• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rangkuman Buku psikologi lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rangkuman Buku psikologi lingkungan"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

Pengantar Psikologi Lingkungan

A. Pengertian Psikologi Lingkungan

Psikologi lingkungan mulai berkembang sebagai ilmu sejak tahun 1970-an. Pada awalnya, Prohansky membuat definisi lingkungan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan manusia dengan buatan. Pengertian dari lingkungan buatan adalah lingkungan yang dibuat oleh manusia.

Pada tahun 1976 Paul Bell membuat definisi tentang psikologi lingkungan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan interelasi antara perilaku dan lingkungan buatan. Dalam pengertian tersebut sebagai interelasi antara perilaku dan lingkungan buatan, yang artinya dalam hubungan antara manusia dan lingkungan buatan saling mempengaruhi. Pada tahun 1978, Paul Bell memperbaiki definisi Psikologi Lingkungan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan interelasi antara perilaku dan lingkungan buatan dan alam. Hal ini untuk mempertegas bahwa interelasi yang terjadi pada manusia dengan lingkungan tidak terbatas dengan lingkungan buatan, tetapi juga terjadi dengan lingkungan alam.

Psikologi lingkungan yang merupakan salah satu cabang psikologi, sudah tentu akan lebih menekankan pada proses psikologisnya dalam pembentukan tingkah lakunya. Jadi tidak hanya membahas interelasinya yang tampak, tetapi perlu dibahas bagaimana proses yang terjadi dalam diri manusia tersebut, sehingga tingkah lakunya terjadi.

B. Karakteristik Psikologi Lingkungan

Psikologi Lingkungan sebagai salah satu cabang ilmu dari psikologi mempunyai hal berbeda dengan cabang ilmu psikologi lainnya. Adapun karakteristik Psikologi Lingkungan adalah sebagi berikut :

 Di dalam membahas hubungan manusia dengan lingkungan harus dilihat sebagai satu kesatuan. Hal ini dimaksudkan bahwa disiplin ilmu

(2)

psikologi lainnya sering kali memisahkan antara stimulus, manusia dan respon atau tingkah lakunya.

 Analisis mengenai situasi lingkungan sebagai kesatuan yang menyeluruh merupakan pendekatan yang dinamis dan menerapkan metode konstruktif. Metode konstruktif dalam hal pengembangan konsep umum (general concepts) akan lebih memudahkan dalam menjelaskan tingkah laku manusia. Metode kategirisasi mengelompokkan hal-hal yang sama dalam satu kategori, dan pengelompokkan tersebut dapat mendasarkan pada pengalaman yang bersangkutan. Sedangkan metode konstruktif, dalam pengelompokkannya mendasarkan pada hubungan antarelemen yang ada, sehingga menggambarkan suatu gagasan konstruktif.

 Psikologi Lingkungan mempelajari hubungan interelasi antaratingkah laku manusia dengan lingkungan. Dalam hal ini terjadi hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya.

 Psikologi Lingkungan merupakan kajian yang bersifat interdisiplin. Dalam hal ini menganalisis interelasi antara tingkah laku manusia dan lingkungan, tidak dapat dikaji dari satu disiplin ilmu.

 Penelitian yang dilakukan dalam Psikologi Lingkungan sulit untuk membedakan antara penelitian teoritis dengan terapan. Penelitian dalam Psikologi Lingkungan pada umumnya diawali untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya, dan bukan untuk membangun teori, tetapi untuk kegunaan khusus. Dengan demikian, penelitian Psikologi Lingkungan agak sulit untuk melakukan pemisahan antara penelitian terapan dan teoritis.

 Metode penelitian Psikologi Lingkungan menggunakan metode ekletik. Hal ini disebabkan karena penelitian yang dilakukan dalam Psikologi Lingkungan adalah untuk menyelesaikan masalah atau lebih besifat terapan, sehingga metode penelitiannya adalah terpilih yang sesuai dengan masalah yang harus diteliti. Namun demikian, metode dalam

(3)

Psikologi Lingkungan ada pula yang khas, yaitu metode pemetaan tingkah laku. Metode pemetaan tingkah laku merupakan pengerjaan menggambar oleh responden mengenai suatu lokasi.

C. Alur Bab Buku

Walaupun dikemukakan pada karakteristik Psikologi Lingkungan yang menyatakan bahwa Psikologi Lingkungannya tidak memilah antara penelitian terapan dan penelitian dasar yang mengahsilkan teori. Teori dasar yang mengawali adalah bagaimana hubungan manusia dengan lingkungannya dalam perspektif stimulus – respon teori. Di mana dalam teori ini manusia sebagai organism yang dipengaruhi oleh lingkungan. Teori dasar yang banyak mewarnai dalam Psikologi Lingkungan adalah teori lapangan (Field Theory) yang dikemukakan oleh Kurt Lewin.

Teori yang menjadi pembahasan dalam buku ini adalah teori tentang beban lingkungan. Dalam hal ini dibahas mengenai bagaimana manusia apabila mendapatkan beban lingkungan. Konsep-konsep dalam Psikologi Lingkungan merupakan masalah yang dihadapi oleh manusia. Bagaimanakah lingkungan mempengaruhi manusia, maka proses yang terjadi dalam diri manusia adalah melakukan evaluasi lingkungan. Melalui evaluasi lingkungan manusia dapat menyatakan lingkungan tersebut baik atau buruk, menarik atau tidak menarik, dan sebaginya, sehingga dengan evaluasi lingkungan tingkah laku manusia akan ditentukan.

Di dalam berinteraksi antar manusia akan terkait dengan ruang personal (Persoanl Space). Ruang personal merupakan suatu ruangan yang diperlukan dalam berinteraksi. Dengan ruang yang diciptakan oleh dirinya, maka ia akan merasa nyaman dan berinteraksi. Pembangunan kota yang pesat sering kali menimbulkan kebingungan bagi penduduk kota tersebut. Perubahan kota yang terjadi dalam perkotaan akan mempengaruhi tingkah laku penghuninya, kota akan selalu berkembang dari kota tradisional menjadi kota yang lebih maju.

(4)

Pemetaan kognitif dan social merupakan metode yang dikembangkan dalam Psikologi Lingkungan. Pemetaan lingkungan (dalam kognitif dan social) dan konsep serta teori mengenai jaringan social, dapat digunakan dalam perbaikan perencanaan kota atau wilayah. Dengan demikian, permasalahan yang tidak perlu terjadi dalam pembangunan dapat diantisipasi segera.

BAB 2

(5)

A. Pengantar

Di dalam bab ini kita memahami bagaimana teori-teori dasar dalam psikologi membahas hubungan antara manusia dengan lingkungan. Teori-teori dasar tesebut membahas reaksi manusia (perilaku dan aspek psikologis) dalam berhubungan dengan lingkungan. Namun, setiap teori dasar tersebut mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam memahas proses psikologi yang terjadi dalam interaksi antara lingkungan dengan manusia.

Adapun teori-teori dasar psikologi tersebut yang akan dibahas adalah:

 Teori Stimulus Respon

 Teori Kognitif

 Teori Lapangan

Melalui teori-teori dasar tersebut dapat dipahami bagaimana manusia bereaksi terhadap lingkungan. Apakah manusia dipengaruhi lingkungan ataukah lingkungan berubah karena perilaku manusia, ataukah manusia dan lingkungan dapat saling mempengaruhi.

B. Teori Stimulus Respon

Stimulus meruapakan rangsangan dari luar manusia, atau sesuatu hal yang mempengaruhi manusia. Psikologi Lingkungan membahas tentang stimulus sebagai lingkungan yang akan mempengaruhi manusia yang berinteraksi dengannya. Lingkungan dalam hal ini dapat lingkungan fisik atau lingkungan sosial. Sedangkan respon merupakan perilaku atau tingkah laku yang terjadi pada manusia setelah ia mendapatkan stimulus atau objek yang terdapat di lingkungan. Dengan demikian, dalam teori stimulus-respon merupakan sebab-akibat.

Dalam teori stimulus-respon terdiri dari dua aliran yang berbeda, yaitu aliran pertama yang menyatakan hubungan yang tidak ada perantaranya. Aliran yang kedua adalah aliran yang melihat adanya perantara dalam hubungan antara lingkungan (stimulus) dengan tingkah laku, yaitu proses faali dalam diri manusia. Secara sederhana, hubungan antara stimulus dengan

(6)

lingkungan atau hubungan lingkungan dan manusia dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Asosiatif

Bagan 2: Hubungan asosiatif antara stimulus dan lingkungan

Pada bagan 2 di atas tampak bahwa seolah-olah apa yang terjadi dalam diri seseorang tidak diperhatikan. Hubungan demikian dapat terjadi pada masalah yang sederhana. Aliran todak melihat peran proses yang terjadi dalam diri manusia banyak dalam suatu proses belajar, yaitu proses belajar dengan cara pengkondisian (conditioning learning) dari Ivan Paplov. Perkembangan proses belajar dalam teori stimulus respon menyertakan variable lain, yaitu pemberian hadiah atau hukuman sebagai variable yang dapat memperkuat hubungan stimulus dengan respon. Aliran teori stimulus respon yang memperhitungkan adanya peoses yang terjadi dalam diri manusia, dipelopori oleh Hull. Ia mengatakan bahwa hubungan antara stimulus atau lingkungan dengan manusia tidak hanya hubungan asosiatif tetapi dapat pula hubungan nonasosiatif. Hull bermaksud menjelaskan bahwa didalam diri manusia terdapat suatu proses, yaitu proses faali.

C. Teori Kognitif

Kognitif merupakan proses sentral atau proses mental yang mengantarai peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar diri seseorang dengan yang terjadi di dalam diri manusia. Menurut Festinger pada tahun 1957 mengidentifikasikan elemen kognitof sebagai kognisi, dan didefinisikan sebagai sesuatu yang diketahui oleh seseorang mengenai dirinya sendiri, tingkah lakunya, dan lingkungan diskitar. Struktur kognitif sangat berperan dalam proses belajar, persepsi dan proses psikologis lainnya. Dalam

Stimulus/

(7)

berinteraksi antara manusia dengan lingkungan dipersepsi oleh manusia dengan menggunakan dimensi psikologis yang ada dalam kognitifnya.

Teori kognitif membedakan dengan teori stimulus respon, yaitu di dalam kajian teori kognitif menjelaskan tentang “pemberian arti”. Pemberian arti merupakan konsep sentral dalam teori kognitif dan memainkan peranan penting dalam menjelaskan secara teoritis mengenai proses psikologis yang kompleks. Schreerer menyatakan bahwa persepsi merupakan representasi fenomena objek distal yang terorganisasi, media dan stimulus proksimal kemudian disimpulkan mengenai fenomena yang terorganisasi tersebut. Di dalam persepsi tersebut terjadi proses pemberian makna atau arti tentang objek yang dihadapi oleh orang yang mempersepsi.

Persepsi dalam Psikologi Lingkungan merupakan konsep yang sangat penting dalam psikologi lingkungan. Hal ini dikarenakan bahwa setiap interaksi manusia dengan lingkungannya, maka proses persepsi yang akan mengawali dari perilaku yang terjadi. Di dalam proses persepsi dapat terjadi perbedaan pemaknaan antara satu orang dengan orang yang lain.

D. Teori Lapangan (Field Theory)

Teori lapangan atau “Field Theory” tokohnya adalah Kurt Lewin. Dalam membahas mengenai teori lapangan menggunakan psrisip “gestalt”. Teori lapangan menekankan bahwa dalam analisis yang dilakukannya adalah mendasarkan pada situasi secara keseluruhan. Setelah menganalisis secara keseluruhan, akan menganalisis elemen yang lebih kecil. Dengan demikian, analisis tersebut akan menjai lengkap.

Prinsip teori lapangan lain yang perlu diperhatikan adalah pendekatan dinamis. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan dinamis adalah dalam menganalisis perubahan dalam diri seseorang. Perubahan dalam diri disebabkan oleh adanya daya psikologi yang terjadi. Perilaku atau tingkah laku terjadi adalah karena adanya perubahan dalam ruang kehidupan (life

(8)

space) seseorang. Tingkah laku seseorang terjadi karena adanya perubahan

dalam ruang kehidupan (life space) seseorang.

Prinsip lain yang perlu diperhatikan dalam teori lapangan adalah menekankan pada proses psikologis. Sebagaimana dalam teori kognitif yang menekankan pada pemberian makna yang bersifat subjektif, demikian pula dalam teori lapangan psikologis yang dihadapi seseorang. Hal ini berarti dalam interaksi manusia dan lingkungan, manusia hanya akan melakukan interaksi terhadap lingkungan yang merupakan lapangan psikologisnya. Lingkungan yang tidak menjadi lapangan psikologisnya tidak akan mendapat respon yang memadai.

Interaksi antara personal atau individu manusia dengan lingkungan disebut sebagai ruang kehidupan (life space). Ruang kehidupan merupakan hasil interaksi antara manusia dengan lingkungan yang berarti bagi manusia tersebut atau disebut sebagai lingkungan psikologis. Dalam interaksi antara manusia dengan lingkungan, manusia akan memberikan penialian terhadap lingkungannya. Tujuan yang ingin dicapai oleh manusia akan berada dilingkungannya. Penilaian tersebut akan memberikan nilai positif atau negatif, jika lingkungan yang dihadapinya mempunyai nilai yang positif maka lingkungan tersebut memiliki daya tarik yang disebut sebagai vektor atau daya yang member arah. Demikian pula sebaliknya dengan nilai negatif pada lingkungan akan memberikan daya tolah (vektor menjauh).

Teori lapangan menjelaskan pula mengenai tingkah laku yang terjadi dengan daya-daya (forces) yang bekerja ketika interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Dalam menjelaskan mengenai daya yang ada, teori lapangan mengemukakan mengenai daya yang mengarahkan (driving forces), daya yang menghambat (restraining forces), daya yang dapat mempengaruhi seseorang (induced forces) dan daya yang dapat berpengaruh namun bersifat bukan manusia (impersonal forces).

(9)

BAB 3

Teori-teori dalam Psikologi Lingkungan

A. Fungsi Teori dalam Psikologi Lingkungan

Psikologi lingkungan merupakan ilmu inter disiplin dan merupakan ilmu pengetahuan yang dalam penelitiannya mengembangkan pengelitian teoretis dan praktis. Teori-teori dalam psikologi lingkungan adalah menjelaskan bagaimana hubungan antara manusia dengan lingkungan. Variabel-variabel lingkungan akan memengaruhi atau berhubungan dengan fungsi-fungsi psikologis manusia yang dapat terjadi dalam dirinya atau iklim psikologis yang terbentuk dalam interaksi antara manusia dengan lingkungan.

Teori-teori Psikologi Lingkyngan dapat menjebatani pemahaman dengan disiplin ilmu lain yang lebih menjelaskan mengenai lingkungannya. Sedangkan psikologi tidak mungkin menjelaskan lebih mendalam tentang aspek-aspek lingkungannya dengan rinci. Misalnya dalam kaitannya antara pencemaran udara dengan perilaku manusia.

(10)

1. Teori dapat membantu kita dalam menjelaskan dan memprediksi hubungan antarvariabel yang berkaitan dalam hubungan antara manusia dengan lingkungan.

2. Teori diperoleh dari suatu penelitian yang menghimpun sejarah besar data.

3. Teori yang menyimpulkan konsep-konsep dan menjelaskan hubungannya akan menjadi pengetahuan bagi manusia.

Teori harus selalu dievaluasi, karena setiap pengamatan yang melihat suatu peristiwa sebagai hubungan sebab akibat, dapat menambah atau mengurangi atau mengubah teori tersebut. Dengan demikian, suatu ilmu akan berkembang dan memberikan pengetahuan yang semakin kompleks lepada manusia.

B. Teori Ekologi Psikologi

Perspektif teori yang dikemukakan oleh Barker dan Bell, adalah efek yang spesifik dari lingkungan pada perilaku. Dalam teori psikologi ekologi mengkaji hubungan antara lingkungan dengan tingkah laku adalah secara ekologis saling tergantung. Fokus kajuan Barker dalam hal ini adalah pengaruh seting perilaku pada tingkah laku banyak orang, yang disebut sebagai

Extra-individual Behavior Pattern.

Perilaku manusia berinteraksi dengan lingkungan fisik yang berada dalam tiga dimensi ruang. Stimulus lingkungan merupakan objek yang terdapat di lingkungan. Manusia dalam berinteraksi antara lingkungan dengan objek yang terdapat di lingkungan akan melakukan adjustment secara timbal balik antara individu, lingkungan sosial dan lingkungan fisik.

Pemaknaan terhadap lingkungan dipengaruhi oleh dua faktor determinan dalam persepsi, yaitu:

1. Faktor struktural yang terdiri dari objek distal yang membentuk objek proximal dan kemudian mendistribusikan sinyal syaraf pengindraan ke sistem jaringan saraf pusat.

2. Faktor fungsional yang merupakan daktor-faktor psikologis yang akan memberikan arti, di mana dalam hal ini antara lain berfungsi pula

(11)

seperti misalnya emosi, suasana hati, kecerdasan, pengalaman masa lalu, dsb.

Ketika kita mempersepsi objek yang berada di lingkungan, objek tersebut tidak mengalami perubahan. Tetapi dalam proses pemaknaan tersebut, benda tersebut memiliki makna tertentu.

C. Teori Beban Lingkungan

Masukan dari lingkungan yang akan masuk pada manusia dalam psikologi disebut stimulus. Manusia memiliki keunikan dalam menghadapi stimulus, yaitu menyeleksinya. Stimulus yang masuk sangat banyak, maka dari itu manusia akan menyeleksi stimulus lingkungan mana yang relevan, dan akan diproses oleh manusia.

Namun, manusia sering menghadapi situasi yang tak terhindarkan di mana stimulus lingkungan yang masuk cukup banyak yang relevan. Dalam situasi demikian, manusia akan sulit untuk menyeleksi stimulus tersebut sehingga menimbulkan rasa jenuh.

Dalam situasi stimulus lingkungan yang banyak akan memberikan informasi. Manusia akan memberikan perhatian yang menyempit untuk lebih fokus pada informasi yang paling relevan. Namun, ketika informasi yang masuk terlalu banyak, maka itu akan menekan dirinya. Stimulus demikian dapat menyebabkan stress, dan stimulus lingkungan tersebut menjadi “stressor”. Artinya, stimulus lingkungan dirasakan sebagai beban bagi ditinya.

Cohen dan Milgram (1970) menyatakan bahwa manusia mempunyai

kapasitas yang terbatas dalam mengolah informasi. Ketika manusia menerima indormasi dalam jumlah banyak, dan informasi tersebut melebihi kapasitas untuk memproses informasi, maka ia akan merasakan sebagai beban yang berlebih. Strategi yang dilakukan oleh manusia dalam menghadapi situasi beban lingkungan adalah dengan mengabaikan informasi yang masuk.

Cohen mengajukan empat asumsi dasar, yaitu:

1. Manusia mempunyai kapasitas yang terbatas untuk memproses informasi/stimulus yang masuk, dan hanya dapat menyimpannya dalam jumlah yang terbatas dalam satu waktu.

(12)

2. Ketika stimulus lingkungan telah melebihi kapasitas untuk mengolah dan memberikan perhatian pada lingkungannya, maka strategi yang normal adalah mengabaikan stimulus yang kurang relevan, dan mmemberikan atensi kepada informasi yang berlebih.

3. Ketika stimulus lingkungan muncul pada manusia, maka ia akan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini berarti bahwa dalam dirinya akan melakukan evaluasi tentang stimulus lingkungannya dengan cara proses memantau, dan memberikan putusan cara menghadapi hal-hal yang dihadapi.

4. Jumlah perhatian yang ada pada diri seseorang adalah tidak konstan, dan mungkin dalam waktu temporer akan menyedot kapasitas dalam memberikan perhatian.

Kondisi yang dirasakan oleh seseorang ketika ia mengalami beban berlebih karena informasi yang diberikan lingkungan adalah tidak menyenangkan, dan memunculkan ketegangan. Apabila ini terus berlanjut, maka akan mengganggu konsentrasi dan pada akhirnya kinerja yang ditampilkan akan menurun.

D. Teori Adaptasi

Wohlwill (1974) menyatakan stimulasi yang disukai manusia adalah

stimulasi yang moderat diungkapkan pada teori tingkatan adaptasi. Seseorang menilai lebih atau kurangnya stimulus adalah dengan adanya pengindraan dan persepsi. Hal ini berarti bahwa teori adaptasi mengacu pada teori kognitif. Pada kognisi yang dimiliki seseorang akan menilai stimulus lingkungan, sehingga ia akan melakukan adaptasi.

Dalam teori adaptasi, terdapat tiga dimensi yang membuat stimulus yang muncul pada seseorang menjadi optimal, yaitu:

1. Intensitas stimulus yang mengenai manusia, ketika berinteraksi dengan lingkungan.

2. Keragaman stimulus yang menerpa manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan.

(13)

3. Pola stimulus yang dipersepsi adalah meliputi struktur dan kejelasan polanya.

Interaksi manusia dengan lingkungannya, ia akan mencari stimulus lingkungan yang optimal, yaitu stimulus yang moderat dalam ketiga dimensi diatas. Namun demikian, apabila stimulus lingkungan yang muncul adalah tidak optimal, maka manusia akan menoleransi stimulus lingkungannya.

Wohlwill menyatakan bahwa manusia yang bergeser dari stimulus yang optimal adalah tingkatan adaptasi. Adaptasi adalah suatu pergeseran kuantitatif dalam memberikan penilaian atau respon afeksi sepanjang kuantitatif dalam memberika penilaian atau respon afeksi sepanjang stimulus yang menerpa dirinya secara terus menerus. Tingkatan adaptasi tidak hanya berbeda antara satu manusia dengan manusia yang lain sebagai fungsi dari pengalaman, tetapi dapat terjadi karena perbedaan tingkatan stimulasi dari satu waktu ke waktu. Dengan demikian dalam tingkatan adaptasi akan terjadi pergeseran ambang toleransi seseorang terhadap stimulus lingkungan yang muncul.

Ada pula pemahaman yang lain dalam membahas interaksi antara manusia dengan lingkungan, yaitu adjustment. Sonnenfeld (1966) dalam Bell, meyatakan bahwa adjustment adalah manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan, ia mengubah lingkungan agar sesuai dengan keinginannya. Dalam hal ini manusia berusaha mempertahankan standar yang dimiliki.

Perbedaan mekanisme adaptasi dan adjustment antara lain: 1. Adaptasi:

a. Manusia mengikuti kehendak lingkungan, dan ia menoleransi lingkungannya. Atau ia memperbesar ambang toleransinya terhadap lingkungan.

b. Manusia tidak perlu melakukan upaya untuk mengatasi lingkungan.

2. Adjustment:

a. Manusia mengubah lingkungan agar seuai dengan standar yang dimilikinya.

b. Manusia harus memiliki kemampuan untuk dapat mengubah lingkungan, baik kemampuan intelektual, skill, maupun uang.

(14)

E. Teori Stres Lingkungan

Lingkungan yang berada di sekitar manusia memberikan stimulasi yang dapat dimaknakan sebagai stressor atau stimulus yang dapat menimbulkan tekanan pada seseorang. Karakteristik stressor atau stimulus lingkungan yang menimbulkan tekanan pada diri seseorang adalah stimulus yang mengancam pada diri seseorang. Namun, suatu peristiwa dapat dipersepsi sebagai ancaman atau bahkan sebagai tantangan.

Fakto-faktor yang memungkinkan seseorang merasa terancam adalah dikarenakan adanya penilaian terhadap objek lingkungan, dan dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Peristiwa yang dikategorika sebagai kejadian yang mendadak, dan tidak ada atau sedikit sekali memberikan peringatan bahwa akan terjadi suatu peristiwa. Peristiwa ini disebut sebagai cataclysmic

events. Peristiwa ini dapat memberikan dampak yang besar, dan

biasanya membutuhkan upaya yang besar untuk mengatasinya.

2. Kategori stress personal yang merupakan stress yang dialami oleh seseorang, dan tidak melanda banyak orang seperti cataclysmic events. Dampak yang ditimbulkan pada seseorang berakibat berat, tetapi pada umumnya cepat teratasi.

3. Stress yang berulangkali terjadi. Sehingga seseorang dapat mengalami peristiwanya setiap hari. Stress ini bersifat relatif, dirasakan ringan bila dibandingkan dengan dua kategori stes diatas.

Menurut Selye, seseorang berinteraksi dengan stimulus-stimulus lingkungan yang dapat menimbulkan stress bagi seseorang, maka di dalam dirinya akan muncul gejala-gejala aktivitas saraf otonom meningkat. Aktivitas saraf otonom secara otomatis bekerja karena dirinya merasakan stress.

Kemudian Lazarus memperbaiki pendapat itu. Seseorang akan mengalami stress apabila ia telah melakukan penilaian kognitif yang terdapat dalam dirinya. Apabila hasil penelitian kognitif menyatakan bahwa stimulus lingkungan yang dihadapinya tidak mengancam dirinya, maka proses fisiologis tersebut tidak berlangsung dan kondisi psikologis ini seimbang kembali.

(15)

Namun demikian, manusia akan melakukan upaya mengatasi situasi stes. Upaya itu disebut strategi. Strategi itu bisa berupa kemarahan, menghindar, melawan stimulus, dll. Apabila berhasil, maka ia bertingkah laku “adaptasi” atau “adjustment”. Apabila gagal menghadapi stress, maka ia akan mengalami kejenuhan dan makin menderita yang bisa mengakibatkan gangguan psikologis.

F. Teori Jaringan sosial

Jaringan sosial merupakan bentuk perilaku manusia yang menghubungkan manusia dengan objek jaringan sosialnya dalam suatu mobilisasi (pergerakan) manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain untuk keperluan khusus dan dalam

(16)

situasi yang khusus pula. Jaringan sosial merupakan lingkungan yang bermakna bagi seseorang, sehingga ia harus melakukan pergerakan menuju objek jaringan sosial. Jaringan sosial dapat berupa sekolah, saudara, kantor, dll.

Jaringan sosial mempunyai beberapa dimensi, yaitu:

1. Keragaman relasi,yaitu jumlah variasi relasi yang ada, seperti kehidupan bertetangga, teman sekerja, saudara, dll.

2. Menunjukkan kedekatan dari persahabatan dengan jaringan sosialnya. 3. Hubungan simetris, yaitu adanya hubungan yang seimbang dan

memiliki keuntungan secara sama.

4. Tingkat komitmen dalam melakukan relasi, karena adanya intesitas dalam melakukan interaksi.

5. Frekuensi para aktor yang terlibat dalam berinteraksi dengan jaringan sosialnya di luar aktivitas sehari-harinya.

6. Jumlah aktor yang dapat dihubungi dalam melakukan perilaku jaringan sosial.

7. Kesamaan usia, jenis kelamin, status sosial, pendidikan dalam melakukan interaksi dengan jaringan sosialnya.

8. Keluasan hubungan antar aktor dinyatakan sebagai perbandingan dari jumlah hubungan yang ada dengan jumlah kemungkinan hubungan. 9. Rata-rata jumlah hubungan antar dua aktor dengan jalur singkat. 10. Keluasan total jaringan sosial yang dipisahkan ke dalam klik atau

kelompok berbeda.

Altman dan Taylor menyatakan bahwa proses pertemanan atau

persahabatan dalam membentuk jaringan sosial diungkapkan sebagai proses penetrasi sosial. Hipotesis yang diungkapkannya adalah sebagai berikut:

1. Proses penetrasi sosial bermula dari tingkatan yang bersifat dangkal kearah mendalam (intim).

2. Proses penetrasi sosial bergerak secara bertahap dari tingkat kedekatannya.

3. Tingkatan penetrasi sosial adalah bervariasi, sebagai fungsi dari hubungan interpersonal yang ditandai oleh biaya dan keuntungan dalam melakukan interaksi.

Salah satu aktivitas jaringan sosial dapat dilihat dari pola interaksi antar tetangga di pemukimannya maupun di luar lokasi pemukimannya. Jaringan sosial

(17)

dapat dilihat dari hubungan dengan orang lain yang sedikit dikenalnya (looseknit), dan jaringan sosial yang menunjukkan bahwa ia banyak saling kenal (closeknit). Dengan demikian akan terlihat pola interaksi seseorang dengan jaringan sosialnya.

Semakin luas jaringan sosial, maka aktivitasnya akan makin banyak. Apabila seseorang dalam aktivitas jaringan sosial yang luas melakukan mobilitas, maka hal ini akan terkait dengan permasalahan transportasi di dalam kota sehingga perlunya mendapatkan perhatian yang lebih.

Perilaku jaringan sosial pada dasarnya merupakan fungsi dari proses psikologis, objek jaingan, penggunaan fasilitas lain, daya tarik lingkungan pemukiman, dan kemampuan jangkau. Proses psikologis dalam hal ini merupakan proses persepsi, motivasi, dan sikap serta aspek psikologis lainnya.Apabila dinotasikan dalam suatu rumusan, maka:

P.J.S = f (P.P, K.B, F.L, K.J, O.J)

Keterangan:

P.J.S = Perilaku Jaringan Sosial f = fungsi

P.P = Proses Psikologis

K.B = Kehidupan Bertetangga atau Daya Tarik Lingkungan Pemukiman K.J = Kemampuan Jangkau

O.J = Objek Jaringan Sosial

Rumusan di atas mendasarkan pada teori lapangan (field theory) yang menggunakan rumus: B = f (P,E); di mana B adalah perilaku (behavior), f adalah fungsi, P adalah person yang merupakan proses psikologis, dan E adalah

(18)

lingkungan (environment). Hubungan antarvariable tersebut terlihat pada bagan ini.

BAB 4

Evaluasi Lingkungan dan Lingkungan yang Dipilih

A. Evaluasi Lingkungan dan Persepsi Lingkungan

Apabila seseorang menyatakan bahwa lingkungan yang dihadapinya baik atau buruk, maka proses psikologis yang bekerja dalam evaluasi lingkungan adalah persepsi. Di dalam diri manusia yang terjadi diawali oleh proses pengindraan, kemudian proses kognisinya mengenai lingkungan yang dihadapi adalah memberikan arti dan menilai. Dengan demikian, salah satu alat untuk melakukan evaluasi lingkungan pada seseorang adalah persepsi.

Evaluasi berada dalam proses yang terjadi di komponen kognitif lebih dalam dibandingkan persepsi. Di mana persepsi berada paling luar, sehingga persepsi sangatlah subjektif dan mudah sekali berubah pemaknaannya. Sedangkan proses evaluasi memerlukan fungsi kognitif lainnya, yaitu kemampuan analisis, sehingga berbagai fungsi psikologis lainnya akan berperan.

Faktor psikologis yang sering dilakukan oleh seseorang adalah melibatkan komponen psikologis lainnya. Apabila dalam persepsi hanya melibatkan komponen kognitif, maka komponen afektif dan psikomotor dapat saja digunakan. Seseorang dalam melakukan evaluasi lingkungan dapat menyatakan rasa senang atau tidak senang. Evaluasi lingkungan tersebut melibatkan faktor

(19)

psikologis lainnya, yaitu sikap. Hal ini berarti bahwa ketiga komponen sikap, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi melakukan evaluasi terhadap lingkungannya.

B. Lingkungan Terpilih

Ketertarikan seseorang merupakan suatu proses yang cukup komperhensif. Artinya ketertarikan terhadap suatu objek dapat dikarenakan sebagai hasil evaluasi di komponen kognitif. Atau kertertarikannya tersebut disebabkan oleh komponen emosi atau afektif karena ia menyenagi objek tersebut.

Hasil penelitian oleh Steven Kaplan dan Rachel Kaplan (1975) yang menggunakan model prefensi adalah sebagai berikut:

COHERENCE: Tingkatan pemandangan objek yang saling tergantung atau memiliki organisasi, semakin koheren akan semakin besar untuk dipilih pemandangannya.

LEGIBILITY: Tingkatan yang dapat membedakan pengamat untuk memahami atau mengategorikan isi pemandangan objek. Semakin besar legibility akan semakin dipilih.

COMPLEXITY: Jumlah dan variasi dari elemen-elemen pemandangan atau objek yang berada di lingkungan, seperti perumahan, kompleks pertokoan, dan pusat perbelanjaan. Semakin bergam suatu lingkungan akan semakin menarik.

MYSTERY: Tingkatan dimana pemandangan objek berisikan informasi tersembunyi, dengan adanya salah satu yang tergambarkan dalam pemandangan akan dicari informasinya. Demikian pula dengan informasi yang tersembunyi akan menimbulkan keinginan seseorang untuk mencari tahu informasi yang tersembunyi di lingkungannya.

Evaluasi lingkungan tidak hanya menggunakan konsep Kaplan, tetapi seperti halnya penilaian lingkungan yang dilakukan oleh Berlyne, evaluasi yang dilakukannya mengaitkan bagaimana orang menilai keindahan lingkungan. Berlyne mengemukakan dua konsep utama dalam hal manusia menilai lingkungan, yaitu dengan membandingkan hal-hal yang terdapat pada stimulus atau objek lingkungan dan eksplorasi.

(20)

Membandingkan objek lingkungan dapat terjadi pada objek yang berada di tempat yang sama atau membandingkan dengan lingkungan lain di masa lalu.dalam upaya membandingkan objek lingkungan, seseorang akan terkesankan oleh elemen kompleksitas yang terdapat di lingkungan. Hal ini berarti bahwa elemen lingkungan yang memiliki variasi cukup akan menarik bagi manusia.

Elemen lingkungan yang menarik adalah adanya unsure keganjilan. Elemen keganjilan karena adanya ketidaksesuaian di antara faktor yang terdapat di lingkungan kita dan konteksnya. Untuk membandingkan suatu lingkungan yang satu dengan yang lainnya, dapat dilakukan dengan hadirnya elemen yang membuat seseorang heran. Keheranan ini terjadi karena adanya meluasnya harapan kita pada suatu objek tanpad diketahui. Adanya elemen lain yang tidak diketahui dan di luar harapan seseorang pada suatu lingkungan menyebabkan ia menjadi heran.

Konsep lain yang dikemukakan oleh Berlyne adalah eksplorasi. Berlyne membedakan dua bentuk eksplorasi, yaitu eksplorasi lingkungan yang mencari variasi lain dan eksplorasi yang spesifik. Upaya mencari variasi lain adalah dikarenakan stimulusnya kurang, sehingga ia berusaha mencari yang lain. Sedangkan eksplorasi spesifik dilakukan karena penyelidikannya untuk mengurangi hla-hal yang kurang jelas atau kepuasan untuk memenuhi keingintahuan terhadap stimulus yang muncul.

Penilaian atau evaluasi lingkungan berdasarkan konsep dari Kaplan atau Berlyne merupakan suatu penilaian lingkungan dalam kondisi yang wajar dan konsep tersebut dapat diterapkan pada pemilihan kunjungan daerah wisata. Namun demikian, variable lain yang perlu diperhitungkan adalah variabel

keamanan dan kenyamanan di daerah tujuan wisata.

Russell dan Lanius mengemukakan suatu model afektif dalam memilih

suatu lingkungan. Lingkungan dapat menggugah atau tidak menggugah perasaan pengunjunga. Demikian pula suatu lingkungan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Russell dan Lanius membuat konsep ini sebagai suatu bagan, yaitu sebagai berikut.

(21)

Namun demikian, di dalam melakukan evaluasi lingkunagna tidaklah sama komponen yang digunakan untuk melakukan penilaian lingkungannya. Post

occupancy evaluation sering digunakan oleh para arsitek dalam melakukan

pembaruan lingkungan. Sehingga post occupation evaluation merupakan salah satu metode evaluasi lingkungan.

C. Estetik

Estetik dapat dikatakan sebagai refleksi kritis pada seni, budaya dan alam.Namun demikian estetik pada dasarnya merupakan keputusan dari orang yang melihatnya. Selera yang terkait dengan proses sensoris tersebut akan berhubungan dengan emosi yang menyenangkan bagi orang yang melihatnya, sehingga ia dapat menyatakan lingkungan adalah indah.

Sebelum seseorang dapat menikmati lingkungan, ia harus melakukan interpretasi tentang lingkungan tersebut, di mana proses interpretasi tersebut melibatkan fungsi psikologis, yaitu emosi, pengalaman, nilai dan intelektual.

Bila dikaji lebih lanjut mengenai estetik, maka perlu diketahui faktor-faktor yang memengaruhi seseotang dalam menyatakan indahnya suatu lingkugan.

(22)

1. Emosi merupakan proses evaluasi yang singkat mengenai stimulus atau lingkungan yang dihadapinya. Penilaian lingkungan yang positif akan mengaitkan pada pengalaman subjektif mengenai emosi. Bower menyatakan bahwa seseorang dalam suasana hati yang senang ketika menghadapi lingkungan, maka ia akan mngaitkan perasaan senang pada masa lampaunya. Hal ini terkait dengan pengalaman yang menyenangkanbagi dirinya untuk melihat objek yang indah dan dikaguminya.

2. Pandangan estetika yang menggunakan intelektual

Kemampuan analisis dalam melakukan penilaian akan turut berperan, sehingga ia dapat memutuskan apakah lingkungannya indah atau tidak. Hal ini membutuhkan kecerdasan dan pengetahuan.

3. Budaya

Keindahan pada setiap budaya berbeda-beda. Contohnya adalah warna merah. Pada setiap budaya memiliki arti yang berbeda-beda, sehingga keindahan atau estetikanya pun berbeda. Oleh karena itu, faktor budaya akan mewarnai dalam estetik.

4. Pilihan

Estetika merupakan pilihan seseorang yang memiliki cita rasa, ataupun yang terkait dengan nilai yang diyakininya, dan hal ini tidak terlepas dari aspek intelektual.

5. Nilai

Nilai-nilai religi, seni, budaya, ekonomi, merupakan nilai-nilai yang dapat menentukan seseorang dalam memutuskan suatu lingkungan atau objek mempunyai estetika atau tidak. Estetika juga merupakan suatu nilai yang dimiliki seseorang.

6. Estetika merupakan keputusan yang disadari

Keputusan yang dilakukan oleh seseorang untuk menyatakan bahwa lingkungan yang diamati memiliki nilai estetik adalah keputusan yang disadari. Hal ini berarti bahwa seseorang yang mengamati suatu lingkungan menyadari adanya suatu hubungan intensi antara dirinya dan lingkungannya.

(23)

BAB 5

Pemetaan Kognitif dan Kognitif Lingkungan

A. Pemetaan Kognitif dan Kognitif Lingkungan

Pemetaan kognitif pada dasarnya merupakan bagiann dari kehidupan manusia sehari-hari karena ketika manusia akan pergi kesuatu tempat dia akan membayangkan bagaimana cara menuju tujuannya baik itu membyangkan rute, daerah dna lokasi yang dikenalnya. Singkatnya, suatu pemetaan kognitif tergantung pada informasi yang masuk kedalam seseorang, yang diterima ke otak akan diproses dan jika informasi tersebut kurang lengkap tentu akan menentukan pemetaan kognitifnya.

(24)

1. Faktor-faktor dalam pemetaan kognitif meliputi informasi yang diperoleh manusia, kemampuan mengingat, kemampuan abstraksi ruang, dan persepsi lingkungan.

2. Informasi dalam pemetaan kognitif meliputi beberapa hal:

 Tempat merupakan suatu tempat dan awal tujuan dimana perilaku seseorang akan mengenal tempat tujuannya dan posisi ia akan berangkat. Dengan informasi yang dia peroleh akan bisa mengambarkan peta kognitifnya untuk mengenal tujuannya.

 Hubungan spasial antartempat, jika seseorang sudah mengenali tempat tujuannya maka ia akan menghubungkan dengan tempat ia berada.

 Rencana perjalanannya (rute). Setelah mendapatkan gambaran mengenai tujuan maka ia akan membuat rencana mengenai perjalanannya.

 Landmark merupakan suatu penciri yang terdapat dalam pemetaan kognitif.

3. Daya ingat (memori) dalam pemetaan kognitif

Proses mengingat merupakan suatu kaitan aktivitas yang berlangsung dalam diri seseorang. Informasi yang yang diterima oleh seseorang akan dianalisis dalam pemikiran seseorang dan orang tersebut mengolah informasi berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya dengan begitu ia akan memahami informasi tersebut. Proses pengolahan ini disebut encoding. Setelah encoding, maka seseorang akan masuk pada proses penyimpanan dan setelah itu maka informasi tersebut akan digunakan sebagai pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan yang ditampilkan oleh seseorang berasal

(25)

dari memorinya. Pengetahuan tentang lingkungan dalam kaitannya dengan ruang dapat digambarkan sebagai pemetaan kognitif.

4. Kemampuan abstraksi ruang

Perilaku spasial atau perilaku di ruang adalah perilaku yang menghantarkan kita dalam berprilaku di ruang. Untuk melakukan pemetaan kognitif membutuhkan suatu kemampuan abstraksi ruang. Pemetaan kognitif memiliki kaitan yang erat dengan kecerdasan. Dimana dalam pengukuran kecerdasan terdapat komponen kemampuan abstraksi atau yang sering disebut dengan kecerdasan spasial. Kecerdasan tersebut merupakan kemampuan untuk memahami bentuk dan “image” tiga dimensi yang melibatkan interpretasi dimensi ruang yang mungkin tidak dapat dibayangkan.

B. Persepsi lingkungan

Proses persepsi mempunyai peran dalam pembentukan pemetaan kognitif. Tempat akan mudah diingat apabila tenpat tersebut mempunyai makna tersebut. Proses pemberian makna akan terjadi pada persepsi tentang lingkungan yang diamatinya.

C. Keterkaitan pemetaan kognitif dengan berbagai aspek

1. keterkaitan pemetaan kognitif dengan perkembangan manusia

Manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannnya akan membentuk pemetaan kognitifnya. Pembentukan itu terjadi pula dengan perkembangan manusia sejak kecil, anak umur 1 tahun mulai dengan mengeksplorasi ruang, anak mencoba mengenal lingkungannya dengan menjelajahi ruang dirumahnya lalu ke rumah tetangganya, hal itu terus berkembang hingga pemetaan kognitifnya semakin luas cakupannya dan anak mampu memetakan dan mendeskripsikan lingkungannya.

(26)

2. keterkaitan pemetaan kognitif dengan kebiasaan dan budaya

Interaksi antar manusia dan lingkungan akan memengaruhi perilaku individu ataupun suatu kelompok masyarakat atau budaya. Pola perilaku tersebut dibentuk berdasarkan kebiasaan di masyarakat dan akan terus berulang. Maka perilaku yang berulang tersebut akan memengaruhi dan membentuk pemetaan kognitif individu dalam berprilaku didalam masyarakat.

3. keterkaitan pemetaan kognitif dengan perencanaan

Pemetaan kognitif akan mudah terbentuk apabila suatu daerah memiliki perencanaan yang baik dan dapat dilakukan pengawasan lingkungannya. Dengan begitu saat manusia berinteraksi dengan lingkungan akan mudan memproses pembuatan pemetaan lingkungan. Pemetaan lingkungan yang terencana dengan baikdan dapat diawasi akan mudah dibuat peta kognitifnya. Dalam membuat perencanaan yang perlu dipertimbangkan adalah kemudahan pembentukan pemetaan kognitif bagi penghuninya.

BAB 6

Ruang Personal, Teritorial, dan Kepadatan

A. Ruang personal

Ruang personal adalah ruang untuk berinteraksi dengan orang lain, batas ruang disekitar kita yang tidak terlihat, orang lain tidak boleh memasuki ruang personal seseorang dan orang tersebut akan mengatur bagaimana dalam berinteraksi dengan orang lain dan dapat memilih jarak yang dekat ataupun jauh. Hal ini berlaku dalam setiap aktivitas didalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa fungsi dari ruang personal:

1. Menjaga ruang dalam berinteraksi dengan orang lain 2. Menjaga komunikasi yang nyaman

(27)

3. Menjaga norma didalam masyarakat yang mengatur cara berinteraksi. 4. Untuk mempertahankan diri dari suatu ancaman emosi dan fisik pihak

lawan komunikasinya.

Dalam ruang personal juga terdapat jarak yang mengatur dengan siapa kita berkomunikasi baik itu jarak dekat yang dilakukan pada teman, hubungan intim dan hubungan lain yang memang mengindikasikan mereka dekat dan saling mengenal. Sedangkan jarak personal jauh seperti pada rekan bisnis, interaksi dalam jarak publik seperti saat berpidato dan interaksi sosial lainnya.

B. Faktor-faktor yang memengaruhi ruang personal

1. Faktor situasional

Interakasi yang terjalin diantara individu diawali dari adanya daya tarik seseorang pada yang lain. selain adanya daya tarik dalam melakukan interaksi, ada pula situasi lain yang dapat memengaruhi interaksi yaitu jarak interpersonal. Dalam memulai interaksi dengan seseorang akan terdapat situasi baru, dan saat itu berlangsung maka seseorang akan mencari kenyamanan dalam berinterakasi, misalnya dalam situasi rapat tentunya ruang personal yang dibawa oleh setiap peserta adalah berbeda begitupun situasi posisi duduk dan lain sebagainya berbeda dengan saat orang melakukan gosip maka situasi dan tata letaknya pun akan berbeda yaitu berdekatan.

2. Perbedaan individual

Interaksi antara seseorang dengan orang lain dapat saja berbeda antara satu orang dengan yang lain. perbedaan ini disebabkan faktor kepribadian individu seperti ekstrovert dan introvert, keduanya akan berbeda dalam menggunakan ruang personal mereka. selain itu jenis kelamin, usia seseorang dan faktor budaya juga akan memengaruhi interaksi.

(28)

Faktor asitektural suatu bangunan akan berpengaruh pada ruang personal. Tinggi rendahnya suatu atap, luas sempitnya suatu ruangan, posisi duduk atau tata letak, dan pencahayaan pada suatu ruang akan memengaruhi seseorang dalam melakukan interaksi dan menggunakan ruang personal.

C. Teritorial

Teritorial adalah suatu tempat atau ruang yang dimiliki dan diawasi oleh seseorang atau lebih. Teritorial sifatnya lebih menetap, batasnya terlihat dan mempunyai aturan untuk berinteraksi. Adanya pengawasan yang ketat terhadap suatu ruang yang dimilikinya, maka teritorial merupakan suatu aarea yang harus dilindungi oleh yang memilikinya. Pemahaman teritorial dapat bersifat individual, kelompok, seperti keluarga dan kelompok lainnya, bisa institusi juga yang terpenting terdapat kesamaan didalam pemetaan kognitifnya. Altman membagi tiga kategori teritorial yaitu,

1. Teritorial primer, merupakan teritorial yang memiliki tingkat pengawasan sangat tinggi karena indvidu mempresepsi sebagai miliknya atau menggunakannya dalam waktu yang lama.

2. Teritorial sekunder, merupakan suatu area yang dikuasai dalam waktu tertentu. Tingkat kepemilikannya, tidak dimiliki tetapi dipersepsi sebagai pemakai yang sah.

3. Teritorial publik, merupakan teritorial yang tingkat pengawasannya sangat rendah. Hal ini karena setiap orang yang berada didaerah tersebut memiliki peluang untuk menggunakan area tersebut.

 Teritorial dan agresi, teritorial adalah mengenai kepemilikan dan tingkat pengawasan. Hal ini berarti bahwa apabila ada pihak yang melanggar wilayah teritorial seseorang maka orang yang merasa terlanggar akan melakukan upaya pertahanan diri. Agresi pada dasarnya perilaku yang menyakiti pihak lain, jika dikaitkan dengan

(29)

teritorial jika ada pihak yang melanggar dan dilanggar maka sangat memungkinkan terjadinya adu kekuatan secara fisik.

 Teritorial sebagai batas keamanan

Teritorial merupakan batas dimana seseorang melakukan interaksinya dengan nyaman. Teritorial juga merupakan suatu batas keamanan agar tidak terjadinya pelanggaran teritorial.

 Ruang privasi dan teritorial

Ruang privasi adalah suatu proses pembatasan interpersonal dengan cara mengatur berinteraksi dengan orang lain. seseorang dalam berinteraksi butuh ruang privasi untuk membatasi, untuk menyendiri melakukan evaluasi diri atau melakukan pekerjaan yang memerlukan kesendirian tanpa diganggu oleh orang lain. ruang privasi tersebut sudah pasti memberikan kenyamanan dan aman.

D. Kepadatan

Kepadatan adalah pengertian di mana ukuran tingkat kepadatan penduduk pada suatu daerah. Pengertian kepadatan penduduk ini biasanya dinyatakan dengan jumlah penduduk di suatu daerah yang memiliki ukuran luas dan dinyatakan dalam ukuran Km atau Ha.

(30)

BAB 7

Kebisingan, Cuaca Dan Ikim, Dan Pencahayaan

A. Kebisingan

Setiap orang memiliki pemaknaan kebisingan yang berbeda-beda. Suara bising itu sendiri tidak hanya suara yang keluar dari sumbernya dengan tekanan tinggi atau frekuensi yang tinggi, tetapi suara orang berbicara yang tidak diinginkan pun bisa menjadi sebuah kebisingan. Seorang remaja yang sedang mendengarkan musik menggunakan ear phone atau head phone dengan volume tinggi sampai terdengar oleh temannya yang bersebelahan menurutnya itu tidak bising walaupun gendang telinganya mendapatkan tekanan suara yang tinggi. Lain halnya jika ada seseorang yang sedang mengerjakan suatu tugas tetapi ada yang berbicara dan menganggu konsentrasinya. Walapun yang sedang berbicara itu tidak memberikan tekanan suara yang tinggi pada gendang telinga tetapi jika menangganggu konsentrasi kerja maka hal tersebut dinamakan kebisingan.

Oleh karena itu kebisingan tidak dipengaruhi secara langsung oleh factor fisik tetapi fakor fisik juga tidak dapat diabaikan. Factor fisik merupakan gelombang suara yang diterima oleh indra pendengaran kita dan memberikan tekanan kepada gendang telinga orang yang mendengarnya. Manusia secara normal dapat mendengar frekuensi suara antara 20-20.000 Hz (Hertz). Secara psikologi freksuensi yang beragam disebut sebagai timbre atau kualitas tone.

(31)

Kualitas tone atau timbre yang menarik akan dimaknakan sedangkan kualitas tone atau timbre yang kurang baik bisa menjadi sebuah gangguan bagi orang yang mendengarnya. Adapun tinggi rendahnya suara secara psikologis yang disebut sebagai amplitudo. Amplitudo adalah keras atau lemahnya suara. Dari beberapa penjelasan di atas dapat diartikan bahwa aspek fisik dan psikologis tidak dapat dipisahkan oleh stimulus.

Gelombang suara, amplitudo, dan timbre merupakan konsep-konsep dari suara. Suara memberikan tekanan pada pendengaran kita sehingga kita dapat mendengarnya. Skala tekanan suara adalah desibel (dB). Desibel adalah fungsi logaritmik yang artinya tekanan 100 dB tidak sama dengan 2 x 50 dB. Manusia yang memiliki kemampuan pendengaran yang normal mampu mendengar tekanan yang paling rendah yaitu 0 dB sedangkan tekanan suara yang paling tinggi meskipun masih mampu didengar oleh manusia tetapi dapat merusakn pendengaran adalah 150 dB. Kita harus mengetahui sumber suara yang dapat merusak telinga walaupun masih dapat didengar. Jika kita sudah mengetahui sumber suara dari kebisingan kita dapat menghindarinya atau menggunakan peralatan untuk menutup telinga.

Suara yang perlu dirancang pada suatu lingkungan tidak lebih dari 60 dB. Oleh karena itu lingkungan kantor, ruang kelas, ruang museum, ruang keluarga membutuhkan tekanan suara yang dapat memberikan ketenangan karena suasana tenang dapat mempengaruhi perilaku manusia juga mempengaruhi manusia dalam berinteraksi dengan lainnya.

1. Efek Kebisigan pada Fisiologis

Tekanan suara yang melebihi kemampuan fisiologisnya dapat merusak pendengarannya atau dapat menyebabkan ketulian. Meskipun tekanan suaranya 90 dB tetapi jika terus menerus menekan pendengaran akan menyebabkan kerusakan pada pendengaran. Dan apabila seseorang mendapatkan tekanan 150 dB maka akan mendapatkan kerusakan pada gendang telinganya.

(32)

Menurut penelitian John S. Nimpoeno dan Zulrizka Iskandar (1991) mengatakan bahwa gangguan suara pada lingkungan kerja lebih terasa pada industri kecil dibandingkan dengan industri yang menggunakan teknologi lebih maju. Pada industri maju kesehatan dan keselamatan para pekerja diperhatikan, sedangkan industri kecil sebaliknya. Seorang pemusik juga dapat mengalami kebisingan jika terus menerus mendengarkan dan memainkan musik dengan tekanan suara tinggi. Tetapi kembali lagi, kebisingan sangat bersifat subjektif. Apabila seseorang merasa senang dengan suara yang keras dan memperoleh tekanan suara yang keras, suara tersebut tidak dirasakan bising. Dapat dikatakan bahwa masalah suara tidak hanya terkait dengan kebisingan saja, tetapi tekanan suara yang keras. 2. Efek Kebisingan pada Kesehatan

Suara yang keras dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau tuli. Hilangnya pendengaran disebabkan karena adanya trauma pada cochlea (cairan yang terdapat di rumah siput). Suara yang berulang kali akan merusak sel-sel rambut di cochlea, yang pada akhirnya mengurangi kemampuan pendengaran. Hilangnya pendengaran sejalan bertambahnya usia. Orang yang sejak mudanya terus menerima tekanan suara yang tinggi akan lebih cepat mengalami ketulian. Suara yang keras juga dapat dikaitkan dengan kesehatan jantung. Kebisingan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, sakit kepala, fatigue, nyeri lambung, dan vertigo.

3. Efek Kebisinganpada Aspek Psikologi dan Interaksi Sosial

Suara dengan volume keras akan menganggu komunikasi verbl dan akan menimbulkan stress pada seseorang. Orang yang sedang melakukan interaksi dengan keadaan lingkungan yang bising membuat orang tersebut mengeraskan volume suaranya dan dapat menimbulkan kesalahpahaman.

(33)

Suara bising juga dapat menimbulkan keterkejutan dn hal itu dapat menyebabkan stress pada seseorang. Dalam berinterksi pun kondisi suara perlu diperhatikan. Suara yang memiliki tekanan suara yang keras dapat menimbulkan berkurangnya sensitivitas.

B. Cuaca dan Iklim

Manusia berinteraksi dengan lingkungan tidak dapat terlepas dari cuaca dan iklim. Kedua hal ini dipersepsikan dengan berbagai makna oleh manusia. Cuaca dan ilkim juga sangat dirasakan oleh manusia apalagi dengan adanya pemanasan global.

1. Dampak Cuaca Panas pada Fisiologis

Manusia mempunyai mekanisme untuk beradaptasi jika mengalami kepanasan temperatur sekelilingnya, yaitu dengan mengeluarkan keringat. Jika manusia mengalami kedinginan maka akan menggigil. Jika mekanisme adapasi gagal dilakukan maka stress kepanasan akan terjadi. Dalam hal ini kegagalan fisiologis untuk menormalkan kembali panas tubuh terjadi ketika seseorang mengalami cuaca yang amat panas. Dengan demikian beberapa kondisi fisiologis dapat terjadi, yaitu:

“Heat exhaustion” terjadi karena sirkulasi darah yang berlebihan. Untuk mengatasinya yaitu dengan beristirahat. Tanda-tanda yang terjadi ialah pusing, muntah-muntah, sakit kepala, tidak bisa istirahat, dan pingsan.

“Heat stroke” ditandai dengan kebingungan, sakit kepala, mengigau, koma, dan meninggal. Hal ini terjadi karena tidak berfungsinya mekanisme berkeringat. Panas dalam tubuh tidak dapat hilang, otak kepanasan berlebihan. Tidakan yang cepat adalah mencelupkan penderita ke air es. Apabila berkeringat akan berlanjut pada “heat exhaustion” tetapi bila tidak berkeringat akan berlanjut pada “heat stroke”.

(34)

 Serangan jantung terjadi karena adanya tuntutan yang berlebihan pada system kardiovaskuler, karena adanya peningkatan kebutuhan darah untuk mekanisme pendinginan tubuhnya.

2. Cuaca Panas dan Kinerja

Temperatur yang tinggi akan menyebabkan seseorang dehidrasi dan akan berkurangnya kinerja seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas.

3. Cuaca Panas dan Tingkah Laku Sosial

Dalam temperature panas, seseorang memiliki kecenderungan kurang memberikan stimulasi dalam berinteraksi. Tingkah laku konflik dan tawuran cemderung terjadi pada daerah yang memiliki iklim panas. Karena itu, iklim yang panas dapat meningkatkan tingkah laku agresi yang bervariasi.

C. Pencahayaan

Interaksi antar manusia dengan lingkungan akan melibatkan pencahayaan. Pencahayaan membatu kita membantu kita agar dapat memahami objek yang kita lihat. Ada beberapa konsep yang perlu diperhatikan dalam pencahayaan ini dan terkait dengan warna, yaitu:

“Visibility” seberapa baik suatu objek dapat dilihat oleh mata manusia. Akan terjadi proses penilaian pada objek.

“Brightness” dari gelap ke terang. Dalam suatu warna akan terjadi gradasi yang mencampur dari hitam ke putih.

“Hue” adalah variasi warna yang kontinu di lingkaran warna primer. Warna yang berada diantaranya merupakan paduan dari warna dasarnya atau warna primer.

“Saturation” merupakan variasi penuh warna pada lingkaran warna, sehingga terlihat warna yang kuat, hingga di tengah lingkaran terlihat sebagai abu-abu, yang merupkan peraduan.

(35)

1. Berapa Pencahayaan yang Diperlukan?

Untuk melakukan suakegiatan, pencahayaan sangat diperlukan. Cahaya yang memadai akan embantu pada fungsi penglihatan. Gelombang energy yang dipancarkan oleh warna yang terdapat pada benda akan mudah ditangkap pleh retina.

No Watt Tipe Aktivitas

1 5 Area umum dengan sekitarnya gelap

2 10 Orientasi sederhana untuk kunjungan singka

3 10-20 Bekerja dengan fungsi mata kadang-kadang digunakan

4 20-50 Tugas mata membaca dengan huuf besar dan kontras yang tinggi, misalnya membca bahan cetak

5 50-100 Tugas mata membaca dengan huruf kecil dan kontras yang sedang 6 100-200 Tugas mata membaca dengan kontras yang rendah degan huruf

kecil

7 200-500 Tugas mata membaca dengan huruf yang sangat kecil dan kontras yang sangat rendah dalam waktu yang lama

8 500-1000 Membutuhkan waktu kerja yang lama dengan tugas khusus, misalnya assembling elemen elektronik yang kecil

9 1000-2000

Tugas yang membutuhkan ketelitian tinggi, seperti dokter bedah

2. Aplikasi Pencahayaan

Dalam suatu pameran, pencahayaan sangatlah diperlukan untuk meletakkan dan menyusun benda yang akan dipamerkan agar lebih menarik perhatian. Dalam mempersiapkan pameran, perlu diperhatikan beberapa prinsip psikologis dalam interaksi manusia dengan lingkungan pameran. Aplikasi pencahayaan dala pameran merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Artinya antara cahaya yang diperlukan, benda yang akan dipamerkan, penjelasannya artistic dalam penataannya, dan proses psikologis yang terjadi dalam pameran, seperti proses belajar.

(36)

BAB 8

Pencemaran Udara, Tanggung Jawab, dan Tingkah Laku

Perlindungan Lingkungan

A. Pencemaran Udara

Seseorang dapat mempersepsikan lingkungannya tercemar bergantung pada factor fisik dan psikologis. Pada umumnya orang akan mempersepsikan pencemaran udara adalah negative karena baud an asap atau debu. Padahal udara yang berbahaya adalah tidak mengandung bau dan asap (seperti gas CO). Gas kendaraan dan bahan bakar minyak merupakan salah satu pencemaran udara.

1. Kualitas Udara di Kota Bandung

Di beberapa belahan kota Bandung sudah mengalami pencemaran udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor yang sangat padat. Pembangunan industri juga mempengaruhi udara di sebuah kota. Dalam pembangunan industry sendiri membutuhkan bahan bakar dan materi industry yang digunakan. Gas buangan tersebut dapat berbentu timbal (Pb) (Power plant yang membutuhkan bensin, pengilangan minyak), SOx (Sulfur dioxide, seperti power plant, kompor batu bara, pengilangan minyak), NOx (Nitrogen oxide seperti industri yang menggunakan minyal dari fosil, kendaraan), “Toxic Pollutant yang berbahaya (seperti pabrik tiner untuk cat, lem, dan asap rokok). Buangan gas mengakibatkan penyakit yang berbahaya bagi manusia.

2. Dampak Pencemaran Udara

Seseorang yang menghirup udara kotor akan mengalami kekurangan oksigen di dalam darah. Penyebabnya manusia akan merasa pusing, kerusakan

(37)

saraf, gangguan memori dan atensi. Kekurangan oksigen yang kronis dapat menurunkan kecepatan memproses informasi dan mengingat, mengganggu short term dan long term memory.

 Symptom pernapasan: sel sel epitel di trachea akan mengalami kerusakan

 Masalah kulit: tungku yang menghasilkan arsenic dapat menimbulkan kanker kulit

 Gangguan pada: system saraf, liver, kesulitan dalam reproduksi, mata, jantung, dan paru-paru.

3. Dampak Pencemaran Udara pada Daya Ingat

Kekurangan oksigen pada aliran darah di otak aka mempengaruhi short term memory dan long term memory seseorang. Hal ini akan menganggu fungsi otak dalam mengingat.

4. Dampak Pencemaran Udara pada Kinerja

Seseoang yang bekerja di jalan raya atau lalu lintas rentan sekali mengalami pencemaran udara. Mereka akan banyak menghirup ga CO dari hasil pembuangan gas CO kendaraan bermotor. Hal ini dapat menyebabkan hambatan dalam mengambil keputusan waktu reaksi yang lambat, atensi yang terganggu, kemampuan mengemudi mengalami penurunan, proses pengolahan informasi, dan kemampuan mengingat terganggu.

5. Dampak Pencemaran Udara dengan Perilaku Sosial

Seseorang membuang gas saat berinteraksi dapat orang lain akan menganggu psikologis orang tesebut bahkan bisa saja terjadi tidakan agresi yang menyebabkan ketidaksenangan. Jika terjadi penolakan yang sangat kuat maka akan terjadi stress pada orang yang terlibat dalam interaksi tersebut.

(38)

Pencemaran dan kerusakan lingkungan disebabkan oleh manusia itu sendiri. Padahal tidak sedikit dari masyarakat yang mengerti pengetahuan tentang lingkungan namun mereka seolah-olah tidak mempedulikan akibat yang akan merugikan orang banyak. Pengetahuan tentang lingkungan dibutuhkan untuk membentuk perilaku seseorang terhadap lingkungannya. Norma sosial mempengaruhi tingkah laku seseorang. Jika norma sosialnya positif maka tingkah laku yang ditimbulkan akan positif. Selain disosialisasikan kepada masyarakat, nilai-nilai yang tertanam dari orangtua dan masyarakat sangat penting dalam pembentukan rasa tanggung jawab pribadi. Sedangkan rasa tanggung jawab personal lebih pada didasari oleh motivasi. Kognisi dan nilai yang dianut mempengaruhi stimulasi lingkungan maka muncul lah kebutuhan dalam dirinya. Kebutuhan personal juga hasil dari proses belajar yang dimulai dari proses interaksi dan pembelajaran dari orang tuanya. Pendidikan seseorang juga memperkuat dasar pengetahuan dan nilai-nilai norma yang sudah diajarkan terlebih dahulu oleh orang tua.

C. Tingkah Laku Perlindungan Lingkungan

Tingkah laku perlindungan lingkungan akan lebih kuat apabila didukung oleh control tingkah laku aktual. Terjadinya tingkah laku perlindungan lingkungan dapat pula dipengaruhi oleh dukungan sosial, dukungan akan memperkuat tingkah laku pemeliharaan atau perlindungan lingkungan. Factor-faktor lingkungan dalam berinteraksi dengan manusia dapat memberikan keserasian dan keselarasan, maka diperlukan langkah-langkah untuk membangkitkan tingkah laku perlindungan lingkungan, yang berbentuk pendidikan luas. Keluarga perlu menanamkan nilai-nilai pentingnya lingkungan alam untuk kehidupan manusia, memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam dalam berinteraksi dengan manusia, motivasi untuk memelihara lingkungan, tanggung jawab personal pada ingkungan, dan self esteem pada anak-anaknya.

Referensi

Dokumen terkait

If the foreign country has an initial level of distortion higher than the home country, an origin based tax harmonisation requires its initial tax rate of all commodities to be

3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal "Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang disampaikan kepada Bank

Laporan Keuangan ini dipublikasikan sesuai dengan Ketentuan SE.BI No.3/30/DPNP tanggal, 14 Desember 2001 melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor.3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001

Fasfitas lredit kepada trank lain yang belum ditarik.. Rupiah ii Valuta

Paiak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi laba

Diharapkan pihak perusahaan dapat mempertahankan serta meningkatkan pelayanan terhadap Gaya kepemimpinan transformasional, karena variabel Gaya kepemimpinan

Menurut Hellier, et al, (2003) dalam Setyaningsih (2008) niat beli ulang merupakan keputusan konsumen untuk melakukan pembelian kembali suatu produk atau

kg/cm 2 ). 2) Perlu dilakukan uji fatigue di laboratorium terhadap bahan konstruksi alat sambung kabel penggantung ke kabel utama guna.. memprediksi umur pakai alat tersebut