• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR WOOD INDONESIA DI CINA, SINGAPURA DAN MALAYSIA DALAM SKEMA CINA-ASEAN FREE TRADE AREA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR WOOD INDONESIA DI CINA, SINGAPURA DAN MALAYSIA DALAM SKEMA CINA-ASEAN FREE TRADE AREA"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN EKSPOR WOOD INDONESIA DI CINA,

SINGAPURA DAN MALAYSIA DALAM SKEMA

CINA-ASEAN FREE TRADE AREA

OLEH

LIANA VERONIKA H 14104056

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

RINGKASAN

LIANA VERONIKA. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia dalam Skema Cina-ASEAN Free Trade Area (dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM).

Perhimpunan bangsa-bangsa di Asia Tenggara yang lebih dikenal dengan sebutan ASEAN (Association of South East Asian Nations) merupakan kerjasama regional yang didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok. Dari semua rencana liberalisasi perdagangan ASEAN dengan sejumlah negara, hubungan FTA dengan Cina merupakan yang paling maju. Normal Track adalah program penurunan tarif bea masuk antara ASEAN dan Cina, yang akan berlaku efektif pada tanggal 20 Juli 2005, dengan cakupan produk salah satu diantaranya adalah Wood (HS 4409). Dari semua produk kehutanan, woodworking memberikan sumbangan bagi devisa dalam jumlah yang cukup besar. Sebagai salah satu negara produsen dan eksportir wood diantara negara-negara ASEAN, Indonesia memandang kerjasama Cina-AFTA sebagai peluang yang cukup terbuka untuk dapat meningkatkan permintaan ekspor wood Indonesia.

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia. (2) menganalisis dampak liberalisasi perdagangan Cina-ASEAN terhadap permintaan ekspor wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia. (3) mengkaji bagaimana rekomendasi kebijakan pengembangan ekspor wood Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Departemen Kehutanan, Badan Revitalisasi Industri Kehutanan, dan Badan Pusat Statistik. Pengambilan data juga diperoleh dari penelusuran internet seperti ASEAN Secretary, Comtrade dan International Financial Statictics (IFS). Data deret waktu meliputi data kuartalan mulai dari Januari 2003 sampai dengan September 2007. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan penjelasan tentang dampak liberalisasi perdagangan Cina-ASEAN dan rekomendasi pengembangan ekspor wood. Sedangkan metode kuantitatif dengan persamaan regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor wood Indonesia. Model tersebut diduga dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square).

Hasil pendugaan menunjukkan bahwa koefisien determinasi (R2) persamaan dalam model cukup tinggi. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh untuk model permintaan ekspor wood Indonesia di Cina adalah sebesar 97,94 persen, pada model permintaan ekspor wood Indonesia di Singapura sebesar 88,85 persen, dan pada model permintaan ekspor wood Indonesia di Malaysia sebesar 90,31 persen. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman peubah terikat dapat dijelaskan dengan baik oleh faktor-faktor penjelas yang dimasukkan ke

(3)

dalam model. Masalah autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinier tidak terdapat dalam model yang dianalisis.

Berdasarkan uji t-statistik pada taraf nyata lima persen, diketahui bahwa faktor bebas dalam model permintaan ekspor wood Indonesia di Cina seperti harga ekspor riil, harga substitusi, dan nilai tukar riil rupiah terhadap yuan berpengaruh nyata. Pada model permintaan ekspor wood Indonesia di Singapura, faktor harga substitusi, GDP riil per kapita Singapura, dan nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Singapura berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor wood. Sedangkan pada model permintaan ekspor wood Indonesia di Malaysia, faktor harga ekspor riil, GDP riil per kapita Malaysia, dan nilai tukar riil rupiah terhadap ringgit berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor wood Indonesia. Pemberlakuan program Cina-AFTA yaitu Normal Track (I dan II) menyebabkan penurunan permintaan ekspor wood Indonesia di negara Cina dan Malaysia. Sedangkan pemberlakuan program Cina-AFTA yaitu Normal Track (I dan II) menyebabkan peningkatan permintaan ekspor wood Indonesia di negara Singapura.

Rekomendasi pengembangan ekspor wood Indonesia diantaranya adalah dengan mengatasi pasokan bahan baku yang tidak cukup dengan cara mengintensifkan hutan tanaman, membangun dan menggunakan sumber-sumber pasokan bahan baku alternatif, meningkatkan produktivitas hutan tanaman, serta mengembangkan kesamaan visi tentang “Green Trade”. Kedua, melakukan penyesuaian teknologi industri kehutanan yang sudah tua dengan teknologi terbaru. Ketiga, meningkatkan mutu sumber daya manusia di sektor kehutanan. Keempat, melakukan kajian terhadap prosedur birokrasi di bidang kehutanan yang selama ini dipandang rumit oleh para pelaku usaha. Kelima, membuat peraturan perundangan di bidang kehutanan yang dapat memberikan iklim yang kondusif bagi investasi. Terakhir, melakukan perbaikan infrastruktur.

Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Peningkatan permintaan ekspor wood tidak terlepas dari keberhasilan produsen domestik dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas wood Indonesia. Oleh karena itu diharapkan para pengusaha wood mampu mengefisienkan usahanya baik efisien dalam biaya produksi, tenaga kerja, maupun teknologi. (2) Kebijakan untuk meningkatkan permintaan ekspor wood Indonesia di negara pengimpor adalah menjaga kontinuitas ekspor yaitu dengan meningkatkan produksi dalam negeri. (3) Pada penelitian selanjutnya dilakukan analisis daya saing wood Indonesia di pasar internasional dan analisis penawaran ekspor wood Indonesia ke masing-masing negara konsumen wood.

(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN EKSPOR WOOD INDONESIA DI CINA,

SINGAPURA DAN MALAYSIA DALAM SKEMA

CINA-ASEAN FREE TRADE AREA

OLEH

LIANA VERONIKA H 14104056

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Liana Veronika

Nomor Registrasi Pokok : H14104056 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia dalam Skema Cina-ASEAN Free Trade Area.

dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 131 846 871

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D. NIP. 131 846 872

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2008

LIANA VERONIKA

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Liana Veronika lahir pada tanggal 7 Agustus 1985 di Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Poitan Panjaitan dan Berliana Rosmaida Siahaan. Penulis menjalani pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1998 di SDN 09 Pondok Kelapa Jakarta. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2001 di SLTPN 252 Pondok Kelapa Jakarta. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMUN 61 Pondok Bambu Jakarta dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun 2004 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan yang besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan nasional. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di dalam beberapa kegiatan kampus, kepanitiaan dan organisasi seperti PMK, KOPELKHU, dan AGRIA IPB.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melimpahkan kasih dan berkatNya pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Adapun Judul dari Skripsi ini adalah Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia dalam Skema Cina-ASEAN Free Trade Area.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak memperoleh dukungan dari beberapa pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terma kasih kepada :

1. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. selaku dosen pembimbing skripsi yang memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Rina Oktaviani, Ph. D. selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan, kritik dan ilmu yang bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Henny Reinhardt, SP. MSc selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tata bahasa untuk penyempunaan skripsi ini.

4. Kedua orangtua penulis yaitu P. Panjaitan dan Berliana R. Siahaan, Abang Nando dan Ibeth atas dukungan, doa, kasih sayang, bimbingan dan perhatian yang telah dicurahkan selama ini.

5. Sahabat-sahabat terbaik Wida, Tika, Ate, dan Rista yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi untuk melangkah dan berjuang lebih gigih. Terimakasih atas semua kebersamaan dan keceriaan yang yang tak terlupakan yang kita jalani bersama.

(9)

6. Teman-teman penulis Prima, Merlin, Rolas, Lina, Titis, Tata, Septi, Lia, Hana, Rani, Irma, Niken, Icha, Sondang, Della, Uthie, Heni, Maya, dan seluruh IE angkatan 41. Terima kasih atas semangat, dukungan dan bantuan selama proses penyusunan skripsi.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2008

LIANA VERONIKA H14104056

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 5 1.3. Tujuan ... 9 1.4. Manfaat Penelitian ... 9 1.5. Ruang Lingkup ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Cina-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) ... 11

2.2. Pengertian Industri Pengolahan Kayu ... 14

2.3. Pengertian Ekspor ... 15

2.4. Harga ... 16

2.5. Pengertian Nilai Tukar Riil ... 16

2.6. Pengertian GDP (Gross Domestic Product) ... 17

2.7. Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 18

2.7.1. Penelitian Mengenai Kayu Olahan... 18

2.7.2. Penelitian Mengenai OLS ... 20

2.8. Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu ... 21

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23

3.1.1. Teori Perdagangan Internasional ... 23

3.1.2. Teori Liberalisasi Perdagangan ... 31

3.1.3. Teori Permintaan Ekspor ... 34

3.1.4. Model regresi ... 35

(11)

3.3. Hipotesis ... 40

IV. METODE PENELITIAN... 42

4.1. Jenis dan Sumber Data ... 42

4.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 42

4.3. Perumusan Model ... 45

4.3.1. Model Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina ... 45

4.3.2. Model Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Singapura... 45

4.3.3. Model Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Malaysia ... 46

4.4. Pengujian Model dan Hipotesis ... 47

4.4.1. Goodness Of Fit (Kesesuaian Model) ... 47

4.4.2. Uji Statistik ... 48 4.4.3. Uji Normalitas ... 51 4.4.4. Uji Autokorelasi ... 51 4.4.5. Uji Heteroskedastisitas ... 52 4.4.6. Uji Multikolinearitas ... 53 4.5. Konsep Elastisitas ... 54 4.6. Definisi Operasional ... 55 V. GAMBARAN UMUM ... 58 5.1. Industri Woodworking ... 58

5.2. Hak Perizinan Kehutanan ... 59

5.2.1. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) ... 59

5.2.2. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) ... 61

5.3. Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan ... 64

5.4. Ekspor Wood Menurut Jenisnya ... 65

5.5. Permasalahan Yang Dihadapi ... 66

5.5.1. Illegal Logging ... 66

5.5.2. Deforestrasi dan Degradasi ... 68

5.5.3. Pengadaan Bahan Baku ... 68

(12)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

6.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Wood Menurut Negara Tujuan ... 71

6.1.1. Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina ... 71

6.1.2. Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Singapura ... 78

6.1.3. Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Malaysia ... 85

6.2. Implikasi Kebijakan ... 91

6.3. Dampak Liberalisasi Perdagangan Cina-ASEAN ... 93

6.4. Rekomendasi Pengembangan Ekspor Wood Indonesia ... 95

VII.KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

7.1. Kesimpulan ... 98

7.2. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Permintaan Ekspor Wood Indonesia Tahun 2003-2007 (kg) ... 4

2. Keadaan Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan Tahun 2005 ... 61

3. Pembangunan Hutan Tanaman Industri Tahun 1989/1990-2005 ... 63

4. Tarif Bea Masuk Produk Wood Tahun 2007... 66

5. Hasil Estimasi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina ... 73

6. Hasil Estimasi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Singapura ... 80

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Terjadinya Perdagangan Internasional ... 26 2. Dampak Peningkatan GDP Negara Pengimpor terhadap Keseimbangan

Perdagangan Internasional ... 27 3. Dampak-dampak Keseimbangan Parsial Akibat Pemberlakuan Tarif ... 28 4. Dampak Depresiasi Mata Uang Negara Eksportir pada Keseimbangan

Perdagangan Internasional ... 30 5. Efek Tarif Terhadap Produsen dan Konsumen ... 33 6. Skema Kerangka Operasional ... 39

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina ... 104

2. Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Singapura ... 105

3. Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Malaysia ... 106

4. Hasil Estimasi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina ... 107

5. Uji Normalitas Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina ... 107

6. Uji Autokorelasi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina ... 107

7. Uji Heteroskedastisitas Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina ... 108

8. Uji Multikolinieritas Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina ... 108

9. Hasil Estimasi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Singapura ... 108

10. Uji Normalitas Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Singapura ... 109

11. Uji Autokorelasi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Singapura ... 109

12. Uji Heteroskedastisitas Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Singapura .. 109

13. Uji Multikolinieritas Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Singapura ... 109

14. Hasil Estimasi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Malaysia ... 110

15. Uji Normalitas Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Malaysia ... 110

16. Uji Autokorelasi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Malaysia ... 110

17. Uji Heteroskedastisitas Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Malaysia ... 111

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Liberalisasi perdagangan merupakan fenomena dunia yang tidak dapat dihindari oleh semua negara sebagai anggota masyarakat internasional. Fenomena ini terlihat dari terbentuknya blok-blok perdagangan bebas, yang menurut Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/ WTO) pada tahun 2002 sudah hampir mencapai angka 250, antara lain, berbagai jenis kerjasama perdagangan regional seperti APEC, North America Free Trade Area (NAFTA), ASEAN Free Trade Area (AFTA), dan Cina-ASEAN Free Trade Area (CAFTA). Perhimpunan bangsa-bangsa di Asia Tenggara yang lebih dikenal dengan sebutan ASEAN (Association of South East Asian Nations) merupakan kerjasama regional yang didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok. Pada tahun 1992, diadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-IV di Singapura di mana pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk pembentukan AFTA (ASEAN Free Trade Area). AFTA disepakati karena sebelumnya skema perdagangan preferensi antar anggota ASEAN yaitu ASEAN Prefential Trading Arrangement (PTA) dianggap kurang berhasil dalam meningkatkan volume perdagangan intra-ASEAN.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-X ASEAN menyepakati dibentuknya kerangka kerja sama Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN economic community). Untuk mempersempit kesenjangan, ASEAN telah menyepakati ASEAN Framework Agreement for the Integration of the Priority Sectors

(17)

(Perjanjian Kerangka Kerja ASEAN untuk Integrasi Sektor-sektor Prioritas) yang dijabarkan dengan ASEAN Sectoral Integration Protocol and ASEAN Protocol to Enchance Disputes Settlement Mechanism (Protokol Integrasi Sektor ASEAN dan Protokol ASEAN untuk meningkatkan Mekanisme Penyelesaian Perselisihan). Sektor-sektor prioritas yang sudah diintegrasikan itu adalah kayu, otomotif, karet, tekstil, agroindustri, elektronik, e-ASEAN, kesehatan, perikanan, produk tekstil, dan turisme. Indonesia sendiri ditunjuk menjadi koordinator untuk wood based product dan otomotif.

Dari semua rencana liberalisasi perdagangan ASEAN dengan sejumlah negara, hubungan FTA dengan Cina merupakan yang paling maju. Hal itu terlihat dari keinginan pemerintah ASEAN dan Cina untuk mempercepat liberalisasi dari jadwal yang sudah disepakati. Awal kesepakatan penurunan tarif tertuang dalam Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China yang ditandatangani pada 4 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja. Selanjutnya, tanggal 6 Oktober 2003 di Bali disepakati protokol perubahannya untuk mempercepat terwujudnya Cina-ASEAN Free Trade Area. Sebagai bentuk keseriusan Indonesia, pemerintah mengeluarkan Ratifikasi Framework Agreement Cina-AFTA melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 pada 15 Juni 2004. Program penurunan dan penghapusan tarif bea masuk dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu pertama Early Harvest Program (EHP), kedua Normal Track (I dan II) dan ketiga, sensitive and highly sensitive track. Normal Track adalah program penurunan tarif bea masuk antara ASEAN dan Cina, yang akan berlaku efektif pada tanggal 20 Juli 2005, dengan cakupan

(18)

produk yang menjadi andalan ekspor Indonesia salah satu diantaranya adalah Wood (HS 4409).

Industri kehutanan memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Nilai ekspor industri hasil hutan pada tahun 1980-an sebesar US$ 200 juta per tahun kemudian meningkat menjadi lebih dari US$ 9 milyar per tahun pada tahun 1990-an. Sampai dengan awal tahun 1990-an sektor kehutanan memberikan kontribusi terhadap pendapatan nasional kedua terbesar setelah migas dan tekstil (Nurrochmat dalam Herosobroto, 2007). Sektor kehutanan telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pertambahan nilai investasi1, peningkatan kinerja ekspor, pendapatan negara melalui pajak dan non pajak, serta penciptaan peluang usaha dan penyerapan tenaga kerja2. Industri sektor kehutanan telah memberikan sumbangan devisa yang cukup signifikan pasca krisis (periode 1998-2003) dengan nilai US$ 7 milyar atau lebih dari 12,6 persen. Dari semua produk kehutanan, kayu olahan (woodworking) memberikan sumbangan bagi devisa dalam jumlah yang cukup besar.

Ekspor kayu olahan (woodworking) Indonesia pada masa krisis ekonomi (1997) mencapai sebesar US$ 20 Milyar. Angka ini setara dengan 10 persen GDP (Bank Dunia, 2001). Dengan demikian ekspor komoditi dari sektor kehutanan ini

1. Hingga tahun 2004, investasi di sektor kehutanan telah mencapai nilai US $ 27,7 milyar dimana US $ 16,00 milyar diantaranya dalam bentuk industri pulp dan kertas. Rincian investasi di sektor kehutanan meliputi nilai investasi di HPH USD 3,28 milyar, USD HTI 3,00 milyar, kayu lapis USD 3,30 milyar, perekat USD 0,19 milyar, kayu gergajian dan kayu olahan USD 1,03 milyar, meubel USD 0,80 milyar, dan pertukangan USD 0,17 milyar.

2. Penduduk yang bermata pencaharian langsung dari hutan sekitar enam juta orang. Apabila diasumsikan bahwa TK di sektor kehutanan menanggung minimal tiga orang, maka usaha di sektor kehutanan telah menjadi gantungan hidup 24 juta orang (KADIN, 2004).

(19)

memegang peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Industri woodworking mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Lima juta tenaga kerja langsung, diserap oleh industri ini (Masyarakat Perhutanan Indonesia, 2006). Salah satu produk woodworking Indonesia yang memiliki permintaan ekspor dalam jumlah cukup besar berdasarkan kodifikasi HS ke negara mitra dagang Indonesia adalah woodworking dengan kodifikasi HS 4409 (wood).

Berdasarkan Tabel 1, selama periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 Cina merupakan pasar ekspor utama wood Indonesia di antara negara-negara mitra dagang lainnya (Comtrade, 2007). Permintaan ekspor Cina terhadap wood Indonesia pada tahun 2003-2007 rata-rata sebesar 229208186,4 kg. Kontribusi terbesarnya terjadi pada tahun 2003 sebesar 354210781 kg, sedangkan kontribusi terendahnya terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 66248539 kg. Sedangkan Singapura dan Malaysia merupakan negara pengimpor wood terbesar Indonesia di antara negara anggota ASEAN (BRIK, 2007). Kontribusi terbesarnya terjadi pada tahun 2003 sebesar 20291832 kg untuk Singapura, dan sebesar 20751300 kg pada tahun 2004 untuk negara Malaysia.

Tabel 1. Permintaan Ekspor Wood Indonesia Tahun 2003-2007 (Kg)

Tahun Negara

Cina Singapura Malaysia

2003 354210781 20291832 19589427 2004 330390187 14929628 20751300 2005 269497765 13704169 10502314 2006 125693660 16439375 10492881 2007 66248539 10544514 4631072 Rata-Rata 229208186,4 15181903,6 13193398,8 Sumber : Comtrade

Sebagai salah satu negara produsen dan eksportir wood diantara negara-negara ASEAN, Indonesia memandang kerjasama Cina-AFTA sebagai peluang

(20)

yang cukup terbuka untuk dapat meningkatkan permintaan ekspor wood Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, komoditi wood merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia karena sumbangannya terhadap devisa negara yang cukup besar. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia dalam Skema Cina-ASEAN Free

Trade Area”.

1.2. Perumusan Masalah

Dengan pembentukan integrasi ekonomi ASEAN, Indonesia beserta negara-negara ASEAN lainnya akan memperoleh keuntungan pasar yang semakin luas. Namun peluang pasar tersebut dapat menjadi ancaman yang besar bagi Indonesia jika tidak dapat mengelola pasar, akses sumber bahan baku, dan para pelaku ekonomi lainnya. Dengan adanya pasar AFTA dan Cina-AFTA, Indonesia akan menghadapi kompetitor terbesar untuk sektor produk kayu.

Dalam rangka memperlancar Cina-AFTA, maka disepakati program penurunan dan penghapusan tarif bea masuk yang dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap pertama Early Harvest Program (EHP), tahap kedua Normal Track (I dan II) dan tahap terakhir, sensitive and highly sensitive track. Program penurunan bertahap dan penghapusan tarif bea masuk produk-produk yang tercakup dalam Normal Track berlaku efektif mulai tanggal 20 Juli 2005, dengan cakupan produk yang menjadi andalan ekspor Indonesia salah satu diantaranya adalah Wood (HS 4409). Program penurunan tarif bea masuk ini akan diturunkan secara bertahap

(21)

sehingga menjadi 0 persen pada tahun 2010 dengan pengecualian sejumlah pos tarif yang dapat diturunkan menjadi 0 persen pada tahun 2012.

Sebelum diberlakukannya Normal Track (I dan II) kuantitas permintaan ekspor wood Indonesia di Cina lebih besar dibandingkan dengan setelah diberlakukannya Normal Track (I dan II) pada tanggal 20 Juli 2005. Kontribusi terbesarnya terjadi pada tahun 2003 sebesar 354210781 kg. Pada tahun 2004 sampai dengan 2007, permintaan ekspor wood Indonesia di Cina terus mengalami penurunan. Kontribusi terendahnya terjadi pada tahun 2007 sebesar 66248539 kg. Permintaan ekspor wood Indonesia di Singapura selama periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 mengalami fluktuasi. Kontribusi terbesarnya terjadi pada tahun 2003 sebesar 20291832 kg, sedangkan kontribusi terendahnya terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 10544514 kg. Permintaan ekspor wood Indonesia di Malaysia dalam periode waktu yang sama. Setiap tahunnya terus mengalami penurunan sejak diberlakukannya Normal Track (I dan II). Kontribusi terendahnya terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 4631072 kg. Permintaan ekspor wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia dalam perkembangannya mengalami berbagai kendala. Hal tersebut diduga disebabkan oleh fluktuasi beberapa faktor seperti harga ekspor riil, harga substitusi, nilai tukar riil rupiah terhadap yuan, dollar Singapura, dan ringgit, pendapatan per kapita negara pengimpor (Cina, Singapura, dan Malaysia), dan kesepakatan Cina-AFTA.

Wood merupakan kayu olahan yang bahan bakunya adalah kayu bulat. Saat ini produksi kayu bulat mengalami penurunan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Akibatnya produksi wood mengalami penurunan dan harga ekspor

(22)

wood mengalami peningkatan karena pasokannya berkurang. Kenaikan harga barang substitusi yaitu harga ekspor wood Brazil ke Cina, Singapura, dan Malaysia akan mengakibatkan peningkatan permintaan wood Indonesia. Brazil merupakan salah satu pengekspor wood terbesar di dunia. Pada tahun 2007, Brazil mengekspor wood ke dunia sebesar 549272019 kg (Comtrade,2007).

Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap yuan, dollar Singapura, dan ringgit juga memberikan pengaruh terhadap permintaan ekspor wood Indonesia di negara Cina, Singapura, dan Malaysia. Nilai tukar rupiah terhadap yuan pada tahun 2004 sebesar 779,74 Rp/Yuan dengan jumlah permintaan ekspor wood sebesar 330390187 kg. Pada tahun 2005, nilai tukar rupiah terhadap yuan sebesar 772,31 Rp/Yuan dengan jumlah permintaan ekspor wood sebesar 269497765 kg. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat nilai tukar rupiah terhadap yuan menguat (terapresiasi) maka wood domestik relatif lebih mahal terhadap wood Cina sehingga permintaan ekspor menurun. Demikian juga dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar Singapura. Pada tahun 2004, nilai tukar rupiah terhadap dollar Singapura sebesar 3841,87 Rp/$ dengan jumlah permintaan ekspor wood sebesar 14929628 kg. Pada tahun 2005, nilai tukar rupiah terhadap dollar Singapura sebesar 3778,45 Rp/$ dengan permintaan ekspor wood sebesar 13704169 kg.

Pendapatan per kapita negara pengimpor memiliki hubungan positif terhadap permintaan ekspor wood Indonesia. Pada tahun 2005, GDP perkapita Singapura sebesar 43,67 milyar dollar Singapura/jiwa dengan permintaan ekspor wood di Singapura sebesar 13704169 kg. GDP perkapita Singapura pada tahun 2006 sebesar 45,05 milyar dollar Singapura/jiwa dengan permintaan ekspor wood

(23)

di Singapura sebesar 16439375 kg. Semakin besar pendapatan per kapita negara pengimpor maka akan meningkatkan permintaan dan pada akhirnya mendorong terjadinya peningkatan ekspor wood Indonesia. Demikian juga dengan GDP perkapita Malaysia. Pada tahun 2003, GDP perkapita Malaysia sebesar 14,90 milyar ringgit/jiwa dengan permintaan ekspor wood di Malaysia sebesar 19589427 kg. GDP perkapita pada Malaysia tahun 2004 sebesar 16,73 milyar ringgit/jiwa dengan permintaan ekspor wood di Malaysia sebesar 20751300 kg. Kondisi demikian membuat Indonesia akan lebih memperhatikan negara yang memiliki pendapatan per kapita yang besar untuk dijadikan negara tujuan ekspornya. Sedangkan kesepakatan Cina-AFTA akan memberikan pengaruh yang positif, yaitu peningkatan permintaan ekspor wood Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu :

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan ekspor wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia?

2. Bagaimana dampak liberalisasi perdagangan Cina-ASEAN terhadap permintaan ekspor wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia? 3. Bagaimana rekomendasi kebijakan pengembangan ekspor wood

(24)

1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia.

2. Menganalisis dampak liberalisasi perdagangan Cina-ASEAN terhadap permintaan ekspor wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia. 3. Mengkaji rekomendasi kebijakan pengembangan ekspor wood

Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada:

1. Penulis, penelitian ini bermanfaat untuk melatih kemampuan penulis dalam menganalisis masalah sesuai dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah dan menambah pengetahuan penulis mengenai industri woodworking di Indonesia.

2. Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi bagi pemerintah untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan industri woodworking di Indonesia. 3. Peneliti-peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

rujukan dan bahan pertimbangan atau perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

(25)

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia dalam skema Cina-ASEAN Free Trade Area. Pada penelitian ini komoditi yang digunakan adalah komoditi wood dengan Harmonized Commodity Description and Coding System atau yang lebih dikenal dengan Harmonized System (HS) adalah HS sampai pada level 4 digit yaitu HS 4409. HS 4409 merupakan kodifikasi produk kayu, dibentuk tidak terputus (diberi lidah, diberi alur, tepinya dikorok, diberi lereng, v-jointed, beaded, diberi pola bentukan, dibundarkan atau sejenis itu), sepanjang tepi, ujung atau permukaannya, diketam, diampelas atau end jointed maupun tidak. Pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah harga ekspor rill, harga substitusi yaitu harga ekspor wood Brazil ke Cina, Singapura, dan Malaysia, nilai tukar riil rupiah terhadap yuan, dollar Singapura, dan ringgit, pendapatan per kapita negara pengimpor (Cina, Singapura, dan Malaysia), dan kesepakatan Cina-AFTA.

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cina-ASEAN Free Trade Area (CAFTA)

Gagasan pembentukan Cina-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) untuk pertama kalinya disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-7 di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, pada November 2001. ASEAN menyetujui pembentukan CAFTA dalam waktu 10 tahun, yang dirumuskan dalam Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China yang disahkan pada KTT ASEAN berikutnya di Phnom Penh, Kamboja, 4 November 2002. Protokol perubahannya telah ditandatangani oleh Para Menteri Ekonomi pada tanggal 6 Oktober 2003 di Bali. Kemudian sebagai bentuk keseriusan Indonesia, pemerintah mengeluarkan Ratifikasi Framework Agreement ASEAN-Cina FTA melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004. ASEAN dan Cina menyetujui dibentuknya CAFTA dalam dua tahapan waktu yaitu: tahun 2010 dengan negara pendiri ASEAN, yang meliputi Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, dan Filipina, dan pada tahun 2012 dengan kelima negara anggota baru ASEAN yakni Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja, Laos dan Myanmar. Tujuan Framework Agreement CAFTA adalah :

(a) memperkuat dan meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak. (b) meliberalisasikan perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan

(27)

(c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak.

(d) memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak.

Dalam rangka CAFTA, barang yang diperdagangkan antara Indonesia dan Cina diimplementasikan penurunan atau penghapusan tarifnya dengan mengikuti skema dan waktu sebagai berikut:

1. Early Harvest Program (EHP) yang mulai diberlakukan mulai 1 Januari 2004, diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 0 persen pada tahun 2006. Adapun cakupan produk tersebut adalah Chapter 01 sampai dengan 08 (yaitu 01. Live Animals; 02. Meat and Edible Meat Offal; 03. Fish; 04. Daily Products; 05. Other Animal Products; 06. Live Trees; 07. Edible Vegetables dan 08. Edible Fruits and Nuts) dengan pengecualian Sweet Corn (HS 07 10 40000).

2. Normal Track (I dan II) yang diberlakukan pada tanggal 20 Juli 2005, diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 0 persen pada tahun 2010 dengan pengecualian sejumlah pos tarif yang dapat diturunkan menjadi 0 persen pada tahun 2012. Adapun cakupan produk yang termasuk dalam normal track diantaranya produk Coal (HS 2701); Polycarboxylic acids (HS 2917); Wood (HS 4409); dan Copper wire (HS 7408).

(28)

3. Sensitive Track (Normal Sensitive dan Highly Sensitive) memiliki tarif maksimum 20 persen pada tahun 2012 dan diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 5 persen pada tahun 2018. Sedangkan tarif bea masuk produk highly sensitive tidak boleh melebihi 50 persen pada tahun 2015. Produk andalan Indonesia yang masuk dalam Sensitive dan Highly Sensitive antara lain Palm Oil dan turunannya (HS 1511); Karet Alam (HS 4001); dan Plywood, vennered panels (HS 4412). Early Harvest Package (EHP) telah diimplementasikan oleh Indonesia dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.01/2004 (EHP ASEAN-Cina, terdiri dari 527 pos tarif) dan 356/KMK.01/2004 (EHP Bilateral Indonesia-Cina, terdiri dari 46 pos tarif). Tarif bea masuk produk-produk ini akan menjadi 0 persen pada tahun 2006, baik di Indonesia maupun di Cina. Normal Track (I dan II) telah diimplementasikan dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 56/PMK.010/2005 tentang Jadwal Penurunan Tarif dalam Kerangka CAFTA dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.010/2005 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Kerangka CAFTA untuk tahun 2005. Sedangkan Program Sensitive Track (Normal Sensitive dan Highly Sensitive) dirumuskan bersama-sama dengan Normal Track dan akan ditetapkan dalam satu paket sebagai implementasi dari agreement on Trade in Goods ASEAN-Cina FTA yang ditandatangani pada bulan Nopember 2004 di Vientiane, Laos.

(29)

Dengan terbentuknya Cina-ASEAN Free Trade Area, maka memberikan peluang yang besar kepada Indonesia, antara lain :

1. Terbukanya peluang masuk ke Cina dengan tingkat tarif relatif rendah dan jumlah penduduk yang besar.

2. Meningkatnya kerjasama antara pelaku bisnis di kedua negara melalui pembentukan “aliansi strategis”.

3. Meningkatnya kepastian bagi produk unggulan Indonesia dalam memanfaatkan peluang pasar Cina.

4. Terbukanya transfer teknologi antara pelaku bisnis di kedua negara. Selain memberikan peluang, Cina-ASEAN Free Trade Area juga memberikan tantangan kepada Indonesia, yaitu :

1. Indonesia harus dapat meningkatkan efisiensi sehingga produktifitas meningkat.

2. Menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga daya saing Indonesia meningkat, antara lain dilakukan melalui penghapusan ekonomi biaya tinggi, termasuk penyederhanaan perijinan.

3. Memperluas akses pasar.

4. Meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk promosi pemasaran.

2.2. Pengertian Industri Pengolahan Kayu

Industri pengolahan kayu adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang setengah jadi atau barang jadi,

(30)

dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Termasuk ke dalam sektor ini adalah perusahaan yang melakukan kegiatan jasa industri dan perakitan (assembling) dari bagian suatu industri (Badan Pusat Statistik, 1996). Dewasa ini banyak didirikan industri pengolahan hasil hutan dengan berbagai bentuk usahanya. Selain meningkatkan nilai tambah (value added) kayu juga memberikan kesempatan berusaha bagi masyarakat, meningkatkan taraf hidup masyarakat dan meningkatkan pendapatan daerah setempat. Berkembangnya industri perkayuan dapat digunakan sebagai sarana untuk peningkatan penggunaan produksi dalam negeri dan pengembangan sektor lain yang berhubungan.

2.3. Pengertian Ekspor

Ekspor adalah aliran perdagangan suatu komoditi dari dalam negeri ke luar negeri. Ekspor dapat diartikan, suatu total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara, kemudian diperdagangkan kepada negara lain dengan tujuan mendapatkan devisa. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkan ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan barang-barang yang dihasilkan negara pengekspor (Lipsey, 1995). Ekspor merupakan suatu kegiatan yang banyak memberikan keuntungan-keuntungan bagi para pelakunya, adapun keuntungan-keuntungan tersebut antara lain adalah : meningkatkan laba perusahaan dan devisa negara, membuka pasar baru di luar negeri, memanfaatkan kelebihan kapasitas dalam negeri, dan membiasakan diri bersaing dalam pasar international. Ekspor dapat meningkatkan dan menciptakan pembagian lapangan

(31)

kerja dan skala setiap produsen domestik agar mampu menghadapi persaingan dari yang lainnya (Salvatore, 1997).

2.4. Harga

Menurut Lipsey (1995), harga dan kuantitas permintaan suatu komoditi berhubungan secara negatif. Artinya semakin tinggi harga suatu komoditi maka jumlah permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang, ceteris paribus. Untuk harga ekspor, Lipsey (1995) menyatakan bahwa suatu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga yang ditawarkan berhubungan secara negatif dengan jumlah yang diminta, atau dengan kata lain semakin besar harga komoditi maka akan sedikit kuantitas komoditi tersebut yang diminta. Sebaliknya, harga berhubungan secara positif dengan penawaran. Semakin tinggi harga maka akan semakin banyak kuantitas komoditi tersebut yang ditawarkan.

2.5. Nilai Tukar Riil

Nilai tukar riil adalah suatu harga relatif dari barang-barang yang diperdagangkan oleh dua negara. Terkadang nilai tukar riil biasa disebut dengan terms of trade. Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika nilai tukar riil tinggi, maka harga barang-barang luar negeri relatif murah, dan barang-barang domestik relatif mahal. Jika nilai tukar riil rendah, maka sebaliknya harga barang-barang domestik relatif murah sedangkan harga barang-barang luar negeri mahal (Mankiw,2000).

(32)

Peranan yang penting dalam suatu hubungan ekonomi internasional terutama sekali berkaitan dengan pengaruhnya pada harga relatif dari barang-barang domestik dan harga barang-barang luar negeri.

2.6. GDP (Gross Domestic Product)

Gross Domestic Product (GDP) merupakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa. Lipsey (1995) menyatakan bahwa GDP merupakan nilai dari total produksi barang dan jasa suatu negara yang dinyatakan sebagai produksi nasional dan nilai total produksi tersebut juga menjadi pendapatan total negara yang bersangkutan atau dengan kata lain, produk nasional sama dengan pendapatan nasional. Produk nasional atau pendapatan nasional dapat diukur dalam bentuk pendapatan nasional bruto (PNB) atau pendapatan domestik bruto (PDB). GDP sering dianggap sebagai cerminan kinerja ekonomi. GDP diartikan sebagai perekonomian total dari setiap orang di dalam perekonomian (Mankiw, 2000). GDP menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara, dimana semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Bagi negara importir, semakin besar GDP maka akan meningkatkan impor komoditi negara tersebut. Peningkatan GDP merupakan peningkatan pendapatan masyarakatnya. Peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan terhadap suatu komoditi, pada akhirnya akan meningkatkan impor komoditi tersebut. Sehingga besarnya GDP yang dimiliki negara importir akan mempengaruhi besarnya volume perdagangan.

(33)

2.7. Penelitian-PenelitianTerdahulu 2.7.1. Penelitian Mengenai Kayu Olahan

Pada tahun 2007, Herosobroto mencoba menganalisis dampak depresiasi dan volatilitas nilai tukar terhadap kinerja ekspor kayu olahan Indonesia. Data ekspor yang digunakan adalah data bulanan sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2004 yang terdiri dari nilai ekspor riil, nilai tukar riil bilateral, pendapatan nasional negara mitra dagang, dan volatilitas nilai tukar. Analisis dilakukan dengan menggunakan panel data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volatilitas nilai tukar memberikan dampak yang berbeda untuk produk HS 4418, HS 4412, dan HS 4409. Pada produk HS 4412 dan HS 4418 depresiasi pada mulanya berdampak positif pada peningkatan nilai ekspor, namun kemudian berdampak negatif. Sebaliknya pada produk HS 4409 depresiasi tidak mendorong terjadinya peningkatan ekspor, yang terjadi justru sebaliknya depresiasi berdampak negatif terhadap ekspor. Volatilitas nilai tukar memiliki dampak tidak pasti, namun umumnya negatif meskipun nilainya relatif kecil terhadap kinerja ekspor produk HS 4409. Pendapatan nasional negara mitra dagang berdampak positif bagi peningkatan ekspor produk HS 4409 dan HS 4418, tetapi justru berkorelasi negatif pada produk HS 4412. Efek yang terjadi akibat adanya depresiasi nilai tukar pada komoditi HS 4418 dan HS 4412 adalah efek langsung, dimana depresiasi yang terjadi langsung direspon dengan efek peningkatan nilai ekspor. Volatilitas nilai tukar untuk produk HS 4412 dan HS 4418 juga memiliki efek langsung, dimana ketika volatilitas nilai tukar besar, industri kayu olahan untuk

(34)

kedua serial ini justru terpacu untuk memperoleh keuntungan dengan meningkatkan ekspor.

Pradana (2006) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor plywood di Indonesia. Penelitian tersebut membahas faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor plywood di Indonesia, elastisitas jangka pendek dan jangka panjang ekspor plywood di Indonesia serta rekomendasi kebijakan dari hasil analisis ekspor plywood di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan metode Error Correction Model (ECM) dengan menggunakan data quarterly selama periode 1993 sampai dengan 2003. Data penelitian yang digunakan adalah jumlah ekspor plywood, jumlah bahan baku yaitu kayu bulat, harga relatif plywood terhadap dollar Amerika, nilai tukar riil dan dummy kebijakan pelarangan ekspor serta krisis moneter. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ekspor plywood dalam jangka pendek secara nyata dipengaruhi secara positif oleh harga relatif dari plywood dan dipengaruhi secara negatif oleh jumlah bahan baku dan nilai tukar. Ekspor plywood dalam jangka panjang dipengaruhi secara positif oleh harga relatif dari plywood dan kebijakan pelarangan ekspor serta dipengaruhi secara negatif oleh jumlah bahan baku yang tersedia, nilai tukar, dan krisis moneter. Dengan diberlakukannya kembali kebijakan pelarangan ekspor kayu bulat terhadap ekspor plywood, pemerintah harus bertindak lebih tegas dan mencegah terjadinya illegal logging.

(35)

2.7.2. Penelitian Mengenai OLS

Novansi (2006) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor beberapa buah-buahan penting Indonesia. Penelitian tersebut membahas perkembangan ekspor beberapa buah-buahan penting Indonesia menurut negara tujuan ekspor dan pengaruh faktor-faktor (harga domestik, harga ekspor, nilai tukar rupiah, volume ekspor ke negara lain dan volume ekspor periode sebelumnya) terhadap volume ekspor beberapa buah-buahan penting Indonesia. Dalam penelitiannya tersebut Novansi menggunakan data bulanan dari Januari 2002 sampai dengan Desember 2004. Metode deskriptif untuk melihat perkembangan ekspor dan metode kuantitatif yaitu analisis regresi linier berganda untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor beberapa buah-buahan penting Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perkembangan ekspor beberapa buah-buahan penting Indonesia seperti pisang, manggis, mangga, dan rambutan selama tahun 2000-2003 cenderung menurun. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor beberapa buah-buahan penting Indonesia menunjukkan tidak semua peubah bebas yang digunakan dalam model berpengaruh nyata terhadap volume ekspor.

Ningrum (2006) melakukan penelitian tentang permintaan ekspor pulp dan kertas Indonesia. Penelitian tersebut membahas perkembangan permintaan ekspor pulp dan kertas Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor produk pulp dan kertas Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan data tahunan dari tahun

(36)

1980-2005. Model persamaan yang digunakan dalam persamaan permintaan ekspor pulp dan kertas terdiri dari variabel ekspor pulp dan kertas, harga ekspor, nilai tukar, produksi, harga ekspor tahun sebelumnya dan dummy larangan ekspor kayu bulat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perkembangan ekspor pulp dan kertas Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Akan tetapi perkembangan ekspor pulp dan kertas Indonesia lebih didominasi oleh tiga negara, yaitu Jepang, China, dan Korea Selatan. Harga ekspor pulp, nilai tukar, produksi pulp dan harga ekspor pulp tahun sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan ekspor pulp Indonesia. Pada permintaan kertas, variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah produksi kertas, nilai tukar, variabel harga ekspor kertas, sedangkan variabel dummy larangan ekspor kayu bulat dan variabel harga ekspor kertas pada tahun sebelumnya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kertas.

2.8. Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang memiliki judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Wood Indonesia Di Cina, Singapura, dan Malaysia dalam Skema Cina-ASEAN Free Trade Area” mempunyai perbedaan dibandingkan dengan penelitian lainnya. Penelitian Herosobroto (2007) memiliki tujuan menganalisis dampak depresiasi dan volatilitas nilai tukar terhadap kinerja ekspor kayu olahan Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan panel data. Pada penelitian Pradana (2006) memiliki tujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor plywood di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan

(37)

metode Error Correction Model (ECM) dengan menggunakan data quarterly selama periode 1993 sampai dengan 2003. Novansi (2006) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor beberapa buah-buahan penting Indonesia. Ningrum (2006) melakukan penelitian tentang permintaan ekspor pulp dan kertas Indonesia. Sedangkan penelitian saat ini memiliki tujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor Wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia dalam Skema Cina-ASEAN Free Trade Area. Penelitian ini dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan data kuartalan dari Januari 2003 sampai dengan September 2007.

(38)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Teori Perdagangan Internasional

Menurut arti yang sederhana perdagangan internasional adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditi antar negara. Menurut Lindert dan Kindleberger (1995) perdagangan internasional dianggap sebagai suatu akibat dari adanya interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Terdapat dua hal penting untuk terjadinya perdagangan internasional yakni spesialisasi produksi dan informasi akan kebutuhan barang yang diperdagangkan. Spesialisasi produksi terjadi karena keadaan yang alamiah, yakni tumbuh atau tersedianya bahan alamiah yang ketersediaannya berbeda-beda di berbagai tempat di dunia. Hal kedua adalah ketersediaan informasi yang berkaitan erat dengan tingkat kemajuan daya pikir manusia. Adam Smith dalam Salvatore (1997) menyatakan bahwa perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage). Jika sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki kerugian absolut.

(39)

Menurut teori Heckssher-Ohlin dalam Salvatore (1997), sebuah negara akan mengekspor komoditi yang diproduksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan dia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Singkatnya, sebuah negara yang relatif kaya atau berlimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditi yang relatif padat tenaga kerja dan akan mengimpor komoditi-komoditi yang relatif padat modal (yang merupakan faktor produksi langka dan mahal di negara bersangkutan). Pada prinsipnya perdagangan antara dua negara timbul karena adanya perbedaan dalam permintaan dan penawaran, selain itu karena adanya keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor untuk menambah penerimaan devisa dalam upaya penyediaan dan pembangunan negara yang bersangkutan.

Secara teoritis, suatu negara (misalnya negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misalnya wood) ke negara lain (misalnya negara B) apabila harga domestik di negara A (sebelum terjadi perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara B. Struktur harga yang relatif lebih rendah di negara A tersebut disebabkan adanya kelebihan penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik yang melebihi konsumsi domestik. Dalam hal ini faktor produksi di negara A relatif berlimpah. Dengan demikian negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di pihak lain, di negara B terjadi kekurangan penawaran karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestik (excess demand) sehingga harga

(40)

menjadi tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditi dari negara lain yang harganya relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dan negara B, maka dapat terjadi perdagangan antar kedua negara tersebut dimana negara A akan mengekspor komoditi wood ke negara B (Salvatore, 1997).

Secara grafis terjadinya perdagangan antara negara A dan negara B dapat dilihat pada Gambar 1. Sebelum terjadinya perdagangan internasional, keseimbangan di negara A terjadi pada titik Ea dengan jumlah produksi sebesar Qa1 dan harga yang terjadi adalah P1. Di negara B keseimbangan terjadi pada titik Eb dengan jumlah produksi sebesar Qb1 dan harga yang terjadi adalah sebesar P3. Harga di negara A (P1) lebih rendah daripada harga di negara B (P3).

Produsen di negara A akan memproduksi lebih banyak untuk harga di atas P1. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya excess supply di negara A. Sementara untuk harga di bawah P3, konsumen di negara B akan meminta lebih banyak daripada yang dihasilkan oleh produsen di negara B. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya excess demand di negara B. Kemudian terjadi perdagangan antara negara A dan negara B. Penawaran ekspor pada pasar internasional digambarkan oleh kurva Sw yang merupakan excess supply dari negara A. Permintaan impor digambarkan oleh kurva Dw yang merupakan excess demand dari negara B. Keseimbangan di pasar dunia terjadi pada titik Ew yang menghasilkan harga dunia sebesar P2, dimana negara A mengekspor sebesar (Qa2 -Qa3) yang sama dengan jumlah yang diimpor negara B (Qb2-Qb3) jumlah ekspor

(41)

dan impor tersebut ditunjukkan oleh volume perdagangan sebesar Qw pada pasar dunia.

Keseimbangan perdagangan internasional diatas dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya GDP per kapita, tarif dan nilai tukar. Perubahan faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan pergeseran pada kurva penawaran dan kurva permintaan dengan arah yang berbeda pada setiap negara. Oleh karena itu, berikut akan dipaparkan mengenai perubahan-perubahan pada ketiga faktor tersebut di negara pengekspor maupun di negara pengimpor.

GDP per kapita merupakan rataan dari pendapatan nasional yang diperoleh penduduk suatu negara. Dampak perubahan GDP per kapita negara importir terhadap keseimbangan perdagangan internasional dapat dilihat pada Gambar 2. Pada negara importir, peningkatan GDP per kapita merupakan peningkatan pendapatan masyarakatnya. Peningkatan pendapatan akan meningkatkan

Grafik B Hubungan perdagangan internasional untuk komoditi Wood Grafik C Pasar di Negara B untuk komoditi Wood Grafik A Pasar di Negara A untuk komoditi Wood Q Q Ekspor SA B A Ea P P3 P2=Pw P1 Sw Ew DA Dw P P3 P2 A B Impor Eb SB DB

Gambar 1. Terjadinya Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore, 1997 Qa2 Qa1 Qa3 Qw Qb2 Qb1 Qb3 Q P P2=Pw P1

(42)

permintaan terhadap wood. Peningkatan ini menggeser kurva demand negara pengimpor menjadi DX’. Dengan kurva penawaran yang tetap keseimbangan berubah menjadi F”. Pada titik F”, jumlah excess demand bertambah dari G-H menjadi G-I. Jumlah impor meningkat sehingga kurva excess demand wood di pasar dunia juga bergeser ke kanan menjadi ED’. Excess demand wood di pasar dunia semakin besar, sehingga mendorong harga untuk naik. Keseimbangan baru terjadi pada titik E**. Harga wood di pasar dunia menjadi B**. Peningkatan harga dunia tersebut memberikan insentif bagi negara eksportir untuk meningkatkan ekspor woodnya. Ekspor meningkat dari titik B-C menjadi B’-C’. Berdasarkan uraian diatas keseimbangan yang terbentuk setelah terjadinya peningkatan GDP per kapita importir yaitu peningkatan aliran perdagangan wood di pasar dunia.

Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh pemberlakuan tarif terhadap keseimbangan parsial dapat dilihat pada Gambar 3. Dalam gambar tersebut Dx

X X Ekspor SX C B A PX A** B** B* A* ES E* DX ED PX P3 P2 Impor F SX DX

Gambar 2. Dampak Peningkatan GDP Negara Pengimpor terhadap Keseimbangan Perdagangan Internasional

Sumber : Salvatore, 1997 X C’ 0 P1 P2 G H ED’ E** P3 PX F” I DX’ B’ Negara Pengekspor komoditi Wood Pasar Dunia Negara Pengimpor komoditi Wood

(43)

adalah kurva permintaan dan Sx melambangkan kurva penawaran komoditi wood di negara pengimpor. Dalam kondisi perdagangan bebas, harga komoditi wood adalah Px = 1 dolar per unit. Negara pengimpor akan mengkonsumsinya sebanyak 70X (AB), 10X (AC) di antaranya merupakan produksi domestik, sedangkan 60X (CB) harus diimpor dari negara lain. Jika negara pengimpor memberlakukan tarif sebesar 100 persen terhadap komoditi wood, maka harga akan naik menjadi 2 dolar per unit. Itulah harga yang harus ditanggung oleh konsumen di negara pengimpor. Sedangkan harga bagi konsumen dunia tidak berubah. Akibatnya, penduduk di negara pengimpor akan menurunkan konsumsinya menjadi 50X (GH) dimana 20X (GJ) merupakan produksi domestik, sedangkan 30X (JH) harus diimpor dari negara lain. Dengan demikian, dampak pemberlakuan tarif terhadap

konsumsi domestik bersifat negatif, yakni sebesar (-) 20X (BN). Sementara itu, dampak terhadap produksi meningkat bersifat positif, yakni sebesar 10X (CM). Namun secara keseluruhan, pemberlakuan tarif itu merugikan perdagangan, yakni (-) 30X (BN + CM).

Gambar 3. Dampak-dampak Keseimbangan Parsial Akibat Pemberlakuan Tarif Sumber : Salvatore, 1997 H B T Sf Sf + T Dx 50 20 10 C J M N A G 80 70 60 40 30 1 2 3 4 0 E X Sx

(44)

Kondisi nilai tukar seperti terdepresiasinya rupiah terhadap yuan, dollar Singapura, dan ringgit juga merupakan faktor yang dapat menyebabkan pergeseran kurva permintaan. Terdepresiasinya rupiah terhadap yuan, dollar Singapura, dan ringgit membuat harga wood Indonesia relatif lebih murah sehingga mendorong terjadinya peningkatan jumlah permintaan ekspor. Mekanisme pengaruh perubahan nilai tukar terhadap permintaan ekspor dapat dilihat pada Gambar 4. Apabila di negara A terjadi depresiasi nilai tukar yang terlihat pada penurunan nilai tukar dari e1 menjadi e2. Penurunan nilai tukar yang terjadi menyebabkan terjadinya peningkatan output pada kurva IS. Peningkatan output ini terjadi karena adanya peningkatan ekspor bersih sebagaimana ditunjukkan pada gambar perpotongan keynesian. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa penurunan nilai tukar (depresiasi) menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan ekspor. Selanjutnya dapat dijelaskan pula bagaimana mekanisme peningkatan permintaan ekspor yang disebabkan penurunan nilai tukar pada gambar perdagangan internasional. Semula sebelum terjadinya penurunan nilai tukar, besarnya excess supply di negara A sebesar X1X2. Setelah terjadinya penurunan nilai tukar menyebabkan terjadinya peningkatan excess supply menjadi X3X4.

Kondisi ini mengakibatkan kurva supply dunia mengalami pergeseran dengan titik awal yang sama. Pergeseran kurva supply dunia dari SW menjadi SW1 menyebabkan tingkat harga dunia yang terjadi lebih rendah dan volume perdagangan internasional meningkat dari 0Q menjadi 0Q1. Negara pengimpor merespon perubahan harga ini dengan meningkatkan jumlah impornya. Besarnya

(45)

volume ekspor negara A setelah depresiasi nilai tukar (X3X4.) sama dengan besarnya volume impor negara B (M3M4).

Di pasar internasional besarnya ekspor suatu komoditi dalam perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditi tersebut. Harga yang

Pengeluaran Pengeluaran aktual NX NX E Y1 Y2 Y1 Y2 Negara Pengimpor e2 e1 Kurs, e e2 e1 (Output) Kurs, e Perdagangan Internasional SA DA (Ekspor bersih) NX2 NX1 SW1 SW X3 X2 X1 X4 Negara Pengekspor Q1 Q DW M3 M2 M1 M4 SB DB Pw 0

Gambar 4. Dampak Depresiasi Mata Uang Negara Eksportir pada Keseimbangan Perdagangan Internasional

(46)

terjadi pada pasar internasional merupakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan mempengaruhi penawaran dunia dan perubahan dalam konsumsi dunia akan mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi harga dunia (Salvatore, 1997). Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa ekspor suatu negara sangat ditentukan oleh harga domestik, harga internasional, serta keseimbangan penawaran dan permintaan dunia. Selain itu secara tidak langsung ditentukan pula oleh perubahan nilai tukar (exchange rate) mata uang suatu negara terhadap negara lain.

3.1.2. Teori Liberalisasi Perdagangan

Liberalisasi perdagangan adalah pembebasan perdagangan dari segala hambatan, baik hambatan tarif maupun hambatan non tarif yang dilakukan sepihak dan banyak pihak (Smith, 1995). Sedangkan kebijakan liberalisasi perdagangan adalah kebijakan yang mengurangi berbagai bentuk hambatan perdagangan, bila diterapkan secara utuh maka arus komoditi perdagangan dan investasi dalam bentuk modal, barang dan jasa akan bebas masuk antar negara tanpa hambatan tarif dan non tarif (Salvatore, 1997). Realitasnya hampir semua negara menerapkan berbagai bentuk hambatan terhadap perdagangan internasional, hambatan perdagangan tersebut lazim disebut kebijakan perdagangan (trade policy) karena berkaitan erat dengan kepentingan perdagangan nasional pada masing-masing negara. Penerapan kebijakan

(47)

perdagangan selalu dikemukakan dengan alasan sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan nasional dan melindungi industri dalam negeri.

Liberalisasi perdagangan akan membawa dampak peningkatan kesejahteraan bagi negara yang melakukannya. Keyakinan tersebut berdasarkan analisa ekonomi yang menunjukkan perdagangan bebas akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi kedua negara. Bentuk hambatan perdagangan yang paling penting dan yang paling menonjol adalah tarif (tariff). Tarif merupakan pajak yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas-batas teritorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan tradisional yang telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi ada dua macam tarif, yakni tarif impor (import tariff), yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain, dan tarif ekspor (export tariff) yang merupakan pajak untuk suatu komoditi yang diekspor.

Gambar 5 menganalisa dampak yang ditimbulkan terhadap konsumen jika negara-negara di dunia tidak melakukan liberalisasi, terutama menutup akses pasar dengan pengenaan tarif impor. Jika tidak ada tarif, wood akan diimpor secara bebas pada tingkat harga dunia sebesar US$ 1000 per m3. Konsumen akan membeli wood sebesar S0 dari dalam negeri dan mengimpor sebesar M2. Pada harga tersebut surplus konsumen adalah seluruh bidang antara kurva permintaan dan garis harga US$ 1000, yaitu segitiga ACE yang merupakan suatu aproksimasi mengenai kemampuan membeli wood dari para konsumen. Pengenaan tarif sebesar US$ 100 akan meningkatkan harga wood dan mengurangi perolehan

(48)

manfaat atau surplus konsumen. Dengan harga yang baru, konsumen terpaksa menambah US$ 100 per m3 wood sehingga permintaan total akan turun dari D0 ke D1. Kerugian total yang ditanggung konsumen dengan adanya tarif adalah total bidang a+b+c+d, sehingga surplus konsumen mereka merosot dari segitiga ACE menjadi segitiga BCD.

Analisis terhadap produsen dengan pasar wood yang sama, setelah adanya tarif, maka harga wood akan naik menjadi US$ 1100 per m3, maka perusahaan-perusahaan dalam negeri akan meningkatkan produksinya selama masih menguntungkan. Mereka merespon dengan menaikkan jumlah produksi dari S0 ke S1. Kenaikan jumlah yang diproduksi dan peningkatan harga ternyata meningkatkan keuntungan bagi produsen, yaitu sebesar a, sehingga keuntungan total yang diterima produsen dalam negeri adalah e+a. Namun jika dibandingkan

B A T Sf Sf + T D0 D1 S1 S0 a b d E D c D0 e 1000 1100 0 X

Gambar 5. Efek Tarif Terhadap Konsumen dan Produsen Sumber : Lindert dan Kindlebergen, 1995

M2

M1

(49)

dengan kerugian yang harus ditanggung konsumen yaitu bidang a+b+c+d, maka secara total pengenaan tarif menghasilkan kerugian.

Penetapan program penurunan dan penghapusan tarif bea masuk tahap Normal Track (CAFTA) sebagai integrasi ekonomi perdagangan bebas di Cina-ASEAN bertujuan untuk menurunkan dan menghapus tarif bea masuk secara bertahap sehingga menjadi 0 persen pada tahun 2010 dengan pengecualian sejumlah pos tarif yang dapat diturunkan menjadi 0 persen pada tahun 2012. Hal ini berarti, penurunan tarif untuk komoditi wood akan meningkatkan jumlah permintaan ekspor wood sehingga konsumen di negara pengimpor dapat meningkatkan konsumsinya terhadap komoditi tersebut.

3.1.3. Teori Permintaan Ekspor

Menurut Lipsey (1995), permintaan ekspor suatu komoditi merupakan hubungan yang menyeluruh antara kuantitas komoditi yang akan dibeli konsumen selama periode tertentu pada suatu tingkat harga. Permintaan pasar suatu komoditi merupakan penjumlahan secara horizontal dari permintaan-permintaan individu terhadap suatu komoditi. Permintaan ekspor ialah permintaan pasar internasional terhadap komoditas yang dihasilkan oleh suatu negara. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor suatu negara. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor suatu negara ialah harga domestik negara tujuan ekspor, harga impor negara tujuan ekspor, pendapatan per kapita negara tujuan ekspor dan selera masyarakat negara tujuan ekspor. Permintaan ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar negeri yaitu

(50)

harga di pasar internasional atau harga ekspor, nilai tukar riil, dan kebijakan menyangkut impor suatu komoditi sebagai dummy.

3.1.4. Model Regresi

Analisis data yang digunakan dalam metode kuantitatif adalah model regresi berganda dengan persamaan tunggal. Analisis regresi linear berganda adalah analisis yang berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel (variabel dependen) yang satu atau lebih variabel lain (variabel independen) dengan maksud menaksir atau meramalkan nilai variabel dependen berdasarkan nilai yang diketahui dari variabel yang menjelaskan (variabel independen). Penaksiran parameter diduga dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Metode kuadrat terkecil dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss, seorang ahli matematik bangsa Jerman. Dengan menggunakan OLS, dapat diperoleh intersep dan slope sehingga diperoleh garis regresi yang menunjukkan trend data secara baik.

Dalam mengevaluasi apakah model yang digunakan sudah baik atau belum, terdapat beberapa kriteria yang memerlukan pengujian secara statistik. Indikator untuk melihat kebaikan model adalah R2, F-hitung dan t-hitung. Ukuran ini digunakan untuk menunjukkan signifikan atau tidaknya model yang diperoleh secara keseluruhan. Menurut Gujarati (1997) dengan asumsi-asumsi tertentu, metode OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang sangat menarik yang membuatnya menjadi satu metode analisis regresi yang paling kuat (powerfull) dan populer.

(51)

Dalam model regresi berganda dapat terjadi keterkaitan antar variabel bebas yang disebut multikolinieritas. Multikolinieritas merupakan keadaan dimana adanya hubungan linier yang sempurna diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Multikolinieritas terjadi jika dalam suatu model regresi tak satupun variabel bebas mempunyai koefisien regresi hasil dari OLS (Ordinary Least Square) yang signifikan secara statistik (bahkan beberapa diantaranya mungkin mempunyai tanda yang salah), walaupun nilai koefisien determinasi ganda R2 tinggi. Dalam analisis regresi dengan data time series dan cross-section terdapat masalah autokorelasi. Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana kesalahan pengganggu dalam periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan pengganggu dari periode lainnya. Dengan adanya autokorelasi, perkiraan parameter OLS masih tak bias dan konsisten, akan tetapi menjadi tidak efisien dan standard error dari perkiraan parameter regresi menjadi bias, sehingga menyebabkan pengujian hipotesis menjadi tidak tepat. Selain itu interval keyakinan juga menjadi bias, pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Negara dengan perekonomian terbuka seperti Indonesia memiliki ketergantungan dengan perekonomian luar negeri. Ketergantungan tersebut dapat direfleksikan dengan adanya perdagangan antar negara yang terdiri dari arus barang, jasa dan arus pembayaran antar negara di dunia. Dengan adanya pasar AFTA dan Cina-AFTA, Indonesia akan menghadapi persaingan tidak hanya dari

(52)

sesama anggota ASEAN. Selama periode tahun 2003-2007 permintaan ekspor wood Indonesia di Cina, Singapura, dan Malaysia mengalami fluktuasi. Hal tersebut diduga disebabkan oleh fluktuasi beberapa faktor, diantaranya harga ekspor riil, harga substitusi, nilai tukar riil rupiah terhadap yuan, dollar Singapura, dan ringgit, pendapatan per kapita negara pengimpor (Cina, Singapura, dan Malaysia) dan kesepakatan Cina-AFTA.

Harga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi permintaan ekspor komoditi suatu negara di pasar luar negeri, dapat berupa harga di dalam negeri (domestik) maupun harga di luar negeri (harga ekspor). Dari sisi perdagangan luar negeri bila harga ekspor komoditi di pasar internasional tinggi, maka negara akan menurunkan permintaan ekspornya. Sebaliknya, jika harga komoditi di pasar internasional tersebut rendah, maka negara akan meningkatkan permintaan ekspornya. Kenaikan harga substitusi komoditi tertentu akan menggeser kurva permintaan untuk komoditi tersebut ke arah kanan. Semakin tinggi harga substitusi komoditi tertentu maka akan semakin besar jumlah permintaan komoditi tersebut (wood).

Nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain juga turut memberi pengaruh terhadap tinggi rendahnya harga komoditi ekspor suatu negara di pasar luar negeri. Pendapatan per kapita menjadi faktor penting yang menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu negara. Bagi negara importir, semakin besar pendapatan per kapita, juga akan meningkatkan impor komoditi negara tersebut sehingga besarnya pendapatan per kapita yang dimiliki negara importir akan mempengaruhi besarnya volume perdagangan. Sedangkan kesepakatan

Gambar

Grafik B  Hubungan  perdagangan  internasional   untuk komoditi  Wood Grafik C Pasar di Negara B  untuk komoditi Wood Grafik A Pasar di Negara A untuk komoditi Wood  Q Q Ekspor  SA    B  A       Ea     P                P3          P2=Pw        P1Sw      Ew
Gambar 2.  Dampak Peningkatan GDP Negara Pengimpor  terhadap    Keseimbangan Perdagangan Internasional
Gambar 3.   Dampak-dampak Keseimbangan Parsial Akibat                         Pemberlakuan Tarif  Sumber : Salvatore, 1997H  B  T  S fS f  + T Dx50 20 10 C J M NA G 80 70 60 40 30 1 2 3 4 0 E X Sx
Gambar 4.  Dampak Depresiasi Mata Uang Negara Eksportir pada  Keseimbangan Perdagangan Internasional
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian dari firewall dengan menggunakan proxy squid ini dilakukan di GUCC, dengan beberapa komputer client yang terkoneksi internet melalui router dimana firewall tersebut

Aplikasi G2M ini, dibuat dengan bahasa pemrograman JAVA Micro, yaitu J2ME yang nantinya akan digunakan ponsel sebagai medianya, dimana ponsel kini merupakan barang yang telah

Pada perkembangannya, Mulyana (1964:1) mengatakan bahwa, “semantik ialah bidang pengkajian makna kata dalam konteks bahasa tertentu. Wilayah kajiannya meluas sampai pada

Kepada Jemaat yang baru pertama kali mengikuti ibadah dalam Persekutuan GPIB Jemaat “Immanuel” Depok dan memerlukan pelayanan khusus, dapat menghubungi Presbiter yang

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

stress fisik maupun stress mental yang disebabkan oleh lawan, kawan bermain, penonton, pengaruh lingkungan dan lain sebagainya. Berdasarkan apa yang telah dibahas

Kemampuan kognitif anak kelompok B TK Kemala Bhayangkari 08 masih rendah karena untuk menyebutkan jumlah benda dengan angka yang melambangkan masih banyak kesalahan,

02 tahun 1989 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha