• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skenario Euthanasia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skenario Euthanasia"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

SKENARIO

Euthanasia Pilihan Terakhir

Seorang wanita menderita tumor otak yang dinyatakan tim dokter yang merawatnya sebagai penyakit dengan tidak ada harapan sembuh kembali. Ia sudah beberapa kali melakukan usaha bunuh diri atau tentamen suicide karena nyeri kepala yang luar biasa. Anak laki-lakinya adalah dokter bedah yang sangat saynag dan prihatin terhadap keadaan ibunya. Ibunya berulang kali merengek agar diberi suntikan yang mematikan karena dia tidak tahan terhadap penyakitnya itu. Awalnya anaknya menolak mengabulkan permintaan ibunya, tetapi melihat penderitaan ibunya yang terus menangis kesakitan dan usaha bunuh diri terus menerus dengan membentur-benturkan kepalanya, akhirnya anaknya mengabulkan permintaan ibunya dengan memberikan suntikan pengurang rasa sakit dengan dosis berlebihan agar ibunya tidak merasakan sakit kepala yang hebat itu lagi. Setelah memberikan suntikan yang mematikan itu sang dokter bedah melaporkan dirinya ke Polisi. Tetapi di pengadilan hakim menjatuhkan hukuman yang tidak sesuai dengan pasal pembunuhan, karena sang dokter bedah tersebut menyuntikkan suntikan yang mematikan tersebut dengan rasa sayang yang dalam kepada ibunya karena penderitaan berkepanjangan dan tidak ada harapan untuk sembuh.

(2)

I Identifikasi Kata Sulit

1 Euthanasia : Mati dengan baik tanpa penderitaan

2 Tumor : Pembengkakan jaringan tubuh karena ketidaknormalan kondisi tubuh 3 Dosis : Takaran obat untuk sekali pakai (dimakan, disuntik, diminum) dalam

jangka waktu tertentu

4 Nyeri : Berasa sakit seperti ditusuk jarum atau seperti dijepit pada bagian tubuh 5 Bunuh diri : Sengaja mematikan diri sendiri

6 Suntikan : Alat untuk memasukkan cairan obat kedalam badan atau tubuh 7 Sembuh : Menjadi sehat kembali

8 Bedah : Pengobatan penyakit dengan jalan memotong, mengiris, dan sebagainya bagian tubuh yang sakit

9 Harapan : Keinginan supaya menjadi kenyataan 10 Mati : Hilang nyawa, mati batang otak

11 Pasal : Bagian dari bab

12 Hukuman : Siksa dan sebagainya yang dikenakan kepada orang yang melanggar peraturan

13 Penyakit : Sesuatu yang menyebabkan gangguan pada makhluk hidup II Brain Storming

Pertanyaan

1 Apakah syarat dilakukannya euthanasia ?

2 Bagaimana dokter seharusnya bersikap dalam menghadapi kasus euthanasia ? 3 Apakah euthanasia dibahas dalam islam ?

4 Apa saja cara melakukan euthanasia selain suntik mati ? 5 Apa perbedaan autoeuthanasia dan euthanasia ?

6 Apakah dasar hukum yang mengatur euthanasia ?

7 Hukuman apa yang diterima di Indonesia oleh dokter yang melakukan euthanasia ?

8 Apa saja kaidah dasar bioetik dan hubungannya dengan euthanasia ? Jawaban

1 a. Dengan seizing pasien

b. Penyakitnya sudah tidak memungkinkan untuk sembuh c. Dilakukan sebagai pilihan terakhir

2 a. Memerhatikan KODEKI seperti pada pasal 10

b. Memerhatikan kaidah dasar bioetik, autonomi yaitu menghargai keputusan pasien dan beneficence yaitu daripada pasien merasakn sakit

c. Mempertimbangkan dari berbagai macam aspek. Dalam aspek agama euthanasia aktif hukumnya haram sementara euthanasia pasif hukumnya mubah. Dalam aspek hukum, euthanasia melanggar KUHP pasal 344 dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun. Dalam aspek Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) euthanasia melanggar KODEKI pasal 10.

(3)

b. “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya” (QS. Ali-Imran:145)

4 Euthanasia terbagi menjadi tiga, yaitu:

a Euthanasia aktif : Dilakukan langsung oleh dokter, sebagai contoh dengan memberikan suntikan

b Euthanasia pasif : Dilakukan oleh dokter, sebagai contoh dengan mencabut alat penunjang hidup

c Autoeuthanasia : Dilakukan secara pasif oleh dokter dengan permintaan pasien 5 Euthanasia : Dilakukan langsung oleh dokter

Autoeuthanasia : Dilakukan dengan permintaan pasien

6 Pasal 344 KUHP, Pasal 345 KUHP, dan melanggar KODEKI pasal 10 7 Penjara selama-lamanya 12 tahun (Berdasarkan pasal 344 KUHP)

8 Respect for Autonomy : Menghargai hak dokter dan pasien, sebagai contoh dokter tidak boleh memaksakan pengobatan atau perawatan apabila pasien tidak

menghendaki

Beneficence : Berbuat baik, sebagai contoh memberikan resep terbaik atau yang sesuai

Non-maleficence : Tidak merugikan, sebagai contoh tidak memperburuk keadaan pasien

Justice : Adil, sebagai contoh tidak membeda-bedakan pasien. III Hipotesis

Euthanasia adalah mati dengan baik tanpa penderitaan , euthanasia dibagi menjadi euthanasia aktif, pasif dan autoeuthanasia. Sebagai dokter harus mempertimbangkan beberapa aspek untuk melakukan euthanasia, yaitu aspek agama, hokum dan

KODEKI. Berdasarkan agama islam euthanasia aktif hukumnya haram dan

euthanasia pasif hukumnya mubah, berdasarkan KODEKI dan hukum Indonesia tidak diperbolehkan melakukan euthanasia . Untuk mencapai suatu keputusan etik

diperlukan 4 kaidah dasar bioetik yaitu beneficence, non-maleficence, justice dan autonomy.

(4)

IV. Sasaran Belajar

1 Memahami dan menjelaskan kaidah dasar bioetik dan KODEKI 1 Definisi etik, etika dan bioetik

2 Etika kedokteran dan etika klinis 3 Prinsip dasar bioetik

4 KODEKI

5 Hubungan etika dan hukum kesehatan 6 Perbedaan etika dan hukum kesehatan

2 Euthanasia dari aspek etika kedokteran dan agama 3 Euthanasia

1 Sejarah euthanasia 2 Definisi euthanasia

3 Jenis euthanasia dan cara euthanasia

(5)

1 Memahami dan Menjelaskan Kaidah Dasar Bioetik dan KODEKI 1 Definisi etik, etik, dan bioetik

Etika berasal dari kata yunani Ethos, yang berarti akhlak, adat kebiasaan, watak, perasaan, sikap, yang baik, yang layak. Menurut kamus umum Bahasa Indonesia (Purwadarminta,1953) etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas akhlak. Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988), etika adalah:

1 Ilmu tentang apa yang baik,apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral 2 Kumpulan atau seperangkat asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak

3 Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

Menurut kamus kedokteran (Ramali dan Pamuncak, 1987) etika adalah pengetahuan tentang perilaku yang benar dalam satu profesi.

Istilah Etika dan etik sering dipertukarkan pemakaiannya dan tidak jelas perbedaan antara keduanya. Dalam buku Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan yang dimaksud dengan etika adalah ilmu yang mempelajari asas akhlak sedangkan etik adalah seperangkat asas atau nilai yang berkaitan dengan akhlak seperti dalam kode etik.

Bioetika berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan ethos yang berarti norma-norma atau nilai moral. Bioetika atau bioetika medis merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan dibidang biologi dan ilmu kedokteran, baik skala makro maupun mikro, masa kini dan masa datang

(Bertens,2011). Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi buatan dan rekayasa genetic membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkup kerja, demografi dan sebagainya. Bioetika memberikan perhatian yang besar pula terhdap penelitian kesehatan terhadap manusia dan hewan percobaan.

1.2 Etika Kedokteran dan Etika Klinis

Etika kedokteran adalah pengetahuan tentang perilaku profesional para dokter dan dokter gigi dalam menjalankan pekerjaannya, sebagaimana tercantum dalam lafal sumpah dan kode etik masing-masing yang telah disusun oleh organisasi profesinya bersama pemerintah. Pelanggaran etik kedokteran tidak selalu berarti pelanggaran hukum. Pelanggaran etik kedokteran diproses melalui MKEK-IDI dan jika perlu diteruskan ke P3EK-DEPKES

Etika klinis adalah disiplin praktis yang memberikan pendekatan terstruktur untuk membantu dokter mengambil keputusan dengan mengindentifikasi, menganalisis dan memecahkan isu-isu etis dalam kedokteran klinis (Jonsen et al,2002)

(6)

Prinsip etika klinik menurut Jonsen Siergler (JS), yaitu:  Medical Indication (indikasi medis)

Dengan pertimbangan diagnostik, perjalanan penyakit, kondisi pasien, prognosis dan alternatif pengobatan diambil keputusan :

- life saving (demi keselamatan jiwa)

- preventive (pencegahan), promotive (promosi) - curative (pengobatan)

- rehabilitative (rehabilitasi), cosmetic (keindahan)

NO PERTANYAAN ETIK ANALISA

1 Apakah masalah medis pasien ? Riwayat ? Diagnosis ? Prognosis ?

2 Apakah masalah

tersebut akut ? kronik ? kritis ? gawat darurat ? masih dapat

disembuhkan ? 3 Apakah tujuan akhir

pengobatannya ?

4 Berapa besar

kemungkinan keberhasilnanya ? 5 Adakah rencana lain

bila terapi gagal ?

6 Sebagai tambahan,

bagaimana pasien ini diuntungkan dengan perawatan medis, dan bagaimana kerugian dari pengobatan dapat dihindari ?

(7)

 Quality of life (kualitas hidup)

Siapa yang menilai, kriterianya bagaimana ataukah ada standard N

O

PERTANYAAN ETIK ANALISA

1 Bagaimana prospek, dengan atau tanpa pengobatan untuk kembali ke kehidupan normal ?

2 Apakah gangguan fisik, mental, dan social yang pasien alami bila pengobatannya berhasil?

3 Apakah ada prasangka yang mungkin menimbulkan kecurigaan terhadap evaluasi pemberi pelayanan terhadap kualitas hidup pasien ?

4 Bagaimana kondisi pasien sekarang atau masa depan, apakah kehidupan pasien selanjutnya dapat dinilai seperti yang diharapkan?

5 Apakah ada rencana alasan rasional untuk pengobatan selanjutnya ?

6 Apakah ada rencana untuk kenyamanan dan perawatan paliatif ?

 Patient’s preferrences (pemahaman dan keyakinan pasien) N

O

PERTANYAAN ETIK ANALISIS

1 Apakah pasien secara mental mampu dan kompeten secara legal ? apakah ada keadaan yang menimbulkan

ketidakmampuan ? 2 Bila berkompeten, apa

yang pasien katakan mengenai pilihan pengobatannya ?

(8)

3 Apakah pasien telah diinformasikan mengenai keuntungan dan risikonya, mengerti atau tidak

terhadap informasi yang diberikan dan memberikan persetujuan ?

4 Bila tidak berkompeten, siapa yang pantas menggantikannya ? apakah orang

yangberkompoten tersebut menggunakan standar yang sesuai dalam

pengambilan keputusan ? 5 Apakah pasien tersebut

telah menunjukkan sesuatu yang lebih disukainya? 6 Apakah pasien tidak

berkeinginan / tidak mampu untuk bekerja sama dengan pengobatan yang diberikan ? kalau iya, kenapa?

7 Sebagai tambahan, apakah hak pasien untuk memilih untuk dihormati tanpa memandang etnis dan agama ?

 Contextual feature (situasi dan kondisi umum) Sosekbud, institusi, hukum dsb

NO PERTANYAAN ETIK ANALISIS

1 Apakah ada masalah keluarga yang mungkin mempengaruhi pengambilan keputusan pengobatan ?

(9)

2 Apakah ada masalah sumber data (klinisi dan perawat) yang mungkin mempengaruhi pengambilan keputusan pengobatan ? 3 Apakah ada masalah factor keuangan dan

ekonomi ?

4 Apakah ada factor relegius dan budaya ? 5 Apakah ada batasan kepercayaan ?

6 Apakah ada masalah alokasi sumber daya ? 7 Bagaimana hukum mempengaruhi pengambilan

keputusan pengobatan ?

8 Apakah penelitian klinik atau pembelajaran terlibat ?

9 Apakah ada konflik kepentingan didalam bagian pengambilan keputusan didalam suatu institusi ?

3 Prinsip Dasar Bioetik

Konsil Kedokteran Indonesia : 1 Beneficence

Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia, dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien. Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan

kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Ciri-ciri prinsip ini, yaitu;

 Mengutamakan Alturisme

 Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya menguntungkan seorang dokter

 Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan suatu keburukannya

(10)

 Menjamin kehidupan baik-minimal manusia

 Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan

Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang orang lain inginkan

2. Non-malficence

Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien sendiri. Pernyataan kuno Fist, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Non-malficence mempunyai ciri-ciri:

 Menolong pasien emergensi  Mengobati pasien yang luka  Tidak membunuh pasien

 Tidak memandang pasien sebagai objek  Melindungi pasien dari serangan

 Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter  Tidak membahayakan pasien karena kelalaian

 Tidak melakukan White Collar Crime 3. Justice

Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Justice mempunyai ciri-ciri :

 Memberlakukan segala sesuatu secara universal

 Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan  Menghargai hak sehat pasien

 Menghargai hak hukum pasien 4. Autonomy

Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri. Autonomy mempunyai ciri-ciri:

 Menghargai hak menentukan nasib sendiri  Berterus terang menghargai privasi

(11)

 Menjaga rahasia pasien

1 4 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), yang dirumuskan dalam pasal-pasal sebagai berikut :

I. Kewajiban Umum

Pasal 1. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter.

Pasal 2. Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran yang tertinggi.

Pasal 3. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi.

Pasal 4. Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik : a. Setiap perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.

b. Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuannya dan keterampilan kedokteran dalam segala bentuk, tanpa kebebasan profesi.

c. Menerima imbalan selain dari pada yang layak sesuai dengan jasanya, kecuali dengan keikhlasan, sepengetahuan dan atau kehendak penderita.

Pasal 5. Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan makhluk insani, baik jasmani maupun rohani, hanya diberikan untuk kepentingan penderita. Pasal 6. Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya.

Pasal 7. Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya.

Pasal 8. Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus

mengutamakan/mendahulukan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.

Pasal 9. Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus memelihara saling pengertian sebaik-baiknya.

II. Kewajiban Dokter terhadap Penderita

Pasal 10. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup mahluk insani.

Pasal 11. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 12. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar

senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

(12)

seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.

Pasal 14. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas kemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu

memberikannya.

III. Kewajiban Dokter terhadap Teman Sejawatnya

Pasal 15. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 16. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita dari teman sejawatnya tanpa persetujuannya.

IV. Kewajiban Dokter terhadap Diri Sendiri

Pasal 17. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan balk.

Pasal 18. Setiap dokter hendaknya senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia kepada cita-citanya yang luhur.

1.5 Hubungan Etik dan Hukum Kesehatan

Hukum memerhatikan sikap dan kebaikan komunitas sebagai sebuah kesatuan. Etika berurusan dengan kebaikan perorangan yang dapat atau tidak dapat diterapkan pada komunitas.

Adapun persamaan etik dan hukum yaitu:

2 Merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat 3 Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia

4 Mengandung hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat agar tidak saling merugikan

5 Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi

6 Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para anggota senior 1.6 Perbedaan Etik dan Hukum Kesehatan

N o

Perihal Etika Hukum

1

. Target Membentuk manusia

yang ideal. Membentuk masyarakat yang ideal. 2 . Ruang Lingkup Lingkunga n anggota profesi. Masyarakat umum. 3 . Hal yang diatur  Mengatur yang baik dan tidak baik.  Mengatur Mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

(13)

tentang kewajiban saja. Mengatur tentang hak dan kewajiban yang timbal balik. 4 . Penyusun an Kesepakata n anggota profesi. Badan pemerintaha n atau yang memegang kekuasaan. 5 . Bentuk Tidak semua tertulis. Tertulis secara terperinci dalam kitab, perundang-undangan dan berita negara. 6 . Sumber penataan Penataan datang dari manusia itu sendiri. Penataan datang dari hukum itu sendiri dan sanksinya. 7 . SanksiPelanggar an Sesuai keputusan organisasi profesi : teguran, tuntunan, maksimal dikeluarkan sebagai anggota IDI. Tuntutan hukum : Hukum pidana/dend a, ganti rugi, sanksi kurungan. 8 . Syaratpelanggar an Tidak selalu disertai bukti fisik. Harus disertai bukti fisik. 9 . Penyelesaian pelanggar Pelanggara n etika kedokteran Pelanggaran hukum diselesaikan

(14)

an diselesaika n oleh MKEK yang dibentuk oleh IDI dan jika perlu diteruskan pada P3EK yang dibentuk DepKes. di pengadilan.

(15)

2 Euthanasia dari Aspek Etika Kedokteran dan Agama 2.1 Dilihat dari sisi Hukum dan Kode Etik Kedokteran

Euthanasia di Indonesia dengan tegas melarang tindakan euthanasia untuk dilarang. Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344, 338, 340, 345, dan 359Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Di dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri Kesehatan Nomor:

434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal 10 disebutkan bahwa euthanasia itu dilarang.

o Pasal 344 KUHP

Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan sungguhsungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. Untuk euthanasia aktif maupun pasif tanpa

permintaan, beberapa pasal dibawah ini perlu diketahui oleh dokter. o Pasal 338 KUHP

Barang siapa dngan sengaja menhilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.

o Pasal 340 KUHP

Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu

menghilangkan jiwa orang lain, di hukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau pejara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.

o Pasal 359

Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun. Selanjutnya juga dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia.

o Pasal 345

Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun penjara.

o Di dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri Kesehatan Nomor: 434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal 10: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.”

2.2 Dari Agama (Al Qur`an dan As Sunnah )

Haram hukumnya bunuh diri, baik itu membunuh diri sendiri ataupun juga

(16)

ا

“Janganlah kalian membunuh diri-diri kalian. Sesungguhnya Allah sangat menyayangi kalian.” [QS An Nisa`: 29]

Allah menganggap pembunuhan satu orang mukmin sama seperti membunuh seluruh manusia.

احِ رملمرا ي فحِ ددا

نممرور نروافكرحِسممكلر ضحِرملمرا ي فحِ كرلحِذر درعمبر ممهكنممحِ ارميمثحِكر نلإحِ ملثك تحِا “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain (qishash), atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh telah melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.”[QS Al Maidah: 32]

Orang yang membunuh diri dengan menggunakan suatu benda atau cara, kelak di hari kiamat akan dihukum dengan benda atau cara tersebut di dalam neraka.

هحِلحِتمقركر نحِمحِؤممكلما نكعملرور مرنلهرجر رحِا هحِلحِتمقركر وارهكفر ردفمككبحِ ا

“Barangsiapa yang bersumpah dusta atas nama agama selain Islam, maka dia seperti apa yang diucapkannya. Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka dia akan disiksa dengan benda tersebut di neraka Jahannam.

Melaknat seorang mukmin sama seperti membunuhnya. Barangsiapa yang menuduh seorang mukmin sebagai kafir maka dia seperti telah membunuhnya.” [HR Al Bukhari (6105) dan Muslim (110)]

Eutanasia positif

Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah tindakan memudahkan kematian si sakit—karena kasih sayang—yang dilakukan oleh dokter dengan

mempergunakan instrumen (alat). Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif) adalah tidak diperkenankan oleh syara'. Sebab dalam tindakan ini seorang dokter melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara overdosis dan ini termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk dosa besar yang

membinasakan. Perbuatan demikian itu adalah termasuk dalam kategori pembunuhan meskipun yang mendorongnya itu rasa kasihan kepada si sakit dan untuk

meringankan penderitaannya. Karena bagaimanapun si dokter tidaklah lebih pengasih dan penyayang daripada Yang Menciptakannya. Karena itu serahkanlah urusan tersebut kepada Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang memberi kehidupan kepada manusia dan yang mencabutnya apabila telah tiba ajal yang telah ditetapkan-Nya.

(17)

Eutanasia negatif.

Eutanasia negatif disebut dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada eutanasia negatif tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang

dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai dengan sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebabakibat. Di antara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara' ialah bahwa mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya menurut jumhur fuqaha dan imam-imam mazhab. Bahkan menurut mereka, mengobati atau berobat ini hanya berkisar pada hukum mubah. Dalam hal ini hanya segolongan kecil yang mewajibkannya seperti yang dikatakan oleh sahabat-sahabat Imam Syafi'i dan Imam Ahmad

sebagaimana dikemukakan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, dan sebagian ulama lagi menganggapnya mustahab (sunnah).

3. Memahami dan Menjelaskan Euthanasia 1. Sejarah Euthanasia

Dalam memo yang ditulis pada Oktober 1939 hingga September 1939, Adolf Hilter menugaskan Reichsleiter sebagai kepala kanselir untuk memungkinkan dokter melakukan Euthanasia bagi pasien yang tidak dapat disembuhkan lagi dengan pengobatan medis. Mandat asli dari komisi ini adalah untuk membinasakan anak-anak terbelakang dan cacat. Diantaranya adalah Hans Hainze, direktur rumah sakit jiwa di Goreden di Bradenburg. Anak-anak yang dipilih, diberikan perawatan dasar atau dimatikan dengan berbagai cara (pemberian gas beracun dengan siandia, suntukan morfin). Disamping itu, Hitler menyetujui euthanasia dewasa dibawah arahan Victor Brack. Program ini diberi nama T4 dengan tujuan menghilangkan 20% dari pasien yang memiliki masalah kejiwaan terus menerus dirumah sakit jiwa. 2. Definisi Euthanasia

 Menurut Euthanasia Study Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda), euthanasia adalah dengan sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau

mengakhiri hidup seorang pasien, dan itu dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri.”  Menurut Kamus Dorland, euthanasia adalah : 1. Suatu kematian yang mudah atau

tanpa rasa sakit, 2. Pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan disengaja.

 Menurut Oxford English Dictionary, euthanasia adalah kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama pada penyakit yang penuh penderitaan dan tak

tersembuhkan. Istilah ini sangat popular dengan penyebutan mercy killing. 3. Jenis Euthanasia

Euthanasia dilihat dari cara dilaksanakannya, dibedakan atas:

a. Euthanasia pasif, dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Euthanasia

(18)

bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam bernapas, menolak untuk melakukan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjanfg hidup pasien, atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, dan melakukan kasus malpraktik. Disebabkan ketidaktahuan pasien dan keluarga pasien, secara tidak langsung medis melakukan euthanasia dengan mencabut peralatan yang membantunya untuk bertahan hidup.

b. Euthanasia aktif adalah tindakan secara sengaja yang dilakukan dokter atau tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien. Seperti memberi tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat berbahaya ke tubuh pasien.

c. Autoeuthanesia, seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan ia mengetahui bahwa itu akan memperpendek atau mengkhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut, ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Authoeuthanesia pada dasarnya adalah euthanasia atas permintaan sendiri (APS).

Euthanasia dilihat dari orang yang membuat keputusan, dibedakan atas:

a. Voluntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang yang sakit dan atas kemauannya sendiri.

b. Involuntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang lain seperti pihak keluarga atau dokter karena pasien mengalami koma medis.

c. Non-voluntary, jika yang membuat keputusan adalah pihak ketiga (yaitu keluarga) atau atas peraturan pemerintah.

4. Hukum Euthanasia di Indonesia dan Negara Lain Euthanasia menurut hukum di berbagai Negara

Sejauh ini euthanasia diprkenankan yaitu di Negara Belanda, Belgia serta ditoleransi di Negara bagian Oregon di Amerika, Kolombia dan Swiss dan di beberapa Negara dinyatakan sebagai kejahatan seperti spanyol, jerman dan Denmark termasuk Indonesia.

1 Euthanasia di Belanda

Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan euthanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi Negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik euthanasia. Pasien yang mengalami penyakit menahun dan tidak dapat disembuhkan lagi diberi hak untuk mengakhiri penderitaanya. Tetapi, perlu ditekankan bahwa dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri

berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan criminal. Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewaiban para dokter untuk melapor semua kasus euthanasia dan bunuh diri berantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah

(19)

dikodifikasi oleh undang-undang Belanda, dimana seorang dokter yang melakukan euthanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.

2 Euthanasia di Australia

Negara bagian Autstralia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak betahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut “Right of the Terminally Ill Bill” (UU tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali. Dengan demikian menurut aturan hukum di Australia, tindakan euthanasia tidak dibenarkan.

3 Euthanasia di Belgia

Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan euthanasia pada akhir September 2002. Para pendukung euthanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan euthanasia setiap tahunnya telah dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan euthanasia di Negara ini, namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan euthanasia ini sehingga timbul suatu kesan adanya upaya untuk menciptakan “birokrasi kematian”. Belgia kini menjadi Negara ketiga yang melegalisasi euthanasia (setelah Belanda dan Negara bagian Oregon di Amerika). Senator Phillipe Mahoux dari patai sosialis yang

merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis adalah

merupakan orang-orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat terkahir hidupnya.

4 Euthanasia di Amerika

Euthanasia agresif dinyatakan illegal dibanyak Negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya Negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal (pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya dalah Negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya euthanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan bukan euthanasia

5 Euthanasia di Swiss

Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga Negara Swiss ataupun orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri. Secara umum, pasal 115 dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Swiss yang ditulis pada tahun 1973 dan dipergunakan sejak tahun 1942, yang pada intinya menyatakan bahwa “membantu suatu pelaksanaan bunuh diri sendiri adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila motivasinya semata untuk kepentingan diri sendiri”. Pasal 115 tersebut hanyalah menginterpretasikan suatu izin untuk melakukan

pengelompokkan terhadap obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang.

(20)

6 Euthanasia di Inggris

Pada tanggal 5 November 2006, Kolese Kebidanan dan Kandungan Britania Raya (Britain’s Royal College of Obstericians and Gynaecologists) mengajukan sebuah proposal kepada Dewan Bioetik Nuffield (Nuffield Council of Bioethics) agar dipertimbangkannya izin untuk melakukan euthanasia terhadap bayi-bayi yang lahir cacat (disabled newborns). Prosposal tersebut bukanlah ditujukan untuk melegalisasi euthanasia di Inggris melainkan semata guna memohon dipertimbangkannya secara seksama dari sisi fakto “kemungkinan hidup si bayi” sebagai suatu legimitasi praktik kedokteran.

7 Euthanasia di Indonesia

Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah suatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada pasal 334, 338, 340, 345, Undang-undnag Hukum Pidana. Dari ketetentuan tersebut, ketentuan yang berkaitan langsung dengan euthanasia adalah

Kitab dan Undang-Undang Hukum Pidana mengatur seseorang dapat dipidana atau dihukum jika ia menghilangan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kurang hati-hati.

 Pasal 344 KUHP

Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan sungguhsungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. Untuk euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal dibawah ini perlu diketahui oleh dokter.

 Pasal 338 KUHP

Barang siapa dngan sengaja menhilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.

 Pasal 340 KUHP

Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, di hukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau pejara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.

 Pasal 359

Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-selama-lamanya satu tahun. Selanjutnya juga dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia.

 Pasal 345

Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri,

menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun penjara.

(21)

Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakuakan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memeroleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau orang ketiga atau mengancam atau memaksa seseorang atau orangketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh atas hasutan diri, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat public

 Pasal 28A UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

(22)

Daftar Pustaka

Hanafiah J.M dan Amir, Amri (2008). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Ed.4. Penerbit EGC, Jakarta.

Sachrowardi, Q dan Basbeth, F (2013). Isu dan Dilema dalam Bioetika. Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia bekerjasama dengan Universitas Yarsi, Jakarta.

Hartanti, Agnes Agustina (2011). Euthanasia dalam Berbagai Sudut Pandang.

https;//agneshartanty.files.wordpress.com/2011/12/makalah-euthanasia1.pdf 09 Oktober 2016 Al-Qur’an

Referensi

Dokumen terkait

Menghitung waktu antara 2 consecutive landing (weighted time between 2 consecutive landing/MTTS), dilakukan dengan menghitung total separasi antara 2 consecutive landing

(2012) menjelaskan bahwa zona hambat (zona bening) pada uji koloni ganda terbentuk karena metabolit sekunder cendawan endofit yang terdifusi ke dalam medium agar

Hasil pekerjaan galian akan ditinjau oleh Pengawas / Direksi / Konsultan untuk menentukan apakah pekerjaan galian telah sesuai dengan gambar serta spesifikasi teknis

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian

Selain itu ia juga menokok sagu, mengurus babi, mencari kayu bakar, dan mengasuh anak-anak, mulai dari yang bayi, sampai dengan mereka yang masih berumur tiga sampai

Karena itu, dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan Islam bisa bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat sebagai isi pendidik, sedangkan proses atau

2) jumlah jam kerja tersebut dikonversikan dalam menit yang disebut dengan N. 3) Tentukan jumlah contoh (n) yang akan diambil selama ban berjalan bekerja dengan rumus (1), dan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan yaitu (1) pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran