• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Karakteristik Responden

Hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa 20 orang responden dari Desa Kinam memiliki sebaran tingkatan umur 23-99 tahun, dan 35% didominasi oleh pekerja tingkat umur 23-33 tahun dan 34-44 tahun. Sedangkan, 15 orang responden dari Desa Kriawaswas memiliki sebaran tingakatan umur 23-70 tahun, dan 26,7% didominasi oleh pekerja tingkat umur 23-33 tahun dan 34-44 tahun sama seperti Desa Kinam. Hanya saja di Desa Kriawaswas, maksimal umur yang masih bekerja adalah umur 70 tahun. Sedangkan, di Desa Kinam kisaran umur 78-99 tahun masih ada yang bekerja.

Tabel 11 Karakteristik responden menurut umur

Umur responden (tahun) Desa Kinam (%) Desa Kriawaswas (%)

23-33 35 26,7 34-44 35 26,7 45-55 15 20 56-66 5 13,3 67-77 0 13,3 78-88 5 0 89-99 5 0 Jumlah 100 100

Tabel 12 Rata-rata produksi pala di kedua desa pada tiap umur responden

Umur responden (tahun)

Rata-rata produksi (biji/ha/tahun)

Musim barat Musim timur

23-33 37.952 17.643 34-44 35.185 16.000 45-55 36.944 17.083 56-66 33.333 13.333 67-77 41.667 20.833 78-88 35.000 15.000 89-99 32.000 20.000

Pada Tabel 12 terlihat bahwa umur responden tidak berpengaruh terhadap produktivitas pala setiap hektarnya. Padahal secara umum semakin tua umur responden akan berpengaruh terhadap kinerja masyarakat pada pengelolaan

(2)

kebun, sehingga produktivitas buah pala dipengaruhi oleh faktor luar dari karakteristik responden umur. Selain produktivitas pala, umur responden juga mempengaruhi biaya. Semakin tua usia responden dapat membuat tingginya biaya dalam pengusahaan pala karena apabila mereka sudah tidak lagi dapat mengerjakan kegiatan produksi, mereka harus menggunakan jasa upah tenaga kerja sehingga biaya yang dibutuhkan akan semakin besar.

Tingkat pendidikan akan berpengaruh dalam pemikiran dan juga tindakan dalam pengelolaan usaha yang mereka lakukan. Sebesar 10% masyarakat Desa Kinam tidak bersekolah dan 26,7% masyarakat Desa Kriawaswas tidak bersekolah.

Tabel 13 Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Desa Kinam (%) Desa Kriawaswas( %)

Tidak sekolah 10 26,7 SD 35 53,3 SMP 15 0 SMA 30 20 S1 10 0 Jumlah 100 100

Kurangnya tingkat pendidikan menyebabkan masyarakat di kedua Desa mengelola kebun mereka dari persemaian, penanaman hanya menggunakan pengalaman yang didapat dari nenek moyang, tidak ada pengetahuan khusus sehingga dalam produktivitas pun kurang maksimal. Tabel di atas menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kinam lebih tinggi tingkat pendidikannya daripada masyarakat Kriawaswas. Hal ini ditunjukkan dari pemeliharaan yang dilakukan masyarakat Desa Kinam, dimana mereka tidak menebang pohon pelindung sampai tanaman pala tahan terhadap keadaan lapang sedangkan masyarakat Desa Kriawaswas menebang semua pohon dan tidak ada pelindung pada tanaman pala.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Kinam adalah petani dan nelayan karena letak Desa Kinam yang berada di pesisir pantai sehingga nelayan adalah mata pencaharian utama di desa tersebut. Masyarakat Desa Kriawaswas secara keseluruhan adalah petani karena letak tinggal mereka yang berada di perbukitan sehingga bertani menjadi pilihan utama pekerjaan mereka. Perbedaan mata pencaharian utama di kedua desa

(3)

mengakibatkan perbedaan luas lahan rata-rata yang dimiliki oleh petani disana. Meskipun luas lahan pala masyarakat Desa Kriawaswas lebih besar daripada masyarakat Desa Kinam, hal ini tidak menyurutkan masyarakat Desa Kinam membuka lahan baru untuk pala karena pala adalah tanaman asli daerah mereka dan memiliki nilai ekonomi tinggi.

5.2Analisis Proses Produksi

Proses produksi pala (Myristica argenta Ware) terjadi dalam dua musim dalam satu tahun, yaitu musim barat dan musim timur. Umumnya musim barat sekitar bulan Oktober-Nopember. Pada musim ini biasanya pohon pala berproduksi banyak. Musim timur sekitar bulan Februari-Maret, pada musim ini pohon pala berproduksi 25-80% dari produksinya di musim barat. Proses produksi pala diuraikan di bawah ini.

5.2.1 Luas dan Persiapan Lahan

Masyarakat pada dasarnya sudah memiliki lahan dari nenek moyang sebelumnya sehingga saat ini mereka meneruskan usaha produksi pala yang telah ada. Lahan untuk kebun pala yang dimiliki masyarakat Desa Kinam rata-rata adalah seluas 0,95 ha sedangkan lahan yang dimiliki masyarakat Desa Kriawaswas adalah seluas 2,12 ha. Rata-rata luasan lahan yang dimiliki masyarakat Desa Kriawaswas lebih besar dikarenakan mata pencaharian utama Desa Kriawaswas adalah petani sedangkan Desa Kinam adalah nelayan. Kegiatan persiapan lahan dalam produksi pala dapat diketahui dari pembuatan lahan baru. Dari 35 responden, 20 diantaranya (57,14%) memiliki usaha kebun pala baru. Rata-rata luasan kebun baru lahan pala dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Luas lahan pala rata-rata per responden di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa Luas Lahan (ha)

Lama Baru

Desa Kinam 0,95 0,64

Desa Kriawaswas 2,12 0,81

Sebelum dilakukan pembukaan lahan, masyarakat melakukan adat yang disebut nahahara. Nahahara adalah suatu adat meminta ijin untuk membuka lahan baru dengan cara menyiapkan kopi, daun sirih, pinang, dan kapung seperti

(4)

yang terlihat pada Gambar 1. Adat ini dipercaya bisa memberi kemudahan dan menghilangkan hambatan dalam mengelola lahan nantinya.

Kegiatan dalam persiapan lahan terdiri dari dua kegiatan yaitu pembersihan dan penebangan. Kegiatan pembersihan dan penebangan yang dilakukan di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas dilakukan dengan cara berbeda. Desa Kinam melakukan pembersihan terlebih dulu. Pembersihan ini meliputi pembakaran rumput dan pembersihan semak belukar. Setelah dilakukan pembersihan, masyarakat melakukan penanaman selanjutnya baru penebangan pohon lainnya. Penebangan dilakukan setelah penanaman, hal tersebut dilakukan karena pohon yang belum ditebang tersebut dijadikan sebagai tempat naungan tanaman pala baru. Desa Kriawaswas melakukan persiapan lahan dengan cara penebangan terlebih dulu, kemudian dilanjutkan dengan pembersihan semak belukar sehingga lahan yang kosong tersebut dapat dilakukan proses pengolahan tanah untuk penanaman nantinya.

Gambar 1 Adat dalam persiapan pembukaan lahan (nahahara).

5.2.2 Pembibitan dan persemaian

Pengadaan bibit tanaman pala dilakukan masyarakat dengan perbanyakan biji. Biji-biji yang digunakan biasanya adalah biji matang berwarna coklat tua sampai hitam yang didapat dari kebun mereka sendiri. Menurut Deinum (1949)

dalam Sunanto H (1993) mengemukakan bahwa dari 100 biji atau pohon pala rata-rata terdapat 55 pohon betina, 40 pohon jantan dan 5 pohon hermaphrodite. Adanya biji yang menghasilkan pohon jantan inilah yang membuat masyarakat kesulitan dalam melakukan pembibitan. Biasanya mereka membedakannya dengan melihat dari biji. Biji betina biasanya bagian bawah biji lebih bulat dan

(5)

licin, sedangkan biji jantan bijinya lebih lonjong dan panjang dan permukaannya tidak rata.

Biji yang telah dipetik biasanya dicincang atau dicacah pada bagian ujung biji tersebut. Hal ini dilakukan untuk mempercepat tumbuhnya tunas pada mata. Kemudian dipindahkan ke tanah atau bedengan. Biasanya mereka membuat bedengan langsung di tanah pekarangan rumah mereka atau dari karung yang diisi tanah sehingga mudah dipindahkan. Biji pala dapat berkecambah dalam waktu 4-8 minggu. Setelah bibit tanaman mempunyai 3-5 batang cabang, maka bibit dapat dipindahkan atau ditanam di lapangan.

5.2.3 Penanaman

Awal sebelum dilakukan penanaman, masyarakat biasanya menentukan terlebih dahulu jarak tanam yang akan digunakan. Hal ini dilakukan karena kebun pala yang mereka miliki dari nenek moyang tidak ada jarak tanam tertentu sehingga berakibat menurunnya produktivitas pala lainnya. Jarak tanam yang digunakan masyarakat pun, berbeda-beda berkisar 4 m sampai 10 m. Cara membentangkan jarak tanam di kebun biasanya menggunakan tali-tali hutan yang telah diukur panjangnya, setelah itu mereka menancapkan kayu untuk menentukan titik lubang tanam.

Penanaman tanaman pala seharusnya dilakukan pada bibit yang telah berumur satu tahun dan tidak lebih dari dua tahun. Penanaman yang dilakukan masyarakat dilakukan pada bibit yang berumur tidak tentu, dari bibit yang berumur enam bulan sampai bibit berumur 3-4 tahun baru dipindah. Padahal bibit yang berumur lebih dari dua tahun, pertumbuhannya akan terlambat sebab akar sudah berlipat-lipat. Cara penanaman yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan membuat lubang tanam kecil menggunakan tuas dari kayu. Pembuatan lubang tidak dengan kedalaman tertentu atau teknik khusus, masyarakat hanya memperkirakan besar lubang yang menyesuaikan bentuk akar dan tanaman yang akan ditanam.

Penanaman bibit yang berasal dari biji dilakukan dengan cara memindahkan bibit yang awalnya ada di bedengan ke karung atau kardus. Karung dan kardus ini dipilih untuk memudahkan mereka memindahkan bibit dari pekarangan rumah menuju kebun. Setelah bibit pala dipindahkan ke lubang

(6)

tanam, lubang tanam tersebut kemudian disiram dengan air supaya tidak terjadi dehidrasi pada akar.

5.2.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman pala dilakukan untuk menjamin keberhasilan berproduksi di masa mendatang. Pemeliharaan yang dilakukan masyarakat meliputi pembebasan tali-tali pada pohon pala, penebangan pohon yang dirasa menganggu pertumbuhan pohon pala, pembersihan semak belukar, dan penanaman tanaman pelindung. Tanaman pelindung ini berfungsi sebagai tempat naungan tanaman pala yang masih muda karena umumnya tanaman pala yang masih muda kurang tahan terhadap sinar matahari. Ini yang dilakukan masyarakat Desa Kinam untuk tidak menebang pohon di kebun, dan akan ditebang jika tanaman pala sudah tahan terhadap matahari.

5.2.5 Pemanenan

Pohon pala berbuah pada umur 7-8 tahun dan pada umur 30 tahun dapat mencapai produksi tertinggi dan dapat terus berproduksi sampai ratusan tahun. Dalam satu tahun pohon pala dapat dipanen dua kali. Cara pemanenan buah pala dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut gay-gay. Gay-gay ini dibuat dari kayu atau bambu dengan panjang sekitar 3-4 meter, dimana ujung dari

gay-gay ini diberi paku atau besi untuk memetik buah pala. 5.2.6 Pasca Pemanenan

Buah yang dipetik setelah panen segera dibelah di kebun dengan menggunakan parang. Daging buah pala dipisahkan dan mayarakat hanya mengambil biji dan fuli pala, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Biasanya daging buah yang dipisahkan ini langsung ditinggalkan di kebun begitu saja. Sedangkan biji dan fuli pala dibawa pulang ke rumah untuk dikeringkan. Pengeringan biji pala dilakukan dengan cara memisahkan bunganya dan bijinya. Untuk fuli pala biasanya hanya dijemur saja, lama dari penjemuran ini tergantung dari cuaca atau panasnya matahari seperti yang terlihat pada Gambar 5.

Perlakuan biji pala, dilakukan dengan cara pengeringan yaitu diasar. Cara pengasaran ini biasanya dengan cara pala ditaruh di atas perapian dan diasapi selama beberapa hari. Lamanya pengeringan ini tergantung dari jumlah biji yang diasar itu sendiri, untuk 10.000 biji pala dapat dikeringkan hanya dengan waktu ±

(7)

1-2 hari. Biji pala yang sudah mengering ini biasa disebut dengan pala kulit, seperti yang terlihat pada Gambar 4. Selain pala kulit, beberapa masyarakat juga melakukan proses lain terhadap pala kulit ini yaitu dengan cara mengetok atau mengupas pala yang sudah dikeringkan menggunakan kayu atau biasa disebut pala ketok, seperti yang terlihat pada Gambar 3. Tingkat keberhasilan dalam mengetok pala ini rendah, karena hanya orang dengan keahlian khusus yang bisa mengetok pala tanpa pecah dan rusak. Orang yang tidak biasa mengetok pala tapi melakukannya, hasil yang didapat hanya 30% dari total produksi.

Gambar 2 Bagian-bagian Myristica argentea Ware.

Gambar 4 Pala kulit.

Gambar 3 Pala ketok.

Gambar 5 Bunga atau fuli pala.

5.2.7 Pemasaran

Masyarakat yang sudah cukup tua dan tidak memiliki sanak saudara yang dekat dengan mereka biasanya tidak melakukan pengeringan biji dan fuli pala, sehingga mereka langsung menjual biji dan fuli pala tanpa dipisah atau biasa disebut pala basah. Tingginya harga pala ketok tetapi proses membuat pala ketok yang cukup sulit membuat masyarakat memasarkan produk pala dalam bentuk pala kulit. Perdagangan yang biasa dilakukan masyarakat dalam menjual pala hanya di pusat

(8)

Distrik Kokas atau di Kota Fakfak. Transportasi yang digunakan masyarakat adalah perahu ketinting, perahu motor merek johnson, dan mobil.

5.3Analisis Usaha Produksi Pala 5.3.1 Pendapatan Produksi Pala

a. Produksi

Jumlah pohon rata-rata per petani di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas berbeda dua kali lipat. Pada desa Kinam jumlahnya adalah 103 pohon/petani dan Desa Kriawaswas adalah 206 pohon/petani. Hal ini disebabkan karena mata pencaharian pala adalah yang utama di Desa Kriawaswas, sedangkan di Desa Kinam sebagian masih bermatapencaharian nelayan dan baru membuka lahan. Seperti pada Tabel 15, jumlah pohon per hektar Desa Kinam adalah 101 pohon/ha dan Desa Kriawaswas adalah 105 pohon/ha.

Satu tahun (musim barat dan musim timur) yang ditunjukkan dalam Tabel 16 dapat menghasilkan 449,5 kg/ha biji pala dan 26,4 kg/ha bunga pada Desa Kinam dan 461,8 kg/ha biji pala dan 27,2 kg/ha bunga pada Desa Kriawaswas. Dikarenakan setiap 1000 biji buah pala basah (biji dan bunga yang belum dikeringkan) memiliki berat sekitar ±15 kg dan setelah dikeringkan setiap 1000 biji kering sekitar ±8-9 kg sedangkan bunga ±0,5 kg.

Tabel 15 Jumlah pohon di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa Per Petani (pohon/petani) Per Hektar (pohon/hektar)

Kinam 103 101

Kriawaswas 206 105

Tabel 16 Produksi buah pala di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa

Produksi (buah/ha)

Musim Barat Musim Timur Jumlah

Kinam 35.929 16.954 52.882

Kriawaswas 37.333 17.000 54.333

b. Harga

Harga jual pala terbagi menjadi tiga jenis, pertama yaitu pala basah (pala dan bunga) yang dihitung per 1000 biji, kedua adalah pala kulit, dan ketiga adalah pala ketok. Sekitar 96,8% masyarakat di kedua desa menjual pala dalam keadaan kering dengan rincian 74,2% menjual pala kulit dan 22,6% dalam bentuk pala ketok. Masyarakat menjual pala basah jika mereka

(9)

memerlukan uang dalam keadaan cepat, sehingga sebenarnya penjualan pala pun tergantung dari kebutuhan. Harga jual pala di musim barat dan timur berbeda, disaat pala berproduksi banyak maka harga jual akan turun begitu juga sebaliknya disaat pala berproduksi sedikit, maka harga jual akan tinggi. Harga pala kulit, pala ketok, dan bunga di Desa Kinam pada musim barat dan musim timur dapat dilihat pada Tabel 17. Perbedaan harga pada kedua desa tidak berbeda jauh, harga penjualan pala pada setiap harinya fluktuatif.

Tabel 17 Harga pala kulit dan bunga pada kedua musim di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa

Musim Barat (Rp/kg) Musim Timur (Rp/kg)

Pala kulit Pala Ketok Bunga Pala Kulit Pala Ketok Bunga Kinam 52.250 70.000 124.333 67.125 88.143 190.733 Kriawaswas 49.714 70.000 135.667 60.000 88.000 181.467

Tabel 18 Harga pala kulit dan bunga rata-rata di kedua musim di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa

Pala Kulit (Rp/kg) Bunga (Rp/kg)

Min Max Rata-rata Min Max Rata-rata

Kinam 40.000 75.000 59.688 100.000 219.000 157.533

Kriawaswas 49.000 60.000 54.857 127.500 192.000 158.567

c. Pendapatan

Melihat produksi pada Tabel 16 serta harga pala rata-rata pada Tabel 18, maka dapat diperkirakan pendapatan yang diperoleh masyarakat pada kedua musim dengan penggunaan rata-rata harga jual dan produksi dari kedua musim dan asumsi penjualan adalah penjualan biji pada pala kulit. Pendapatan biji dan bunga pala masyarakat di Desa Kinam adalah Rp 26.830.000/ha dan Rp 4.165.000/ha, sedangkan pendapatan biji dan bunga pala masyarakat di Desa Kriawaswas adalah Rp 25.335.000/ha dan Rp 4.308.000/ha. Total pendapatan di Desa Kinam dan Kriawaswas adalah Rp 30.995.000/ha dan Rp 29.643.000/ha.

5.3.2 Analisis Biaya Produksi a. Persiapan Lahan

Adat pembukaan lahan diperlukan sebelum dilakukan persiapan lahan. Adat pembukaan yang disebut dengan nama nahahara ini mengeluarkan biaya

(10)

sekitar Rp 100.000. Biaya ini meliputi untuk membeli kopi, sirih, dan pinang sebagai syarat sebelum dilakukan pembukaan lahan.

Biaya persiapan lahan dapat diliihat pada Tabel 23 yaitu di Desa Kinam mengeluarkan biaya sekitar Rp 2.046.000/ha sedangkan di Desa Kriawaswas mengeluarkan biaya sekitar Rp 6.333.000/ha. Biaya persiapan di Desa Kriawaswas lebih besar karena masyarakat harus mengeluarkan kas gereja dan untuk upah tenaga kerja mereka biasanya menggunakan upah borongan sedangkan masyarakat Desa Kinam menggunakan upah harian saja dan jumlah tenaga kerjanya pun bergantung dari luas lahan mereka.

b. Pembibitan

Sekitar 97,14% masyarakat dari Desa Kinam dan Desa Kriawaswas mendapatkan bibit dari kebun mereka sendiri atau dari saudara mereka, sehingga tidak memerlukan biaya dalam pembibitan tapi perawatan saja. Sedangkan sisanya yaitu 2,86% mendapatkan bibit pala dengan cara membeli seharga Rp 250.000 atau sekitar 500 biji dari masyarakat yang memperjualbelikan biji pala.

c. Penanaman

Biaya penanaman dapat dilihat pada Tabel 23 yaitu di Desa Kinam mengeluarkan biaya rata-rata Rp 871.000/ha sedangkan di Desa Kriawaswas adalah Rp 2.000.000/ha. Biaya penanaman di Desa Kriawaswas lebih tinggi dikarenakan upah yang dikeluarkan adalah upah borongan dihitung per hektar. Berbeda dengan Desa Kinam yang hanya meliputi biaya makan untuk pekerjanya.

d. Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 23 yaitu di Desa Kinam mengeluarkan biaya sekitar Rp 2.509.000/ha sedangkan di Desa Kriawaswas adalah Rp 511.000/ha. Biaya dalam pemeliharaan di Desa Kriawaswas lebih kecil dikarenakan jarak dari kebun ke rumah mereka cukup dekat sehingga dalam melakukan pemeliharaan mereka dapat mengerjakan sendiri. Sedangkan untuk Desa Kinam, mereka lebih banyak membutuhkan bantuan orang dikarenakan jarak yang jauh dari kebun mereka dan membuat biaya pemeliharaan lebih besar.

(11)

e. Pemanenan

Biaya pengusahaan pala paling besar adalah biaya pemanenan yang meliputi upah tenaga kerja dan transportasi angkut untuk panen. Biaya pemanenan dapat dilihat pada Tabel 23 yaitu di Desa Kinam adalah sebesar Rp 8.199.000/ha sedangkan di Desa Kriawaswas adalah sebesar Rp 6.989.000/ha. Biaya panen di Desa Kriawaswas lebih kecil dibanding Desa Kinam disebabkan masyarakat Desa Kriawaswas tidak mengeluarkan transportasi angkut dalam kegiatan panen. Sebagian masyarakat di Desa Kinam memerlukan transportasi angkut dalam kegiatan panen karena jarak dari rumah ke kebun yang jauh.

f. Pemasaran

Biaya pemasaran dapat yang dikeluarkan adalah biaya transportasi. Biaya pemasaran dapat dilihat pada Tabel 23 yaitu di Desa Kinam adalah Rp 576.000 sedangkan biaya pemasaran di Desa Kriawaswas adalah Rp 1.200.000. Biaya pemasaran di Desa Kriawaswas lebih besar disebabkan masyarakat desa tersebut menjual pala dengan jalur darat yaitu menyewa mobil. Sedangkan hampir semua masyarakat Desa Kinam menjual pala menggunakan jalur laut yaitu dengan perahu motor dan ketinting. Penggunaan perahu ini cenderung lebih murah disebabkan pengeluaran biaya hanya pada bahan bakar bensin.

Cara pemasaran pala yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan mendatangi langsung pengumpul pala. Masyarakat di Desa Kinam biasanya menjual pala mereka di dua tempat yaitu di Desa Kokas dan di Kota Fakfak sedangkan masyarakat di Desa Kriawaswas menjual pala di Kota Fakfak saja karena areal tempat tinggal mereka yang tidak melewati laut, sehingga lebih memudahkan mereka untuk ke kota dibanding ke Desa Kokas.

g. Investasi Bangunan, Peralatan, dan Kendaraan

Bangunan rumah kebun yang terlihat pada Gambar 6, dibangun masyarakat sebagai tempat peristirahatan. Padahal tidak semua masyarakat membangun rumah kebun. Hal ini dilihat dari data yang diperoleh bahwa 20% masyarakat Desa Kinam dan 26,67% masyarakat Desa Kriawaswas yang membangun rumah kebun. Besarnya biaya bangunan rumah kebun diketahui

(12)

dari hasil wawancara responden, Biaya dalam pembangunan rumah kebun ini meliputi upah tenaga kerja dan bahan bakar untuk pembuatan rumah kebun bagi masyarakat yang menggunakan chainsaw.

Biaya maksimal dalam pembangunan rumah kebun adalah senilai Rp 2.100.000/ha dan biaya minimal dalam pembuatan rumah kebun adalah sebesar Rp 505.000/ha. Besarnya rata-rata biaya dalam pembangunan rumah kebun untuk Desa Kinam adalah Rp 1.500.000/ha sedangkan untuk Desa Kriawaswas adalah Rp 584.000/ha yang dapat dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22. Biaya pembuatan rumah kebun untuk Desa Kriawaswas lebih rendah karena masyarakat Desa Kriawaswas dalam membuat rumah kebun menggunakan chainsaw untuk memotong kayu dan membuat rumah kebun sehingga biaya pembuatan rumah kebun meliputi bahan bakar chainsaw dan sedikit tenaga kerja. Sedangkan untuk Desa Kinam membutuhkan lebih banyak tenaga kerja atau lebih banyak hari kerja yang dibutuhkan sehingga membuat biaya semakin tinggi.

Peralatan merupakan biaya investasi karena biaya ini dikeluarkan satu kali selama umur proyek. Biaya peralatan dalam pengembangan usaha pala meliputi parang, kampak, linggis, pacul, cangkul, dan chainsaw yang terlihat pada Gambar 7.

Tabel 19 Peralatan pengembangan usaha pala di Desa Kinam

No Komponen Jumlah (buah) Harga (Rp/buah) Biaya Investasi Alat (Rp)

1 Parang 2 82.750 165.500 2 Kampak 1 93.684 93.684 3 Pacul 1 78.333 78.333 4 Linggis 2 117.778 235.556 5 Cangkul 1 59.000 59.000 6 Chainsaw 1 13.000.000 13.000.000 7 Batu Asah 1 25.000 25.000 Total 9 13.456.545 13.657.073

(13)

Tabel 20 Peralatan pengembangan usaha pala di Desa Kriawaswas

No Komponen Jumlah (buah) Harga (Rp/buah) Biaya Investasi Alat (Rp)

1 Parang 4 93.667 374.667 2 Kampak 2 114.667 229.333 3 Pacul 2 37.500 75.000 4 Linggis 1 80.000 80.000 5 Chainsaw 1 13.000.000 13.000.000 6 Batu Asah 2 25.000 50.000 Total 12 13.350.833 13.809.000

Biaya investasi alat di Desa Kinam adalah Rp 13.657.000 dan di Desa Kriawaswas adalah 13.809.000. Biaya terbesar adalah chainsaw karena biaya

chainsaw meliputi 94-95% dari biaya total investasi alat. Padahal hanya 26,67% masyarakat Desa Kriawaswas yang memiliki chainsaw dalam mengolah kebun mereka, dan di Desa Kinam hanya 5% yang menggunakan

chainsaw. Penggunaan chainsaw ini pada dasarnya memudahkan bagi si pemilik dan untuk beberapa kegiatan produksi dapat meminimalkan biaya, seperti pada kegiatan persiapan lahan, pemeliharaan, dan pembuatan rumah kebun.

Biaya kendaraan dalam pengusahaan pala tidak begitu besar karena hanya 17,14% saja masyarakat yang memiliki kendaraan. Besarnya pengaruh kendaraan dalam pengusahaan pala hanya sekitar 2-45%. Biaya perawatan kendaraan di Desa Kinam sekitar Rp 840.000/th dan di Desa Kriawaswas sekitar Rp 1.000.000/th. Besarnya biaya kendaraan ini juga dipengaruhi penggunaan motor itu sendiri. Besarnya biaya investasi bangunan, kendaraan, dan juga peralatan ini digunakan untuk menghitung analisis kelayakan finansial.

Gambar 6 Bangunan rumah kebun di Desa Kinam.

Gambar 7 Peralatan dalam berkebun.

(14)

h. Biaya penyusutan investasi peralatan dan kendaraan

Penyusutan adalah penurunan nilai aset yang digunakan dalam proses produksi. Penurunan nilai tersebut dapat berupa penurunan terhadap nilai pasarnya maupun penurunan nilai bagi pemiliknya. Penyebab turunnya nilai asset tersebut dapat bermacam-macam, seperti keausan aset atau aset tersebut telah ketinggalan jaman (Nugroho 2010). Penyusutan alat ini dihitung tiap tahun dan besarnya biaya penyusutan dapat dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22. Biaya penyusutan rata-rata dapat dilihat pada Tabel 23 yaitu di Desa Kinam adalah sebesar Rp 395.000/tahun sedangkan di Desa Kriawaswas adalah sebesar Rp 927.000/tahun. Tingginya biaya penyusutan alat di Desa Kriawaswas salah satunya dipengaruhi dari banyaknya penggunaan chainsaw

oleh masyarakat Desa Kriawaswas khususnya.

Tabel 21 dan Tabel 22 adalah penyusutan dari rata-rata jumlah investasi peralatan yang lengkap sedangkan uraian penyusutan pada Tabel 23 adalah penyusutan rata-rata investasi alat responden dari peralatan yang dimiliki masing-masing responden. Berdasarkan hasil wawancara responden, tidak semua responden memiliki barang investasi seperti pada Tabel 21 dan Tabel 22 sehingga nilai pada kedua tabel ini jauh lebih kecil dibanding nilai penyusutan pada uraian Tabel 23.

Tabel 21 Penyusutan pengembangan usaha pala di Desa Kinam

No Komponen Jumlah (buah) Harga (Rp/buah) Total Biaya (Rp) Umur pakai (tahun) Penyusutan (Rp/tahun) 1 Bangunan 1 1.500,000 1.500.000 5 300.000 2 Parang 2 82.750 165.500 4 41.375 3 Kampak 1 93.684 93.684 5 18.737 4 Pacul 1 78.333 78.333 3 26.111 5 Linggis 2 117.778 235.556 6 39.259 6 Cangkul 1 59.000 59.000 3 19.667 7 Chainsaw 1 13.000.000 13.000.000 5 2.600.000 8 Batu Asah 1 25.000 25.000 1 25.000 9 Kendaraan 1 840.000 840.000 10 84.000 Total 11 15.796.545 15.997.073 3.154.149

(15)

Tabel 22 Penyusutan pengembangan usaha pala di Desa Kriawaswas No Komponen Jumlah (buah) Harga (Rp/buah) Total Biaya (Rp) Umur pakai (tahun) Penyusutan (Rp/tahun) 1 Bangunan 1 583.750 583.750 5 116.750 2 Parang 4 93.667 374.667 4 93.667 3 Kampak 2 114.667 229.333 5 45.867 4 Pacul 2 37.500 75.000 3 25.000 5 Linggis 1 80.000 80.000 6 13.333 6 Chainsaw 1 13.000.000 13.000.000 5 2.600.000 7 Batu Asah 2 25.000 50.000 1 50.000 8 Kendaraan 1 1.000.000 1.000.000 1 1.000.000 Total 14 14.934.583 15.392.750 3.944.617

Tabel 23 Analisis laba rugi pengusahaan pala

No Uraian komponen

Desa Rata-rata

(Rp/ha/th)

Kinam Kriawaswas

I Pendapatan

Produksi biji (kg/ha) 450 462 456

Produksi bunga (kg/ha) 26 27 27

Harga pala kulit (Rp/kg) 59.688 54.857 57.272

Harga bunga (Rp/kg) 157.533 158.567 158.050

Pendapatan biji (Rp/ha) 26.829.576 25.334.857 26.082.216

Pendapatan bunga (Rp/ha) 4.165.374 4.307.728 4.236.551

Total Pendapatan 30.994.949 29.642.585 30.318.767 II Biaya Produksi A. Persiapan Lahan 2.146.061 6.433.333 4.289.697 B. Pembibitan 250.000 0 250.000 C. Penanaman 871.111 2.000.000 1.435.556 D. Pemeliharaan 2.509.328 511.333 1.510.331 E. Pemanenan 8.198.983 6.989.333 7.594.158 F. Pemasaran 576.000 1.200.000 888.000 G. Penyusutan 395.383 927.044 661.214 Total Pengeluaran 14.946.866 18.061.044 16.628.955 III Keuntungan 13.689.812 5.4Analisis Finansial 5.4.1 Produktivitas pohon

Produktivitas pohon pala di kedua desa dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Nilai produktivitas buah pala setiap pohonnya tidak semua diketahui masyarakat sehingga pada umur tertentu nilai produksi buah ini diduga dari nilai regresi seperti yang terlihat pada Lampiran 5. Pada Lampiran 5 dapat dilihat bahwa rata-rata produktivitas buah pala di Desa Kriawaswas lebih tinggi daripada

(16)

Desa Kinam. Produktivitas buah pala rata-rata tertinggi berada pada umur 30 tahun yaitu sebesar 2.168 biji/pohon untuk kedua desa. Pendugaan produksi buah pala pada tingkat umur yang tidak diketahui dapat diduga melalui analisis regresi nonlinier.

Pada Gambar 8 dan Gambar 9 terlihat bahwa grafik hubungan antara umur pohon dan produksi buah pala membentuk parabola tertutup atau kuadratik yaitu produksi akan terus meningkat hingga saat umur puncaknya produksi pala akan menurun. Persamaan regresi yang diperoleh dari produksi buah pala di Desa Kinam sebagai variabel terikat (Y) dan variabel yang mempengaruhi yaitu umur pohon (X), adalah sebagai berikut:

Y = - 122,9 + 59,15 X - 0,6336 X2 dengan R2= 62,4 %

Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 62,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa umur pohon mampu menjelaskan produksi buah pala sebesar 62,4% dan sisanya sebesar 37,6 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam uji hubungan variabel yang berpengaruh terhadap produksi buah pala.

umur pohon (th) pr od uk ti vi ta s (b iji /p oh on /t h) 100 80 60 40 20 0 2500 2000 1500 1000 500 0 -500 S 358.912 R-Sq 62.4% R-Sq(adj) 61.2%

Fitted Line Plot

produktivitas (biji/pohon/th) = - 122.9 + 59.15 umur pohon (th) - 0.6336 umur pohon (th)**2

Gambar 8 Grafik hubungan antara umur pohon terhadap produksi buah pala di Desa Kinam.

Adapun persamaan regresi yang diperoleh dari produksi buah pala di Desa Kriawaswas sebagai variabel terikat (Y) dan variabel yang mempengaruhi yaitu umur pohon (X), adalah sebagai berikut:

(17)

Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 62,9 %. Hal ini menunjukkan bahwa umur pohon mampu menjelaskan produksi buah pala sebesar 62,9 % dan sisanya sebesar 37,1 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak disertakan dalam uji hubungan faktor yang berpengaruh terhadap produksi buah pala.

umur pohon (th) pr od uk ti vi ta s (b iji /p oh on /t h) 100 80 60 40 20 0 2500 2000 1500 1000 500 0 -500 S 363.533 R-Sq 62.9% R-Sq(adj) 61.2%

Fitted Line Plot

produktivitas (biji/pohon/th) = - 194.5 + 63.84 umur pohon (th) - 0.6617 umur pohon (th)**2

Gambar 9 Grafik hubungan antara umur pohon terhadap produksi buah pala di Desa Kriawaswas.

Nilai hasil dugaan produksi buah ini digunakan dalam analisis kelayakan. Produktivitas pohon pala per pohon ini dapat melihat jumlah buah yang didapatkan tiap tahunnya. Produksi buah ini membentuk grafik kuadratik yang artinya produksi buah akan terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada umur tertentu. Selanjutnya, produksi buah akan menurun. Setelah mengetahui produksi buah pala dalam tiap tahunnya, dapat diketahui pula tahun pala berproduksi tidak lagi menguntungkan secara finansial.

Tabel 24 Model persamaan regresi

No Persamaan Regresi R²

(%) Fhitung Ftabel

5 % 1 %

1. Y= - 122,9 + 59,15 X - 0,6336 X2 62,4 50,686 3,148 4,974

2. Y = - 194,5 + 63,84 X - 0,6617 X2 62,9 38,142 3,205 5,110

Uji keberartian juga diperlukan selain analisis nilai koefisien determinasi (R2), hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis peranan peubah bebas dalam menduga peubah tidak bebasnya dengan melakukan uji keberartian peubah

(18)

bebas menggunakan uji F. Apabila nilai F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel, maka H0 ditolak. Pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa kedua persamaan memiliki

F-hitung lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 5% dan 1%. Hal ini berarti bahwa peubah bebas (umur pohon) yang dimasukkan kedalam model persamaan regresi berpengaruh nyata dalam menduga peubah tidak bebasnya yaitu produksi buah pala.

5.4.2 Analisis Kelayakan Finansial

Penilaian suatu proyek adalah membandingkan manfaat dan biaya yang ditaksir. Berdasarkan hasil analisis finansial di Desa Kinam, nilai NPV usaha pala adalah sebesar Rp 200.528.000/ha. Nilai ini berarti jumlah keuntungan yang diperoleh selama umur proyek 100 tahun, dengan asumsi inflasi yang digunakan adalah 7,37%/tahun (BPS 2012) dapat dilihat pada Tabel 26. Nilai BCR yang diperoleh adalah 2,7 yang merupakan perbandingan antara keuntungan yang didapat dari selama umur proyek dengan seluruh pengeluaran dari proyek. Nilai 2,7 ini berarti bahwa nilai keuntungan yang didapat lebih besar hampir tiga kali lipat dari pengeluaran yang dikeluarkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah 16% yang menunjukkan bahwa usaha pala mampu memberikan tingkat pengembalian atau keuntungan per tahunnya sebesar 16% dari seluruh investasi yang ditanamkan selama 100 tahun.

Tabel 25 Analisis kriteria investasi usaha pala di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Kriteria Kelayakan Usaha Desa Kinam Desa Kriawaswas

NPV (Rp/ha) 200.528.155 222.328.372

BCR 2,7 3,2

IRR (%) 16 18

Hasil analisis finansial di Desa Kriawaswas menunjukkan nilai NPV usaha pala adalah sebesar Rp 222.328.000/ha. Nilai ini berarti jumlah keuntungan yang diperoleh selama umur proyek 100 tahun. Nilai BCR yang diperoleh adalah 3,2 yang merupakan perbandingan antara keuntungan yang didapat dari selama umur proyek dengan seluruh pengeluaran dari proyek. Nilai 3,2 ini berarti bahwa nilai keuntungan yang didapat lebih besar tiga kali lipat dari pengeluaran yang dikeluarkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah 18% yang menunjukkan bahwa

(19)

usaha pala mampu memberikan tingkat pengembalian atau keuntungan per tahunnya sebesar 18% dari seluruh investasi yang ditanamkan selama 100 tahun. Tabel 26 Nilai Inflasi Provinsi Papua Barat

Tahun (2009-2010) Inflasi (%) Tahun (2010-2011) Inflasi (%) Tahun (2011- 2012) Inflasi (%)

Agustus 0,71 Agustus 0,99 Agustus 0,73

September (0,34) September 0,18 September (0,76)

Oktober (0,08) Oktober (0,47) Oktober 1,18

November 0,07 November 0,18 November 1,03

Desember 0,99 Desember 0,81 Desember 1,32

Januari 0,15 Januari (0,46) Januari (0,35)

Februari 0,08 Februari (0,09) Februari (0,58)

Maret 0,15 Maret (0,70) Maret (0,05)

April 1,56 April (0,34) April 1,29

Mei (0,55) Mei 0,22 Mei 0,56

Juni 0,70 Juni 1,67 Juni 1,80

Juli 2,35 Juli 1,45 Juli 1,20

Jumlah 5,79 3,44 7,37

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012

5.4.3 Analisis Marginal

Analisis marginal adalah analisis dengan cara menguji hasil nilai tambah ketika suatu variabel meningkat akibat meningkatnya variabel lain. Pada metode aliran kas dari rata-rata kedua desa dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7, NPV mulai bernilai positif pada tahun rata-rata ke 13. Artinya pohon pala yang berumur 13 mulai memberi keuntungan karena manfaat marginal yang diterima lebih besar dibanding biaya yang dikeluarkan.

Pada tahun rata-rata ke 89 nilai tambahan NPV dengan bertambahnya satu satuan umur mulai menunjukkan nilai negatif. Grafik yang terlihat pada Gambar 10 di bawah ini kurang menunjukkan bahwa pada tahun 89, perubahan nilai NPV sudah menunjukkan nilai negatif. Data dari grafik pada Gambar 10 menunjukkan bahwa pada umur pohon 89 tahun biaya marginal melebihi manfaat marginalnya. Dapat disimpulkan pengusahaan pala mencapai produksi optimal atau NPV maksimal di Desa Kinam yaitu Rp 200.642.000/ha dan di Desa Kriawaswas yaitu Rp 222.400.000/ha (dapat dilihat pada Tabel 27) saat umur pala mencapai rata-rata 88 tahun. Pala yang berumur 89 tahun harus dilakukan peremajaan karena umur pohon 88 tahun adalah produksi optimal meskipun produksi pala dapat mencapai ratusan tahun.

(20)

Gambar 10 Grafik hubungan rata-rata manfaat marginal terhadap tahun produksi pala.

Tabel 27 Kriteria kelayakan menurut waktu umur proyek

Kriteria Kelayakan

Desa

Kinam Kriawaswas

85 tahun 100 tahun 90 tahun 100 tahun

NPV (Rp/ha) 200.642.335 200.528.155 222.400.167 222.328.372

BCR 2,694 2,690 3,219 3,216

IRR (%) 16 18 18 18

5.4.4 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas ini didasarkan apabila terjadi perubahan skenario yang mempengaruhi kelayakan usaha. Pada Tabel 28, dilakukan analisis sensitivitas pada kenaikan biaya produksi secara maksimal yaitu sebesar 64%. Nilai 64% ini didapat dari hasil rata-rata biaya produksi pala dari masyarakat di kedua desa. Meskipun terjadi kenaikan biaya produksi pada kedua desa, usaha pala layak dijalankan. Kelayakan ini dilihat dari nilai NPV yang positif, BCR yang lebih besar dari 1, IRR yang lebih besar dari tingkat inflasi yang digunakan.

Tabel 28 Analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya produksi pala pada nilai maksimal

Kriteria Kelayakan Usaha Desa Kinam Desa Kriawaswas

NPV (Rp/ha) 116.336.170 157.924.639

BCR 1,6 2,0

IRR (%) 12 13

Tabel 29 memperlihatkan bahwa apabila terjadi perubahan skenario berupa penurunan harga jual pala kering dan bunga pala yang terjadi pada nilai minimal. Nilai minimal harga ini didapatkan dari hasil wawancara pada masing-masing desa. Hasil NPV pada Desa Kinam dan Desa Kriawaswas berbeda cukup jauh. Hal ini disebabkan harga minimal di Desa Kriawaswas yang lebih tinggi

(10,000,000) (5,000,000) 0 5,000,000 10,000,000 15,000,000 0 20 40 60 80 100 120 NP V ( Rp /h a) Umur pohon (th) ∆ NPV

(21)

daripada harga minimal di Desa Kinam, tetapi baik dari kedua desa meskipun adanya penurunan harga jual analisis usaha pala layak dijalankan.

Tabel 29 Analisis Sensitivitas terhadap penurunan harga jual pala kering dan bunga pala pada nilai minimal

Kriteria Kelayakan Usaha Desa Kinam Desa Kriawaswas

NPV (Rp/ha) 91.199.885 183.582.790

BCR 1,7 2,8

IRR (%) 13 16

Tabel 30 memperlihatkan bahwa apabila terjadi perubahan skenario berupa penurunan produksi buah pala yang terjadi pada nilai minimal. Nilai minimal produksi ini didapatkan dari hasil wawancara pada masing-masing desa. Kedua desa meskipun adanya penurunan produksi buah pala usaha pala layak dijalankan.

Tabel 30 Analisis Sensitivitas terhadap penurunan produksi buah pala pada nilai minimal

Kriteria Kelayakan Usaha Desa Kinam Desa Kriawaswas

NPV (Rp/ha) Rp 163.766.929 Rp 194.588.967

BCR 2,3 2,9

IRR (%) 15 17

Ketiga tabel di atas menunjukkan meskipun terjadi skenario terhadap proses usaha pala yaitu meningkatnya biaya, penurunan harga jual, dan penurunan produksi usaha pala tetapi pengembangan pala masih layak untuk dijalankan.

5.5 Kelola Sosial

IUPHHK-HA PT. Arfak Indra dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Pasal 47 Tahun 2002 disyaratkan bagi setiap pemegang IUPHHK baik hutan alam maupun hutan tanaman wajib memberdayakan masyarakat desa sekitar hutan dan atau di dalam hutan dalam kegiatan pengusahaan hutan baik langsung maupun tidak langsung. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 292/kpts-II/2003 tanggal 26 Agustus 2003 tentang penyelenggaraan kerjasama pemegang IUPHHK atau bukan kayu di hutan produksi dengan koperasi, IUPHHK-HA PT. Arfak Indra merencanakan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa sekitar hutan dan atau di dalam hutan dengan memberi kesempatan dan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat untuk turut serta dalam

(22)

kegiatan pemanfaatan hutan baik langsung maupun tidak langsung secara berdaya guna serta berhasil guna untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Pada data perusahaan, dapat dilihat jenis kegiatan yang perusahaan lakukan pada tiap jenis kegiatan seperti peningkatan ekonomi, pengembangan sarana dan prasarana umum, sosial budaya, juga KSDH dan lingkungan. Peningkatan ekonomi yang dilakukan perusahaan adalah pemanfaatan tenaga kerja. Pemanfaatan tenaga kerja ini dilaksanakan pada kegiatan pengusahaan hutan yaitu mengikutsertakan masyarakat secara langsung berpartisipasi dalam pengelolaan hutan seperti pada kegiatan ITSP (Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan), kegiatan penanaman, dll.

Pengembangan sarana dan prasarana yang sudah perusahaan lakukan adalah pengembangan jalan, penerangan, juga bangunan. Pengembangan jalan yang dilakukan di tempat kegiatan perusahaan dapat membantu membukakan dan membantu akses bagi desa sekitar perusahaan karena rata-rata desa di kawasan IUPHHK-HA untuk menuju ke kota harus menggunakan jalur laut, sehingga dengan adanya perusahaan maka masyarakat dapat menggunakan jalur darat dalam akses ke kota atau ke tempat tujuan mereka lainnya. Perusahaan juga membantu dalam hal penerangan, karena setiap bulannya perusahaan menyediakan 1 drum solar untuk desa sekitar areal kerja perusahaan. Solar tersebut digunakan masyarakat untuk keperluan listrik atau penerangan mereka. Pengembangan bangunan yang perusahaan lakukan adalah dengan menyediakan papan kayu yang masyarakat butuhkan untuk keperluan bangunan yang dibutuhkan masyarakat seperti bangunan rumah, tiang-tiang listrik, dll. Kegiatan sosial budaya, perusahaan telah membantu dalam hal kesehatan, beasiswa, juga bantuan dana dalam kompensasi hak ulayat. Kegiatan KSDH dan lingkungan, perusahaan memberi bantuan bibit bagi masyarakat yang menginginkan terutama bibit pala untuk mereka tanam.

Rangkuman aspek kelola sosial yang dilakukan perusahaan diatas menunjukkan bahwa bagian pengembangan masyarakat belum dilakukan. Salah satu ruang lingkup kelola sosial adalah pengembangan masyarakat (Bahruni 2010). Prospek pengembangan pala (Myristica argentea Ware) yang layak dapat menjadi wadah peningkatan ekonomi bagi masyarakat desa sekitar.

(23)

Pengembangan usaha pala ini dapat ditingkatkan lagi, namun masyarakat masih membutuhkan bantuan dalam hal pengetahuan. Oleh karena itu, peran perusahaan masih sangat diperlukan. Adapun kendala dalam pengusahaan pala adalah sebagai berikut:

1. Umur kebun pala yang dimiliki oleh masyarakat cukup beragam dan produktivitas kebun pala tersebut semakin menurun dari tahun ke tahun (BPS 2011). Hal ini membuktikan bahwa keragaman pohon pala pada kebun masyarakat sudah tua.

2. Dibuangnya daging buah pala saat panen sangat disayangkan, padahal daging buah tersebut dapat memiliki nilai ekonomi lebih, namun butuh latihan bagi masyarakat dalam pengelolaan lebih lanjut dari daging buah pala.

Pemecahan kendala pertama adalah dengan cara peremajaan pala. Pohon pala yang dimiliki masyarakat rata-rata sudah tua tetapi sepertinya hal ini belum disadari oleh masyarakat, karena masyarakat dalam meningkatkan produksi pala dengan cara membuat kebun baru. Menurut Sunanto (1993) perlu dilakukan peremajaan untuk tanaman pala yang sudah tua. Cara peremajaan yang baik adalah Metode Gradual Thinning. Metode ini adalah metode penanaman sisipan yaitu penanaman tanaman pala muda diantara pohon pala tua. Penyisipan tanaman muda dilaksanakan secara bertahap dan penebangan pohon pala yang sudah tua dilakukan setelah tanaman yang muda berumur 1-3 tahun. Penebangan pohon pala yang tua juga dilaksanakan secara bertahap. Metode ini baik dilakukan karena petani masih memiliki pendapatan dan juga tanaman muda yang baru tumbuh tidak terganggu pertumbuhannya karena pohon pala yang tua sudah ada yang ditebang. Penyuluhan kepada masyarakat sangat diperlukaan untuk mengetahui cara peremajaan yang benar.

Kedua adalah persoalan daging buah pala yang dibuang secara percuma. Olahan daging buah pala yang sudah dimanfaatkan di daerah Fakfak adalah menjadi selai, manisan, dan sirup, namun yang biasanya membuat produk olahan tersebut di daerah Fakfak adalah orang pendatang. Masyarakat membutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang perlu diajarkan oleh peran perusahaan dan pemerintah untuk membuat nilai tambah dari daging buah pala. Selain itu, disebabkan banyaknya buah yang dipanen dalam sekali panen, memungkinkan

(24)

bahwa daging buah pala yang akan diolah sebaiknya dikerjakan secara berkelompok. Wadah seperti koperasi pala sangat diperlukan untuk pemasaran dari pengolahan daging buah pala.

Pengembangan usaha pala yang layak yaitu dilihat dari kriteria kelayakan, dapat menjadikan sebuah alternatif kelola sosial yang bagus bagi masyarakat sekitar wilayah kerja perusahaan. Adanya kendala dalam pengusahaan pala semakin menunjukkan bahwa masyarakat memerlukan bantuan dalam memecahkan kendala tersebut. Peran perusahaan sangat diperlukan karena masyarakat masih memiliki pengetahuan yang minim dalam pengelolaan pala dan hal ini dapat dituangkan perusahaan dengan pemberian program kelola sosial kepada masyarakat.

Gambar

Gambar 2  Bagian-bagian Myristica  argentea Ware.
Tabel 17  Harga pala kulit dan bunga pada kedua musim di Desa Kinam dan  Desa Kriawaswas
Tabel 19  Peralatan pengembangan usaha pala di Desa Kinam
Gambar 6  Bangunan rumah  kebun di Desa  Kinam.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lepas dari khilaf dan segala kekurangan, penulis merasa sangat bersyukur telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja Keuangan Bank Syariah Sebelum dan

Republik Indonesia, walaupun melakukan aksesi terhadap Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988 tidak berarti

palpebrae superior et inferior  Canalis lacrimalis  Saccus lacrimalis  Ductus nasolacrimalis Terdiri atas : Glandula lacrimalis ductus lacrimalis Punctata lacrimalis

Hal ini sesuai dengan pengamatan penelitian yang mengungkapkan bahwa faktor pendukung dalam menerapkan fungsi administrasi perkantoran modern di Kecamatan Barombong

,engingatkan kembali ke"ada ibu tentang "ers/nal $ygiene "ada balita  dengan membiasakan kebiasaan 9u9i tangan setela$ melakukan aktiitas?.

Menimbang, bahwa tanpa mengulang menguraikan unsur-unsur tersebut diatas, Pengadilan Tinggi sependapat dengan pendapat Hakim Anggota I yang pada pokoknya menyatakan bahwa