• Tidak ada hasil yang ditemukan

T E S I S. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar. Dokter Spesialis Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "T E S I S. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar. Dokter Spesialis Anak"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN DENYUT JANTUNG MURID LAKI – LAKI DI SLTP AEK NABARA SELATAN

PADA PEMBERIAN MINUMAN BEROKSIGEN DENGAN PLASEBO SELAMA LATIHAN FISIK

Oleh IRMA LAILA

T E S I S

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

Dokter Spesialis Anak

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2007

(2)

PERBANDINGAN DENYUT JANTUNG MURID LAKI – LAKI DI SLTP AEK NABARA SELATAN

PADA PEMBERIAN MINUMAN BEROKSIGEN DENGAN PLASEBO SELAMA LATIHAN FISIK

Telah disetujui dan disyahkan

Dr. Tina Christina L. Tobing, SpA Pembimbing I

Dr. Hj. Tiangsa Br. Sembiring, SpA Pembimbing II

Medan, 4 Oktober 2007 Ketua Program Studi

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU

Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) NIP. 140 087 999

(3)

Dengan ini diterangkan :

Dr. IRMA LAILA

Telah menyelesaikan Tesis sebagai persyaratan untuk mendapat gelar Dokter Spesialis Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tesis ini

dipertahankan di depan Tim Penguji pada hari Selasa, September 2007 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.

Tim Penguji

Penguji I

Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA (K) ...

Penguji II

Prof. dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K) ...

Penguji III

Dr. Hj. Melda Deliana, SpA ...

Medan, 4 Oktober 2007

Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Dr. H. Ridwan. M. Daulay, SpA(K) NIP. 140 092 052

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing dr. Tina Christina L.Tobing, SpA dan dr. Hj. Tiangsa Br. Sembiring, SpA , yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesain tesis ini.

2. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK- USU, dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) selaku sekretasris program sampai periode Agustus 2007, serta dr. Hj. Melda Deliana, SpA , sebagai sekretaris program periode 2007 yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

(5)

3. Dr. H. Dachrul Aldy, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2000-2003 dan Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2006, serta dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007 yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

4. Seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

5. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.

6. Direktur Rumah Sakit H Adam Malik Medan, Rumah Sakit Pirngadi Medan, dan Rumah Sakit Tembakau Deli Medan yang telah memberi sarana bekerja selama pendidikan.

7. Direktur PTPN III dan segenap jajaran staf dan karyawan PTPN III Aek Nabara Selatan yang telah banyak memberikan izin dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.

8. Hendy Zulkarnain, Purnama Fitri, Fitri Ariyanti Lubis, Nurzahara Siddik, dan Masyitah yang selama empat tahun bersama-sama dalam suka dan duka serta teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

(6)

Teristimewa untuk orangtua tercinta, H. Abdul Djalil, BBA dan Hj. Nurasiah Gultom, serta semua kakak, abang ipar dan adik yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 4 Oktober 2007 Irma Laila

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan Pembimbing... i

Kata Pengantar ……….. iii

Daftar Isi ……….. vi

Daftar Tabel ……… ix

Daftar Gambar ………... x

Daftar Singkatan ……… xi

Daftar Lambang ………. xii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……… 1 1.2. Perumusan Masalah ……….. 3 1.3. Tujuan Penelitian ……… 3 1.4. Hipotesis Nol……….. 4 1.5. Manfaat Penelitian ………. . 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi ...…... 5

2.2. Klasifikasi latihan fisik ... 5

2.3. Latihan fisik aerobik dan anaerobik ... 6

2.4. Protokol Treadmill ... 6

2.5. Sistem metabolisme otot selama latihan fisik .... 8

2.5.1. Sistem ATP – AC ... 9

2.5.2. Sistem asam laktat ... 9

(8)

2.6. Pengaruh latihan fisik terhadap kardiovaskular ... 11

2.6.1. Perubahan pada jantung ... 12

2.6.2. Perubahan pada sirkulasi perifer... 14

2.7. Pengaruh latihan fisik pada respirasi ………. 16

2.8. Volume oksigen maksimal ... 17

2.9. Transpor oksigen ... 18

2.10. Pengosongan lambung dan absorpsi cairan ... 21

2.11. Manfaat minuman beroksigen pada latihan fisik ... 22

2.12. Kerangka konseptual penelitian ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian……….……….. 27

3.2. Tempat dan Waktu………... 27

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian.………. 27

3.4. Sampel dan cara pemilihan sampel ……… 27

3.5. Perkiraan Besar Sampel……… 28

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi……… 28

3.7. Bahan dan Cara Kerja………. 29

3.8. Definisi operasional ……… 31

3.9. Identifikasi variabel ……… 32

3.10. Masalah etika ………. 32

3.11. Alur penelitian ………. 33

3.12. Analisis Data ………..…….. 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian…..……… 34

(9)

4.3. Keterbatasan penelitian ………... 41

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……….. 42

5.2. Saran ……… 42

DAFTAR PUSTAKA .……… 43

LAMPIRAN 1. Surat Pernyataan Kesediaan ………. 48

2. Lembar format penelitian ……… 49

3. Surat Komite Etik ………. 50

RINGKASAN……… 51

SUMMARY………... 52

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Gradasi/tingkatan latihan fisik ... 5

Tabel 2. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju pengosongan isi lambung ... 22

Tabel 3. Karakteristik dasar subjek penelitian ……….. 34

Tabel 4. Perbandingan karakteristik dasar subjek penelitian ... 34

Tabel 5. Perbedaan nilai VO2 maks , PO2 ke dua kelompok ... ... 35

Tabel 6. Perbandingan denyut jantung selama latihan fisik ………… 35

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram urutan sistem penggunaan energi ... 10

Gambar 2. Siklus Krebs ... 11

Gambar 3. Kontrol sistem kardiovaskular selama latihan fisik ... 15

Gambar 4. Kerangka konseptual penelitian ... 26

(12)

DAFTAR SINGKATAN

ATP – CP : Adenosin Triphosphat - CreatinePhosphat

BB : Berat Badan

BMI : Body Mass Index

cm : centimeter

dkk : dan kawan - kawan

DM : Diabetes Mellitus DO2 : Delivery Oksigen 2,3-DPG : 2,3-Diphosphoglycerate g : gram Hb : Hemoglobin Kg : Kilogram ml : mililiter

SaO2 : Saturasi Oksigen

SD : Standard Deviasi

SPSS : Statistical Package for Social Science SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama USU : Universitas Sumatera Utara VO2max : Maximal O2 uptake

(13)

DAFTAR LAMBANG

Z : Deviat baku normal α : Kesalahan tipe 1 β : Kesalahan tipe 2 n : Besar sampel

n1 : Besar sampel yang masuk dalam kelompok I

n2 : Besar sampel yang masuk dalam kelompok II

S : Simpang baku dari ke dua kelompok p : Tingkat kemaknaan

> : Lebih besar < : Lebih kecil

0C : Derajat Celcius

FiO2 : Fraksi oksigen saat inspirasi

pH : Logaritma negatif konsentrasi ion hidrogen PAO2 : Tekanan parsial oksigen alveolus

PB : Tekanan barometer pada permukaan laut PaO2 : Tekanan parsial oksigen di arteri

PaCO2 : Tekanan parsial karbondioksida di arteri

PCO2 : Tekanan parsial karbondioksida Ppm : Part permillion

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak orang tertarik pada latihan fisik sebagai cara untuk meningkatkan kesehatan dan kemampuan fisik mereka. Tetapi perlu juga diperhatikan bahwa latihan fisik tidak boleh terlalu keras, dan harus disesuaikan dengan individu tertentu sehingga dapat memberikan manfaat pada tubuh.1

Terdapat banyak ragam cara atau upaya untuk mempertahankan, bahkan meningkatkan status kesehatan seseorang, tidak terkecuali anak, satu di antaranya adalah dengan melibatkan mereka dalam kegiatan jasmani berupa latihan fisik / olahraga. Tidak sedikit rekomendasi yang menyatakan, bahwa olahraga secara teratur, minimal 30 menit per kegiatan, 3 – 5 kali per minggu, dapat menjadi sarana pengontrolan berat badan, tekanan darah, perbaikan risiko penyakit jantung koroner, penguatan otot dan sendi serta terciptanya suasana psikologis yang menyenangkan.2

Latihan fisik dapat meningkatkan kesehatan secara langsung dengan mengurangi berat badan, memperbaiki konsentrasi lemak dalam darah dan mengurangi sensitivitas insulin sehingga mengurangi terjadinya hipertensi, penyakit kardiovaskuler, DM tipe 2, kadar lemak darah dan obesitas serta menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Selain itu, latihan fisik yang dilakukan selama masa anak-anak dapat mengubah kesehatan pada kehidupan selanjutnya. Sedangkan anak yang tidak melakukan aktifitas fisik dapat meningkatkan terjadinya obesitas dan penyakit kardiovaskular.3-9

(15)

Ketika melakukan latihan fisik, otot-otot tubuh, jantung, dan sirkulasi darah serta sistem pernafasan diaktifkan. Denyut jantung, curah jantung dan konsumsi oksigen meningkat secara linier terhadap intensitas latihan fisik.Peningkatan denyut jantung merupakan respon yang timbul segera pada sistem kardiovaskular terhadap latihan fisik.10-12

Untuk membandingkan hasil uji antar individu diperlukan ukuran obyektif kapasitas kardiovaskular yang dapat diulang, sensitif, dan mudah diperoleh. Respon frekuensi denyut jantung terhadap latihan fisik merupakan ukuran yang paling sederhana dan paling sering digunakan.13 Denyut jantung juga merupakan estimasi tidak langsung terhadap latihan fisik karena memiliki hubungan linier dengan kebutuhan oksigen serta denyut jantung secara cepat dapat mengalami perubahan dan sensitif terhadap latihan fisik dengan durasi pendek.6

Energi sangat diperlukan dalam latihan fisik. Kebutuhan energi yang diperlukan pada latihan fisik adalah bervariasi sesuai dengan derajat beratnya latihan fisik yang dilakukan. Secara garis besar sistem energi dalam latihan fisik terdiri dari anaerobik dan aerobik. Anaerobik adalah latihan fisik yang secara umum tidak membutuhkan oksigen, sumber energi berasal dari sistem ATP-CP (ATP-kreatin fosfat) dan asam laktat serta waktu yang diperlukan untuk melakukan gerakan sangat singkat. Aerobik adalah kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus dalam waktu relatif lebih lama dan membutuhkan energi dari sistem oksigen yang berasal dari siklus Krebs (Tricarboxyclic Acid cycle).10,14

Pada latihan fisik berat, hampir semua oksigen cadangan digunakan untuk metabolisme aerobik. Setelah latihan fisik, cadangan oksigen harus dicukupi kembali melalui pernafasan tambahan dengan membutuhkan oksigen dengan jumlah diatas

(16)

kebutuhan normal.15 Salah satu upaya untuk meningkatkan kadar oksigen yang

masuk ke dalam tubuh adalah dengan air minuman beroksigen.16

Akhir-akhir ini, penggunaan minuman yang mengandung 7 – 10 kali jumlah oksigen (minuman beroksigen) dapat meningkatkan ketahanan dan pemulihan selama latihan fisik. Hal ini disebabkan karena tingginya konsentrasi oksigen pada minuman tersebut dapat meningkatkan absorpsi oksigen oleh tubuh sehingga memberikan manfaat yang sama pada saat bernafas dengan campuran gas yang mengandung oksigen tinggi. Bernafas dengan oksigen tambahan selama latihan fisik menyebabkan peningkatan kandungan oksigen arteri, berkurangnya ventilasi paru, penurunan denyut jantung submaksimal dan kadar laktat dalam darah, serta peningkatan konsumsi oksigen maksimal (VO2 maks). Pemberian oksigen tambahan

selama masa pemulihan pada latihan fisik maksimal dapat mempercepat pemulihan pada otot, mengurangi rasa tidak nyaman setelah latihan fisik dan memperbaiki performans pada latihan fisik anaerobik.17,18

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut diatas, maka dirumuskan masalah: apakah terdapat perbedaan denyut jantung murid laki – laki di SLTP Aek Nabara Selatan pada pemberian minuman beroksigen dengan plasebo selama latihan fisik ?.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan denyut jantung murid laki – laki di SLTP Aek Nabara Selatan pada pemberian minuman beroksigen dengan plasebo selama latihan fisik.

(17)

1.4. Hipotesis Nol

Hipotesis nol penelitian ini adalah tidak ada perbedaan denyut jantung murid laki – laki di SLTP Aek Nabara Selatan pada pemberian minuman beroksigen dengan plasebo selama latihan fisik.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan menambah pengetahuan tentang pengaruh pemberian minuman beroksigen atau plasebo selama latihan fisik terhadap denyut jantung murid laki – laki di SLTP Aek Nabara Selatan pada khususnya dan terhadap denyut jantung anak pada umumnya.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Latihan fisik / olah raga adalah pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki kebugaran fisik.3

Pada umumnya, latihan fisik menggambarkan proses metabolik yang menyediakan energi untuk kontraksi otot seperti aerobik (dengan oksigen) ataupun anaerobik (tanpa oksigen).19

2.2. Klasifikasi latihan fisik

Derajat beratnya latihan fisik dibuat berdasarkan pada : 20

(1) Keluaran energi (energy expenditure) / menit . Pemakaian energi adalah besarnya oksigen yang digunakan (O2 uptake) per menit.

(2) Kekuatan (Watt) (3) Nadi (pulse rate)

Tabel 1. Gradasi/tingkatan latihan fisik Jenis latihan fisik O2 uptake

(liter/menit) Kekuatan (Watt) Nadi (per menit) Maksimal > 2,5 ≥ 850 > 175 Sangat berat 2 – 2,5 700 – 850 150 – 175 Berat 1,5 – 2 500 – 700 120 – 150 Sedang 1 – 1,5 350 – 500 100 – 120

Ringan Sampai 1 170 – 350 Sampai 100

(19)

2.3. Latihan fisik aerobik dan anaerobik

Latihan fisik berdasarkan bagaimana energi gerak dapat dihasilkan dikelompokkan menjadi 2, yaitu latihan fisik aerobik dan anaerobik. Disebut sebagai latihan fisik aerobik bilamana reaksi biokimiawi penghasil energi gerak adalah dengan melibatkan unsur oksigen (O2). Peristiwa aerobik dapat terlaksana pada latihan

fisik/olahraga yang berlangsung lebih dari 4 menit dan bersifat terus-menerus. Contoh olah raga aerobik adalah jalan cepat, renang, lari dan senam aerobik.2

Sebutan latihan fisik anaerobik dimaksud untuk menyatakan, bahwa timbulnya energi gerak pada latihan fisik tersebut adalah tanpa menggunakan oksigen. Energi gerak dalam latihan fisik anaerobik ini dihasilkan melalui proses metabolisme sistem fosfagen dan glikogen-asam laktat. Karena sedemikian singkatnya waktu yang diperlukan untuk melakukan gerakan, rata-rata kurang dari 4 menit, menyebabkan tidak tersedianya reaksi oksidatif untuk menyediakan energi sesuai keperluan pada waktunya. Contoh latihan fisik anaerobik adalah lari kurang dari 1500 m dan angkat besi. Sekalipun demikian, pembagiannya dalam praktek, tidak jarang suatu latihan fisik / olah raga dapat bersifat sebagai aerobik namun juga anaerobik.2

2.4. Protokol Treadmill

Performans uji latihan fisik sangatlah bergantung pada jenis latihan fisik dan protokol yang digunakan dalam uji latihan fisik tersebut. Beberapa protokol yang digunakan meliputi peningkatan secara progresif terhadap rata-rata kerja tanpa adanya waktu istirahat di antara perubahan dari peningkatan rata-rata kerja tersebut. Protokol yang digunakan dalam uji latihan fisik untuk anak tergantung pada usia, kesehatan dan tingkat kemampuan olah raga dari anak tersebut.12

(20)

Kerja treadmill ditandai oleh adanya peningkatan pada setiap kemiringan yang dinyatakan sebagai persen (%), kecepatan sabuk (belt) atau keduanya. Derajat kemiringan menunjukkan jumlah elevasi jarak dengan menggunakan satuan kaki (feet) untuk setiap 100 kaki (feet) jarak perjalanan. 12

Beberapa protokol treadmill yang digunakan dalam uji latihan fisik pada anak, yaitu : 12 1. Protokol Bruce

2. Protokol Balke 3. Protokol silkus 4. Protokol Godfrey 5. Protokol Strong

Protokol Bruce biasanya digunakan untuk anak umur 4 - 14 tahun dengan tingkatan pada protokol ini menggunakan stadium (stages). Kecepatan dan derajat stadium meningkat setiap 3 menit mulai dari 1,7 sampai 6 mph dan dari 10% - 22%. Keuntungan protokol Bruce ini adalah dapat digunakan untuk semua umur dan respon fisiologi untuk kerja submaksimal dapat diukur. Sayangnya, protokol ini menggunakan waktu lebih lama dari protokol lainnya, sehingga untuk anak – anak yang lebih muda membuat anak tersebut bosan dan kurang menyenangkan karena membutuhkan waktu 12 menit. 12,14

Protokol tipe Balke adalah protokol memiliki kecepatan treadmill dengan peningkatan kemiringan yang konstan. Protokol ini umumnya dipakai untuk anak-anak yang tidak fit, obes, anak-anak – anak-anak yang sangat muda dan seseorang yang memiliki sakit kronis. Bagi anak – anak yang fit dan aktif, protokol ini terlalu lama dan kemiringannya terlalu rendah.12

(21)

Protokol siklus merupakan protokol yang memiliki irama yang bervariasi yaitu antara 50 dan 60 rpm dengan lamanya stadium yang berbeda (antara 1 dan 3 menit) yang bertujuan untuk meningkatkan beban kerja.12

Protokol James yaitu protokol yang spesifik yang berdasarkan pada luas permukaan tubuh anak. Protokol ini bertujuan untuk mencapai keadaan yang melelahkan sehingga dapat memperkirakan tenaga maksimal yang dikeluarkan serta untuk mengukur perubahan fisiologi yang terjadi selama uji latihan fisik. Protokol ini memiliki cara kerja yang hampir sama dengan protokol Godfrey.12

Protokol Strong adalah protokol yang memiliki cara kerja yang bertujuan untuk mementukan kapasitas kerja fisik pada frekuensi denyut jantung 170 kali permenit dan untuk menetapkan tingginya kerja sampai menimbulkan kelelahan atau kapan latihan fisik distop.12

2.5. Sistem metabolisme otot selama latihan fisik

Di dalam tubuh terdapat sejumlah sistem metabolisme energi yang dapat menyediakan energi sesuai kebutuhan pada saat istirahat atau latihan fisik. Peran energi dalam latihan fisik / olah raga penting diperhatikan karena kelelahan dapat terjadi akibat tidak cukupnya ketersediaan nutrien energi yang diperlukan dari glikogen otot atau glukosa darah.10

Terdapat 2 macam sistem metabolisme pada pemakaian energi selama latihan fisik, yaitu : 21

1. Sistem anaerobik, terdiri dari (a) sistem ATP-kreatin fosfat (fosfagen / ATP-CP) dan (b) sistem asam laktat.

(22)

2.5.1. Sistem ATP - CP (fosfagen)

Adenosin trifosfat (ATP) merupakan sumber energi yang terdapat di dalam sel-sel tubuh terutama sel otot yang siap dipergunakan untuk aktifitas otot. Jumlah ATP yang tersimpan di otot hanya sedikit, berguna untuk latihan fisik maksimal beberapa detik. Ketika ATP terurai menjadi adenosin difosfat (ADP) dan adenosis monofosfat (AMP), dihasilkan energi yang dapat digunakan untuk kontraksi otot skeletal selama latihan fisik. Tiap molekul ATP yang terurai diperkirakan besarnya 7 – 12 kalori.10

Disamping ATP, otot skeletal juga mempunyai senyawa fosfat berenergi tinggi lain yaitu kreatin fosfat (CP), yang dapat digunakan untuk menghasilkan ATP. Gabungan antara ATP dengan kreatin fosfat (CP) disebut sistem energi fosfagen. Sistem ini berguna untuk menggerakkan otot 8 – 10 detik, misalnya pada olah raga lari 100 meter. Sistem ATP-CP merupakan sistem anaerobik dimana ATP dan CP dapat diuraikan tanpa adanya oksigen. 10,21

2.5.2. Sistem asam laktat

Glikogen pada otot dapat dipecah menjadi glukosa yang kemudian digunakan sebagai energi. Proses ini disebut dengan glikolisis, dimana terjadi tanpa menggunakan oksigen disebut sebagai metabolisme anaerobik. Selama glikolisis, tiap glukosa pecah menjadi asam piruvat, kemudian asam piruvat ini masuk mitokondria sel otot dan bereaksi dengan O2 untuk membentuk ATP. Pada saat O2

tidak cukup, metabolisme glukosa yang terjadi adalah asam piruvat berubah menjadi asam laktat yang kemudian berdifusi keluar dari sel otot masuk ke cairan intertisial dan aliran darah. 21

(23)

2.5.3 Sistem aerobik

Sistem aerobik membutuhkan O2 untuk menguraikan glikogen/glukosa menjadi CO2

dan H2O melalui siklus Krebs (tricarboxyclic acid cycle = TCA) dan sistem transport

elektron. Glikogen atau glukosa diuraikan menjadi asam piruvat dan dengan adanya O2 maka asam laktat tidak menumpuk. Asam piruvat yang terbentuk selanjutnya

memasuki siklus Krebs. 21

Sistem aerobik menghasilkan ATP lebih lambat daripada sistem ATP-CP dan asam laktat, tetapi produksi ATP jauh lebih besar. Pemecahan 1 mol atau 180 gram glikogen, pada keadaan oksigen cukup tersedia, dihasilkan energi sebanyak 39 mol ATP. Bahan yang dapat diuraikan pada sistem aerobik berasal dari glikogen, lemak atau protein (asam amino). 10

Glikogen

trigliserida Trigliserida Asan amino Oksigen

Glukosa

Trigliserida/

As. lemak Asan amino Oksigen Darah

Glikogen otot

Asam laktat

Asetil-KoA

Siklus Krebs & Sistem transport elektron ATP ATP ATP CO2 H2O

Energi untuk kontraksi otot ATP

Phosphocreatine

Hati Jaringan

Lemak

Otot aktif Paru

Gambar 1. Diagram urutan sistem penggunaan energi Sumber : Laurentia Mihardja10

(24)

Gambar 2. Siklus Krebs Sumber : Ganong WF 27

2.6. Pengaruh latihan fisik terhadap sistem kardiovaskular

Latihan fisik merupakan stres fisiologi yang dapat menimbulkan kelainan yang tidak ada pada saat istirahat dan dapat digunakan untuk menentukan fungsi jantung. Fungsi kardiovaskular pada latihan fisik adalah untuk mengirim O2 dan nutrisi ke

otot, sehingga aliran darah otot meningkat secara drastis selama latihan fisik.12, 21,22 Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular selama latihan fisik dibagi atas dua, yaitu pada jantung, dan sirkulasi perifer. Perubahan pada jantung terdiri dari peningkatan denyut jantung, peningkatan curah jantung (cardiac output), dan peningkatan pada aliran koronaria.20

(25)

2.6.1. Perubahan pada jantung

Peningkatan denyut jantung sesuai dengan beratnya latihan fisik.14 Peningkatan denyut jantung terutama disebabkan oleh tonus vagal yang menurun daripada peningkatan rangsangan simpatis. Rangsangan simpatis disebabkan oleh perintah beberapa pusat diotak dan mekano reseptor di otot yang menimbulkan takikardi, kontraksi otot jantung dan vasokonstriksi. Peningkatan denyut jantung juga dipengaruhi oleh sekresi adrenalin pada awal latihan fisik dan peningkatan suhu tubuh pada latihan fisik yang berlanjut.23,24 Peningkatan denyut jantung menyebabkan peningkatan volume per menit curah jantung. Dimana peningkatan curah jantung lebih sering disebabkan oleh peningkatan denyut jantung dan isi sekuncup (stroke volume). Namun, peningkatan curah jantung ini lebih besar disebabkan oleh meningkatnya denyut jantung daripada peningkatan isi sekuncup. Dimana, peningkatan isi sekuncup hanya sebesar 10 – 35% dari nilai normal sedangkan peningkatan denyut jantung 70%.20,21

Terdapat beberapa variabel yang dapat mempengaruhi denyut jantung selama latihan fisik, yaitu : tipe latihan fisik, posisi tubuh selama latihan fisik, jenis kelamin, kesehatan subyek, dan kondisi lingkungan (panas, dingin dan kelembaban).12

A. Pengaruh tipe latihan fisik terhadap sistem kardiovaskular

Terdapat 3 tipe latihan fisik atau kontraksi otot yang dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular yaitu : 1. isometrik (statik), 2. isotonik (dinamik), 3. resistens (gabungan isometrik dan isotonik).22

Latihan fisik isometrik (statik) adalah kontraksi otot tanpa pergerakan, yang menimbulkan peningkatan pada tekanan daripada beban volume pada jantung. Respon sistem kardiovaskular akut terhadap latihan fisik isometrik berbeda dengan

(26)

isotonik. Kebutuhan O2 dalam mempertahankan kontraksi otot tanpa melakukan

kerja eksternal adalah lebih rendah. Pada latihan fisik isometrik, VO2 penting

dipertahankan dengan peningkatan yang lebih kecil pada curah jantung. Peningkatan pada aliran regional terbatas, oleh karena vasodilatasi lokal akibat penekanan mekanik pada pembuluh darah selama kontraksi otot. Akibatnya tekanan darah meningkat dan tidak ada peningkatan venous return dan biasanya isi sekuncup menurun. 23

Latihan fisik isotonik (dinamik) adalah kontraksi otot yang menimbulkan pergerakan untuk meningkatkan beban volume ke jantung. Respon akut sistem kardiovaskular terhadap latihan fisik isotonik/dinamik ini dilakukan melalui adaptasi sentral dan perifer yang menimbulkan peningkatan pengiriman O2 ke otot. Contoh

latihan fisik isotonik adalah jalan kaki, berlari, bersepeda dan berenang. Selama latihan fisik isotonik akut, seperti berlari, resistensi vaskular perifer total menurun sehingga menimbulkan vasodilatasi pada pembuluh darah di otot selama latihan fisik dan menyebabkan afterload berkurang dan curah jantung terutama didistribusikan kembali ke otot yang aktif. Latihan fisik resistens adalah aktifitas yang menggunakan gerakan berulang yang ringan atau sedang dan menimbulkan peningkatan tekanan pada otot. Respon sistem kardiovaskular akut terhadap latihan fisik ini ditentukan oleh komponen isotonik dan isometrik.11, 22, 23

B. Pengaruh posisi tubuh terhadap sistem kardiovaskular

Pada latihan fisik tertentu, posisi tubuh dapat mempengaruhi denyut jantung. Hal ini sering dilakukan terhadap atlit bersepeda pada saat mengalami perubahan posisi dari posisi aerodinamik ke posisi tegak. Dimana pada posisi tegak, akan mengakibatkan berkurangnya volume darah ke jantung sehingga menyebabkan isi

(27)

sekuncup berkurang. Isi sekuncup yang berkurang diikuti dengan peningkatan denyut jantung untuk mempertahankan keadaan curah jantung yang tetap.24

C. Pengaruh jenis kelamin dan umur terhadap sistem kardiovaskular

Terdapat beberapa literatur yang menyatakan perbedaan jenis kelamin terhadap kardiovaskular.25 Hargreaves, M15 mengatakan bahwa Ogawa dkk melaporkan bahwa ukuran jantung wanita lebih kecil sehingga menyebabkan isi sekuncup yang kecil, curah jantung yang rendah dan denyut jantung submaksimal yang tinggi dibandingkan pada pria. Turley KR, dkk melaporkan bahwa respons kardiovaskular terhadap latihan fisik berbeda pada anak dan orang dewasa dan perbedaan ini berhubungan dengan ukuran jantung dan jumlah otot yang lebih kecil pada anak.26 D. Pengaruh llingkungan terhadap sistem kardiovaskular

Besar pengaruh panas terhadap sistem kardiovaskular tergantung pada beberapa variabel, seperti hipertermia, hidrasi, status latihan dan posisi tubuh. Respon sistem kardiovaskular terhadap panas selama latihan fisik adalah menimbulkan penurunan pada isi sekuncup, peningkatan denyut jantung, dimana keadaan ini bertujuan untuk mempertahankan curah jantung. 15

2.6.2. Perubahan pada sirkulasi perifer

Tekanan darah sistolik biasanya meningkat pada latihan fisik isotonik sedang, dan tekanan darah diastolik umumnya menurun dan tekanan darah rata – rata tidak mengalami banyak perubahan, tetapi pada beberapa kasus mungkin menurun. Hal ini disebabkan karena tekanan darah sistolik lebih banyak tergantung pada curah jantung sehingga bila curah jantung meningkat, maka tekanan darah sistolik juga meningkat. Sedangkan tekanan darah diastolik lebih banyak bergantung pada tahanan perifer. Selama otot melakukan latihan fisik, tahanan vaskular perifer

(28)

menurun, sehingga tekanan darah diastolik juga menurun. Pada latihan fisik isometrik otot mengalami kontraksi tetapi tidak mengalami pemendekan , kedua tekanan darah baik sistolik maupu diastolik meningkat.23

Selama otot melakukan latihan fisik, terjadi pengaturan kembali sirkulasi besar berupa vasodilatasi pada otot skeletal dan vasokonstriksi pada organ lain. Pembuluh darah otot tertekan pada saat otot kontraksi sehingga menimbulkan iskemia sementara dan pada saat relaksasi terjadi vasodilatasi berat. 20

Gambar 3. Kontrol sistem kardiovaskular selama latihan fisik Sumber : Guyton AC & Hall JE 21

(29)

2.7. Pengaruh latihan fisik terhadap sistem pernafasan (respirasi)

Selama latihan fisik, jumlah oksigen yang masuk ke aliran darah pada paru meningkat karena jumlah oksigen yang ditambahkan pada tiap unit darah dan aliran darah paru per menit meningkat.27,28

Pada permulaan latihan fisik, terdapat kenaikan ventilasi yang tiba – tiba , selanjutnya diikuti oleh kenaikan yang perlahan. Pada latihan fisik sedang, peningkatan ventilasi terutama disebabkan pada dalamnya pernafasan, kemudian diikuti oleh peningkatan kecepatan pernafasan pada latihan fisik berat. Peningkatan yang mendadak pada permulaan latihan fisik diduga disebabkan karena rangsangan psikis dan impuls aferen propioreseptor dalam otot, tendon dan sendi – sendi. Peningkatan yang lebih perlahan diduga karena humoral, sungguhpun pH arteri, PCO2, dan PO2 tetap konstan selama latihan fisik sedang. Peningkatan ventilasi

sebanding dengan peningkatan konsumsi oksigen, tetapi mekanisme yang bertanggung jawab untuk perangsangan pernafasan ini tetap merupakan masalah yang masih banyak dipertentangkan. Peningkatan suhu tubuh mungkin berperan. Mungkin sensitivitas pusat pernafasan terhadap CO2 meningkat sehingga walaupun

PCO2 rata – rata tidak meningkat, CO2 inilah yang bertanggung jawab untuk

peningkatan ventilasi. Oksigen juga berperan sebagian walaupun kekurangan oksigen menurunkan PO2 arteri. 15,27,29

Pada saat latihan fisik berat, pendaparan (buffer) karena peningkatan jumlah asam laktat yang dihasilkan mengeluarkan lebih banyak CO2, dan lebih lanjut hal ini

meningkatkan ventilasi. Dengan meningkatnya pembentukan asam, ventilasi meningkat dan pembentukan CO2 tetap sebanding. Jadi, CO2 alveolar dan CO2

(30)

asam laktat lebih lanjut, peningkatan ventilasi melebihi pembentukan CO2 dan PCO2

alveolar juga turun, demikian juga PCO2 arteri.27

2.8. Volume oksigen maksimal (VO2 maks)

Volume oksigen maksimal (VO2 maks) merupakan ukuran yang sering digunakan

pada kebugaran aerobik dan menunjukkan rata-rata energi maksimal yang ditimbulkan oleh sistem energi aerobik.15

VO2 maks adalah jumlah O2 yang dapat dikonsumsi oleh seseorang pada

saat sedang bekerja keras maksimal. VO2 maks ditentukan oleh kemampuan sistem

pernafasan dan kardiovaskular terhadap pengiriman oksigen ke otot skeletal yang mengalami kontraksi serta kemampuan otot dalam mengkonsumsi oksigen. Pengukuran VO2 maks biasanya digunakan untuk menilai ketahanan latihan fisik.

Dimana, VO2 maks dapat dipengaruhi oleh umur, seks, kebiasaan latihan fisik,

herediter dan status klinis .15,20,30,31

Selama latihan fisik maksimal, denyut jantung dan isi sekuncup meningkat sekitar 95% dari nilai maksimal. Oleh karena curah jantung adalah isi sekuncup dikalikan denyut jantung, maka curah jantung juga meningkat. VO2 maks lebih

banyak dipengaruhi oleh sistem jantung dibandingkan sistem pernafasan. Hal ini disebabkan oleh karena jumlah oksigen yang digunakan tubuh tidak pernah melebihi nilai rata-rata oksigen yang dikirim oleh sistem jantung ke jaringan. Alasan ini menunjukkan bahwa ketahanan seseorang dalam melakukan latihan fisik terutama tergantung pada jantung mereka oleh karena ini berhubungan dengan pengiriman oksigen yang adekuat ke otot selama latihan fisik.21

(31)

2.9. Transpor oksigen

Transpor oksigen merupakan bagian dari respirasi eksternal, yaitu tahap pengangkutan oksigen dari paru – paru ke jaringan. Respirasi eksternal meliputi pertukaran udara antara atmosfir dan paru – paru, pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara paru – paru dan darah, pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh darah dan pertukaran gas antara darah dan sel – sel jaringan.24

Oksigen diangkut oleh darah sebagian besar (sekitar 97%) dalam bentuk terikat dengan hemoglobin, dan sisanya dalam bentuk terlarut dalam plasma.32 Sekitar 0,17 ml oksigen secara normal ditranspor dalam keadaan terlarut ke jaringan oleh tiap 100 ml plasma darah dan lebih kurang 5 ml oksigen yang ditranspor oleh hemoglobin. Oleh karena itu, sejumlah oksigen dalam bentuk terlarut yang ditranspor ke jaringan adalah kecil, hanya sekitar 3% dari jumlah total bila dibandingkan dengan 97% yang ditranspor oleh hemoglobin. Selama kerja berat, bila transpor meningkat 3 kali lipat, jumlah relatif yang ditranspor dalam bentuk terlarut turun menjadi 1,5%. Bila seseorang bernafas dengan oksigen pada tekanan parsial oksigen alveolus (PAO2) yang sangat tinggi, jumlah yang ditranspor dalam

bentuk terlarut dapat menjadi berlebihan, sehingga terjadi kelebihan oksigen dalam jaringan.24

Pertukaran gas terjadi karena adanya perbedaan tekanan parsial masing – masing gas antara atmosfir dan tekanan parsial gas tersebut di alveolus paru – paru. Gas tersebut bergerak dari tempat dengan tekanan tinggi ke tempat yang tekananannya rendah.Tekanan parsial oksigen di atmosfir yaitu sekitar 160 mmHg dan di alveolus sekitar 100 mmHg, sehingga terdapat selisih tekanan sebesar 60 mmHg dan perbedaan tekanan parsial inilah yang menyebabkan oksigen masuk dari

(32)

atmosfir ke alveolus.32 Besarnya tekanan parsial oksigen di alveolus (PAO2) dapat

dihitung dengan persamaan , PAO2 = (PB – PH2O) FiO2 – PCO2 x 1/RQ

Dimana : 31

PAO2 = Tekanan parsial oksigen alveolus

PB = Tekanan barometer pada permukaan laut (760 mmHg) FiO2 = Fraksi oksigen saat inspirasi

PaCO2 = Tekan parsial CO2 di arteri

RQ = Respiratory quotient

PH2O = Tekanan uap air (57 mmHg)

Difusi molekul oksigen di antara udara alveolus dan darah paru ditentukan oleh perbedaan tekanan parsial oksigen di alveolus (PAO2) dan arteri (PaO2), luas

area untuk berdifusi, ketebalan membran difusi dan jarak difusi. PAO2 gas oksigen

dalam alveolus adalah 104 mmHg, sedangkan PaO2 sekitar 95 mmHg. Perbedaan

tekanan ini yang menyebabkan oksigen berdifusi dari alveolus dan arteri atau

P(A-a)O2 normalnya <20 mmHg. Jika perbedaannya >60 mmHg berarti terjadi

gangguan difusi. Pengangkutan oksigen dalam tubuh melibatkan fungsi paru dan oksigen yang ditranspor ke jaringan tergantung dari jumlah oksigen yang masuk ke paru – paru, difusi oksigen antara alveolus dan arteri, aliran darah ke jaringan dan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen.31

Transpor oksigen dalam darah ada 2 bentuk yaitu terlarut dalam plasma dan terikat dengan hemoglobin. Sesuai dengan hukum Henry, jumlah oksigen yang larut dalam plasma berhubungan langsung dengan PaO2 . Karena oksigen relatif tidak

larut dalam air, maka hanya 3 ml oksigen yang diangkut dalam bentuk terlarut setiap 1 L darah pada PaO2 100 mmHg atau 0,003 ml oksigen dalam 1 ml darah.24,27,31

(33)

Selain terlarut dalam plasma, oksigen diangkut hemoglobin dan bersifat reversibel. Secara sederhana ikatan kimia oksigen dan hemoglobin adalah : 27

O2 + Hb HbO2

Oksigen terikat pada sisi hem dari hemoglobin. Presentasi sisi hem hemoglobin yang mengikat oksigen tersebut disebut saturasi oksigen (SaO2). Bagian

hem dari molekul hemoglobin mampu mengikat empat molekul oksigen. Saturasi oksigen tidak menunjukkan jumlah total oksigen dalam darah, karena tidak semua oksigen terikat dengan hemoglobin.30

Saturasi oksigen dipengaruhi terutama oleh tekanan oksigen (PaO2).

Hubungan antara saturasi oksigen (SaO2) dengan PaO2 digambarkan dalam grafik

yang dikenal dengan kurva disosiasi. Disampng PaO2, SaO2 juga dipengaruhi oleh

suhu, pH, PaCO2, dan kadar enzim 2,3-DPG. Dimana peningkatan suhu, PaCO2,

2,3 - DPG dan penurunan pH darah akan menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen dan menyebabkan kurva disosiasi bergeser kekanan, begitu pula sebaliknya.31

Darah pada orang normal mengandung hemoglobin hampir 15 gam dalam tiap 100 ml darah, dan tiap gram hemoglobin dapat berikatan dengan maksimal kira – kira 1,34 ml oksigen. Olah karena itu, rata – rata hemoglobin dalam 100 ml darah dapat bergabung dengan total sekitar 20 ml oksigen bila tingkat kejenuhan 100%. Ini biasanya dinyatakan sebagai 20% volume.30

Selain kemampuan darah dalam mengangkut oksigen, transpor oksigen juga ditentukan oleh aliran darah ke jaringan dan ini dikenal dengan oxygen delivery (DO2). Oxygen delivery adalah jumlah oksigen yang diangkut ke jaringan setiap

menit dan ini merupakan salah satu fungsi utama kardiorespirasi. Jumlah oksigen yang ditranspor dari paru – paru ke jaringan tergantung dari aliran darah ke jaringan

(34)

dan kandungan oksigen dalam darah (oxygen content). Oxygen content disebut sebagai jumlah total oksigen yaitu jumlah oksigen yang terlarut dalam plasma ditambah oksigen yang terikat dengan hemoglobin. Jumlah total oksigen yang dipergunakan setiap menit untuk keperluan jaringan ditentukan oleh jumlah oksigen yang ditranspor setiap 100 ml darah dan kecepatan aliran darah.31

2.10. Pengosongan lambung dan absorpsi cairan

Kecepatan nutrisi termasuk di dalamnya air dan elektrolit masuk ke dalam darah sistemik tergantung pada laju pengosongan lambung dan laju absorpsi cairan dari usus halus. Dalam keadaan biasa terdapat keseimbangan antara laju pengosongan lambung dengan laju absorpsi usus halus.33

Sesungguhnya bagaimana sistem hormonal dan persyarafan terlibat dalam pengaturan pengosongan lambung saat makanan / minuman melewati organ ini belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Sementara latihan fisik / olah raga berlangsung, suplai darah ke sistem gastrointestinal akan berkurang sehingga laju pengosongan / absorpsi cairan dari usus diperkirakan juga berkurang. Olah raga ringan hingga sedang (VO2 maks < 70-80%) tidak berpengaruh pada laju

pengosongan lambung dan absorpsi cairan pada usus halus, sementara olahraga berat (VO2 maks > 70-80%) memberi dampak berupa perlambatan. Secara fisiologis

makanan yang masuk ke dalam tubuh dapat dikosongkan oleh lambung dalam waktu 3 – 4 jam. Beberapa saat setelah makan, kegiatan ringan seperti jalan kaki, bahkan lari joging, dapat menyebabkan laju pengosongan lambung berlangsung 38% lebih cepat dibandingkan dalam keadaan istirahat.2

(35)

Beberapa faktor yang diketahui berpengaruh terhadap laju pengosongan isi lambung tertera pada tabel 2.

Tabel 2. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju pengosongan isi lambung

Faktor Pengaruh Volume Kandungan kalori Osmolalitas pH Intensitas kegiatan Stres Dehidrasi

Pertambahan volume, meningkatkan laju pengosongan Semakin besar kalori, menurunkan laju pengosongan Pertambahan osmolalitas memperlambat laju pengosongan Pertambahan nilai keasaman mengurangi laju pengosongan Pertambahan intensitas menurunkan laju pengosongan Pertambahan tiungkat stres menurunkan laju pengosongan Tingkat dehidrasi berbanding terbalik dengan laju pengosongan

Sumber : Nieuwenhoven V, Brummer RM, Brouns F 33

Sementara orang berolahraga, keseimbangan cairan tidak selalu dapat dipertahankan. Ini disebabkan baik oleh karena jumlah produksi keringat yang melampaui laju pengosongan cairan oleh lambung, juga akibat olahragawan mengkonsumsi cairan kurang memadai. Pada waktu olahraga berlangsung, laju pengosongan lambung dapat mencapai 1 L/jam. 2 Untuk antisipasi atau mengurangi

risiko timbulnya dehidrasi dan gangguan elektrolit, American Collage of Sport Medicine manganjurkan untuk mengkonsumsi cairan sebanyak 400 – 500 ml sebelum melakukan olahraga. Untuk latihan fisik yang berlangsung singkat, sebaiknya cairan dikonsumsi 30 menit sebelum latihan fisik.dikutip dari 34

2.11. Manfaat minuman beroksigen pada latihan fisik

Sekitar 70% massa tubuh manusia adalah air. Air bukan merupakan sumber energi tubuh. Namun, peran air sangat penting dalam metabolisme. Fungsi utama air dalam metabolisme adalah sebagai pelarut dan perantara atau medium yang

(36)

mempertemukan biomolekul seperti antibodi – antigen, enzim – subtrat. Oleh karena itu metabolit yang ada harus bisa dibawa air, walaupun metabolit itu sukar larut seperti oksigen.

Kelarutan oksigen dalam air sangat rendah, karena oksigen bersifat nonpolar. Kelarutan oksigen dalam air terjadi akibat molekul oksigen terjebak di dalam struktur cincin molekul air cair. Akibat orientasi molekul air berfluktuasi sangat cepat, struktur air cendrung tidak teratur, karena itu oksigen terlarut mudah lepas. Pada suhu 00 C, kelarutan oksigen dalam 100 g air adalah 6,945 mg (69,45 ppm). Kelarutan oksigen ini berkurang dengan peningkatan suhu misalnya pada suhu 300C kelarutan oksigen turun menjadi 35,88 ppm. Bahkan pada suhu 100 0C, tidak ada lagi oksigen yang terlarut dalam air. 32

Pada penelitian terhadap salah satu merek air minuman beroksigen memperlihatkan, setelah dibuka selama 3 hari, kandungan oksigen yang semula 120 ppm turun menjadi 80 ppm. Bila itu terjadi, maka air beroksigen tersebut akhirnya berubah menjadi air biasa. 16

Oksigen diperlukan tubuh untuk reaksi oksidasi. Pada manusia, oksigen diangkut melalui darah oleh hemoglobin dari paru – paru ke jaringan. Minuman beroksigen mampu berdifusi ke dalam darah melalui absorpsi di saluran intestinal dan mukosa lainnya setelah dikonsumsi. Pada penelitian terdahulu ditemukan adanya peningkatan kadar oksigen dalam darah setelah pemberian minuman beroksigen dengn kadar 80 ppm pada kelinci.16 Penelitian Jenkins A, dkk (2002) melaporkan bahwa dijumpai peningkatan waktu ketahanan sebesar 11% pada latihan fisik yang mengkonsumsi minuman beroksigen.35

(37)

2.12. Kerangka konseptual penelitian

Latihan fisik / olah raga adalah pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki kebugaran fisik. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi latihan fisik, yaitu jenis latihan fisik, lingkungan, cairan dan BMI (Body Mass Index). Pada penelitian ini ke tiga faktor tersebut (BMI, lingkungan dan cairan) dipertimbangkan dalam penelitian ini. Adapun latihan fisik yang dilakukan adalah berupa treadmill yang merupakan latihan fisik/olah raga aerobik (lebih 4 menit). Selama latihan fisik, ada tiga sistem yang memberi respon atau pengaruh dari latihan fisik tersebut, yaitu sistem kardiovaskular, sistem pernafasan dan sistem otot skeletal.

Pada sistem kardiovaskular,yang mengalami perubahan saat latihan fisik adalah jantung dan sirkulasi perifer. Pada jantung, terjadi peningkatan denyut jantung dan curah jantung. Kemudian diikuti oleh perubahan pada sirkulasi perifer berupa peningkatan tekanan darah.

Pada sistem pernafasan, terjadi peningkatan ventilasi yang ditandai dengan peningkatan frekuensi pernafasan, PCO2 dan PO2 masih dalam batas normal.

Meskipun pembagian latihan fisik terdiri dari aerobik dan anaerobik, tapi sering kedua jenis latihan fisik tersebut terdapat bersamaan. Bila latihan fisik menggunakan sistem energi anaerobik (asam laktat), maka terjadi penurunan pada pH. Pada latihan fisik juga terjadi peningkatan kebutuhan oksigen yang digunakan untuk kontraksi otot selama latihan fisik. Hal ini terlihat pada sistem otot skeletal yang membutuhkan energi yang tinggi untuk dikirim ke jaringan otot selama latihan fisik.

(38)

Selain ke tiga sistem di atas, volume oksigen maksimal (VO2 maks) juga

mengalami perubahan berupa peningkatan VO2 maks selama latihan fisik yang lebih

banyak dipengaruhi oleh curah jantung.

Transpor oksigen merupakan bagian dari respirasi eksternal, yaitu tahap pengangkutan oksigen dari paru – paru ke jaringan. Oksigen diangkut oleh darah sebagian besar (sekitar 97%) dalam bentuk terikat dengan hemoglobin, dan sisanya dalam bentuk terlarut dalam plasma. Oksigen diperlukan tubuh untuk reaksi oksidasi. Pada manusia, oksigen diangkut melalui darah oleh hemoglobin dari paru – paru ke jaringan.

Minuman beroksigen adalah minuman yang mengandung 7 - 10 kali oksigen lebih banyak dari air biasa. Air beroksigen ini mampu berdifusi ke dalam darah melalui absorpsi di saluran intestinal dan mukosa lainnya setelah dikonsumsi. Sehingga diharapkan air tersebut dapat memberikan tambahan oksigen selama melakukan latihan fisik yang menyebabkan denyut jantung tidak meningkat, namun kebutuhan akan oksigen terpenuhi sehingga tidak terjadi kelelahan yang cepat. Oleh karena oksigen yang diperoleh adalah berupa minuman yang masuk ke saluran cerna kemudian masuk ke pembuluh darah dan selanjutnya dikirim ke jaringan, dalam hal ini adalah otot skeletal, maka dalam penyerapannya di saluran cerna, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti tertera pada tabel di atas.

(39)

Latihan fisik Faktor yang berpengaruh :

- Jenis latihan fisik - Lingkungan - Cairan - BMI Sistem kardiovaskular Sistem Otot skeletal Denyut jantung  Curah jantung  Volume oksigen maks (VO2maks) Energi  Kebutuhan oksigen (O2uptake)  PO2 N PCO2 N pH  Tekanan Darah Sistem Respirasi Frekuensi nafas  Pengosongan lambung & absorpsi cairan Air beroksigen

Keterangan : ruang lingkup penelitian

Pengaruh langsung

Gambar 4. Kerangka konseptual penelitian

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain penelitian

Penelitian ini bersifat uji klinis acak tersamar ganda untuk mengetahui perbedaan denyut jantung murid laki – laki di SLTP Aek Nabara Selatan pada pemberian minuman beroksigen dengan plasebo selama latihan fisik.

3.2. Tempat dan waktu

Penelitian dilakukan di RS Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu – Sumatera Utara. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan April 2005.

3.3. Populasi penelitian

Populasi adalah anak Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yang berumur 14 – 16 tahun.

3.4. Sampel dan cara pemilihan sampel

3.4.1. Sampel penelitian adalah anak SLTP yang berumur 14 – 16 tahun yang ada di wilayah PTPN III Aek Nabara Selatan Kabupaten Labuhan Batu – Sumatera Utara.

3.4.2. Anak SLTP Aek Nabara yang diikutkan dalam penelitian diambil secara acak sederhana yaitu dengan mencabut nomor.

(41)

3.5. Perkiraan besar sampel

Adapun besarnya sampel ditentukan dengan rumus:

n1 = n2 = 2 (Zα + Zβ)S

2

(X1 – X2)

S = Simpang baku dari kedua kelompok = 6 Zα = Tingkat kepercayaan 95% = 1,96

Zβ = Kekuatan uji = 80% = 0,20 = 0,842 X1 – X2 = Perbedaan klinis yang diinginkan = 5,5

Dengan menggunakan rumus diatas didapat jumlah sampel 19 orang per kelompok

3.6. Kriteria inklusi dan ekslusi 3.6.1. Kriteria inklusi

1. Anak sehat berdasarkan pemeriksaan fisik diagnostik

2. Anak laki – laki dengan BMI (Body Mass Index) antara 16 – 20 3. Mendapat persetujuan orang tua

4. Disetujui komite etik

3.6.2. Kriteria eksklusi

1. Tidak bersedia mengikuti penelitian 2. Menolak minuman yang diberikan 3. Anak perempuan

(42)

3.7. Bahan dan cara kerja 3.7.1. Bahan :

1. Spuit dispossible syringe ® Terumo 1 ml

2. Timbangan Digital ® Camry tipe EB 6571 dengan akurasi 0,1 kg 3. Stadiometer untuk mengukur tinggi badan

4. Termometer digital dengan akurasi 0,5 0 C 5. Blood analyzer ® iStaat dan cartridge tipe CG-8 6. Minuman beroksigen ® SuperO2

7. Air putih ® Aqua

8. Treadmill ® series 2000 treadmill, Marquet Medical Sistem Inc 3.7.2. Cara kerja :

1. Subyek yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah anak laki – laki yang berumur 14 – 16 tahun dengan nilai IMT antara 16 sampai 20 .

2. Data dasar anak dicatat dalam satu lembaran isian (lampiran). Pengukuran antropometri dilakukan dengan mengukur berat badan (BB) dengan menggunakan timbangan merek Camry ® tipe EB6571 model digital dengan akurasi 0,1 kg. Berat badan diukur pada anak berpakaian seragam sekolah tanpa sepatu. Tinggi badan (TB) diukur dengan stadiometer diletakkan pada dinding secara vertikal dengan akurasi 0,1 cm. Anak berdiri tegak rapat ke dinding tanpa memakai alas kaki dengan tumit pada posisi bidang vertikal yang sama. Kedua lengan dalam posisi relaks di samping dan wajah mengarah ke depan. Anak disuruh bernafas dalam, dan pengukuran TB dilakukan pada akhir nafas dalam.

(43)

3. Sesudah itu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara fisik diagnostik, untuk menentukan anak dalam keadaan sehat dan mampu untuk melakukan latihan fisik yang akan diikuti.

4. Kemudian secara acak sederhana dengan mengambil kode tertutup dalam kotak, subyek dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu 20 orang yang mendapat minuman beroksigen dan 20 orang mendapat air putih. Tiga puluh menit sebelum latihan fisik dilakukan, subyek diberi minuman beroksigen sebanyak 400 cc pada kelompok I dan air putih sebagai plasebo sebanyak 400 cc pada kelompok II.

5. Semua subyek diambil darah vena sebanyak 0,5 cc dengan spuit sebelum minum, kemudian darah dimasukkan ke dalam cartridge tipe CG-8, lalu dimasukkan ke dalam alat i-Staat Analyzer kemudian hasil pemeriksaan langsung dicetak dengan printer. 6. Latihan fisik memakai alat treadmill (series 2000 treadmill, Marquet

Medical Sistem Inc.) selama 10 menit dan memakai protokol modifikasi Bruce, yaitu:

a) pemanasan berupa latihan dengan berjalan di treadmill selama 2 menit.

a) latihan pada tahap I dengan kecepatan 1,73 mil / jam dan dengan kemiringan 10° dan selama 3 menit.

b) latihan tahap II dengan kecepatan ditambah menjadi 2,5 mil / jam dan dengan kemiringan 12°

c) latihan pemulihan dengan berjalan diatas treadmill dengan kecepatan dan kemiringan yang diturunkan kembali. Tes

(44)

latihan fisik dengan treadmill berlangsung di bawah bimbingan dan pemantauan oleh seorang tenaga terlatih.

7. Selama latihan fisik dilakukan, suhu ruangan dipertahankan antara 22 sampai 24 °C.

8. Pemantauan dan perekaman denyut jantung dilakukan dengan alat EKG merek Cardiosys®, diukur denyut jantung pada saat istirahat yaitu denyut jantung yang diukur sebelum latihan fisik dimulai dalam kondisi istirahat tenang, denyut jantung puncak aktifitas yaitu denyut jantung diukur pada akhir tahap 2, denyut jantung fase pemulihan dicatat pada saat akhir latihan pemulihan selesai dilakukan. Pemasangan alat, pengoperasian alat serta perekaman hasil EKG dilakukan oleh seorang operator yang dibantu oleh asisten penelitian yang terlatih tanpa mengetahui perlakuan yang diberikan sebelumnya pada subyek.

9. Sesudah selesai melakukan latihan fisik dalam keadaan duduk dilakukan pemeriksaan darah kembali.

3.8. Definisi Operasional

3.8.1. Latihan fisik pada penelitian ini adalah latihan fisik dengan menggunakan treadmill yang kecepatannya bertambah setiap 2 menit dengan lamanya 10 menit.

3.8.2. Sehat adalah anak yang sehat jasmani dan rohani. Pada penelitian ini subyek tidak sedang menderita penyakit berdasarkan pemeriksaan fisik diagnostik.

(45)

3.8.3. Minuman beroksigen adalah minuman yang mengandung 7 – 10 kali oksigen dibandingkan air putih.

3.8.4. Plasebo adalah bahan yang diperkirakan tidak menimbulkan efek. Dalam penelitian ini digunakan Aqua ® .

3.8.5. BMI adalah Body Mass Index, berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m) kuadrat. 3.9. Identifikasi variabel 3.9.1. Variabel bebas • Latihan fisik • Minuman beroksigen • Plasebo 3.9.2. Variabel terikat

• Frekuensi denyut jantung

3.10. Masalah etika

3.10.1. Izin dari orang tua

(46)

3.11. Alur penelitian Murid SLTP Darah vena Minum air beroksigen Latihan fisik DJ latihan fisik DJ pemulihan DJ istirahat Darah vena Plasebo TB BB BMI

Gambar 5. Alur penelitian

3.12. Analisis data

Data diolah dengan menggunakan SPSS for WINDOWS 10 (SPSS Inc, Chicago). Analisis data untuk mengetahui perbedaan karakteristik usia, berat badan, tinggi badan dan BMI dengan uji t independen. Perbedaan rerata denyut jantung, nilai VO2 maks, nilai PO2 dan Hb sebelum dan

sesudah latihan fisik pada kelompok minuman beroksigen dan plasebo dengan uji t dependen. Uji dinyatakan bermakna bila p< 0,05.

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel 3. Karakteristik dasar subyek penelitian Air beroksigen (n = 20) Plasebo (n = 20) Karakteristik Subyek MEAN SD MEAN SD Umur (tahun) Tinggi badan (cm) Berat badan (Kg) BMI (kg/m2) 14,15 156 ,35 46,70 19,05 0,75 7,78 6,26 1,57 13,90 156, 15 46,55 19,03 0,64 7,51 6,33 1,57

Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 40 orang yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 20 orang kelompok mendapat minuman beroksigen dan 20 orang plasebo dengan umur rata – rata 14,15 tahun, tinggi badan rata – rata 156,35 cm, berat badan rata – rata 46,7 kg dan BMI 19,05 (kg/m2) pada kelompok yang mendapat minuman beroksigen dan 13,9 tahun, 156,15 cm, 46,55 kg, 19,03 (kg/m2) pada kelompok plasebo. (Tabel3)

Tabel 4. Perbandingan karakteristik dasar subyek penelitian Karakteristik subyek Air beroksigen

( n = 20 ) Plasebo ( n = 20 ) ρ* Umur (tahun) Tinggi badan (cm) Berat badan (kg) BMI (kg/m2) 14,15 ± 0,75 156 ,35 ± 7,78 46,70 ± 6,26 19,05 ± 1,57 13,9 ± 0,64 156, 15 ± 7,51 46,55 ± 6,33 19,03 ± 1,57 0,262 0,935 0,940 0,972 *Uji – t

(48)

Pada kedua kelompok tidak dijumpai adanya perbedaan bermakna dalam hal umur, tinggi badan , berat badan, dan BMI. (Tabel 4)

Tabel 5. Perbedaan nilai VO2 maks , PO2 sebelum dan setelah latihan fisik diantara

kedua kelompok

Kadar Oksigen Air beroksigen Plasebo ρ*

VO2 maks (ml/kg/menit) PO2 sebelum PO2 sesudah 33,59 ± 3,78 32,35 ± 10,78 36,6 ± 12,47 34,15 ± 3,39 28,20 ± 7,29 34,75 ± 11,21 0,626 0,162 0,625 *Uji - t

Pada kedua kelompok tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap nilai VO2

maks, tetapi nilai PO2 pada kelompok air beroksigen mempunyai nilai yang lebih

tinggi dibandingkan kelompok plasebo dengan nilai PO2 sebelum latihan fisik (ρ =

0,162) lebih rendah daripada setelah latihan fisik (ρ = 0,625). Namun, pada kedua kelompok tidak ada dijumpai perbedaan yang bermakna terhadap nilai PO2.

Tabel 6. Perbandingan denyut jantung selama latihan fisik terhadap pemberian minuman beroksigen

Denyut jantung Air beroksigen Plasebo ρ*

Istirahat (x/menit) Puncak (x/menit) Pemulihan (x/menit) 97,45 ± 13,85 152,80 ± 8,96 128,7 ± 14,78 91,2 ± 13,90 144,25 ± 12,85 120,45 ± 16,04 0,163 0,020 0,099 *Uji t

Pada saat istirahat tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap denyut jantung pada ke dua kelompok (p > 0,05). Pada puncak latihan fisik terdapat peningkatan yang bermakna pada kelompok yang diberi minuman beroksigen (p < 0,05) .

(49)

Sedangkan denyut jantung pada masa pemulihan pada kedua kelompok tidak ada perbedaan yang bermakna baik yang diberi minuman beroksigen maupun yang diberi air putih (p > 0,05). (Tabel 6)

Tabel 7. Perbandingan kadar hemoglobin selama latihan fisik terhadap pemberian minuman beroksigen dengan plasebo

Kadar Hemoglobin Air beroksigen Plasebo ρ*

Hb sebelum (g/dl) Hb sesudah (g/dl) 14,53 ± 1,119 14,47 ± 1,058 14,55 ± 1,195 14,50 ± 0,974 0,956 0,926 * Uji t

Pada kadar hemoglobin ke dua kelompok tidak ada dijumpai perbedaan yang bermakna, dimana Hb rata – rata sebelum latihan fisik pada kelompok oksigen 14,53g/dl dan pada kelompok plasebo 14,55 g/dl. Kadar Hb setelah latihan fisik juga tidak berbeda jauh dari kadar Hb sebelum latihan fisik (14,47 g/dl pada kelompok oksigen dan 14,50 g/dl pada kelompok plasebo).

4.2. Pembahasan

Beberapa penelitian mengenai pengaruh minuman beroksigen terhadap latihan fisik telah banyak dilaporkan. Ada beberapa kriteria seseorang dikatakan membutuhkan tambahan oksigen dalam tubuhnya. Diantaranya adalah mereka yang merasa cepat lelah saat berolahraga. 16

Selama latihan fisik, jumlah kebutuhan oksigen meningkat.20 VO2 maks

adalah jumlah terbesar oksigen yang dapat dikonsumsi seseorang pada saat kerja keras yang maksimal. VO2 maks dipengaruhi oleh curah jantung, kemampuan

respirasi terhadap pengiriman oksigen ke darah dan kemampuan otot selama latihan fisik terhadap penggunaan oksigen. Namun VO2 maks lebih banyak dipengaruhi

(50)

oleh sistem jantung daripada sistem pernafasan. Hal ini disebabkan oleh karena jumlah oksigen yang digunakan tubuh tidak pernah melebihi nilai rata – rata oksigen yang dikirim oleh sistem jantung ke jaringan. Alasan ini menunjukkan bahwa ketahanan seseorang dalam melakukan latihan fisik terutama tergantung pada jantung mereka oleh karena berhubungan dengan pengiriman oksigen yang adekuat ke otot selama latihan fisik. Sehingga pengukuran VO2 maks biasanya digunakan

untuk menilai ketahanan latihan fisik seseorang. 15,20,21,30,31

Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa subyek dapat melakukan latihan fisik lebih lama pada latihan fisik maksimal setelah mengkonsumsi minuman beroksigen.17 Penelitian sebelumnya menemukan mengenai seorang olahragawan yang diberi minuman air beroksigen memiliki ketahanan fisik yang lebih lama (28 detik). Namun penelitian mengenai air beroksigen ini masih sedikit.16 Jenkins A (2002) melaporkan bahwa minuman beroksigen berpotensial dalam memperbaiki performans latihan fisik. Penelitian Jenkins A ini juga memperlihatkan peningkatan saturasi oksigen pada kelompok yang mendapat minuman beroksigen.35 Young R menyatakan bahwa atlit yang mendapat minuman beroksigen jarang cepat lelah. Young R juga melaporkan dalam suatu penelitian terhadap 8 orang atlit sepeda bahwa semua atlit bersepeda lebih cepat, memiliki kadar asam laktat yang rendah, VO2 maks yang rendah dan denyut jantung yang lebih rendah dengan kecepatan

yang sama setelah mengkonsumsi air beroksigen.36

Nilai normal VO2 maks untuk individu yang tidak aktif adalah antara 30 – 40

ml/kg/menit. 15 Nilai VO2 maks pada penelitian ini dengan sample anak laki – laki

SLTP adalah 33,5±3,78 ml/kg/menit pada kelompok oksigen dan 34,15±3,39 ml/kg/menit pada kelompok plasebo. Dari data tersebut menunjukkan bahwa VO2

(51)

perbedaan bermakna di antara ke dua kelompok. Sehingga penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Young R dkk sebelumnya. Pengukuran nilai VO2 maks yang biasanya digunakan untuk menilai ketahanan latihan fisik tidak dilakukan pada penelitian ini sehingga masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut dan lengkap.

Pada latihan fisik sedang, peningkatan ventilasi terutama disebabkan pada dalamnya pernafasan yang diikuti oleh peningkatan frekuensi nafas. Tetapi pH arteri, PCO2 dan PO2 tetap konstan. Sedangkan pada latihan fisik berat, terjadi penurunan

PO2 alveolar.27 Kadar PO2 pada penelitian ini tidak ada dijumpai perbedaan yang

bermakna pada kedua kelompok baik yang minum air beroksigen maupun air putih sebelum dan sesudah latihan fisik.

Peningkatan denyut jantung seimbang terhadap beratnya latihan fisik.14 Terdapat beberapa variabel yang dapat mempengaruhi denyut jantung, yaitu : tipe latihan fisik, posisi tubuh selama latihan fisik, jenis kelamin, kesehatan subyek, dan kondisi lingkungan (panas, dingin dan kelembaban).12

Pada latihan fisik tertentu posisi tubuh dapat mempengaruhi denyut jantung. Dimana pada posisi tegak akan mengakibatkan berkurangnya volume darah ke jantung sehingga menyebabkan isi sekuncup berkurang yang kemudian diikuti dengan peningkatan denyut jantung.24 Suhu yang panas sangat besar pengaruhnya

terhadap sistem kardiovaskular, dengan responnya terhadap sistem kardiovaskular menimbulkan keadaan yang sama seperti di atas yaitu berupa peningkatan denyut jantung dan penurunan isi sekuncup dengan tujuan untuk mempertahankan curah jantung.15

Pada penelitian ini sampel melakukan latihan fisik berupa treadmill dengan posisi tegak, tetapi suhu ruangan pada latihan fisik tersebut disesuaikan dengan

(52)

suhu ruangan normal yaitu antara 22 – 240C. Namun, pada pada penelitian ini tidak

ada dijumpai penurunan denyut jantung pada kelompok yang diberi minuman beroksigen. Tetapi yang terjadi pada puncak latihan fisik adalah berupa peningkatan denyut jantung yang sedikit lebih besar terjadi pada kelompok yang mendapat minuman beroksigen dibandingkan kelompok plasebo dan pada masa pemulihan terjadi penurunan denyut jantung bila dibandingkan dengan puncak latihan. Walaupun begitu, tetap tidak ada perbedaan yang bermakna di antara denyut jantung pada kedua kelompok.

Ukuran jantung pada wanita adalah lebih kecil sehingga menyebabkan isi sekuncup kecil, curah jantung rendah dan denyut jantung submaksimal tinggi bila dibandingkan dengan ukuran jantung pada pria.12 Perbedaan ukuran jantung ini

dapat menimbulkan bias pada penelitian ini sehingga sampelnya adalah anak laki – laki saja.

Penelitian ini sesuai dengan penelitan yang dilakukan Porcari JP, dkk (2002) yaitu tidak menemukan adanya pengaruh minuman beroksigen terhadap denyut jantung pada kelompok yang diberi minuman beroksigen.17 Robbins MK, dkk (1992) melaporkan bahwa oksigen tambahan yang diberikan selama masa pemulihan setelah aerobik submaksimal dan maksimal tidak mempengaruhi denyut jantung atau ventilasi secara bermakna.18 Penelitian Baker JD, dkk (2001) memperlihatkan

stress terhadap denyut jantung rata – rata dan maksimal menurun setelah mengkonsumsi minuman beroksigen.dikutip dari 37

Sistem pengangkutan oksigen dalam tubuh terdiri atas paru – paru dan sistem kardiovaskular. Pengangkutan oksigen ke jaringan tergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke paru – paru, pertukaran gas yang cukup dalam paru - paru, aliran darah ke jaringan dan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. Aliran

(53)

darah dipengaruhi oleh konstriksi dari pembuluh darah dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah oksigen dalam darah ditentukan oleh jumlah oksigen yang terlarut , jumlah hemoglobin darah dan afinitas hemoglobin terhadap oksigen. 27

Hemoglobin adalah protein yang terdiri dari 4 subunit , masing – masing mengandung hem yang terikat pada rantai polipeptida. Hem adalah kompleks yang dibentuk dari porfirin dan satu atom besi ferro. Masing – masing atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan satu molekul oksigen. 27

Oksigen diangkut oleh darah sebagian besar dalam bentuk terikat dengan hemoglobin dan sisanya dalam bentuk terlarut dalam plasma.32 Darah pada orang normal mengandung hemoglobin hampir 15 gam dalam tiap 100 ml darah, dan tiap gam hemoglobin dapat berikatan dengan maksimal kira – kira 1,34 ml oksigen. Oleh karena itu, rata – rata hemoglobin dalam 100 ml darah dapat bergabung dengan total sekitar 20 ml oksigen bila tingkat kejenuhan 100%.30 Konsentrasi hemoglobin dalam darah normal pada wanita 12 - 16 g/dl dan pada laki – laki 14 - 18 g/dl.38

Pada penelitian ini diperoleh Hb rata – rata pada masing – masing kelompok adalah 14,53 g/dl pada kelompok oksigen dan 14,55 g/dl pada kelompok plasebo. Meskipun telah dilakukan intervensi, namun pada penelitian ini tidak dijumpai adanya penurunan maupun peningkatan daripada Hb pada ke dua kelompok. Dimana Hb pada ke dua kelompok berada dalam batas normal. Sehingga oksigen yang berikatan dengan hemoglobin yaitu lebih kurang 19,43. Hal ini dapat disimpulkan kalau kadar hemoglobin tidak mempengaruhi transpor oksigen pada ke dua kelompok baik sebelum maupun sesudah latihan fisik.

(54)

4.3. Keterbatasan penelitian

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain :

1. Tidak dapat dikontrolnya panjangnya waktu istirahat malam, sebelum latihan fisik karena para murid tidur di rumah masing – masing.

2. Tidak dapat dikontrolnya diit pada murid sebelum melakukan latihan fisik. 3. Pemeriksaan PO2 pada penelitian ini berasal dari darah vena, sehingga

kurang tepat untuk menilai kadar oksigen dalam darah pada masing-masing murid. Adapun tujuan dari pemeriksaan PO2 adalah untuk melihat ada

tidaknya peningkatan kadar oksigen dalam darah setelah minum air beroksigen.

4. Latihan fisik pada penelitian ini tidak mencapai maksimal, sehingga ketahanan dari latihan fisik tidak dapat dinilai.

5. Pada penelitian sebelumnya, sampel biasanya melakukan latihan fisik beberapa kali dan dalam waktu beberapa hari. Namun, murid-murid pada penelitian ini hanya melakukan latihan fisik berupa treadmill satu kali dalam 1 hari.

(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pada latihan fisik yang singkat pada anak laki – laki di SLTP Aek Nabara Selatan dengan pemberian minuman beroksigen tidak memberikan efek atau pengaruh yang berbeda terhadap denyut jantung pada puncak latihan fisik maupun pada masa pemulihan .

5.2. Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar dan waktu yang lama untuk meneliti manfaat minuman beroksigen terhadap denyut jantung anak selama latihan fisik.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

1. Casiday R dan Frey R. Blood, sweat, and buffers: pH regulation during exercise.2001. Diunduh dari URL : http://www.chemistry.wnstl.edu 2. Wijayanto T. Pengaruh minuman olah raga berelektrolit yang diberikan

sebelum lari 2400 meter terhadap kadar natrium, kalium dan klorida serum murid laki-laki SLTP SANTU RAFAEL MANADO. Tesis. Manado: FK Universitas Sam Ratulangi, 2004.

3. Assesing physical activity and fitness in the office setting. Pediatrics 1994; 93 : 686-8.

4. Liane, S. Promoting physical activity and exercise among children. ERIC Digest 1998 ; 1-6.

5. Physical fitness and activity in schools. American academy of pediatrics. Pediatrics 2000; 105 : 1156-7.

6. Epstein LH, Paluch RA, Kalakanis LE, Goldfield GS, Cerny FJ, dkk. How much activity do youth get? a quantitative review of heart-rate measured activity. Pediatrics 2001; 108 : 1-10.

7. Marcus BH, Williams DM, Dubbert PM, Sallis JF, King AC, dkk. Physical activity intervensi studies. What we know and what we need to know. A scientific statement from the American heart association council on nutrition, physical activity, and metabolism (Subcommittee on physical activity); Council on cardiovascular disease in the young; and the interdisciplinary working goup on quality of care and outcomes research. Circulation 2006; 114 : 2739-52.

(57)

8. Massin MM, Lebrethon MC, Rocour D, Gerard P, dan Bourguignon JP. Patterns of physical activity determined by heart rate monitoring among diabetic children. Arch Dis Child 2005; 90 : 1223-6.

9. Hussey J, Gormley J, dan Bell C. Physical activity in Dublin children aged 7 - 9 years. Br J Sport Med 2001; 35 : 268-73.

10. Mihardja L. energi dan zat gizi yang diperlukan pada olahraga aerobik dan anaerobik. Majalah Gizmindo 2004; 3 : 9-13.

11. Laughlin MH. Cardiovascular response to exercise. AM. J Physiol 1999; 277 : 244-59.

12. Washington RL, Bricker JT, Alpert SA, Daniels SR, Deckelbaum RJ, dkk. Guedlines for exercise testing in the pediatrics age group. From the committee on atherosclerosis and hypertension in children, council on cardiovascular disease in the young, the American heart association. Circulation 1994; 90 : 2166-78.

13. Colan SD. Uji latihan pengerahan tenaga (exercise). Dalam: Fyler DC, Sunarto, penyunting. Kardiologi anak NADAS. Edisi ke - 1. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996. h. 286-91.

14. Astran DO, Rodah LK. Evaluation of physical performance on the bases of test. Dalam: Astran DO dan Rodah LK, penyunting. Textbook of work physiology. Physiological bases of exercise. Edisi ke - 3. New York : McGaw Hill, 1986. h. 354-8.

15. Hargeaves, M. Oxygen transport sistem. Dalam: Hargeaves,M dan John, H, penyunting. Physiological bases of sports performance. Australia: McGaw Hill, 2003. h. 46-55.

Gambar

Tabel 1. Gradasi/tingkatan latihan fisik
Gambar 1. Diagram urutan sistem penggunaan energi              Sumber : Laurentia Mihardja 10
Gambar 2. Siklus Krebs                                       Sumber : Ganong WF  27
Gambar 3. Kontrol sistem kardiovaskular selama latihan fisik       Sumber : Guyton AC &amp; Hall JE  21
+5

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

perubahan keempat ini adalah Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden

International Business &amp; Marketing Management – Victoria University of Wellington. Marketing Management

An online resource bank and community forum where teachers can access thousands of Cambridge support resources, exchange lesson ideas and materials, and join subject-specific

Dan semoga setelah apa yang kita dapat atau kita ketahui dari pembelajaran ini dapat membantu kita dan menjadikan kita seorang yang dapat berfikir dan bertindak dengan benar

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok.. Pertimbangan untuk nasihat lain •

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Oleh karena itu informasi tentang kesehatan gigi merupakan bagian dari kesehatan secara keseluruhan yang tidak bisa dipisahkan dan penting dalam menunjang kualitas

1) Keanekaragaman jenis burung diurnal di Hutan Sebadal Taman Nasional Gunung Palung ditemukan 40 jenis yang masuk ke dalam 17 family dan 4 ordo dengan total