besar pengeluaran responden maka semakin sedikit anggaran (dana) yang dapat disisihkan dalam hal pewadahan sampah. Misalnya: penyediaan pewadahan yang permanen, kuat dan memenuhi standar kebutuhan.

Tingkat pengeluaran tidak berpengaruh terhadap proses pengumpulan, karena pada umumnya responden melakukan pengumpulan secara komunal langsung ke lokasi TPS

Tingkat pengeluaran tidak berpengaruh terhadap proses pemindahan, karena pada umumnya responden melakukan pemindahan sendiri ke TPS dengan menggunakan wadah/kantong plastik.

Tingkat pengeluaran tidak mempengaruhi pola pembuangan, karena pada umumnya responden membuang sampah pada lahan kosong

JUMLAH ANGGOTA KELUARGA

1-2 Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

2-3 Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

>4 Semi permanen Komunal langsung Wadah/kantong plastik Lahan kosong

Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh terhadap jenis pewadahan, karena pada umumnya responden menggunakan pewadahan yang bersifat semi permanen.

Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh terhadap proses pengumpulan, karena pada

umumnya responden

mengumpulkan sampah secara komunal langsung dengan cara mengumpulkan sampah ke lokasi TPS

Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh pada proses pemindahan, karena pada umumnya responden melakukan pemindahan ke

TPS dengan menggunakan

wadah/kantong plastik.

Jumlah anggota keluarga tidak mempengaruhi pola pembuangan, karena pada umumnya responden membuang sampah pada lahan kosong

AKSESIBILITAS Kondisi jalan Lebar jalan Jalan primer - Akses jalan yang besar, proses

pengangkutan sampah hanya dapat dilakukan secara menggunakan truck

-

Jalan sekunder (gang) - Akses jalan yang kecil, proses

pengangkutan sampah hanya dapat dilakukan dengan menggunakan gerobak.

Gambar

Tabel 2. Hubungan antara sistim penanganan sampah terhadap kondisi sosial, ekonomi dan aksesibilitas di Kelurahan Untia  Sistim penanganan sampah

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya pada tanah- tanah yang basa (pH lebih besar dari 6,5), tanaman kubis sering terserang penyakit kaki hitam (blacklegn) akibat cendawan Phoma lingam sehingga perlu

Analisa SWOT dalam penerapan basis data clustering sebagai salah satu cara optimalisasi terhadap sistem yang telah diterapkan dan digunakan pada saat ini

Variabel Islamic corporate social responsibility terhadap kinerja keuangan yang diproksi dengan NPM mampu menerima hipotesis kelima dengan berpengaruh positif dan

Tugas dan fungsi masing-masing akan diuraikan dalam setiap seksi, dimana Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan kegiatan

Nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi diberikan melalui tube ke dalam lambung (gastric tube), nasogastrik

Metode PQ4R digunakan untuk membantu murid mengingat apa yang mereka baca, dan untuk meningkatkan kemampuan membaca dalam hal kemampuan pemahaman struktur

Kemudian membimbing siswa dalam mengerjakan LKS, karena siswa masih banyak yang belum mengerti tentang cara mengisi LKS dan masih banyak siswa yang bermain main dalam

Hasil tersebut menunjukkan bahwa biji alpukat kering memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada yang segar, hal ini berkorelasi positif dengan