• Tidak ada hasil yang ditemukan

Turn Over Karyawan (Kajian Literatur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Turn Over Karyawan (Kajian Literatur)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

TURN OVER KARYAWAN

“KAJIAN LITERATUR”

(3)

ii

TURN OVER KARYAWAN “KAJIAN LITERATUR”

Serial Paper Manajemen

Penulis:

Ilham Akhsanu Ridlo

©PHMovement Publication

Public Health Movement - Indonesia

Jl. Mulyorejo tengah no. 69 Surabaya

Email: ilham_ikm@yahoo.com

Upload Pertama – Januari 2012

Penata Letak – IAR

Desain Sampul – IAR

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh

isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penulis.

PH Movement Publications (Red: Public Health Movement

Publications) merupakan sebuah wadah bagi semua pihak

atau pemerhati masalah kesehatan masyarakat yang termanifesto dalam sebuah tulisan atau buku.

(4)

iii

Alhamdulillah, akhirnya buku TURNOVER KARYAWAN “KAJIAN

LITERATUR” yang merupakan upload kedua ‘Serial Paper

Manajemen’ dapat diselesaikan.

Penulisan buku ini diawali oleh sebuah pemikiran bahwa turnover

pada karyawan atau staf dalam organisasi menjadi kajian yang

menarik.

Apa penyebabnya? Dan bagaimana itu terjadi? Semuanya

dijelaskan berdasarkan kajian teori.

Salam Sehat!

(5)

iv

P

roporsi jumlah anggota organisasi yang secara sukarela

(voluntary)

dan tidak

(non vuluntary)

meninggalkan organisasi

dalam kurun waktu tertentu. Umumnya dinyatakan dalam satu

tahun,

turnover

tidak boleh lebih dari 10 % pertahun.

T

ujuan buku ini dibuat adalah untuk memberikan penjelasan

mengenai

turnover

pada karyawan dan faktor-faktor

penyebabnya dalam bidang manajemen sumberdaya manusia.

(6)

v

Pengantar

iii

Keyword

iv

Daftar Isi

v

Bagian I Pendahuluan

1

Bagian II Kajian Literatur

3

Bagian III Hasil dan Pembahasan

21

Bagian IV Kesimpulan Kajian

26

(7)

1

BAGIAN I PENDAHULUAN

Sumber daya manusia dipandang sebagai asset perusahaan yang penting, karena manusia merupakan sumber daya yang dinamis dan selalu dibutuhkan dalam proses produksi barang maupun jasa. Menurut Cascio (1987) bahwa manusia adalah sumber daya yang sangat penting dalam bidang bidang industri dan organisasi, oleh karena itu pengelolaan sumber daya mencakup penyediaan tenaga kerja yang bermutu, mempertahankan kualitas dan mengendalikan biaya ketenagakerjaan.

Terjadinya turnover merupakan suatu hal yang tidak dikehendaki oleh perusahaan. Turnover karyawan memang merupakan masalah klasik yang sudah dihadapi para pengusaha sejak era revolusi industri. Kondisi lingkungan kerja yang buruk, upah yang terlalu rendah, jam kerja melewati batas serta tiadanya jaminan sosial merupakan penyebab utama timbulnya turnover pada waktu itu (McKinnon, 1979).

Dewasa ini masalah turnover sangat diperhatikan oleh para pakar ekonomi dan sosial, karena ditinjau dari berbagai sisi perusahaan akan mengalami kerugian (Cawsey dan Wedley, 1987). Terlebih jika turnover tersebut terjadi dalam manajemen lini menengah, kerugian yang ditanggung oleh perusahaan akan semakin membengkak (Hartati, 1992).

Seperti yang terjadi di sektor perbankan Indonesia, khususnya untuk tenaga dengan keahlian khusus. Hasil survei yang dilakukan sejak pertengahan tahun

(8)

2006-2

2007 oleh Managing Consultant PT. Watson Wyatt Indonesia menunjukkan turnover untuk posisi-posisi penting (level manajerial dan di atasnya) di industri perbankan antara 6,3%-7,5%. Sedangkan turnover karyawan di industri pada umumnya hanya berkisar 0,1-0,74%.

Turnover yang terjadi merugikan perusahaan baik dari segi biaya, sumber daya, maupun motivasi karyawan. Turnover yang terjadi berarti perusahaan kehilangan sejumlah tenaga kerja. Kehilangan ini harus diganti dengan karyawan baru.

Perusahaan harus mengeluarkan biaya mulai dari perekrutan hingga mendapatkan tenaga kerja siap pakai. Keluarnya karyawan berarti ada posisi tertentu yang lowong dan harus segera diisi. Selama masa lowong maka tenaga kerja yang ada kadang tidak sesuai dengan tugas yang ada sehingga menjadi terbengkalai. Karyawan yang tertinggal akan terpengaruh motivasi dan semangat kerjanya. Karyawan yang sebelumnya tidak berusaha mencari pekerjaan baru akan mulai mencari lowongan kerja, yang kemudian akan melakukan turnover. Hal ini jelas membawa kerugian karena itu perlu diusahakan pemecahannya.

(9)

3

BAGIAN II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pentingnya Karyawan

Karyawan merupakan asset perusahaan dan pelaku utama produksi serta pemasaran hasil. Tidak mungkin strategi bisnis akan tercapai apabila tidak ada pelakunya karena itu karyawan selalu menjadi pusat perhatian berbagai pihak. Sumber daya manusia dalam hal ini adalah karyawan merupakan unsur investasi efektif perusahaan.

Namun pihak manajemen sering menilai bahwa karyawan yang digunakan sebagai aset produksi dapat dipindah bahkan dihilangkan begitu saja demi tuntutan bisnis dalam bentuk perampingan jumlah karyawan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kurangnya wawasan para manajemen dalam memahami adanya asset intangible yakni pengetahuan. Salah satu kunci keberhasilan suatu rumah sakit adalah bergantung pada sumber daya manusia yang secara langsung atau tidak langsung memberi kontribusi pada rumah sakit (Mangkuprawira, 2007).

Menurut Mangkuprawira (2007) karyawan memiliki kebutuhan materi dan non materi untuk dihargai dan diakui oleh organisasinya. Bentuk kebutuhan akan penghargaan itu dapat berupa nilai jasa yang dikeluarkan untuk organisasi yakni berupa kompensasi dan karir yang diterimanya. Namun jenis kebutuhan seperti ini dianggap tidak cukup. Selain itu tiap karyawan ingin dihargai sebagai angngota sistem sosial dalam organisasi. Artinya mereka ingin diperhatikan dan didengar tentang pendapat dan gagasannya, dan begitu juga mengenai kehidupan pribadi dan

(10)

4

keluarganya. Bahkan tidak jarang karyawan ingin diberikan suasana tantangan dalam pekerjaannya.

2.2Pengertian turnover

Jackofsky dan Peter (1983) memberi batasan turnover sebagai perpindahan karyawan dari pekerjaannya yang sekarang. Cascio (1987) mendefinisikan turnover sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dengan karyawannya. Maier (1971) menyebutkan turnover sebagai perpisahan antara perusahaan dan pekerja, sedangkan Scott (1977) mendefinisikan gejala turnover sebagai perpindahan tenaga kerja dari dan ke sebuah perusahaan.

Beach (1980) menggunakan kata termination, turnover dijelaskan sebagai berpisah atau berhentinya karyawan dari perusahaan yang mengupahnya dengan berbagai alasan. Mobley (1986) seorang pakar dalam masalah pergantian karyawan memberikan batasan turnover sebagai berhentinya individu dari anggota suatu organisasi dengan disertai pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan.

Turnover adalah keluar masuknya tenaga kerja dalam suatu perusahaan dalam kurun waktu tertentu (Flippo, 1994). Bila dalam suatu rumah sakit tingkat keluar masuknya karyawan naik dari sebelumnya, hal ini merupakan indikasi turunnya motivasi, semangat dan gairah kerja. Selain itu akan menurunkan produktifitas juga dapat menyebabkan kelangsungan jalannya suatu rumah sakit serta besarnya biaya yang telah dikeluarkan pada saat proses penerimaan karyawan, pelatihan, sampai pada penempatannya. (Gray,M.A;Philips,V.L;Normand, C,1996)

(11)

5

Menurut Supriyanto (2003) yang dimaksud turnover adalah proporsi jumlah anggota organisasi yang secara sukarela (voluntary) dan tidak (non vuluntary) meninggalkan organisasi dalam kurun waktu tertentu. Umumnya dinyatakan dalam satu tahun, turnover tidak boleh lebih dari 10 % pertahun.

Dari beberapa definisi mengenai turnover maka penulis mengadopsi definisi dari Mobley (1986) yang memberikan batasan bahwa turnover adalah berhentinya individu dari anggota suatu organisasi dengan disertai pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan.

2.3Faktor yang mempengaruhi turnover

Faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover cukup komplek dan saling berkait satu sama lain. Diantara faktor-faktor tersebut yang akan dibahas antara lain adalah usia, lama kerja, tingkat pendidikan , keikatan terhadap organisasi, kepuasan kerja dan budaya perusahaan.

a. Usia

Maier (1971) mengemukakan pekerja muda mempunyai tingkat turnover yang lebih tinggi daripada pekerja-pekerja yang lebih tua. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dan intensi turnover dengan arah hubungan negatif. Artinya semakin tinggi usia seseorang, semakin rendah intensi turnovernya (dalam Mobley,1986). Karyawan yang lebih muda lebih tinggi kemungkinan untuk keluar.

Hal ini mungkin disebabkan pekerja yang lebih tua enggan berpindah-pindah tempat kerja karena berbagai alasan seperti tanggung jawab keluarga,

(12)

6

mobilitas yang menurun, tidak mau repot pindah kerja dan memulai pekerjaan di tempat kerja baru, atau karena energi yang sudah berkurang, dan lebih lagi karena senioritas yang belum tentu diperoleh di tempat kerja yang baru walaupun gaji dan fasilitasnya lebih besar.

Gilmer (1966) berpendapat bahwa tingkat turnover yang cenderung tinggi pada karyawan berusia muda disebabkan karena mereka masih memiliki keinginan untuk mencoba-coba pekerjaan atau organisasi kerja serta ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besar melalui cara ‘coba-coba’ tersebut.

Selain itu karyawan yang lebih muda mungkin mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk mendapat pekerjaan baru dan memiliki tanggung jawab terhadap keluarga lebih kecil, sehingga dengan demikian lebih mempermudah mobilitas pekerjaan. Mungkin juga mereka mempunyai harapan-harapan yang kurang tepat mengenai pekerjaan yang tidak terpenuhi pada pekerjaan-pekerjaan mereka yang sebelumnya (Porter dan Steer; Wanous dan Mobley,1986).

b. Lama Kerja

U.S. Civil Service Commission (1977) menyatakan bahwa pada setiap kelompok tertentu dari orang-orang yang dipekerjakan, dua pertiga sampai tiga perempat bagian dari mereka yang keluar terjadi pada akhir tiga tahun pertama masa bakti, berdasarkan data ini lebih dari setengahnya sudah terjadi pada akhir tahun pertama (Mobley,1986). Hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan adanya korelasi negatif antara masa kerja dengan

(13)

7

turnover, yang berarti semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan turnovernya (Prihastuti, 1992). Turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih singkat (Parson dkk, 1985). Interaksi dengan usia, kurangnya sosialisasi awal merupakan keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya turnover tersebut.

c. Tingkat Pendidikan

Mowday,dkk (1982) berpendapat bahwa tingkat pendidikan berpengaruh pada dorongan untuk melakukan turnover. Dalam hal ini Maier (1971) membahas pengaruh intelegensi terhadap turnover. Dengan pendidikan yang tinggi dan jabatan yang sesuai maka berpengaruh terhadap retensi karyawan. Jika pendidikan tidak sesuai dengan jabatan yang diinginkan maka berpengaruh terhadap tingkat turnover yang tinggi.

d. Keikatan terhadap Organisasi

Penelitian yang dilakukan oleh Hom dkk (1979); Michaels dan Spector (1982); Arnold dan Fieldman (1982); Steel dan Ovalle (1984) menemukan bahwa keikatan terhadap perusahaan mempunyai korelasi yang negatif dan signifikan terhadap intensi turnover. Berarti semakin tinggi keikatan seseorang terhadap perusahaannya akan semakin kecil ia mempunyai intensi untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan, dan sebaliknya. Pekerja yang mempunyai rasa keikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, efikasi, tujuan dan arti hidup, serta gambaran diri yang positif

(14)

8

(Mowday dkk,1982). Akibat secara langsung adalah menurunnya dorongan diri untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan.

e. Kepuasan Kerja

Penelitian yang dilakukan Mowday (1981); Michael dan Spector (1982); Arnold dan Fieldman (1982) menunjukkan bahwa tingkat turnover dipengaruhi oleh kepuasan kerja seseorang. Mereka menemukan bahwa semakin tidak puas seseorang terhadap pekerjaannya akan semakin kuat dorongannya untuk melakukan turnover.

Wexley dan Yukl (1977) mengatakan bahwa semakin banyak aspek-aspek atau nilai-nilai dalam perusahaan sesuai dengan dirinya maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Hal ini sejalan dengan discrepancy theory yang menyatakan bahwa kepuasan dapat tercapai bila tidak ada perbedaan antara apa yang seharusnya ada (harapan, kebutuhan, nilai-nilai) dengan apa yang menurut perasaan atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan.

f. Budaya Perusahaan

Robbins (1998) menyatakan bahwa budaya perusahaan yang kuat memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku karyawan dan secara langsung mengurangi turnover. Dalam budaya yang kuat, nilai-nilai utama sebuah organisasi atau perusahaan sangat dipegang teguh dan tertanam pada seluruh karyawannya. Semakin banyak karyawan yang menerima nilai-nilai tersebut dan semakin besar komitmen terhadapnya maka semakin kuat budaya

(15)

9 % 100 ) ( ) ( x satutahun keluar masuk nsi Jumlahrete satutahun ar Jumlahkelu Turnover + + =

perusahaan itu. Budaya yang kuat ini akan membentuk kohesivitas, kesetiaan, dan komitmen terhadap perusahaan pada para karyawannya, yang akan mengurangi keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi atau perusahaan.

2.4 Penghitungan Turnover

Gejala turnover dalam suatu perusahaan dapat diukur secara langsung dengan menghitung indeks laju turnover secara kuantitatif, dan dinyatakan dalam persentase berdasarkan jangka waktu tertentu. Dalam hal ini harus dibedakan turnover yang dilakukan secara sukarela dan turnover karena suatu sebab Formulasi yang paling sering digunakan menurut Mobley dan Seashore, dkk (1986) adalah:

Keterangan :

LSP = Laju seluruh pergantian karyawan

P = Jumlah keseluruhan pengunduran diri pada jarak yang berbeda , misalnya J = Jumlah rata-rata karyawan dalam daftar gaji yang ditelaah

Atau dengan penjabaran sebagai berikut :

Misalnya, Suatu perusahaan memiliki rata-rata 800 tenaga kerja per bulan, di mana selama itu terjadi 16 karyawan keluar (accession) dan 24 karyawan yang dipecat (separation). Maka accession rate adalah 16/800 x 100% = 2%, sedang separation rate

(16)

10

adalah 24/800 x 100% = 3%. Dengan demikian tingkat turnover adalah sama dengan accession rate yakni 2%. Sebab turnover rate selalu harus seimbang dengan accession rate-nya. Hal ini berarti bahwa dengan keluarnya seorang pegawai/karyawan misalnya, harus segera diganti dengan seorang pegawai/karyawan baru sebagai penggantian (replacement).

Beberapa pengukuran dalam turnover menurut Mowday dkk (dalam Sunarso, 2000) adalah:

1. Rata-rata masa kerja, yakni jumlah masa kerja tiap karyawan dibagi jumlah karyawan.

2. Tingkat pertambahan, adalah jumlah karyawan baru pada satu periode dibagi rata-rata jumlah karyawan pada periode tersebut.

3. Tingkat pemisahan diri, adalah jumlah karyawan yang memisahkan diri dari perusahaan untuk satu periode dibagi rata-rata karyawan pada periode tersebut.

4. Tingkat stabilitas, adalah jumlah karyawan yang tetap menjadi anggota perusahaan dari awal hingga akhir satu periode dibagi jumlah karyawan pada awal periode tersebut.

5. Tingkat ketidak stabilan, adalah banyaknya karyawan yang keluar dari perusahaan dari awal hingga satu periode dibagi jumlah karyawan pada awal periode tersebut

6. Tingkat ketahanan, adalah jumlah karyawan baru yang tetap menjadi karyawan dalam satu periode dibagi jumlah karyawan baru.

(17)

11

7. Tingkat kehilangan, adalah jumlah karyawan baru yang keluar dalam satu periode dibagi jumlah karyawan baru.

2.5Proses Turnover

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk mengambil keputusan apakah dia akan keluar dari suatu institusi atau tetap tinggal. Gambar 2.1 menjelaskan proses turnover.

Penurunan tingkat Kepuasan (Tahap 1)

Berfikir keluar (Tahap 2)

Niat keluar dan Cari job baru (Tahap 3)

Membandingkan job baru dan job lama (Tahap 4) Keputusan keluar, tinggal (Tahap 5) PROSES TURNOVER Faktor individual a. Umur b. Pendidikan c. Keterampilan d. Besar keluarga e. Beban kerja f. Lama kerja g. Tipologi diri h. Copying stres Faktor organisasi a. Kebijakan organisasi b. Rekruitmen c. Imbalan d. Pengembangan karir e. Desain pekerjaan f. Afiliasi kerja g. Supervisi h. Kepemimpinan Faktor lingkungan a. Pesaing

b. Geografis (jarak atau transportasi)

Sumber: Abelson, 1986. Strategic Management of turnover: a model for the Health Service Administrator

(18)

12

Gambar 2.1 menjelaskan tentang model turnover yang diajukan Abelson (1986) tersebut, dimana di dalamnya terdapat beberapa tahap yang mungkin dilalui sebelum seseorang memutuskan untuk keluar dari suatu organisasi atau instansi.

Turnover karyawan dari organisasi adalah suatu fenomena penting 6dalam

kehidupan organisasi. Turnover karyawan harus dianggap sebagai perilaku manusia yang penting, baik dari sudut pandang individual maupun dari sudut pandang sosial. Penting pula untuk mempertimbangkan akibat dari turnover karyawan bagi individu yang tetap tinggal (Mobley, 1986).

Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa tahap pertama dalam proses turnover dimulai ketika karyawan mengevaluasi pekerjaannya yang sekarang, kemudian mereka menyadari bahwa mereka puas atau tidak puas dengan pekerjaannya.

Berawal dari penurunan tingkat kepuasan maka selanjutnya pada tahap kedua dan ketiga yaitu akan mempengaruhi penurunan motivasi yang dicirikan antara lain: stres, sakit fisik, malas bekerja, kualitas rendah, komunikasi personal kurang, masa bodoh dengan tugas pekerjaannya. Pada akhirnya akan memutuskan untuk berfikir dan berniat keluar untuk mencari pekerjaan baru. (Mangkuprawira, 2007)

Pada tahap keempat karyawan membandingkan pekerjaan alternatif dengan pekerjaannya sekarang serta membuat suatu keputusan untuk tinggal atau keluar dan tahap kelima adalah tindakan untuk tinggal atau keluar dari organisasi.

(19)

13

2.6 Penyebab Turnover Karyawan

Turnover atau pemberhentian antara suatu perusahaan dengan seorang atau

beberapa orang karyawan menurut Susilo (1996:194) bahwa penyebab karyawan keluar dari perusahaan adalah karena alasan:

1. Ketidaktepatan pemberian tugas.

Karyawan, khususnya pada masa percobaan, merasa kurang cocok dengan tugas yang diberikan pada masa percobaan tersebut. Sehingga menurut pertimbangannya tak akan mungkin ada perkembangan di masa depan.

2. Alasan mendesak

a. Upah atau gaji tidak pernah diberikan pada waktunya meskipun karyawan telah

bekerja dengan baik.

b. Pimpinan perusahaan/organisasi melalaikan kewajiban yang sudah disetujui

dengan karyawan.

c. Bila pekerjaan yang ditugaskan pada karyawan ternyata dapat membahayakan

keselamatan dirinya maupun moralnya.

d. Karyawan memperoleh perlakuan pimpinannya secara tidak manusiawi atau

bersifat sadis dan sebagainya. 3. Menolak pimpinan baru

Apabila karyawan tidak cocok dan tidak sehati dengan sepak terjang pimpinan barunya, dapat saja mengakibatkan timbulnya stress yang tidak menguntungkan dirinya.

(20)

14

Sedangkan menurut Hasibuan (2008) alasan karyawan keluar dapat digolongkan berdasarkan:

1. Undang-Undang

Dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari suatu perusahaan. Misalnya: karyawan anak-anak, karyawan WNA, atau karyawan yang terlibat organisasi terlarang.

2. Keinginan perusahaan

Keinginan perusahaan dapat menyebabkan diberhentikannya seorang karyawan secara terhormat ataupun dipecat. Keinginan suatu perusahaan untuk memberhentikan karyawan menurut Hasibuan (2008) disebabkan karena:

a. Karyawan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya. b. Perilaku dan disiplinnya kurang baik.

c. Melanggar peraturan dan tata tertib.

d.Tidak dapat bekerja sama dan terjadi konflik dengan karyawan lain. e. Melakukan tindakan amoral dalam perusahaan.

f. Keinginan karyawan

3. Alasan pengunduran diri karena keinginan karyawan antara lain:

a. Pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua b. Kesehatan yang kurang baik

c. Melanjutkan pendidikan d. Berwiraswasta

(21)

15

4. Pensiun

Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan, undang-undang, ataupun keinginan karyawan itu sendiri. Keinginan perusahaan mempensiunkan karyawan karena produktifitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan. Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas usia 55 tahun dan minimum masa kerja 15 tahun.

5. Kontrak kerja berakhir

Karyawan kontrak akan dilepas atau diberhentikan apabila kontrak kerjanya berakhir. Pemberhentian berdasarkan berakhirnya kontrak kerja tidak menimbulkan konsekuensi karena telah diatur terlebih dahulu dalam perjanjian saat mereka diterima.

6. Kesehatan karyawan

Kesehatan karyawan dapat menjadi alasan untuk pemberhentian karyawan. Inisiatif pemberhentian bisa berdasarkan keinginan perusahaan ataupun keinginan karyawan.

7. Meninggal dunia

Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis putus hubungan kerjanya dengan perusahaan. Perusahaan memberikan pesangon atau uang pensiun bagi keluarga yang ditinggalkan sesuai dengan peraturan yang ada.

(22)

16

8. Perusahaan likuidasi

Karyawan akan dilepas jika perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena bangkrut. Bangkrutnya perusahaan harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

2.7Dampak Turnover

Dampak turnover bagi organisasi diantaranya adalah: (a) biaya penarikan karyawan, menyangkut waktu dan fasilitas untuk wawancara dalam proses seleksi, penarikan dan mempelajari pergantian; (b) biaya latihan, menyangkut waktu pengawas, departemen personalia dan karyawan yang dilatih; (c) apa yang dikeluarkan buat karyawan lebih kecil dari yang dihasilkan karyawan baru tersebut; (d) tingkat kecelakaan para karyawan baru, biasanya cenderung tinggi; (e) adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan; (f) peralatan produksi yang tidak bisa digunakan sepenuhnya; (g) banyak pemborosan karena adanya karyawan baru; (h) perlu melakukan kerja lembur, kalau tidak akan mengalami penundaan produksi. Turnover yang tinggi dalam organisasi menunjukkan perlu diperbaikinya kondisi kerja dan cara pembinaannya.

2.8 Intention To Leave

Tet dan Meyer (1993) telah memberikan definisi intention to leave yaitu niat karyawan untuk meninggalkan organisasi sebagai sadar dan hasrat disengaja dari karyawan untuk meninggalkan organisasi. Sedangkan menurut Martin (1979)

(23)

17

intention to leave adalah tingkat keinginan karyawan atau niat untuk meninggalkan organisasi.

Menurut Mobley (1986) keluar masuknya karyawan dan perilaku seperti kemangkiran dan kelesuan seringkali dikelompokkan dalam perilaku pengunduran diri atau disebut pula sebagai keinginan berhenti bekerja (intent to leave). Menurut Robbins (1998) menyatakan bahwa karyawan yang tidak terpuaskan oleh pekerjaan atau faktor lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan mereka, akan dapat mengurangi komitmen mereka terhadap organisasi atau perusahaan. Ketidak puasan mereka umumnya selalu dikaitkan dengan masalah penurunan kinerja yang termasuk di dalamnya terjadi kelambatan dalam bekerja, tingkat perputaran karyawan yang tinggi dan tingkat ketidakhadiran atau kemangkiran yang tinggi.

Sebagaimana diketahui diatas, intention to leave karyawan dapat terjadi di antara karyawan yang merasa puas karena tertarik oleh harapan yang sangat positif mengenai pekerjaan di luar atau yang memutuskan untuk mengikuti nilai yang tak ada kaitannya dengan pekerjaan. Apabila seseorang ingin meninggalkan pekerjaan yang tidak disenangi (tetapi terkendala oleh beberapa sebab, misalnya: kurangnya pekerjaan yang menarik, karier pasangan hidup), maka bentuk intention to leave dan pengunduran diri dapat berupa kemangkiran dan kelesuan.

Mobley, et, al,(1986) menyatakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan karyawan berpindah dari tempat kerjanya namun faktor determinan keinginan untuk berpindah diantaranya adalah :

(24)

18

1. Kepuasan kerja

Pada tingkat individual, kepuasan merupakan variabel psikologis yang paling sering diteliti dalam suatu model intention to leave. Aspek kepuasan yang ditemukan berhubungan dengan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi meliputi kepuasan akan upah dan promosi, kepuasaan atas supervise yang diterima, kepuasan dengan rekan kerja, dan kepuasan akan pekerjaan dan isi kerja.

2. Komitmen organisasi dari karyawan Karena hubungan kepuasan kerja dan keinginan meninggalkan tempat kerja hanya menerangkan sebagian kecil varian, maka jelas model proses intention to leave karyawan harus menggunakan variabel lain di luar kepuasan kerja sebagai satu-satunya variabel penjelas. Perkembangan selanjutnya dalam studi intention to leave memasukkan konstruk komitmen organisasional sebagai konsep yang turut menjelaskan proses tersebut Sebagai bentuk perilaku, komitmen organisasional dapat dibedakan dari kepuasan kerja. Komitmen mengacu pada respon emosional (affective) individu kepada keseluruhan organisasi, sedangkan kepuasan mengarah pada respon emosional atas aspek khusus dari pekerjaan.

Menurut Griffeth (1995) bahwa hampir semua model intention to leave dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja dan komitmen organisasi yang rendah, yaitu:

1. Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap intention to leave. Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan proses

(25)

19

kognisi menarik diri (pre withdrawal cognition), intensi untuk pergi dan tindakan nyata berupa keputusan untuk keluar dari tempat kerja.

2. Komitmen organisasi adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya intention to leave dibanding kepuasan kerja.

2.8 Pengendalian Intension To Leave

Berikut ini sejumlah hal yang telah dilakukan perusahaan dalam memerangi masalah tingginya tingkat keluar masuknya karyawan menurut Grensing (1997) yaitu: a. Mengevaluasi kembali praktek perekrutan karyawan. Mungkin perusahaan sedang

mempekerjakan karyawan yang kualifikasinya terlalu tinggi dan tentu saja memiliki kemungkinan besar untuk merasa jemu atau tak puas.

b. Mempekerjakan kembali mantan karyawan. Ini bisa memberikan kesan kepada yang lain bahwa perusahaan ini adalah sungguh tempat yang baik untuk bekerja jika sampai orang yang sudah keluar pun masuk kembali.

c. Mempertimbangkan pengembangan rencana pensiun atau pembagian keuntungan.

d. Meyakinkan diri bahwa perusahaan telah membuat kesempatan bagi promosi adil dan dapat dimengerti dengan baik.

e. Membuka saluran komunikasi bagi manajemen. Ketika karyawan tak mengerti tujuan dari perusahaan dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi hidup mereka, rasa tak puas bisa berkembang.

(26)

20

f. Meningkatkan penggunaan insentif non finansial. Penghargaan terhadap prestasi kerja, tanggung jawab tanbahan adalah beberapa cara untuk melakukan hak ini. g. Melakukan interview untuk karyawan yang mau pindah kerja dan meninggalkan

perusahaan.

h. Menanyakan kepada karyawan sekarang tentang apa yang mereka suka dan tidak suka dari hal yang dipraktekan di perusahaan. Survei sikap merupakan cara baik untuk mendapatkan informasi.

i. Melakukan penilaian secara teratur. Para karyawan perlu tahu bagaimana kerja mereka

Menurut Pambudi (2000) yang mengutip pendapat Agustien sebagai general manager recruitment services Jakarta Consulting Group yang menyatakan ada tiga faktor yang harus diperhatikan perusahaan yaitu: (a) pemberian penghasilan dan tunjangan yang jumlahnya bersaing dengan perusahaan lain; (b) kesempatan pengembangan karir, peluang untuk promosi harus ada dan jelas aturan mainnya, berdasarkan prestasi kerja, senioritas atau yang lainnya; (c) peluang menambah pengetahuan.

(27)

21

BAGIAN III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Salah satu aspek yang penting dalam organisasi adalah mempertahankan keberadaan karyawan dan menekan turnover. Pada kenyataannya, seringkali manager sumber daya manusia kurang memahami aspek-aspek yang mendasari keputusan seseorang untuk turnover. Akibat dari ketidaktahuan ini maka timbul kesenjangan antara pihak karyawan dengan pihak manajemen.

Dari beberapa definisi turnover maka dapat dibuat suatu penggabungan bahwa definisi dari turnover adalah berhentinya individu dari keanggotaan suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu dan tidak boleh lebih dari 10% pertahun. Untuk mempermudah pemahaman tentang formula pengukuran tingkat turnover dinyatakan dalam persentase yang mencakup jangka waktu tertentu.

Dari gambar 2.1 di bab sebelumnya tentang Strategic Management of turnover: a model for the Health Service Administrator oleh Abelson dan dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi turnover maka dapat dijelaskan bahwa ada dua hal besar yang perlu diperhatikan yaitu :

1. Internal Organisasi

Internal organisasi menjadi satu hal penting dalam memberikan pengaruh bagi besar kecilnya turnover. Internal organisasi yang kuat dipengaruhi oleh komitmen organisasi. Suatu organisasi dimana para pekerjanya dipandang dan diperlakukan sebagai seorang anggota keluarga besar

(28)

22

organisasi, akan merupakan dorongan yang sangat kuat untuk meningkatkan komitmen organisasi.

Pada gilirannya komitmen organisasi yang tinggi akan berakibat pada berbagai sikap dan perilaku positif, seperti misalnya menghindari tindakan, perilaku dan sikap yang merugikan nama baik organisasi, kesetiaan kepada pimpinan, kepada rekan setingkat dan kepada bawahan, produktivitas yang tinggi, kesediaan menyelesaikan konflik melalui musyawarah dan sebagainya.

Dengan adanya sikap dan perilaku positif dari karyawan yang disebabkan oleh komitmen organisasi tersebut maka tingkat turnover karyawan akan dapat dikurangi. Komitmen organisasi ini terbentuk dari suatu budaya organisasi. Fungsi dari budaya organisasi tersebut adalah untuk meningkatkan komitmen organisasi. Keduanya mempunyai hubungan yang positif. Atau dengan kata lain bahwa budaya organisasi yang kuat dapat meningkatkan komitmen organisasi.

2. Individu Karyawan (internal karyawan)

Jika sebelumnya internal organisasi menjadi hal yang perlu diberikan perhatian, maka faktor individual dari karyawan mendapat porsi yang sama. Masalah individual yang terkait langsung dengan masalah turnover adalah masalah kepuasan kerja. Atau dapat dijelaskan dari beberapa faktor yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya, kepuasan kerja karyawan menjadi prioritas dalam penanganannya. Kepuasan kerja pada karyawan

(29)

23

memiliki arti penting bagi suatu perusahaan. Karyawan yang merasa puas dengan apa yang didapatkan maka ia akan bertahan di perusahaan itu dan mampu bekerja secara produktif.

Kepuasan kerja memiliki hubungan erat terhadap pikiran untuk berhenti kerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Intensi untuk berhenti pada akhirnya memiliki hubungan signifikan terhadap turnover sebenarnya. Karyawan yang melakukan turnover umumnya ditemukan sebabnya karena mereka merasa tidak puas dengan manajemen perusahaan, kualitas dan sifat dari kondisi kerja, besarnya upah, perasaan diperlakukan secara tidak adil oleh perusahaan, dan mutu pengawasan yang tidak memadai.

Kondisi-kondisi tersebut akan membuat pekerja merasa dikecewakan dan tidak dihargai. Oleh karena itu faktor kepuasan individual atau karyawan menjadi salah satu prioritas diantara faktor-faktor yang mempengaruhi lainnya.

Dari bab sebelumnya juga dapat dijelaskan bahwa efek negatif dari adanya

turnover karyawan adalah meningkatnya biaya perekrutan, memperkerjakan tenaga

baru, asimilasi, pelatihan dan biaya administratif lainnya. Sementara efek lainnya adalah komunikasi yang makin buruk, dan gangguan dalam produktivitas. Salah satu cara untuk mengetahui penyebab turnover adalah menilai sejauh mana tingkat komitmen organisasi dari karyawan. Cara yang dapat ditempuh untuk mengetahui

(30)

24

hal tersebut adalah dengan menentukan definisi yang jelas mengenai komitmen dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Pengendalian terhadap turnover yang dapat dilakukan oleh perusahaan ataupun institusi lainnya adalah dengan melakukan :

1. Peningkatan finansial maupun non finansial yang bersaing

Faktor peningkatan pendapatan dapat menurunkan dan mengendalikan turnover. Sebenarnya kepuasan kerja karyawan tidak mutlak dipengaruhi oleh gaji atau pendapatan saja. Tetapi faktor pendapatan menjadi alasan klasik yang mempengaruhi turnover karyawan, terutama untuk karyawan yang berusia muda. Disamping faktor finansial terdapat hal yang utama yaitu non finansial. Non finansial ini dapat berupa penghargaan atas hasil kinerja karyawan berupa reward dan pengakuan kinerja yang terstruktur baik di dalam perusahaan atau organisasi.

2. Kesempatan pengembangan karir yang jelas

Kesempatan pengembangan karir berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Karir merupakan kebutuhan yang harus terus ditumbuhkan dalam diri seseorang tenaga kerja, sehingga mampu mendorong kemampuan kinerjanya. Kejelasan pengembangan karir ini akan membuat karyawan merasa diperhatikan oleh organisasi tempat dia bekerja sehingga membuat rasa nyaman dan secara khusus dapat menurunkan dan dapat mengendalikan turnover.

(31)

25

3. Peluang peningkatan pengetahuan

Kualitas karyawan dapat ditingkatkan dengan cara peningkatan pengetahuan. Dari peningkatan pengetahuan tersebut didapatkan peningkatan kinerja. Peningkatan pengetahuan tersebut mempunyai dua keuntungan yaitu untuk internal organisasi dan manfaat pribadi bagi karyawan. Jika pengetahuan tersebut diperoleh oleh karyawan secara rutin maka karyawan akan merasa memperoleh manfaat yang melimpah dari organisasi tempat dia bekerja. Sehingga keinginan untuk pindah dan turnover akan dapat diturunkan.

4. Mengintensifkan komunikasi semua lini

Komunikasi menjadi hal yang mutlak di sebuah organisasi kerja, karena dari komunikasi tersebut berbagai macam masalah karyawan akan dapat diatasi dengan dini. Komunikasi yang diharapkan tentu saja komunikasi di semua lini. Antara atasan dan bawahan maupun sesama lini. Suara dari bawahan (karyawan) kepada atasan yang diperhatikan menjadi hal yang sangat penting untuk karyawan sehingga diharapkan atasan dapat mengakomodir suara dari bawah sehingga terjadi check and balance. Dengan mengintensifkan komunikasi ini maka karyawan akan merasa dilindungi haknya untuk berpendapat sehingga keinginan untuk keluar akan minimal.

(32)

26

BAGIAN IV KESIMPULAN KAJIAN

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Budaya perusahaan dan kepuasan kerja menjadi faktor utama dalam turnover 2. Budaya perusahaan dan kepuasan kerja berhubungan dengan turnover

karyawan bersifat negatif, dimana semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan dan semakin kuat budaya perusahaan maka semakin rendah tingkat turnover karyawan.

3. Dampak dari turnover dapat mempengaruhi produktivitas dan biaya dalam perekrutan karyawan

4. Internal organisasi dan Faktor individual menjadi hal penting yang harus diperhatikan dalam mengatasi turnover karyawan

Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang dapat diberikan dalam tulisan ini adalah dengan diketahuinya bahwa budaya perusahaan dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap turnover karyawan maka sebaiknya perusahaan lebih meningkatkan kepuasan kerja karyawannya dan memperkuat budaya perusahaan yang ada sebagai pedoman bagi karyawan untuk bekerja sehingga dapat mencegah terjadinya turnover karyawan yang tidak dikehendaki.

(33)

27

REFERENSI

Abelson, M.A. 1986. Startegic Management of Turnover : a model for the helath service administrator, Health Care Manage Review, Vol.11 (2), pp 61-71

Flippo, E.B. 1997. Manajemen Personalia. Edisi Keenam Jilid 2, Alih Bahasa Moh. Masud. Jakarta, Airlangga

Hasibuan, M.S.P. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia dasar dan Kunci Keberhasilan. Ed 2. Jakarta, Penerbit Toko Gunung Agung

Mobley,W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat dan Pengendaliannya. Terjemahan. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo

Mowday, R.T., L.W. Porter and R.M Steers, 1982. Employee Organization Linkages: The Psychology of Commitment Absenteism and Turnover. New York: Academic Press Robbins, S. P. 2006. Perilaku Organisasi, Jakarta : Indek Group Gramedia

Tb. Sjafri Mangkuprawira dan Aida Vitalaya Hubeis, 2007, Manajemen Mutu SDM, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

b.bahwa sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Presiden RI dan/ atau Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat RI dan/ atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam

bahwa berdasarkan Surat Kawat Menteri Dalam Negeri Nomor : 061/6859/SJ, tanggal 4 Nopember 1982, Surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 061/11034/SJ, tanggal 19 Nopember 1983 perihal

Dalam membaca Al-Quran kita juga harus memperhatikan istilah-istilah yang ada dalam Al Quran supaya kita tidak salah dalam membacanya, seperti ayat sajdah, saktah dan lainnya..

primitif .. dalam studi mengenai sejarah agama .. primitif terdapat beberapa istilah .. yang pengertian hampir sama .. terhadap roh atau jiwa .. dan binatang, terutama

yang dikembangkan oleh komite skema sertifikasi IJP Kemasan kompetensi yang digunakan mengqcu pada Standar Kompetensi Keria Nasianal Indonesia (SKKNI PENGAWAS

Sebagai contoh dapat kita lihat pada masalah transportasi, kita dihadapkan pada pilihan lintasan perjalanan dari Kota S (sumber) ke Kota T (tujuan), untuk sampai ke Kota T

Bila pengaruh defisiensi kekuatan struktur diketahui dengan baik dan bila dimensi struktur serta sifat bahan yang dibutuhkan untuk tujuan analisis dapat diukur

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa dalam ICBI ditemukan satu KD yang tidak dilengkapi wacana dan lima KD dengan wacana yang tidak utuh, tidak berstruktur lengkap;