• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik dan pola perambahan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango studi kasus di Desa Bojong Murni, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik dan pola perambahan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango studi kasus di Desa Bojong Murni, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK DAN POLA PERAMBAHAN KAWASAN

TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

(Studi Kasus di Desa Bojong Murni Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor)

Oleh :

SAMSUDIN

E03400033

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

KARAKTERISTIK DAN POLA PERAMBAHAN KAWASAN

TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

(Studi Kasus di Desa Bojong Murni Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor)

Karya Ilmiah

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KEHUTANAN

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SAMSUDIN

E03400033

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

Judul

: Karakteristik dan Pola Perambahan Kawasan Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Desa

Bojong Murni Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor).

Nama

: Samsudin

NRP

: E03400033

Departemen :

Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. H. Sambas Basuni, MS

Ir. Budi Prihanto, MS

Tanggal :

Tanggal :

Mengetahui :

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan

(4)

RINGKASAN

Samsudin (E03400033). Karakteristik dan Pola Perambahan Kawasan Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Desa Bojong Murni Kecamatan

Ciawi Kabupaten Bogor). Di bawah Bimbingan Dr. Ir. H Sambas Basuni, MS dan Ir.

Budi Prihanto, MS.

Penetapan Gunung Gede-Pangrango sebagai taman nasional menuntut

terpeliharanya kelestarian kawasan taman nasional itu sendiri. Akan tetapi

interaksinya dengan masyarakat di sekitarnya sangat potensial untuk terjadinya

kerusakan kawasan dan potensinya. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat

sekitar kawasan TNGGP yang rendah (Kusnanto, 2000), tekanan masyarakat terhadap

kawasan TNGGP semakin meningkat yang dicirikan oleh semakin meningkatnya

kawasan TNGGP yang dibuka dan digarap secara liar oleh masyarakat sekitar hutan,

yaitu sekitar 17,88 ha (Kusnanto, 2000). Oleh karena itu, pihak manajemen perlu

mengambil tindakan penanggulangan terhadap masalah tersebut agar dampak yang

ditimbulkan dapat ditekan sekecil mungkin.

Untuk memformulasikan suatu strategi penanggulangan yang tepat diperlukan

informasi tentang faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan TNGGP

yang mendorong masyarakat untuk membuka dan menggarap lahan hutan. Penelitian

ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan karakteristik sosial ekonomi

perambah hutan dan pola perambahan TNGGP.

Penelitian ini dilakukan di Desa Bojong Murni, Kecamatan Ciawi, Kabupaten

Bogor, pada bulan Januari 2005. Unit contoh pada penelitian ini adalah KK Perambah

yang berada di Desa Bojong Murni dengan menggunakan metode sensus.

(5)

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif melalui

analisis pola penggunaan lahan dan analisis sosial ekonomi perambah hutan. Analisis

pola penggunaan lahan, meliputi: luas lahan, pola penggunaan lahan, dan

karakteristik jenis tanaman yang ditanam. Analisis sosial ekonomi perambah hutan,

meliputi: asal perambah, usia perambah, jumlah anggota keluarga perambah, tingkat

pendidikan perambah, pekerjaan utama perambah, pekerjaan sampingan perambah,

tingkat pendapatan dari pekerjaan utama perambah, tingkat pendapatan dari pekerjaan

sampingan perambah, motif penggunaan lahan, dan nilai dari perambahan. Analisis

pola perambahan kawasan meliputi : apa yang dirambah, siapa yang merambah,

dimana merambahnya, kapan merambahnya, mengapa merambah dan bagaimana

merambahnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Bojong Murni, Kecamatan

Ciawi, Kabupaten Bogor ditemukan 28 kepala keluarga (KK) yang merambah

kawasan TNGGP dengan luas total 8,76 Ha. Lahan yang dirambah oleh para

perambah di Desa Bojong Murni bervariasi antara 0,05-0,65 ha/KK atau rata-rata luas

rambahan seluas 0,313 ha/KK. Jumlah anggota keluarga perambah di Desa Bojong

Murni berkisar antara 1-10 jiwa atau rata-rata 5 jiwa per-KK, sementara jumlah

anggota keluarga perambah yang bekerja berkisar antara 1-3 orang. Semua perambah

berasal dari Desa Bojong Murni, berusia antara 26-80 tahun; 16 orang perambah di

Desa Bojong Murni tidak sekolah, dan 12 orang lainnya tidak tamat sekolah dasar

(SD). Seluruh perambah di Desa Bojong Murni mempunyai pekerjaan utama yang

bervariasi, mulai dari menjadi buruh tani, pedagang, peternak, penggergaji kayu,

buruh tani-pedagang, buruh tani-peternak, pedagang-peternak, dan

kernet-peternak.petani, sementara pekerjaan sampingan mereka adalah merambah kawasan

TNGGP.

(6)

perambah dari pekerjaan utama ini menyebabkan 26 perambah hidup pada tingkat pra

sejahtera, sedangkan 2 perambah lainnya hidup pada tingkat sejahtera I. Sementara

itu, pendapatan para perambah dari pekerjaan sampingan bervariasi antara Rp. 48.000

– Rp. 4.150.000 per tahun. Dengan kata lain, nilai dari perambahan sangat signifikan

terhadap pemenuhan pendapatan total para perambah, yaitu sekitar 26,03 % -

1.562,50 % dari pendapatan dari sumber lainnya.

Motivasi para perambah untuk melakukan perambahan adalah untuk makan

dan biaya sekolah anak-anaknya. Sementara pola penggunaan lahan rambahan

ditentukan oleh faktor-faktor kebiasaan orang tua, tidak punya pilihan lain, tidak

mempunyai lahan, sulitnya mencari pekerjaan, lahannya subur, lahan rambahan dekat

dengan tempat tinggal, dan kemudahan dalam memasarkan hasil panen.

Perambahan di Desa Bojong Murni membentuk pola sebagai berikut :

dilakukan oleh perambah yang merupakan penduduk asli Desa Bojong Murni, lahan

rambahan adalah kawasan TNGGP. Perambahan dilakukan di tepi kawasan yang

berjarak 10-25 meter dari tepi batas kawasan dengan pola berkelompok yang

dibedakan menjadi 2 kelompok yang berbeda, yaitu kelompok lahan basah (sawah),

dan kelompok lahan kering (kebun). Tempat tinggal perambah dengan lahan

rambahannya berjarak 500 meter. Lahan lain disekitar lahan rambahan adalah tanah

negara yang di kontrak selama 25 tahun oleh PT. Rejosari Bumi sebagai lahan Hak

Guna Usaha (HGU), dilakukan sejak tahun 1960-an sebelum kawasan ditetapkan

menjadi taman nasional.

Pihak pengelola TNGGP sudah melakukan upaya atau langkah-langkah agar

para perambah keluar dari kawasan, antara lain dengan program-program penyuluhan

kepada masyarakat, program usaha pedesaan seperti ternak (domba dan kelinci)

bergulir pada tahun 1996, serta melakukan perjanjian dengan para perambah, dimana

mereka harus meninggalkan lahan rambahan pada tahun 2000. Perjanjian tersebut

tidak efektif karena tidak ada solusi ketika para perambah meninggalkan kawasan,

sementara kebutuhan hidup para perambah menuntut untuk dipenuhi.*

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 April 1982, merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Firdaus dan Ibu Cicih Karnesih.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1994 di SD Negeri Cijahe Curug IV, Bogor. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 1997 di SMP PELITA Bogor. Selanjutnya pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) diselesaikan penulis pada tahun 2000 di SMU Negeri 6 Bogor. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama studi di Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2003 penulis mengikuti praktek Umum Kehutanan (PUK) di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas timur, dan di BKPH Rawa Timur KPH Banyumas Barat, dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di Desa Getas Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora KPH Ngawi dan KPH Randublatung. Selanjutnya pada tahun 2004 penulis mengikuti praktek Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Batu Kasur Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor.

Selain itu, penulis juga pernah aktif di lembaga kemahasiswaan IPB diantaranya sebagai Menteri Infokom Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Keluarga Mahasiswa IPB (BEM TPB KM IPB) periode 2000-2001, Kepala Biro Nasyid Departemen Sanggar Seni dan Dinamika Islam (SANDI) DKM AL-Hurriyyah IPB periode 2001-2002, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) DKM ‘Ibadurrahman Fakultas Kehutanan IPB periode 2001-2002, Kepala Biro Sosial dan Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan IPB periode 2001-2002, Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan IPB periode 2002-2003, Menteri Kebijakan Daerah Kabinet Perjuangan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB periode 2003-2004, Dewan Pakar Presiden Mahasiswa BEM KM IPB periode 2004-2005.

(8)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan...

i

Daftar Isi...

ii

Daftar Tabel... iv

Daftar Gambar... v

Daftar Lampiran... vi

I. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang... 1

1. 2. Perumusan Masalah... 2

1. 3. Kerangka Pemikiran... 2

1. 4. Tujuan Penelitian...3

1. 5. Manfaat Penelitian...3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Pengelolaan Daerah Penyangga...4

2. 2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan...5

2. 3. Pola Penggunaan Lahan...7

2. 4. Perambahan Lahan Hutan...7

III. TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3. 1. Kondisi Fisik

3. 1. 1. Letak dan Luas...11

3. 1. 2. Iklim dan Topografi...11

3. 1. 3. Tanah...11

3. 1. 4. Penggunaan Lahan...11

(9)

3. 2. 2. Tingkat Pendidikan...13

3. 2. 3. Mata Pencaharian...13

3. 2. 4. Pemilikan Lahan dan Luas Penggarapan Lahan Pertanian...14

3. 2. 5. Pola Usaha Tani...14

3. 2. 6. Interaksi Masyarakat Dengan TNGGP...16

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian...18

4. 2. Batasan Istilah Dalam Penelitian...19

4. 3. Batasan Karakteristik Sosial Ekonomi Perambah...20

4. 4. Batasan Pola Perambahan...20

4. 5. Ruang Lingkup Penelitian...20

4. 6. Jenis dan Metode Pengumpulan Data...20

4. 7. Metode Penarikan Contoh...21

4. 8. Metode Analisis Data...22

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

A. 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Perambah

1.

Asal Perambah...23

2.

Umur Perambah...23

3.

Tingkat pendidikan Perambah...23

4.

Luas Pemilikan Lahan Para Perambah...24

5.

Pekerjaan Utama Perambah...25

6.

Pekerjaan Sampingan Perambah...25

7.

Jumlah Anggota Keluarga Perambah...26

8.

Jumlah Anggota Keluarga Perambah Yang Bekerja...26

9.

Pola Penggunaan Lahan Rambahan...26

10.

Karakteristik Jenis Tanaman Yang Ditanam...27

(10)

12.

Pendapatan Sampingan Perambah...28

13.

Nilai Dari Perambahan...28

A. 2. Motif Perambahan

1.

Motif Perambahan Lahan Rambahan...30

2.

Motif Penggunaan Lahan Rambahan...30

B. Pembahasan

B. 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Perambah

1.

Asal Perambah...31

2.

Umur Perambah...31

3.

Tingkat pendidikan Perambah...32

4.

Luas Pemilikan Lahan Para Perambah...34

5.

Pekerjaan Utama Perambah...36

6.

Pekerjaan Sampingan Perambah...37

7.

Jumlah Anggota Keluarga Perambah...38

8.

Jumlah Anggota Keluarga Perambah Yang Bekerja...38

9.

Pola Penggunaan Lahan Rambahan...39

10.

Karakteristik Jenis Tanaman Yang Ditanam...41

11.

Pendapatan Utama Perambah...43

12.

Pendapatan Sampingan Perambah...45

13.

Nilai Dari Perambahan...45

B. 2. Motif Perambahan

1.

Motif Perambahan Lahan...46

2.

Motif Penggunaan Lahan Rambahan...47

(11)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan...51

B.

Saran...52

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.

Luas dan Tata Guna Lahan di Desa Bojong Murni...12

Tabel 2.

Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Desa Bojong Murni...12

Tabel 3.

Kelompok Umur Penduduk di Desa Bojong Murni...12

Tabel 4. Tingkat Pendidikan di Desa Bojong Murni...13

Tabel 5.

Mata Pencaharian Penduduk Desa Bojong Murni...14

Tabel 6.

Rata-Rata Luas Penggarapan Lahan Pertanian di Desa Bojong Murni...14

Tabel 7.

Interaksi Masyarakat Desa Bojong Murni dengan TNGGP...17

Tabel 8.

Jenis data yang dikumpulkan, ukuran data, cara pengambilan data, dan alat

yang digunakan dalam penelitian ...21

Tabel 9.

Jumlah Perambah Menurut Kelompok Umur...23

Tabel

10. Jumlah Perambah dan Rata-rata Luas Rambahan Menurut Tingkat

Pendidikan Perambah...23

Tabel 11. Luas Pemilikan Lahan para Perambah...24

Tabel 12. Jumlah Perambah dan Rata-rata luas rambahan...25

Tabel 13. Pekerjaan Utama Perambah...25

Tabel 14. Jumlah Anggota Keluarga Perambah...26

Tabel 15. Jumlah Anggota Keluarga Perambah Yang Bekerja...26

Tabel 16. Pola Penggunaan Lahan...26

Tabel 17. Karakteristik Jenis Tanaman Yang Ditanam...27

Tabel 18. Tingkat Pendapatan Utama Perambah...28

Tabel 19. Pendapatan Sampingan Perambah Berdasarkan Pekerjaan Sampingan

Perambah...28

Tabel 20. Nilai Dari Perambahan...29

Tabel 21. Motif Perambahan...30

Tabel 22. Motif Penggunaan Lahan Rambahan...30

Tabel 23. Tingkat Kesejahteraan Perambah...43

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar i.

Kalender Musim Tanaman di Desa Contoh...15

Gambar 1.

Peta TNGGP dan Daerah Penyangganya...18

Gambar 2.

Kelompok Umur Perambah...32

Gambar 3.

Rata-rata Luas Lahan Rambahan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Perambah...33

Gambar 4.

jenis Pemilikan Lahan Para Perambah...35

Gambar 5.

Jumlah Perambah dan Rata-rata Luas Rambahan...35

Gambar 6.

Kondisi Rumah Masyarakat Desa Bojong Murni...36

Gambar 7.

Pekerjaan Utama Perambah...37

Gambar 8.

Kandang Ternak di belakang Rumah...37

Gambar 9.

Jumlah Anggota Keluarga Perambah...38

Gambar 10. Rata-rata Luas Rambahan Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

Perambah Yang Bekerja...39

Gambar 11.

Pola Penggunaan Lahan...40

Gambar 12. Pola Penggunaan Lahan Basah (Sawah) di Kawasan TNGGP...40

Gambar 13. Pola Penggunaan Lahan Kering (Kebun) di Kawasan TNGGP...40

Gambar 14.

Karakteristik Jenis Tanaman Yang Ditanam...41

Gambar 15.

Hasil Panen Berupa Labu Siam di Lahan Rambahan...42

Gambar 16.

Tanaman Padi dan Pisang di Lahan Rambahan...42

Gambar 17.

Tanaman Wortel di Lahan Rambahan...43

Gambar 18.

Tingkat Pendapatan Utama Perambah...44

Gambar 19.

Tingkat Kesejahteraan Perambah...44

Gambar 20.

Kondisi Rumah Perambah Kawasan TNGGP di Desa Bojong Murni....

44

Gambar 21. Rata-rata Pendapatan Sampingan Berdasarkan Pekerjaan Sampingan

Para

Perambah...45

Gambar 22.

Nilai dari Perambahan...46

Gambar 23.

Motif Perambahan...47

(15)

I. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu dari 5 taman nasional pertama di Indonesia yang diumumkan oleh Menteri Pertanian pada tanggal 6 Maret 1980. Sejalan dengan pengumuman tersebut, pengelolaannya diarahkan agar TNGGP dapat berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya. Arah pengelolaan ini menuntut terpeliharanya kondisi TNGGP agar tetap utuh dan lestari.

Kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa terdapat banyak tekanan terhadap TNGGP, diantaranya adalah pencurian kayu bakar, perburuan satwa, penebangan liar, pencurian pakis, pencurian bambu, dan perambahan lahan hutan. Penyebab-penyebab tekanan terhadap TNGGP antara lain kondisi fisik sekitar tepi kawasan, kondisi pengamanan kawasan dari pihak pengelola, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan TNGGP itu sendiri (Kusnanto, 2000).

(16)

1. 2. Perumusan Masalah

Penetapan Gunung Gede dan Gunung Pangrango sebagai taman nasional menuntut terpeliharanya kelestarian kawasan hutan itu sendiri. Dengan timbulnya tekanan masyarakat sekitar hutan terhadap kawasan akan mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi hutan. Oleh karena itu pihak manajemen perlu mengambil tindakan penanggulangan terhadap tekanan masyarakat pada kawasan TNGGP agar dampak yang ditimbulkan dapat ditekan seminimal mungkin.

Untuk memformulasikan suatu strategi penaggulangan yang tepat diperlukan informasi-informasi yang berkaitan dengan karakteristik sosial ekonomi perambah hutan yang menjadi penyebab terjadinya perambahan dan pola perambahan kawasan TNGGP.

1. 3. Kerangka Pemikiran

Tekanan-tekanan terhadap kawasan hutan merupakan tantangan dan ancaman yang timbul akibat dari permasalahan sosial ekonomi perambah hutan yang seharusnya menjadi pertimbangan dalam kegiatan pengelolaan hutan.

Waluyo, 1981 dalam Wahidiat, 2002 mengatakan bahwa sejarah perkembangan manusia dari masa ke masa menunjukan hubungan yang erat antara hutan dengan manusia (masyarakat) disekitarnya. Jika kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan baik, maka dapat diharapkan hutan akan aman dari gangguan. Tetapi sebaliknya, jika kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan buruk, maka akan timbul gangguan keamanan hutan, seperti tekanan masyarakat sekitar hutan terhadap kawasan TNGGP untuk lahan pertanian. Pendapat ini memberi arahan bahwa dalam pengelolaan hutan terutama pengelolaan TNGGP perlu diketahui kondisi sosial ekonomi masyarakatnya.

(17)

dirambah, siapa yang merambah, dimana merambahnya, kapan merambahnya, mengapa merambah dan bagaimana merambahnya).

1. 4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik sosial ekonomi perambah hutan dan pola perambahan kawasan TNGGP.

1. 5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai :

1. Informasi bagi pihak pengelola TNGGP untuk merumuskan solusi bagi masalah perambahan kawasan.

2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang perambahan.

3. Informasi rujukan bagi para peneliti dan pengembangan keilmuan baru.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Pengelolaan Daerah Penyangga

Daerah penyangga adalah wilayah yang berada di luar Kawasan Pelestarian Alam, baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan Kawasan Pelestarian Alam. Pengelolaan atas daerah penyangga tetap berada di tangan yang berhak, sedangkan cara-cara pengelolaan harus mengikuti ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Penjelasan Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990 pasal 16 ayat 2).

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berbatasan langsung dengan hutan Perum Perhutani, perkebunan teh, perkebunan campuran, kebun raya, lapangan golf, sawah, ladang palawija dan kebun rakyat. Hutan Perhutani yang berbatasan terdiri dari hutan kelas perusahaan pinus untuk daerah Bogor dan Cianjur. Umumnya hutan Perhutani yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan hutan lindung/hutan lindung terbatas (Kusnanto, 2000).

Daerah penyangga mempunyai fungsi untuk menjaga Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan atau dari dalam kawasan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan (Peraturan Pemerintah RI No. 68 tahun 1998 pasal 56 ayat 1).

Pengelolaan daerah penyangga yang bukan kawasan hutan tetap berada pada pemegang hak dengan memperhatikan ketentuan kriteria daerah penyangga, secara ekologis masih mempunyai pengaruh baik dari dalam maupun dari luar Kawasan Suaka Alam dan atau Kawasan Pelestarian Alam (Peraturan Pemerintah RI No. 68 tahun 1998).

(19)

seperti kayu bakar dan kayu untuk arang, mereka juga menebang hutan untuk dijadikan perkebunan (FAO, 1978 dalam Andriani, 2002).

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi sangat diperlukan mulai dari tahap perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan perlindungan jangka panjang. Untuk itu, maka perlu dijelaskan kepada masyarakat mengenai pentingnya pembangunan kawasan konservasi dan tujuan dari daerah penyangganya. Penunjukan daerah penyangga adalah juga untuk menjaga kelangsungan hak-hak masyarakat tradisional sebagai bagian dari pengelolaan kawasan konservasi dan untuk memastikan bahwa masyarakat juga dapat menikmati keuntungan dari kawasan konservasi (Oldfield, 1988 dalam Andriani, 2002).

2. 2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 691/Kpts-II/1998 yang dimaksud dengan masyarakat di dalam dan sekitar hutan adalah kelompok-kelompok masyarakat baik berada di dalam maupun di pedesaan sekitar hutan.

Sayogyo (1988) menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat desa menarik untuk diteliti karena lebih dari 83% rumah tangga di Indonesia hidup di pedesaan. Rendahnya pendapatan, sempitnya penguasaan lahan pertanian, rendahnya tingkat pendidikan, tingginya jumlah anggota keluarga dan sulitnya mencari pekerjaan merupakan permasalahan yang sering ditemukan dalam rumah tangga masyarakat pedesaan. Hal ini diperburuk dengan sifat menggantungkan diri yang relatif tinggi pada sektor pertanian, sehingga mereka sulit untuk meningkatkan pendapatannya.

(20)

terhadap hutan lainnya merupakan tantangan dan ancaman yang dapat timbul sebagai akibat dari permasalahan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang seharusnya dikembangkan dan diakomodasikan dengan tepat serta terarah dalam kegiatan pengusahaan hutan.

Dampak positif pembangunan kehutanan bagi masyarakat di daerah (masyarakat pedesaan sekitar hutan) masih sangat kecil karena belum menggunakan cara-cara yang tepat dimana kegiatan masyarakat belum terkait secara kuat atau terlibat secara langsung dengan kegiatan kehutanan itu sendiri (Darusman, 1993). Kawasan hutan, selama ini dianggap sebagai suatu kawasan yang terpisah dari masyarakat dan wilayah desa. Pemisahan tersebut sedikit banyak berpengaruh pada kontribusi pengelolaan hutan terhadap pengembangan masyarakat dan pembangunan daerah. Padahal setiap jengkal lahan hutan yang ada (di Pulau Jawa) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah administratif desa. Dengan demikian sudah selayaknya jika pengelolaan hutan menyesuaikan diri dengan dinamika kehidupan masyarakat desa sekitarnya (Lembaga Arupa, 2000).

Masyarakat di dalam dan sekitar hutan harus dan perlu diperhatikan dalam pembangunan sektor kehutanan, karena mereka adalah bagian atau unsur dari ekosistem hutan yang saling tergantung. Mereka memiliki kekuatan yang sangat besar, yang apabila tidak diperhatikan dapat menjadi kekuatan perusak yang sangat dahsyat. Sebaliknya, bila diperhatikan dapat menjadi kekuatan pendukung yang juga sangat dahsyat (Darusman, 1993).

(21)

2. 3. Pola Penggunaan Lahan

Kegiatan atau usaha manusia memanfaatkan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik material dan spiritual ataupun keduanya secara tetap dan berkala disebut penggunaan lahan (land use). Perencanaan persediaan, peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan lahan disebut tata guna lahan (FAO, 1976 dalam Kusnanto, 2000).

Pola penggunaan lahan pada dasarnya merupakan cermin kegiatan ekonomi suatu masyarakat pada suatu tempat dalam kurun waktu tertentu. Intensitas penggunaan lahan akan ditentukan oleh keadaan wilayah, perkembangan penduduk, bidang nafkah serta organisasi masyarakat setempat (Sandy, 1973 dalam Keren, 1988).

Permasalahan dalam penggunaan lahan sering timbul karena adanya kenyataan peran ganda dari lahan tersebut (penyeimbang lingkungan, habitat atau ruang makhluk hidup, sumberdaya dan faktor produksi) dan sifat-sifat yang melekat pada lahan seperti luasnya terbatas, lokasi tetap (tidak dapat berpindah) dan karakteristik fisik yang berbeda-beda. Demikian juga dalam pengelolaannya sering terjadi konflik di antara sektor-sektor pembangunan yang memerlukan lahan. Fenomena tersebut dapat mengakibatkan penggunaan lahan kurang sesuai dengan kapabilitasnya yang pada akhirnya menimbulkan penurunan kualitas lahan itu sendiri (Rakhman, 2000).

2. 4. Perambahan lahan hutan

Penyerobotan lahan hutan seperti dikemukakan oleh Sastrosemito (1984) merupakan salah satu jenis gangguan hutan yang disebabkan oleh manusia yang sasaran pokoknya adalah lahan hutan. Perambahan hutan adalah penggunaan lahan hutan untuk keperluan selain hutan, dalam hal ini terutama untuk pemukiman dan perladangan tanpa ijin dari pihak yang berwenang. Perladangan liar adalah perladangan yang dipraktekan di atas tanah-tanah hutan tanpa ijin dari pihak yang berwenang (Fakultas Kehutanan, 1977).

(22)

eksploitasi dari sistem yang kuat terhadap sistem yang lemah. Fenomena yang umum terjadi adalah eksploitasi kawasan konservasi (hutan) oleh sistem sosial sekitarnya (Pusat Studi Lingkungan Unila, 1984). Demikian pula Fakultas Kehutanan IPB (1986), menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar hutan umumnya terkait erat dengan hutan.

Masyarakat sekitar hutan memandang hutan sebagai sumber kehidupan dan juga sebagai cadangan bagi perluasan lahan usaha tani mereka ketika mereka membutuhkan tambahan lahan usaha tani yang diakibatkan oleh pertambahan jumlah penduduk (Sudharto, 1996).

Penduduk di sekitar kawasan konservasi terus bertambah, sehingga jumlah petani dengan sendirinya pun terus meningkat. Hal ini berarti kebutuhan lahan bagi penduduk sekitar kawasan konservasi (hutan) semakin besar (Pusat Studi Lingkungan Unila,1984). Salah satu konsekuensi dari jumlah penduduk yang terus meningkat adalah pertambahan angkatan kerja. Apabila jumlah angkatan kerja tidak seimbang dengan penyediaan lapangan pekerjaan maka pengangguran akan meningkat. Akibatnya ketergantungan masyarakat terhadap hutan semakin meningkat sehingga pemukiman dan perladangan liar bermunculan di mana-mana dengan luas yang semakin meningkat pula. Jumlah anggota keluarga juga berpengaruh terhadap luas lahan yang digarap (Fakultas Kehutanan IPB, 1986).

Bagaimana seseorang bertindak dipengaruhi oleh persepsinya terhadap suatu objek. Persepsi adalah suatu proses seseorang memiliki, mengorganisir sistem, dan menginterpretasikan informasi menjadi gambaran yang berarti mengenai suatu objek (Kotler dan Armstrong, 1991). Persepsi adalah pandangan atau sikap seseorang tentang suatu hal yang menimbulkan motivasi atau kekuatan, dorongan atau tekanan yang menyebabkan seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Pasaribu 1997). Dengan demikian sikap suka atau tidak suka seseorang terhadap sesuatu, akhirnya akan memberikan dorongan untuk mau atau tidak mau melakukan sesuatu hal tersebut.

(23)

orang tersebut menghubungkan informasi itu dengan dirinya dan lingkungan dimana dia berada. Persepsi seseorang tergantung pada seberapa jauh suatu objek memberikan arti kepada seseorang yang bersangkutan tersebut. Bagaimana seseorang bertindak akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap suatu objek. Sehingga dalam kasus perambahan lahan hutan, persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan akan menentukan tingkat perambahan lahan hutan yang akan dilakukannya.

Tingkat pendidikan yang rendah dan adanya persepsi masyarakat yang menganggap hutan sebagai sumberdaya alam yang bebas dimiliki dan dipergunakan semakin mendorong masyarakat sekitar hutan untuk menyerobot lahan hutan (Wiradinata, 1988). Tingkat kesadaran masyarakat diasumsikan berbanding lurus dengan tingkat pendidikan atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka tingkat kesadaran tentang pentingnya pemeliharaan kawasan konservasi semakin tinggi pula (Direktorat Jenderal Kehutanan,1983). Disamping itu, faktor pendorong lainnya adalah ketidaktahuan masyarakat akan arti dan fungsi kawasan konservasi (hutan), sehingga banyak tindakan masyarakat yang tidak mendukung kelestarian kawasan tersebut (Fakultas Kehutanan IPB, 1986).

(24)
(25)

III. TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3. 1. Kondisi Fisik 3. 1. 1. Letak dan Luas

Daerah penyangga TNGGP meliputi areal seluas 42.336 ha. Secara administratif daerah penyangga TNGGP tersebut terdiri dari 63 desa dari 14 kecamatan di tiga kabupaten, yaitu Bogor seluas 12.940 ha (30,57%), Sukabumi seluas 20.154 ha (47,60%), dan Cianjur seluas 9.242 ha (21,83%) (Suheri, 2003). Desa di daerah penyangga TNGGP yang menjadi desa contoh dalam penelitian ini adalah Desa Bojong Murni (Kecamatan Ciawi) meliputi areal seluas 159,85 ha yang termasuk wilayah kabupaten Bogor (Kurniawan, 2003).

3. 1. 2. Iklim dan Topografi

Desa contoh mempunyai tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata antara 2.967 - 3.656 mm/tahun. Bulan-bulan kering terjadi pada bulan Juli – September dan bulan-bulan basah terjadi pada bulan Oktober – Mei. Suhu rata-rata antara 180C – 300C dengan kelembaban antara 80 – 90%. Ketinggian tempat desa-desa contoh tersebut bervariasi antara 750 – 1680 m dpl. Fisiografi lapangan sebagian besar datar sampai dengan agak curam (Kurniawan, 2003)

3. 1. 3. Tanah

Berdasarkan peta tanah Jawa-Madura tahun 1962, jenis tanah di desa contoh tidak terlalu bervariasi, terdiri dari latosol coklat dan asosiasi andosol coklat kekuning-kuningan dengan algosol coklat. Kesuburan tanah bervariasi mulai dari subur sampai sangat subur (Balai TNGGP, 1998 dalam Basuni, 2003).

3. 1. 4. Penggunaan Lahan

(26)

hanya sebesar 29,28%. Data mengenai pola penggunaan lahan di desa contoh dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Luas dan Tata Guna Lahan di Desa Bojong Murni

Tata Guna Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

Pekarangan/Pemukiman 40,24 25,17

Sawah 81,96 51,27

Ladang 4,50 2,82

Perkebunan/Perikanan 27,65 17,30

Padang gembala/Hutan 5,50 3,44

Total 159,85 100

Sumber : Monografi Desa 2001

3. 2. Kondisi Sosial Ekonomi 3. 2. 1. Jumlah Penduduk

Jumlah total penduduk di desa contoh adalah 3472 jiwa dengan perincian laki-laki berjumlah 1719 jiwa (49,43%) dan perempuan berjumlah 1753 jiwa (50,57%). Kepadatan penduduk 27,72 jiwa/ha. Sedangkan pertumbuhan penduduknya adalah 1,39%/th. Data mengenai jumlah penduduk dan kepadatan pada desa contoh dapat dilihat pada Tabel 2.

No Desa

Jumlah Penduduk

Kepadatan (jiwa/ha)

Pertumbuhan Penduduk

(%/th) Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Bojong Murni 1719 1753 3472 27,72 1,39 Persentase (%) 49,43% 50,57% 100%

Sumber : Profil Desa, Profil Kecamatan dan BPS Kabupaten tahun 2001.

Sedangkan distribusi penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kelompok Umur Penduduk di Desa Contoh

No Kelompok Umur (th) Desa Bojong Murni

Jumlah %

1 0 - 4 521 15,01

2 5 - 9 416 11,98

3 10 - 14 439 12,64

4 15 - 19 428 13,33

5 20 - 24 272 7,83

6 25 - 29 303 8,73

7 30 - 34 284 8,18

8 35 - 39 239 6,88

9 40 - 44 178 5,13

(27)

No Kelompok Umur (th) Desa Bojong Murni

Jumlah %

11 50 - 54 111 3,20

12 > 55 131 3,77

Total 3472 100

Sumber :BPS Kab Bogor 2001.

3. 2. 2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk di desa contoh sebagian besar hanya sampai pada pendidikan tingkat SD (34,15%). Sedangkan jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi masih sangat sedikit. Data mengenai tingkat pendidikan penduduk dari desa contoh dapat dilihat di Tabel 4. Tabel 4. Tingkat Pendidikan di Desa Bojong Murni.

Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Belum/tidak sekolah 546 15,73

Tidak tamat SD 1840 53,00

SD 459 13,22

SLTP 349 10,05

SLTA 236 6,80

PT 3 0,09

Jumlah 3472 100

Sumber : Profil Desa, Profil Kecamatan dan BPS Kabupaten tahun 2001.

3. 2. 3. Mata Pencaharian

Sebagian besar penduduk di daerah penyangga TNGGP bermata pencaharian di sektor pertanian. Mata pencaharian di sektor pertanian yang dimaksud adalah pemilik/penyewa lahan persawahan dan perkebunan, peternak, petani ikan, pekerja/buruh tani perkebunan dan kehutanan. Sekitar 41 % penduduk adalah sebagai buruh tani yang tidak memiliki lahan garapan sehingga sangat tergantung pada lahan yang dikuasai orang lain (Balai TNGGP, 1999 dalam

Basuni, 2003).

(28)

Tabel 5. Mata Pencaharian Penduduk di Desa Bojong Murni Desa Bojong Murni

No Jenis pekerjaan

Tahun 2001

Total %

1 Pertanian 683 40,2

2 Industri 57 3,35

3 Listrik & gas air 0 0

4 Konstruksi 190 11,2

5 Perdagangan 86 5,06

6 Angkutan 73 4,29

7 Lembaga Keuangan 0 0

8 Jasa 109 6,41

9 Lainnya 502 29,5

Total 1700 100

Sumber : BPS Kab Bogor 2001.

3. 2. 4. Pemilikan Lahan dan Luas Penggarapan Lahan Pertanian

Dilihat dari struktur kepemilikan luas lahannya, masyarakat di daerah penyangga TNGGP sebesar 74,08% memiliki tingkat kepemilikan lahan < 0,5 ha. Bila dilihat dari rasio luas lahan pertanian dengan jumlah penduduknya umumnya sangat kecil (< 0,25 ha), makin kecil nilai tersebut maka makin sempit lahan yang diolah untuk bertani. Hal tersebut berbanding lurus dengan tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah (Kusnanto, 2000).

Rata-rata luas lahan garapan di desa contoh dapat dilihat di Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata Luas Penggarapan Lahan Pertanian di Desa Bojong Murni

No Keterangan Jumlah

1 Luas Desa (Ha) 159,61

2 Luas Lahan pertanian (Ha) 119,61 3 Rata-rata luas penggarapan (Ha) 0,18 4 Jumlah petani (orang) 683

Sumber : Monografi Desa 2001

3. 2. 5. Pola Usaha Tani

(29)

kelas kesesuaian S-2 (agak sesuai) dan S-3 (kurang sesuai) dengan pembatas topografi (LPT, 1979).

Kurniawan 2003, menyatakan bahwa kegiatan usaha tani di desa contoh secara umum dikelompokkan menjadi tiga jenis pola usaha tani, yaitu usaha tani lahan basah (sawah) untuk penanaman padi, usaha tani lahan kering untuk penanaman palawija, sayuran, buah-buahan dan kayu pertukangan, dan usaha tani peternakan. Usaha tani lahan kering biasanya ditanami berbagai jenis palawija seperti : jagung, ubi kayu dan ubi jalar; dan jenis sayuran seperti : wortel, bawang daun, caisim, kol, brokoli, tomat, cabai, terong, kacang panjang, buncis dan labu siam. Pada tanah yang tidak memungkinkan ditanami sayuran, palawija dan padi, petani menanam tanaman tahunan seperti : pisang, pepaya, nangka, nenas, alpukat, dukuh, kelapa dan buah-buahan lain serta kayu pertukangan seperti sengon (Paraserianthes falcataria) dan kayu bakar seperti kaliandra (Callyandra

spp.). Sedangkan jenis ternak yang dikembangkan dalam usaha tani peternakan adalah ayam kampung, ayam ras, itik, kelinci, domba, kambing, sapi dan kerbau. Tanaman padi, palawija dan sayuran biasanya mempunyai musim-musim tertentu. Sebagai gambaran kalender musim untuk tanaman padi, palawija dan sayuran di dua desa contoh dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar i. Kalender Musim Tanaman di Desa Contoh

No Jenis Tanaman Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nop Des

1 Padi X X X X X X X X

2 Jagung X X X X X X X X

3 Ubi kayu X X X X X X X X X

4 Wortel X X X X X X X X X

5 Tomat X X X X X X X X X X

6 Cabai X X X X X X

7 Kol X X X X X X X X

8 Brokoli X X X X X X X X X 9 Caisim X X X X X X X X 10 Kacang panjang X X X X X X X X X

11 Buncis X X X

12 Ketimun X X X X X X X X X

13 Terong X X X X X X

14 Labu siam X X X X X X X

15 Bawang daun X X X X X X X X

(30)

Tata niaga hasil usaha tani umumnya dilakukan dengan cara menjual kepada pedagang pengumpul atau tengkulak. Sedikit sekali petani yang menjual langsung ke pasar karena selain keterbatasan sarana transportasi dan volume hasil yang tidak terlalu besar juga dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan modalnya, banyak para petani yang mendapat pinjaman dari tengkulak dengan catatan hasil panen tidak boleh dijual kepada orang lain. Harga jualnya lebih rendah dari harga pasar sehingga pendapatan petani pun semakin kecil. Selanjutnya tengkulak menjual hasil usaha tani tersebut ke pasar-pasar induk seperti Jakarta, Bogor, Cianjur dan Sukabumi atau ke pasar lokal (Kurniawan, 2003)

3. 2. 6. Interaksi Masyarakat Dengan TNGGP

Masyarakat sekitar hutan pada umumnya sangat tergantung pada air sungai yang berhulu di dalam kawasan TNGGP. Air tersebut diperuntukkan selain untuk kegiatan pertanian juga untuk air mandi, cuci dan kakus (MCK). Bojong Murni sangat tergantung dengan ketersediaan air sungai tersebut untuk keperluan MCK dan memasak. Hal ini terjadi karena pada musim kemarau, sumur-sumur di daerahnya kering atau masyarakat tidak membuat sumur sama sekali karena air tanah sangat dalam (Kurniawan, 2003).

(31)

Tabel 7. Interaksi Masyarakat Desa Bojong Murni dengan TNGGP.

No Interaksi Intensitas

1 Air pertanian Besar (terus menerus) 2 Air untuk MCK Besar (terus menerus) 3 Kayu bakar Sedang (agak sering) 4 Bambu, rotan Kecil (sekali-sekali)

5 Tanaman hias -

6 Hama binatang Sedang (agak sering) 7 Satwa buruan Kecil (sekali-sekali)

8 Perambahan Besar

9 Wisata -

(32)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, yaitu pada bulan Januari 2005 di Desa Bojong Murni, Kecamatan Ciawi, Daerah Penyangga TNGGP.

[image:32.612.100.496.181.664.2]

Ket : : Lokasi Penelitian

(33)

4. 2. Batasan Istilah Dalam Penelitian

Dalam rangka untuk mendapatkan suatu batasan yang jelas dan memudahkan pengukuran, maka variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini perlu didefinisikan secara operasional sebagai berikut :

1. Perambahan hutan adalah penggunaan lahan hutan untuk keperluan selain hutan (misalnya : pemukiman, pertanian, dll), tanpa ijin dari pihak yang berwenang.

2. Perambah hutan adalah orang yang menggunakan lahan hutan untuk keperluan selain hutan tanpa ijin dari pihak yang berwenang.

3. Asal perambah adalah apakah perambah merupakan penduduk asli atau pendatang.

4. Usia perambah adalah usia KK perambah pada saat dilakukan penelitian ini (Tahun).

5. Jumlah anggota keluarga perambah adalah semua orang yang tinggal di dalam rumah tangga perambah atau sementara tidak ada pada saat dilakukan pencacahan, dinyatakan dalam satuan jiwa per rumah tangga (Jiwa/RT)

6. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah dicapai oleh KK perambah.

7. Pekerjaan utama adalah sumber mata pencaharian utama KK perambah. 8. Pekerjaan sampingan adalah sumber mata pencaharian sampingan KK

perambah.

9. Tingkat pendapatan rumah tangga utama adalah total penghasilan rumah tangga dari hasil pekerjaan utama (Rp/Tahun).

10.Tingkat pendapatan rumah tangga sampingan adalah total penghasilan rumah tangga dari pekerjaan sampingan (Rp/Tahun).

11.Luas lahan adalah jumlah luas lahan yang dimiliki dan diolah oleh perambah (Ha)

12.Pola penggunaan lahan adalah kegiatan atau usaha para perambah memanfaatkan lahan rambahan (Pemukiman, sawah, ladang, kebun, dll) 13.Karakteristik jenis tanaman yang ditanam adalah jenis-jenis tanaman yang

(34)

14.Motif penggunaan lahan adalah tujuan penggunaan lahan para perambah, apakah untuk dikomersilkan (bisnis) ataukah untuk pemenuhan kebutuhan hidup dasar (subsisten).

15.Nilai dari perambahan adalah hasil pertanian setelah dijual (Rp/Tahun).

4.3. Batasan Karakteristik Sosial Ekonomi Perambah

Karakteristik sosial ekonomi perambah yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi: asal perambah, usia perambah, jumlah anggota keluarga perambah, tingkat pendidikan perambah, pekerjaan utama perambah, pekerjaan sampingan perambah, tingkat pendapatan utama perambah, tingkat pendapatan sampingan perambah, motif penggunaan lahan, dan nilai dari perambahan.

4.4. Batasan Pola Perambahan

Pola perambahan yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi : apa yang dirambah, siapa yang merambah, dimana merambahnya, kapan merambahnya, mengapa merambah dan bagaimana merambahnya.

4.5.Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah karakteristik sosial ekonomi perambah, pola perambahan, dan pola penggunaan lahan rambahan.

4.6. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

(35)
[image:35.612.131.506.116.497.2]

Tabel 8. Jenis data yang dikumpulkan, ukuran data, cara pengambilan data, dan alat yang digunakan dalam penelitian.

No Jenis Data Ukuran Data Cara

Pengambilan

Alat

1 Asal perambah - Wawancara Kuisioner

2 Usia perambah Umur Wawancara Kuisioner

3 Jumlah anggota keluarga perambah

Jiwa/RT Wawancara Kuisioner

4 Jumlah anggota keluarga perambah yang bekerja

Jiwa/RT Wawancara Kuisioner

5 Tingkat pendidikan - Wawancara Kuisioner

6 Pekerjaan utama

perambah

- Wawancara Kuisioner

7 Pekerjaan sampingan perambah

- Wawancara Kuisioner

8 Tingkat pendapatan RT utama perambah

Rp/Tahun Wawancara Kuisioner

9 Tingkat pendapatan RT sampingan perambah

Rp/Tahun Wawancara Kuisioner

10 Luas lahan rambahan Ha Wawancara dan

data sekunder

Kuisioner

11 Pola penggunaan lahan rambahan

- Wawancara dan

observasi

Kuisioner

12 Karakteristik jenis tanaman yang ditanam di

lahan rambahan

Jenis tanaman utama dan jenis tanaman tambahan

Wawancara dan observasi

Kuisioner

13 Motif penggunaan lahan rambahan

- Wawancara Kuisioner

14 Motif merambah lahan rambahan

- wawancara Kuisioner

15. Nilai dari perambahan Rp/Tahun Wawancara Kuisioner

4. 7. Metode Penarikan Contoh

Desa contoh yang dipilih merupakan desa yang pernah dilakukan studi mengenai ketersediaan tenaga kerja sektor pertanian di daerah penyangga TNGGP. Desa Bojong Murni adalah desa yang mempunyai kelebihan tenaga kerja sektor pertanian paling rendah (175 orang) (Kurniawan, 2003).

(36)

4. 8. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif melalui analisis pola penggunaan lahan, analisis pola perambahan, dan analisis sosial ekonomi perambah hutan. Analisis pola penggunaan lahan, meliputi: luas lahan, pola penggunaan lahan, dan karakteristik jenis tanaman yang ditanam. Analisis sosial ekonomi perambah hutan, meliputi: asal perambah, usia perambah, jumlah anggota keluarga perambah, tingkat pendidikan perambah, pekerjaan utama perambah, pekerjaan sampingan perambah, tingkat pendapatan utama perambah, tingkat pendapatan sampingan perambah, motif penggunaan lahan, dan nilai dari perambahan. Analisis pola perambahan kawasan meliputi : apa yang dirambah, siapa yang merambah, dimana merambahnya, kapan merambahnya, mengapa merambah dan bagaimana merambahnya.

4.9. Metode Analisis Nilai Perambahan

Untuk mengetahui kriteria peningkatan pendapatan perambah didasarkan pada pendapat Gittinger (1986), yaitu pendapatan dari perambahan dapat dikatakan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pendapatan total apabila telah dapat memberikan kontribusi pendapatan > 20% dari pendapatan diluar perambahan.

Untuk mengetahui kontribusi dari perambahan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup perambah dihitung dengan rumus :

(37)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Di Desa Bojong Murni, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor ditemukan 28 KK perambah hutan atau sebesar 2,78 % dari jumlah KK di Desa Bojong Murni.

A. 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Perambah 1. Asal Perambah

Perambah di Desa Bojong Murni yang berjumlah 28 orang merupakan penduduk asli Desa Bojong Murni.

2. Umur Perambah

Perambah di Desa Bojong Murni berumur antara 26-80 tahun. Data mengenai umur perambah dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah Perambah Menurut Kelompok Umur

Kelompok Umur Jumlah Perambah (KK) Persentase Perambah (%)

20 – 34 tahun 5 17,86

35 –55 tahun 18 64,28

> 55 tahun 5 17,86

Total 28 100

3. Tingkat Pendidikan Perambah

Sebanyak 16 orang perambah di Desa Bojong Murni tidak sekolah, sementara 12 orang lainnya tidak tamat sekolah dasar (SD). Data mengenai tingkat pendidikan perambah dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Jumlah Perambah Menurut Tingkat Pendidikan Perambah.

Tingkat Pendidikan Jumlah Perambah (KK) Persentase Perambah (%)

Tidak Sekolah 16 57,14

(38)
[image:38.612.119.505.117.666.2]

4. luas Pemilikan Lahan Para Perambah Tabel 11. Luas Pemilikan Tanah Para Perambah

No Perambah

Tanah milik (Ha)

Tanah sewa (Ha)

Tanah garap (Ha)

Tanah rambahan dari TNGGP (Ha)

1 0,03 - - 0,6

2 - - - 0,05

3 - - - 0,4

4 - - - 0,6

5 - - - 0,6

6 - - - 0,4

7 - - - 0,5

8 - - - 0,14

9 0,1 - - 0,14

10 0,1 - - 0,4

11 - - - 0,23

12 - - - 0,4

13 - - - 0,075

14 - - - 0,2

15 0,1 - - 0,65

16 - - - 0,16

17 - - - 0,1

18 - - - 0,24

19 - - - 0,09

20 - - - 0,35

21 0,03 - - 0,6

22 - - - 0,5

23 - - - 0,4

24 - - - 0,23

25 - - - 0,37

26 - - - 0,11

27 - - - 0,15

28 - - - 0,075

(39)

Bojong Murni seluas 8,76 Ha. Data mengenai penguasaan lahan rambahan di Desa Bojong Murni dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Jumlah Perambah dan Rata-rata Luas Rambahan Luas

Rambahan

Rata-Rata Luas

Rambahan (Ha/KK) Jumlah (KK)

Persentase Perambah (%)

< 0,25 ha 0,142 14 50

0,25 – 0,5 ha 0,413 9 32,14

> 0,5 ha 0,610 5 17,86

Total 0,313 28 100

5. Pekerjaan Utama Perambah

Seluruh perambah di Desa Bojong Murni mempunyai pekerjaan utama yang bervariasi, mulai dari menjadi petani, buruh tani, pedagang, peternak, penggergaji kayu, buruh tani-pedagang, buruh tani-peternak, pedagang-peternak, dan kernet-peternak. Data mengenai pekerjaan utama perambah dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Pekerjaan Utama Perambah

Jenis Pekerjaan Utama Jumlah Perambah (KK)

Persentase Perambah (%)

Buruh tani 6 21,43

Pedagang 3 10,71

Petani, Peternak 4 14,29

Petani, Penggergaji Kayu 1 3,57 Buruh tani, pedagang 1 3,57 Buruh tani, Peternak 9 32,14

Pedagang, peternak 3 10,71

Kernet, peternak 1 3,57

Total 28 100

6. Pekerjaan Sampingan Perambah

(40)

7. Jumlah Anggota Keluarga Perambah

[image:40.612.135.506.177.288.2]

Jumlah anggota keluarga perambah di Desa Bojong Murni berkisar antara 1-10 jiwa dengan rata-rata 5,64 jiwa per-KK. Data mengenai jumlah anggota keluarga perambah dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Jumlah Anggota Keluarga Perambah Jumlah Anggota

Keluarga Jumlah Perambah (KK)

Persentase Perambah (%)

1-3 jiwa 8 28,57

4-5 jiwa 4 14,29

> 6 jiwa 16 57,14

Total 28 100

8. Jumlah Anggota Keluarga yang Bekerja

Jumlah anggota keluarga perambah di Desa Bojong Murni yang bekerja berkisar antara 1-3 orang. Data mengenai jumlah anggota keluarga perambah di Desa Bojong Murni yang bekerja dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Jumlah Anggota Keluarga Perambah yang Bekerja Jumlah Anggota Keluarga

yang Bekerja (Jiwa)

Jumlah Perambah (KK)

Rata-rata Luas Rambahan (Ha)

1 21 0,693

2 4 0,124

3 3 0,183

9. Pola Penggunaan Lahan Rambahan

Pola penggunaan lahan rambahan di Desa Bojong Murni terbagi menjadi pertanian basah (sawah) dan pertanian kering (kebun). Data mengenai pola penggunaan lahan di Desa Bojong Murni dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Pola Penggunaan lahan

Jenis Penggunaan Lahan Jumlah Perambah (KK)

Persentase Perambah (%)

Pertanian Basah (sawah) 11 39,29 Pertanian Kering (kebun) 17 60,71

(41)

10. Karakteristik Jenis Tanaman yang Ditanam

Para perambah di Desa Bojong Murni mempunyai karakteristik jenis tanaman yang ditanam di lahan rambahan yang bervariasi, antara lain kapri, buncis, wortel, bawang daun, jagung, caisim, cabe, labu siam, pisang dan padi. Data mengenai karakteristik jenis tanaman yang ditanam oleh para perambah di Desa Bojong Murni dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Karakteristik Jenis Tanaman yang Ditanam

Jenis Tanaman Jumlah Perambah (KK)

Persentase Perambah

(%)

Buncis 1 3,57

Buncis, Caisim Wortel 2 7,14

Buncis, wortel 1 3,57

Buncis, wortel, jagung 2 7,14

Bawang daun, caisim, buncis, jagung,

wortel

1 3,57

Jagung 3 10,71

Jagung buncis 1 3,57

Jagung, caisim 1 3,57

Kapri, buncis 1 3,57

Labu siam 1 3,57

Padi 3 10,71

Padi, labu siam 2 7,14

Padi, pisang 6 21,43

Wortel, bawang daun, buncis 1 3,57

Wortel, buncis, jagung, cabe 1 3,57

Wortel, labu siam, caisim 1 3,57

11. Pendapatan Utama Perambah

(42)
[image:42.612.130.506.98.308.2]

Tabel 18. Pendapatan Utama Perambah Berdasarkan Pekerjaan Utamanya Jenis Pekerjaan Utama

Perambah

Pendapatan Utama Rata-rata Perambah (Rp/thn)

Persentase Perambah (%) Buruh tani 1.040.000 12,97

Pedagang 1.240.000 15,47

Petani, Peternak 500.000 6,24 Petani, Penggergaji Kayu 200.000 2,49 Buruh tani, pedagang 1.280.000 15,96

Buruh tani, Peternak 1.775.556 22,15 Pedagang, peternak 1.453.333 18,12 Kernet, peternak 528.800 6,60

Total 28 100

12. Pendapatan Sampingan Perambah

Pendapatan sampingan para perambah di Desa Bojong Murni bervariasi, mulai dari Rp. 48.000 sampai dengan Rp. 4.150.000 per tahun. Data mengenai pendapatan sampingan para perambah di Desa Bojong Murni dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Tingkat pendapatan Sampingan Perambah Tingkat Pendapatan/tahun

(Rp)

Jumlah Perambah (KK)

Persentase Perambah (%)

< 1.000.000 12 42,86

1.001.000 – 2.000.000 8 28,57 2.001.000 – 3.000.000 5 17,86 3.001.000 – 4.000.000 2 7,14

> 4.000.000 1 3,57

Total 28 100

13. Nilai Dari Perambahan

(43)

Tabel 20. Nilai dari Perambahan No Perambah Pekerjaan Utama Pendapatan Utama (Rp. 1000/Thn) Pendapatan Sampingan (Rp. 1000/Thn) Nilai Peram bahan (%)

1 Penggergaji kayu 200 3.125 1562,50*

2 Peternak 500 480 98*

3 Buruh tani 960 1.201 125,10*

4 Peternak 500 1.562,5 312,50*

5 Buruh tani,

Peternak

1.920 1.562,5 81,38*

6 Buruh tani,

Peternak

1.460 2.500 171,23*

7 Peternak 500 1.562,5 312,50*

8 Buruh tani 480 624 130*

9 Pedagang, Peternak

1.940 2.240 115,46*

10 Peternak 500 1.105 221*

11 Pedagang 960 664 69,17*

12 Buruh tani 960 2.500 260,42*

13 Buruh tani 1.440 240 16,67

14 Kernet, peternak 528,8 2.400 453,86*

15 Pedagang 1.800 48 02,67

16 Pedagang, peternak

960 280 29,17*

17 Buruh tani,

peternak

1.940 2.080 107,22*

18 Buruh tani,

pedagang

1.280 1.140 89,06*

19 Pedagang 960 4.150 432,29*

20 Buruh tani,

peternak

1.940 1.875 96,65*

21 Buruh tani,

peternak

1.460 3.125 214,04*

22 Buruh tani,

peternak

3.380 1.250 36,98*

23 Buruh tani 1.440 205 14,24

24 Buruh tani,

peternak

1.440 200 13,89

25 Buruh tani 960 96 10

26 Pedagang, peternak

1.460 830 56,85*

27 Buruh tani,

peternak

1.460 380 26,03*

28 Buruh tani,

peternak

980 120 12,24

(44)

A. 2. Motif Perambahan

1. Motif Perambahan Lahan Rambahan

Motivasi para perambah di Desa Bojong Murni dalam melakukan perambahan adalah untuk makan dan biaya sekolah anak-anaknya. Data mengenai motif para perambah melakukan perambahan dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Motif perambahan

Motivasi Perambah Jumlah Perambah (KK) Persentase Perambah (%)

Makan 13 46,43 Makan, biaya sekolah 15 53,57

Total 28 100

2. Motif Penggunaan Lahan Rambahan

Motif penggunaan lahan rambahan di Desa Bojong Murni antara lain warisan orang tua, tidak punya pilihan lain, subur, dekat dengan tempat tinggal, dan mudah memasarkan hasil panen. Data mengenai motif penggunaan lahan rambahan dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Motif Penggunaan Lahan Rambahan

Motivasi Jumlah Perambah

(KK)

Persentase Perambah (%) Warisan orang tua 5 17,86 Tidak punya pilihan lain 5 17,86

Subur 3 10,71

Dekat dengan tempat tinggal 4 14,29 Mudah memasarkan hasil panen 2 7,14 subur, dekat dengan tempat tinggal,

mudah memasarkan hasil panen.

9 32,14

(45)

B. Pembahasan

B. 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Perambah

Di Desa Bojong Murni Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor terdapat 28 KK perambah kawasan TNGGP. Karakteristik sosial ekonomi para perambah di Desa Bojong Murni diuraikan di bawah ini:

1. Asal Perambah

Seluruh perambah kawasan TNGGP (28 KK) di Desa Bojong Murni merupakan penduduk asli Desa Bojong Murni. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kusnanto (2000) yaitu sebagian besar penyerobotan lahan terhadap kawasan TNGGP terjadi pada desa-desa dimana kawasan TNGGP berbatasan dengan lahan milik masyarakat, seperti ladang palawija dan sawah, dengan lokasi perkampungan yang relatif dekat, seperti di Desa Tangkil, Desa Lemah Duhur, dan Desa Pancawati.

2. Umur Perambah

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa umur perambah (KK perambah) di Desa Bojong Murni berkisar antara 26 -80 tahun atau rata-rata 45 tahun. Pada Tabel 9 dapat dilhat bahwa sebagian perambah berada pada kelompok usia produktif, hal ini menunjukkan potensi tenaga kerja yang secara kuantitas sangat besar dan tentunya menuntut tersedianya lapangan pekerjaan yang sesuai.

Terdesak oleh kebutuhan hidup yang harus segera dipenuhi dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan baru mendorong masyarakat Desa Bojong Murni yang secara umum adalah masyarakat agraris untuk memasuki kawasan TNGGP yang memiliki berbagai potensi sumberdaya alam yang dapat mereka gunakan untuk memperoleh pendapatan. Diantaranya, masyarakat membuka kawasan TNGGP secara liar untuk lahan pertanian.

(46)

semakin kuat sehingga kemampuan untuk membuka lahan garapan akan semakin tinggi pula.

Dari tabel 9 dapat terlihat juga bahwa perambah yang memiliki usia relatif lebih muda ternyata berjumlah lebih sedikit daripada kelompok usia 35-55 tahun. Hal ini terjadi diduga berhubungan dengan pernyataan Suryana (1989), yaitu terdapat kecenderungan pada kalangan masyarakat desa yang berusia muda memiliki pandangan bahwa pekerjaan sebagai petani memiliki status sosial yang rendah, sehingga pekerjaan sebagai petani tidak begitu menarik bagi mereka. Dengan persepsi yang rendah terhadap pekerjaaan sebagai petani akan mempengaruhi motivasi mereka untuk merambah. Tenaga kerja muda pedesaan memiliki mobilitas kerja yang lebih tinggi sehingga mereka akan memilih mata pencaharian lain di luar sektor pertanian. Diantaranya mereka pergi ke luar desa untuk mencari pekerjaan di kota. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 2).

17.86

64.28

17.86

0 10 20 30 40 50 60 70

20 – 34 tahun 35 –55 tahun > 55 tahun

Kelompok Umur Perambah (Tahun)

P

e

rs

en

ta

se (

%

[image:46.612.195.448.359.506.2]

)

Gambar 2. Kelompok Umur Perambah

3. Tingkat Pendidikan Perambah.

(47)

yang rendah dan adanya persepsi masyarakat yang menganggap hutan sebagai sumbedaya alam yang bebas dimiliki dan digunakan semakin mendorong masyarakat sekitar hutan untuk menyerobot kawasan.

Disamping itu dengan tingkat pendidikan yang rendah, perambah kurang mampu untuk memperoleh lapangan pekerjaan yang lebih luas dibandingkan dengan penduduk lain yang berpendidikan lebih tinggi. Dengan demikian semakin rendah tingkat pendidikan, semakin terbatas mobilitas kerja penduduk sehingga mereka cenderung untuk tetap mempertahankan kegiatan bertani sebagai mata pencaharian utamanya. Konsekuensi yang terjadi adalah semakin tingginya tekanan penduduk terhadap kawasan TNGGP. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 3).

0.341 0.275 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

Tidak Sekolah Tidak tamat SD

[image:47.612.189.453.296.463.2]

Tingkat Pendidikan R at a-rat a L u as L ah an R am b ah a n (H a )

Gambar 3. Rata-rata Luas Lahan Rambahan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Perambah

(48)

luas garapan 0,18 ha. Di pihak lain, TNGGP memiliki potensi sumberdaya lahan yang sangat dibutuhkan oleh perambah. Dengan alasan terdesak oleh kebutuhan hidup dan sulitnya mencari pekerjaan telah mendorong perambah untuk membuka dan menggarap kawasan TNGGP secara liar untuk lahan pertanian.

4. Luas Pemilikan Lahan Para Perambah

Masyarakat sekitar hutan memandang hutan sebagai sumber kehidupan dan juga sebagai cadangan bagi perluasan lahan usaha tani mereka ketika mereka membutuhkan tambahan lahan usaha tani yang diakibatkan oleh pertambahan jumlah penduduk (Sudharto, 1996).

Penduduk di sekitar kawasan konservasi terus bertambah, sehingga jumlah petani dengan sendirinya pun terus meningkat. Hal ini berarti kebutuhan lahan bagi penduduk sekitar kawasan konservasi (hutan) semakin besar (Pusat Studi Lingkungan Unila,1984). Salah satu konsekuensi dari jumlah penduduk yang terus meningkat adalah pertambahan angkatan kerja. Apabila jumlah angkatan kerja tidak seimbang dengan penyediaan lapangan pekerjaan maka pengangguran akan meningkat. Akibatnya ketergantungan masyarakat terhadap hutan semakin meningkat sehingga pemukiman dan perladangan liar bermunculan di mana-mana dengan luas yang semakin meningkat pula. Jumlah anggota keluarga juga berpengaruh terhadap luas lahan yang digarap (Fakultas Kehutanan IPB, 1986).

Tradisi bertani yang mengakar pada kehidupan masyarakat Desa Bojong Murni serta sempitnya lapangan pekerjaan yang ada telah mengakibatkan ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertanian yang masih tinggi, sehingga untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya, masyarakat harus mencari lahan untuk bercocok tanam.

Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa dari 28 perambah, hanya 5 orang yang memiliki lahan yang berstatus lahan milik (17,86 %), sementara sisanya tidak mempunyai lahan. Tabel 11 juga memperlihatkan data bahwa dari 28 orang perambah, tidak ada seorang perambah pun yang mempunyai lahan sewa dan lahan garap.

(49)

membuat para perambah tidak mendapatkan lahan yang disewakan maupun lahan yang digarapkan.

Sumberdaya lahan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Desa Bojong Murni selama ini tersedia di depan mata mereka, yaitu kawasan TNGGP yang saat ini berstatus sebagai Taman Nasional dan aksesnya tertutup bagi masyarakat untuk memanfaatkan lahan hutan tersebut. Akan tetapi dengan alasan terdesak oleh kebutuhan hidup dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan telah mendorong masyarakat untuk membuka dan menggarap lahan di dalam kawasan TNGGP. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 4, 5, dan 6).

Jenis pemilikan lahan para perambah

5 0 0 28 0 5 10 15 20 25 30

lahan milik lahan sew a

lahan garapan

lahan rambahan

Jenis pem ilikan lahan

[image:49.612.210.432.280.430.2]

ju ml a h p e ra mb a h ( K K )

Gambar 4. Jenis pemilikan lahan para perambah

50 32.14 17.86 0 10 20 30 40 50 60

< 0.25 ha 0.25 – 0.5 ha > 0.5 ha

Luas Ram bahan (Ha)

P e rs e n tase ( % )

[image:49.612.195.446.458.635.2]
(50)
[image:50.612.201.436.76.255.2]

Gambar 6. kondisi rumah masyarakat Desa Bojong Murni yang padat Kondisi : pagi hari, cerah. Tanggal 16 Februari 2005

5. Pekerjaan Utama Perambah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan utama para perambah dari Desa Bojong Murni terbagi ke dalam 8 jenis pekerjaan, antara lain sebagai buruh tani, Penggergaji Kayu, Pedagang dan peternak, pedagang, buruh tani dan pedagang, kernet dan peternak, peternak, dan terakhir adalah buruh tani dan peternak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Balai TNGGP, 1999 dalam Basuni, 2003 yang mengatakan bahwa sebagian besar penduduk di daerah penyangga TNGGP bermata pencaharian di sektor pertanian. Mata pencaharian di sektor pertanian yang dimaksud adalah pemilik/penyewa lahan persawahan dan perkebunan, peternak, petani ikan, pekerja/buruh tani perkebunan dan kehutanan.

(51)

21.43 10.71 14.29 3.57 3.57 32.14 10.71 3.57 0 5 10 15 20 25 30 35 Bur uh t ani Ped agang Pete rnak Peng ger

gaji K ayu

Bur uh t

ani, pe daga

ng

Bur uh tan

i, P eter

nak

Ped agan

g, p eter nak Ker net, peter nak

Pekerjaan Utama Perambah

P

e

rsen

tase (%

[image:51.612.181.458.80.250.2]

)

Gambar 7. Pekerjaan Utama Perambah.

Gambar 8. Kandang ternak di belakang rumah Kondisi : pagi hari, cerah. Tanggal 16 Februari 2005

6. Pekerjaan Sampingan Perambah

[image:51.612.187.451.300.499.2]
(52)

7. Jumlah Anggota Keluarga Perambah

Berdasarkan tabel 13, jumlah anggota keluarga perambah berkisar antara 1-10 orang dengan rata-rata 5,64 jiwa per-KK. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sayogyo (1988) yang mengatakan bahwa rendahnya pendapatan, sempitnya penguasaan lahan pertanian, rendahnya tingkat pendidikan, tingginya jumlah anggota keluarga dan sulitnya mencari pekerjaan merupakan permasalahan yang sering ditemukan dalam rumah tangga masyarakat pedesaan.

Rasio rata-rata antara jumlah anggota rumah tangga usia kerja produktif dengan anggota rumah tangga usia kerja non-produktif adalah 4/1. Hal ini menunjukan melimpahnya sumber tenaga kerja dalam rumah tangga penggarap yang memerlukan lapangan pekerjaan. Ironisnya, lapangan pekerjaan yang tersedia sangat terbatas sedangkan kebutuhan hidup tidak bisa menunggu untuk dipenuhi. Tersedianya lahan potensial di kawasan TNGGP bagi mereka merupakan alternatif terdekat untuk memperoleh pendapatan, sehingga akhirnya mereka merambah kawasan TNGGP. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 9).

28.57

14.29

57.14

0 10 20 30 40 50 60

1-3 jiw a 4-5 jiw a > 6 jiw a

Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa)

P

er

sen

tase (

%

[image:52.612.197.441.391.565.2]

)

Gambar 9. Jumlah Anggota Keluarga Perambah

8. Jumlah Anggota Keluarga Perambah Yang Bekerja

(53)

bekerja, maka rumah tangga tersebut memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menambah pendapatannya.

Selain menunjukan potensi tenaga kerja, jumlah anggota rumah tangga yang bekerja secara total juga menunjukan tingkat kebutuhan hidup yang dapat dipenuhi oleh masing-masing rumah tangga. Semakin besar jumlah anggota rumah tangga maka semakin besar tingkat kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Oleh karena itu semakin banyak jumlah anggota rumah tangga yang bekerja maka lahan garapan yang dibutuhkan untuk menghasilkan pendapatan semakin sempit. Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 10).

0.693 0.124 0.183 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

1 2 3

Jum lah anggota keluarga yang bekerja (jiw a)

[image:53.612.217.420.276.426.2]

R a ta -r at a lu as r a m b ah a n ( H a)

Gambar 10. Rata-rata Luas Rambahan Berdasarkan Jumlah anggota Keluarga yang Bekerja

9. Pola Penggunaan Lahan

Kusnanto (2000) menyatakan bahwa masyarakat sekitar TNGGP mengelola lahan pertaniannya dengan pola pertanian basah (sawah) dan pola pertanian kering (kebun). Pola pertanian masyarakat desa pada umumnya tergantung dari musim.

(54)

Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 11, 12, dan 13).

0.201

0.486

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Pertanian Basah (saw ah) Pertanian Kering (kebun)

Pola Penggunaan Lahan

R

a

ta

-r

ata L

u

as R

a

m

b

ah

an

(H

[image:54.612.209.428.115.448.2]

a)

Gambar 11. Pola Penggunaan Lahan

Gambar 12. Pola penggunaan lahan basah (sawah) di dalam kawasan TNGGP. Kondisi : pagi hari, cerah. Tanggal 16 Februari 2005

[image:54.612.219.423.492.646.2]
(55)

10. Karakteristik Jenis Tanaman yang Ditanam

Kusnanto (2000) menyatakan bahwa jenis-jenis tanaman yang diusahakan oleh masyarakat sekitar TNGGP terdiri dari tanaman musiman (padi, jagung, tomat, kubis, cabe), tanaman tahunan (kelapa, kopi), dan tanaman buah-buahan (jeruk, mangga). Pola pertanian masyarakat desa pada umumnya tergantung dari musim. Umumnya mereka menanam padi sawah (2-3 kali/tahun), sayur-sayuran seperti tomat, cabe, kubis, buncis (3 kali/tahun).

Sesuai dengan pernyataan di atas, tanaman yang ditanam oleh para perambah di Desa Bojong Murni disesuaikan dengan karakteristik lahan rambahan. Untuk pertanian basah (sawah), para perambah menanam lahan rambahannya dengan tanaman utama yaitu padi, kemudian di pinggir-pinggirnya ditanami dengan labu siam, dan pisang.

Untuk pertanian kering (kebun), para perambah menanam berbagai jenis sayuran antara lain kapri, buncis, wortel, bawang daun, jagung, caisim, cabe, labu siam, dan pisang.

Untuk lebih mempermudah melihat kecenderungan tersebut maka data disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 14, 15, 16, dan 17).

1 2 1 2 1 3

1 1 1 1

3

2 6

1 1 1

0 1 2 3 4 5 6 7

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Jenis Tanaman Yang diTanam

[image:55.612.214.426.412.543.2]

Ju ml ah P eramb ah ( KK)

Gambar 14. Karakteristik Jenis Tanaman yang Ditanam Keterangan :

1. Buncis

2. Buncis, Caisim Wortel 3. Buncis, wortel

4. Buncis, wortel, jagung

(56)

7. Jagung buncis 8. Jagung, caisim 9. Kapri, buncis 10.Labu siam 11.padi

12.Padi, labu siam 13.Padi, pisang

[image:56.612.228.413.294.433.2]

14.Wortel, bawang daun, buncis 15.Wortel, buncis, jagung, cabe 16.Wortel, labu siam, caisim.

Gambar 15. Hasil panen berupa Labu siam di lahan rambahan. Kondisi : Pagi hari, cerah. Tanggal 16 Februari 2005

[image:56.612.227.413.490.610.2]
(57)
[image:57.612.223.417.78.225.2]

Gambar 17. Tanaman wortel di lahan rambahan. Kondisi : Pagi hari, cerah. Tanggal 16 Februari 2005.

11. Pendapatan Utama

Sayogyo (1988) mengatakan bahwa rendahnya pendapatan, sempitnya penguasaan lahan pertanian, rendahnya tingkat pendidikan, tingginya jumlah anggota keluarga dan sulitnya mencari pekerjaan merupakan permasalahan yang sering ditemukan dalam rumah tangga masyarakat pedesaan.

Tabel 17 mempelihatkan bahwa dari 28 orang perambah, ternyata mereka memiliki pendapatan utama yang berbeda-beda dan bervariasi antara Rp. 200.000 – Rp. 3.380.000 per tahun.

[image:57.612.129.508.557.638.2]

Berdasarkan indikator tingkat kesejahteraan Biro Pusat Statistik (2000) yang menyatakan bahwa batas kesejahteraan suatu rumah tangga berada pada standar pendapatan Rp. 85.000,-/bulan/kapita, maka sebanyak 26 KK (92,86 %) di Desa Bojong Murni berada di bawah garis kemiskinan. Data mengenai tingkat kesejahteraan perambah dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Tingkat kesejahteraan perambah

Tingkat Kesejahteraan Jumlah Perambah

(KK)

Gambar

Gambar 1. Peta TNGGP dan Daerah Penyangganya
Tabel 8. Jenis data yang dikumpulkan, ukuran data, cara pengambilan data, dan
Tabel 11. Luas Pemilikan Tanah Para Perambah
Tabel 14. Jumlah Anggota Keluarga Perambah
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Bencana alam ( gempa dan Tsunami) yang menimpa Aceh pada 26 Desember 2004 mengakibatkan kerugian material dan non material, salah satu kerugian yang di alami adalah

Pelayanan okupasi terapi di Rumah Sakit Jiwa cenderung berubah-ubah. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan, akan tetapi secara umum proses intervensi itu melalui 3

[r]

\ Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan strategi perkuliahan dengan menggunakan asesmen formatif pada materi biodiversitas, mendeskripsikan beberapa strategi

Kebutuhan-kebutuhan itu terdiri dari kebutuhan fisiologis (seperti makan, minum), kebutuhan akan rasa aman, tentram, kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, kebutuhan

Hubungan Karakteristik Individu dengan Kinerja Karyawan melalui Komitmen Organisasi sebagai Variabel Mediasi (Studi Kasus pada PT Chandra Superstore Tanjung Karang