• Tidak ada hasil yang ditemukan

oleh Resmayeti Purba l) ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "oleh Resmayeti Purba l) ABSTRACT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Oseana, Volume XX, Nomor 3, 1995 : 21– 27 ISSN 0216 – 1877

PENINGKATAN GIZI ROTIFERA, BRACHIONUS PLICATILIS UNTUK MENUNJANG PEMBENIHAN IKAN KAKAP PUTIH,

LATES CALCARIFER DAN IKAN KERAPU MACAN, EPINEPHELUS FUSCOGUTTATUS

oleh

Resmayeti Purba l)

ABSTRACT

NUTRIENT ENRICHMENT OF ROTIFERS, BRACHIONUS PLICATILIS TO SUPPORT PRODUCTION FRY OF SEABASS, LATES CALCARIFER AND GROUPER, EPINEPHELUS FUSCOGUTTATUS. Problems have been encountered over the nutrional quality of rotifers. Enrich the rotifers with algae (Chlorella sp., Tetraselmis sp., Isochyrsis sp., and Monochrysis sp.,) and various fish oils (Scoot emulsion, sarden oil, squid oil) to improve their nutrional quality. Enriched rotifers with Scoot emulsion showed the highest growth and survival rate of seabass and grouper larvae.

PENDAHULUAN

Ikan kakap putih, Lates calcarifer dan ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus telah berhasil dipijahkan sejak tahun 1989 di Sub Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai-Serang, Jawa Barat. Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan pembenihan ikan tersebut adalah pengelolaan dan penyediaan jasad pakan larva, khususnya pakan alami yaitu fitoplankton dan zooplank-ton. Upaya untuk meningkatkan tingkat keberhasilan larva yang lebih tinggi perlu pengadaan pakan yang tepat menurut jenis termasuk ukurannya, jumlah, dan nilai gizinya sesuai dengan yang dibutuhkan oleh larva

ikan tersebut. Agar makanan bermanfaat bagi larva ikan, maka pakan larva harus mengandung asam lemak esensial. WATANABE et al. (1983) mengatakan bahwa, asam lemak esensial sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan laut. Larva ikan laut membutuhkan asam lemak esensial, berupa asam lemak tak jenuh berantai panjang C-20 dan C-22 Omega-3 (Highly Unsatur-ated Fatty Acids) HUFA terutama asam lemak eikosapentaenoat (EPA), 20 : 5 W3 dan asam lemak dokosaheksoenoat (DHA), 22 : 6 W3 untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan (WATANABE et al. 1983). LUBZENS et al. (1989) menyatakan

(2)

kebutuhan larva ikan laut terhadap EPA dan DHA belum diketahui secara pasti, namun keduanya hams ada dalam pakan larva. Rotifera yang mempunyai kandungan EPA dan DHA yang cukup merupakan sumber asam lemak esensial bagi larva ikan, sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidup dan mempercepat pertumbuhan larva (CONWEY & ALBERT, 1981).

PAKAN LARVA

Penyediaan pakan yang tepat juga merupakan faktor penting yang menunjang keberhasilan suatu kegiatan pemeliharaan larva. Syarat-syarat penting yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan jenis pakan bagi lava adalah mudah dicerna, gerakannya lambat sehingga mudah ditangkap larva, ukuran yang sesuai dengan ukuran mulut larva, mudah dalam penggandaannya. pertumbuhan dan perkembangbiakannya cepat dan dalam siklus hidupnya tidak menghasilkan racun atau zat lain yang dapat membahayakan kehidupan larva, serta memiliki nilai gizi yang baik bagi pertumbuhan larva. Pakan yang paling baik bagi larva ikan yang baru mulai makan adalah pakan alami. Diantara pakan alami yang ada, rotifera Brachionus

plicatilis sudah banyak dimanfaatkan sebagai

pakan awal bagi larva ikan laut (LIM et al. 1986, KOHNO et al. 1986). Hal ini disebabkan rotifera memiliki kriteria seperti :

1. Mempunyai ukuran relatif kecil, ukuran lebar badan antara 0,006 mikron – 1,00 mikron sehingga sesuai dengan bukaan mulut larva ikan laut.

2. Mempunyai kecepatan berenang lambat dan bergerak hanya pada kolom air sehingga mudah dimangsa oleh larva. 3. Mempunyai kemampuan dibudidayakan

dengan densitas yang tinggi dan kecepatan reproduksi yang tinggi serta periode

produksi pendek.

4. Mudah diperkaya dengan asam lemak dan antibiotik.

5. Isi sel padat dan dinding yang tipis, sehingga mudah untuk diserap atau dicerna oleh larva (LUBZEBNS et al. 1989).

FUKUSHO (1989) mengklasifikasikan rotifera yang digunakan sebagai pakan larva ikan laut adalah : Filum : Avertebrata, Kelas : Aschelminthes, Anak kelas : Rotaria; Bangsa : Eurotaria, Anak bangsa : Monogonanta, Suku : Brachionida, Anak suku : Brachionoinae. Marga : Brachionus, jenis :

Brachionus plicatilis. Ciri-ciri Brachionus

plicatilis adalah : ukuran lebar lorica 100

mikron – 340 mikron dengan 6 buah duri occipital yang mantel marginya dibagi atas 4 bagian. Pada kedua punggung loricanya terdapat ikatan sika yang berhubungan dengan organ bagian dalam. Rotifera jantan tidak memiliki organ pencernaan maupun organ dalam lainnya dan memiliki ukuran setengah kali ukuran betina (FUKUSHO, 1989).

KULTUR PAKAN LARVA

Tangki kultur massal Chlorella sp., berkapasitas 0,5; 1,5; dan 20 ton. Pupuk yang digunakan adalah ZA 100 ppm (100 gram/ton air), 30 ppm TSP dan 10 ppm Urea. Kualitas inokulan dan padat penebaran awal sangat berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan populasinya. Air laut disaring dengan "car-tridge filter" yang berukuran 10 mikron dan dilengkapi dengan sistem aerasi. Kepadatan awal chlorella sp. 1–2 x 10 x 106 sel/ml. Kepadatan Chlorella sp. dihitung setiap hari menggunakan "haemacytometer" (thoma) dibawah mikroskop. Metode kultur massal

Chlorella sp. yang dilakukan di Sub Balai

Penelitian Budidaya Perikanan Pantai Bojonegara, Serang adalah :

(3)

1. Tangki-tangki diisi air laut yang telah disaring.

2. Sebagai contoh digunakan tangki 500 liter (0,5 ton), diisi air laut sebanyak 450 liter, lalu untuk membunuh organisme lain digunakan larutan klorin dengan merek dagang "clorox" sebanyak 50 ml/ton (50 ppm) dan dibiarkan selama 24 jam serta diaerasi kuat.

3. Selanjutnya dapat diberi ketiga jenis pupuk (ZA, TSP dan Urea) dengan terlebih dahulu diencerkan.

4. Inokulasi Chlorella sp., dapat dilakukan sebanyak 50 liter dengan inokulan yang berumur 4–5 hari atau kepadatan awal 1– 2 x 106 sel/ml.

5. Pemanenan dilakukan pada hari ke-5 untuk digunakan sebagai inokulan ataupun sebagai pakan rotifer.

Kultur rotifer menggunakan metode "daily tank transfer", yaitu : pada hari pertama tangki I, diinokulasi dengan Chlorella sp., ditambahkan rotifera sebanyak 20–30 ind/ml air; para hari ke-2, 3 dan 4 dilakukan penambahan Chlorella sp. sebagai pakan, dan pada hari ke-5 rotifera siap dipanen (Gambar 1). Kondisi lingkungan rotifera, suhu berkisar 26–29,8° C, oksigen terlarut 5–7,2 ppm dan salinitas 30–32 ppt (REDJEKI et al. 1991).

Bila kepadatan rotifera menurun dapat ditambah ragi roti (yeast) sebanyak 0,3–1,0 g/ hari/1 juta rotifera. Penggunaan ragi roti sebagai tambahan nutrien bagi rotifera yang dihasilkan melalui proses dekomposisi ragi oleh bakteri yang tumbuh dalam tangki kultur (KITAJIMA et al. 1979).

Pemberian rotifera pertama kali pada larva ikan mulai hari ke-2, sebanyak 10 ind./ ml air. Kepadatan rotifera dipertahankan dengan cara menambahkan kekurangannya pada tangki pemeliharaan larva. Jumlah kebutuhan rotifera setiap hari pada tangki larva dihitung dengan menggunakan rumus seperti yang dikemukakan oleh MUCHARI & HUDAYA, yaitu :

(4)

PENINGKATAN GIZI ROTIFERA

Kandungan asam lemak yang penting bagi larva ikan laut adalah eikosapentaenoat atau EPA dan dekosaheksaenoat atau DHA. Asam lemak esensial ini harus ada dalam rotifera sebagai pakan larva ikan. Masalahnya, nilai kandungan asam lemak rotifera hasil kultur masal rendah, untuk itu perlu ditingkatkan nilai gizi rotifera sebelum diberikan ke larva ikan. Jenis makanan untuk peningkatan gizi rotifera sangat menentukan kandungan asam lemak esensial pada rotifera tersebut (RAINUZZO et al. 1989). Hasil analisa terhadap daging ikan kerapu macan, didapat kandungan 20 : 5 Omega 3 (EPA) sebanyak 2,49% dan 22 : 6 Omega 3 (DHA) 14,36%, sedangkan ikan kakap putih EPA 7,09% dan DHA 8,28%, berarti kebutuhan asam lemak esensial yang berupa DHA lebih tinggi dari pada EPA pada ikan kerapu dan kakap putih tersebut (KANAZAWA 1990). Asam lemak esensial EPA dan DHA dapat ditingkatkan melalui rotifera, Brachionus plicatilis. Rotifera dianggap sebagai pakan alami berupa kapsul yang dapat memindahkan kandungan nilai gizinya ke larva ikan. Peningkatan asam lemak esensial atau yang disebut "pengkayaan" dapat dilakukan dengan memberi makan rotifera dalam media tertentu selama beberapa saat antara lain beberapa jenis alga dan minyak ikan laut (LUBZENS e t a l . 1 9 8 9 , K I T A J I M A e t a l . 1 9 7 9 , FUKUSHO et al. 1984). Jenis alga dan minyak ikan laut yang biasa digunakan adalah :

Chlorella sp., Isochrysis sp., Monochrysis

sp., Tetraselmis sp., minyak ikan Cod atau Scoot emulsion, minyak ikan sarden/lemuru, minyak cumi-cumi (WATANABE et al. 1983, WATANABAE et al. 1989, SUPRIATNA & PURBA 1991, WASPADA et al. 1991a, WASPADA et al. 1991b, REDJEKI et al. 1991, dan PURBA & MURTININGSIH 1994).

Metode pengkayaan menggunakan minyak ikan laut seperti yang disarankan oleh WATANABE et al. (1983), melalui tahapan sebagai berikut :

a). Rotifera dipanen dari tangki yang dikultur masal, disaring. dengan plankton net ukuran 40 mikron dan 150 mikron yang berada diatas, berguna menyaring kotoran b). Diambil rotifera sebanyak 20–25 juta

individu, kemudian dicuci dengan air laut, dimasukkan ke dalam wadah yang telah diisi air laut 100 liter.

c). Ditambahkan 5 gram emulsi lemak dan 2 gram ragi roti.

d). Diinkubasikan atau lama pengkayaan 6–12 jam, kemudian dipanen dan dicuci sebelum diberikan ke larva untuk menghilangkan larutan pengkayaan yang masih tersisa.

Ragi yang digunakan adalah ragi roti, Saccharomyces cerevisea dengan merek dagang "Fermifan". Minyak ikan yang akan digunakan sebaiknya sudah dalam bentuk emulsi, seperti minyak ikan Cod dalam Scoot emulsion. Bila minyak ikan belum dalam bentuk emulsi terlebih dahulu dibuat emulsinya. Sebagai ." emulsifier " dapat digunakan kuning telur ayam mentah. Metode penyediaan emulsi lemak yang digunakan adalah : dengan mencampurkan 5 gram minyak ikan laut yang akan digunakan + 1 gram kuning telur + 100 ml air laut hingga rata dengan " Juice mixer " selama 3 menit, kemudian disimpan dalam kulkas (suhu 10° C). Pengkayaan rotifera dengan alga laut, menggunakan metode dan prinsip KITAJIMA et al. (1979) dan LUBENZS et al. (1989), yaitu dengan memberi makan rotifera dengan alga secara "ad libitum" selama 12 jam. Setelah butir a dan b, ditambahkan alga laut, bila menggunakan Chlorella sp., sebagai bahan pengkaya, sebaiknya kepadatan kira-kira 12 – 15 juta sel/ml dan volume yang 24

(5)

diberikan 10 liter, 30 liter Tetraselmis sp., dengan kepadatan 40 – 60 X 104 sel/individu, 10 liter Monochrysis sp., atau Isochrysis sp., dengan kepadatan 3–5 juta sel/individu, diinkubasikan selama 6–12 jam, kemudian dipanen dan dicuci sebelum diberikan ke larva.

Hasil analisa nilai gizi rotifera yang diperkaya dengan minyak ikan Cod menghasilkan asam lemak esensial EPA sebesar 8,9%, dan DHA sebesar 5,5%; minyak ikan lemuru EPA 8,8% dan DHA 0,1%, minyak cumi-cumi EPA 0,0% dan DHA 0,0%, Chlorella sp., EPA 0,2% dan DHA 0,2%, Tetraselmis sp., EPA 5,8% dan DHA 0,2%, Monochrysis sp., EPA 5,8% dan DHA 2,7% (WATANABE et al. 1988, WATANABE, 1989, FUKUSHO et al. 1984). Kekurangan asam lemak esensial dalam ransum larva akan menyebabkan pertumbuhan yang rendah dan menurunnya effesiensi ransum dapat meningkatkan angka kematian larva ikan (KOMPIANG & ILYAS 1988).

KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA

Rotifera yang telah ditingkatkan nilai gizinya dengan berbagai bahan pengkaya, telah diaplikasikan ke larva ikan kakap putih dan kerapu macan di Sub Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Bojonegara, Serang Jawa Barat. Pengaruhnya ke larva di pantau dengan mengamati pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan oleh EFFENDIE (1978) sebagai berikut :

Lt - Lo Nt

h = --- S = --- x l00% Lo No

dimana :

h = pertumbuhan relatif

Lt = panjang ikan pad& waktu t (mm) Lo = panjang ikan pada awal percobaan

(mm)

S = tingkat kelangsungan hidup (%) No = jumlah larva pada awal percobaan

(ekor)

Nt = jumlah larva pada akhir percobaan (ekor)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan kakap putih dan ikan kerapu macan lebih baik dengan peningkatan nilai gizi rotifera menggunakan minyak ikan Cod atau Scoot Emulsion (SUPRITANA & PURBA 1991, WASPADA et al. 1991a, WASPADA et al. 1991b, dan REDJEKI et al. 1991). Minyak ikan cod dapat meningkatkan nilai gizi rotifera yang lebih baik dibanding minyak cumi-cumi dan lemuru serta alga laut dengan evaluasinya pada pemeliharaan larva ikan kerapu dan kakap putih. Selain itu, minyak ikan Cod telah tersedia dalam bentuk emulsi dan dijual dengan merek dagang "Scoot emulsion", secara mudah didapatkan di toko-toko obat serta dalam pembuatan emulsi lebih mudah dari pada minyak cumi-cumi dan minyak ikan lemuru.

DAFTAR PUSTAKA

CONWEY, C.C. and G.J.I. ALBERT 1981. Fish nutrion relevansi to marine inver-tebrate. Proceeding of the Interna-tional Conference on Aquaculture. Spec. Publ. 1 2 : 1 3 – 3 0

EFFENDIE, M. I. 1978. Biologi Perikanan. Bagian I. Study natural history. Fak. Perikanan, IPB, Bogor : 105 pp. 25

(6)

FUKUSHO, K., M. OKAUCHI, S. NURAINI, A . T S U J I G A D O A N D T . WATANABE 1984. Food value of rotifer Brachionus plicatilis culture with Tetraselmis tetrathele for larvae of red sea bream, Pagrus major. Bull. Jap. Soc. Sci. Fish 50 (8) : 1439–1444. FUKUSHO, K. 1989. Biology and mass

production of the rotifer, Brachionus plicatilis (1 ) . Int. Jour. Aqua. Fish. Tech. I : 68–76.

KANAZAWA. A. 1990. Fish nutrion. Spesial Seminar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta : 10 pp.

KITAJIMA, C, S. FUJITA, F. OAWA, Y. YONE, T. WATANABE, and Y. YONE 1979. Improvement of dietary value for red sea bream larvae of rotifers, Brachionus plicatilis, cultured with Bakers yeast, Saccharomycyes cerevisae. Bull. Jap. Soc. Sci. Fish. 45 : 467 – 471.

KOMPIANG, I.P. dan S. ILYAS 1988. Nutrisi ikan/udang relevansi untuk larva/induk. Prosiding Seminar Nasional Perbenihan Ikan dan Udang. Prosiding Puslitbangkan No. 13. Kerjasama Badan Litbang Pertanian dengan Universitas Padjajaran, Bandung: 248 – 290.

KOHNO, H., S. HARA, and Y. TAKI 1986. Early larval development of the seabass Lates calcarifer with emphasis on the transition on the energy sources. Bull. Jap. Soc. Fish. 52 (10) : 1719–1725. LIM, L.C., H.H. HENG and H.B. LEE 1986.

The induced breeding of seabass, Lates calcarifer in Singapore. Singapore J. Pri. Ind. 14 (2) : 81–95

LUBZENS, E., A., A. TANDER and G. MINKEFF 1989. Rotifers as food in Aquaculture. National Center for Man-culture, Israel Oceanographic and Lim-nological Reseach, Israel. Hydrologi 2, 186/187 : 387–400.

MUCHARI, M dan T. HUDAYA 1991. Pengaruh berbagai mutu rotifer terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan kakap putih, Lates calcarifer. Bull. Penel. Perik. Special Edition 2 : 107–111

PURBA, R. dan S. MURTININGSIH 1994. Upaya peningkatan gizi rotifera,

Brachionus plicatilis dan Artemia

salina dengan alga terhadap

kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva kakap putih, Lates calcarifer. 8 pp (belum diterbitkan).

RAINUZZO, R.J., Y. OLSEN and G. ROSENLUD 1989. The effect of en-richment diets on the fatty acid com-position of the rotifers, Brachionus plicatilis. Aquaculture 79 : 157–161. REDJEKI, S., R. PURBA, S.

MUR-TININGSIH, A. BASYARIE, dan T. AHMAD 1991. Penyediaan jasad pakan untuk ikan kerapu Epinephelus

fuscoguttatus dan ikan kakap putih,

Lates calcarifer. Bull Penel. Perik. Special Edition 2 : 23 –30.

SUPRIATNA, A. dan R. PURBA 1991. Penelitian pendahuluan pemberian rotifer yang diperkaya pada larva ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttaatus. Bull. Penel. Perikanan. Special Edition 2 : 83 – 86.

WASPADA, Y. SETIAWAN, dan RODIF 1991a. Pengaruh berbagai peningkatan gizi rotifera, Brachionus plicatilis

(7)

terhadap pertumbuhan dan kelang-sungan hidup larva ikan kerapu macan, Epinephelus fusscoguttatus. Jur. Penel Budidaya Pantai 7 (2) : 57 – 66. WASPADA, MAYUNAR dan T. PATONI

1991b. Upaya peningkatan gizi rotifera, Brachionus plicatilis untuk menunjang keberhasilan pembenihan larva ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatua. J. Penel. Budidaya Pantai 7 (20 : 73–80).

WATANABE, T. 1988. Fish nutrion and mariculture. JICA Textbook. The Gen-eral Aquaculture Course. Kanagawa International Fisheries Training Center : 233 pp.

WATANABE, T., M.S. IZQUIERDO, T.TAKEUCHI, S. SATOH, and C. KITAJIMA 1989. Comparison be-tween eicosapentaenoic and decosahexaenoic acids in terms of essential fatty acid efficiency in larvae red seabream. Nippon suisan Gakkaishi : 1633–140.

WATANABE, T., C. KITAJIMA and S. FUJITA 1983. Nutrional values of live organism used in Japan for mass propagation of fishes review. Aquac-ulture 34 : 1 1 5 – 143.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian besar kebun kelapa sawit yang sudah ada di Nagari Silago tidak dikelola dengan baik disebabkan petani tidak memiliki keterampilan dalam melakukan

Padapersamaan di atas ditunjukkan nilai coefisien beta masing-masing variabel indepeden bernilai positif, hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel

Hasil belajar siswa lebih meningkat menggunakan Strategi Pengorganisasian Pembelajaran Model Component Display Theory Merrill dibandingkan dengan Strategi Pengorganisasian

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengkaji penataan karya, koleksi karya dan jumlah koleksi yang ada di Museum Fatahillah, secara efektif dan berdaya guna; (2)

Adapun yang di pelajari langkah-langkah dalam penelitian geografi Melakukan piket guru berupa: mendata absensi siswa, menerima tamu sekolah, menyampaikan titipan tugas dari

-- Sem Semua t ua timb imbuna unan ba n batua tuan ha n harus rus dit ditutu utup de p degan gan seb sebuah uah lap lapisa isan at n atau l au lapi apisan san dengan tebal 200

Dalam monografi tersebut juga dijelaskan bahwa berdasarkan prasasti yang disimpan di Pura Dalem Ratu Pingit disebutkan pada mulanya Desa Penglipuran bernama Desa

Karena itu sudah saatnyalah kita terus berusaha melakukan upaya untuk memberikan pemahaman kepada publik bahwa menjadi seorang lesbian sama saja dengan manusia lainnya,