• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Indonesia mengalami episode besar Kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular setiap tahunnya. Dengan kepadatan penduduk di beberapa pulau, iklim tropis dan buruknya infrastruktur kesehatan menjadikan lahan subur untuk munculnya kembali penyakit menular. Kondisi lain yang mempengaruhi karena adanya perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global yang terjadi sangat cepat yang mempengaruhi pola dan jenis penyakit potensial KLB secara langsung maupun tidak langsung seperti malaria, DBD, maupun penyakit-penyakit baru. Masalah kesehatan yang baru muncul ketika KLB dari beberapa penyakit lama, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), masih terlihat selama musim hujan (Siswoyo et al., 2008).

Surveilans sindromik elektronik untuk deteksi dini KLB dapat menjadi alat yang sederhana dan efektif yang secara cepat memberikan data KLB yang dapat diandalkan serta ditindaklanjuti untuk menjadi perhatian publik dan otoritas kesehatan di negara berkembang (Siswoyo et al., 2008). Surveilans sindromik telah digunakan untuk deteksi dini KLB, untuk mengetahui ukuran, penyebaran, dan tempo dari KLB, memantau tren penyakit, dan untuk memberikan jaminan bahwa KLB belum terjadi. Sistem surveilans sindromik berusaha untuk menggunakan data kesehatan yang ada secara real time untuk memberikan analisis langsung dan umpan balik kepada mereka yang dicurigai dengan melakukan investigasi dan tindak lanjut terhadap penyakit yang potensial KLB (Henning, 2004).

Infodemiology memperkenalkan penggunaan sumber data non-tradisional untuk mendeteksi tren penyakit dan KLB. Sumber-sumber data termasuk permintaan pencarian (Google Flu Trends), media sosial (seperti tweeter dan facebook), artikel Web, dan posting blog, yang sekarang sedang digunakan untuk real-time surveilans penyakit. Dalam hal permintaan pencarian sebagai sumber

(2)

untuk memprediksi epidemi yang telah berkembang saat ini. Paling menonjol adalah Google flu trends layanan diluncurkan pada tahun 2008 sebagai cara untuk melacak perubahan volume permintaan pencarian online yang berhubungan dengan gejala mirip flu. Google flu trends menyediakan pencarian data permintaan yang real-time dan dilaporkan setiap hari, dan telah ditunjukkan untuk memprediksi kasus aktual dari penyakit seperti flu setidaknya 2 minggu lebih cepat dibanding US Centers for Disease Control dan Prevention (CDC) (Pervaiz, et al., 2012).

Pencegahan dan pengendalian penyakit menular tergantung pada keefektifan sistem respon yang dijalankan secara sukses dengan bantuan kegiatan surveilans penyakit. Di semua negara, pengawasan kegiatan penyakit menular dilaksanakan melalui sistem informasi surveilans yang menyediakan informasi yang diperlukan. Informasi surveilans yang disajikan haruslah akurat, tepat waktu dan lengkap sehingga mampu memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan untuk kesehatan masyarakat dengan mendayagunakan teknologi informasi dan telekomunikasi. Sistem informasi merupakan bagian dari sistem organisasi dengan memanfaatkan informasi untuk memenuhi kebutuhan dan pemecahan masalah yang dihadapi (Chandrasekar, 2011).

Keterlambatan dalam mendeteksi wabah dan respon terhadap penyakit menular yang potensial KLB menyebabkan meningkatnya jumlah kasus, meningkatnya durasi wabah dan kematian serta potensi untuk menyebar ke daerah lain secara nasional, regional maupun global. Menyiapkan sistem kewaspadaan dini sangat penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas pada polpulasi yang rentan terkena KLB serta melindungi keamanan kesehatan global. Indonesia yang secara geografis letaknya sangat strategis masih memiliki penyakit-penyakit yang potensial KLB. Penyakit-penyakit tersebut jika tidak di pantau dan dikendalikan akan mengancam kesehatan masyarakat dan menyebabkan KLB dan bahkan dapat menyebar ke negara tetangga. Atas dasar fenomena tersebut perlunya dikembangkan sistem kewaspadaan dini untuk pemantauan dan respons perlu ditingkatkan kembali di wilayah Indonesia (Kemenkes RI, 2008).

(3)

Pada tahun 1999, AS Naval Medical Research Unit #2 (NAMRU-2) bekerjasama dengan Litbangkes Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengembangkan deteksi dini yang diberi nama EWORS (Early Warning Outbreak Response System). Sejak januari 1999, NAMRU-2 (Jakarta, Indonesia) melatih 35 lokasi di lima negara yaitu Indonesia, Vietnam, Kamboja, Laos dan Korea Selatan untuk menggunakan program EWORS. Program ini merupakan komputerisasi berbasis jaringan yang diterapkan di rumah sakit yang menyediakan pengawasan sindromik untuk deteksi dini wabah penyakit menular (Siswoyo et al., 2008).

Di negara-negara Eropa Tengah, Eropa Timur dan Baltik (CCEE-Baltik) sejak desember 2000, telah bekerja sama untuk memperkuat pengawasan dan peringatan dini dan sistem respon. Dalam konteks ini, beberapa negara seperti Albania, Serbia, Montenegro dan Yugoslavia mantan Republik Makedonia telah mengembangkan atau sedang mengembangkan EWARS dengan dukungan dari WHO. Setelah menjelaskan sistem, laporan ini menyajikan hasil evaluasi EWARS di Serbia, satu tahun setelah pelaksanaannya, dan membahas isu-isu metodologis yang harus dipertimbangkan ketika mengembangkan EWARS di Eropa Timur (WHO, 2004).

Dari Laporan Disease Control in Humanitarian Emergencies (DCE) WHO yang menyediakan layanan bidang teknis dan operasional epidemiologi menerapkan surveilans EWARS untuk keadaan darurat akut pada kasus banjir di Pakistan tahun 2010, Afrika tahun 2006, Myanmar tahun 2008, lebanon tahun 2006. Gempa bumi di Pakistan tahun 2005, Tsunami di Indonesia tahun 2005. Pemberantasan Polio yang dilakukan di Kongo tahun 2010, Liberia tahun 2010, Mesir tahun 2010, Republik Afrika Tengah tahun 2008–2009, Uganda 2009, Afganistan tahun 2008, India tahun 2007–2010, Angola 2007, Pemberantasan cacing guinea di Northern Uganda tahun 2009, sudan tahun 2007 dan Kenya 2007.

Sejak pertengahan 2009, Kementrian Kesehatan khususnya Subdit Surveilans dan Respons KLB (Ditjen PP dan PL) telah melakukan optimalisasi PWS KLB melalui EWARS untuk puskesmas dengan provinsi pilot project Lampung dan

(4)

Bali. Dari hasil pilot project tersebut menunjukkan peningkatan kinerja Sistem Kesehatan Daerah (SKD) dan Respons di provinsi tersebut dan terukur hasilnya. Sampai 2011 jumlah provinsi yang telah menjalankan sistem ini berjumlah 7 provinsi yaitu Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Deteksi wabah di tingkat kabupaten, regional dan nasional merupakan tugas utama dari sistem surveilans penyakit menular suatu negara. Departemen Pengawasan Penyakit Menular dan Respon WHO sedang merevisi peraturan kesehatan internasional untuk menyertakan persyaratan kepada negara-negara anggota untuk mempunyai kapasitas yang memadai dalam mendeteksi dan merespon ancaman yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat. Hal ini mengharuskan negara-negara anggota mengembangkan sistem peringatan dini yang efektif yaitu EWARS dan memperkuat penyelidikan dan respon terhadap KLB (WHO, 2004).

Provinsi Sulawesi Selatan menerapkan aplikasi EWARS secara serentak di 23 kabupaten / kota termasuk di Kabupaten Barru pada tahun 2010. Dalam penerapan aplikasi ini metode yang digunakan adalah proses pengiriman laporan dilakukan setiap minggu dan di tiap tingkat, mulai dari pengumpulan data di pustu, bidan desa dan klinik swasta, pusat kesehatan, tingkat kabupaten, tingkat provinsi dan pusat. Data yang diterima di pusat kesehatan, kemudian diteruskan ke tingkat kabupaten / kota melalui SMS standar. Di tingkat kabupaten, tingkat provinsi dan pusat aplikasi EWARS telah tersedia. Hasilnya akan ditampilkan dari sistem ini dalam bentuk tabel, grafik dan peta.

Penilaian tentang Early Warning and Reporting System (EWARS) di Nepal dilakukan oleh Pyle, at al. (2004) melaporkan bahwa kelemahan-kelemahan yang ada pada program ini adalah:

1. Penyakit termasuk dalam EWARS tidak semua rentan terhadap wabah epidemi (misalnya: Neonatal Tetanus, dan Kala-azar)

2. Sistem berbasis rumah sakit pada dasarnya tidak dapat memberikan peringatan dini karena pasien sudah dirawat di rumah sakit

(5)

diterapkan yang memiliki jaringan yang lebih luas melalui laporan situs.

4. Diagnosa Dikonfirmasi kasus JE (Japanese encephalitis) dibatasi oleh keterlambatan berlebihan dalam pelaporan dan biaya transportasi yang mahal.

5. Epidemiology and Disease Control Division (EDCD) belum proaktif dalam

dukungannya terhadap pengembangan kapasitas dan aspek lain dari EWARS (misalnya, persentase ketepatan waktu laporan yang diterima belum baik dalam lima tahun terakhir).

6. Umpan balik ke kabupaten dalam bentuk bulletin EWARS tidak teratur dan cenderung dikumpul (dikirim setiap dua sampai tiga bulan).

7. Hubungan antara pengawas medis di rumah sakit kabupaten dan dinas kesehatan kabupaten masih bermasalah di sebagian besar kabupaten.

8. Tidak ada anggaran yang dialokasikan untuk mendukung kegiatan EWARS, sehingga fakta bahwa kurang menjadi prioritas dan kadang tidak menerima dana.

9. Tidak ada rencana nasional atau kebijakan yang mendukung peringatan dini penyakit nasional dan sistem respon.

Dari laporan Litbangkes (2006) bahwa hambatan dari program EWORS setelah enam tahun diterapkan di Indonesia adalah: 1). Masalah sumber daya di tingkat pusat dan provinsi, 2). Keberlanjutan dari program di provinsi, setelah proyek percontohan selesai (adopsi ke dalam sistem yang sudah ada), 3). Belum optimal pemanfaat data EWORS di tingkat pusat dan provinsi, 4). Kurangnya penyebaran informasi atau promosi di EWORS.

Sistem informasi surveilans dengan aplikasi EWARS di Dinas Kesehatan Barru dilakukan dengan input dari laporan puskesmas. Data yang masuk berupa jenis penyakit dan jumlah penderita, diterima oleh pengelola data di seksi pengamatan penyakit melalui SMS. Laporan tersebut secara rutin diterima pada hari senin pagi untuk puskesmas, selanjutnya akan dilakukan rekapitulasi oleh seksi pengamatan penyakit dan di input masuk di aplikasi. Data yang masuk akan dilaporkan secara rutin kepada dinas kesehatan provinsi melalui email. Penerapan EWARS di Kabupaten Barru selama kurun dua tahun ini masih memiliki kendala-kendala diantaranya kelengkapan dan ketepatan laporan dari beberapa puskesmas

(6)

yang masih dibawa standar nasional (indikator nasional untuk kelengkapan laporan mingguan adalah 90% dan ketepatan laporannya adalah 80%). Hal ini akan mempengaruhi efektifitas penggunaan program ini.

Untuk memastikan keefektifan penerapan dan dampak positif yang diberikan oleh Sistem Informasi Surveilans berbasis EWARS di Kabupaten Barru dalam menghasilkan suatu informasi yang akurat, tepat waktu, relevan, maka evaluasi terhadap sistem tersebut merupakan hal penting yang harus dilakukan. Hal ini berkaitan dengan pendapat Winarno (2006) bahwa sistem yang baru maupun sistem lama, harus dievaluasi secara berkala untuk menentukan apakah sistem tersebut berfungsi seperti yang diharapkan atau tidak. Apabila sistem dirasakan tidak dapat memenuhi kebutuhan para pemakainya, maka harus segera direvisi untuk perbaikan sistem tersebut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka peneliti ingin merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimanakah penerapan Sistem Informasi Surveilans (SIS) berbasis EWARS dalam upaya deteksi dini kejadian luar biasa di Kabupaten Barru?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengevaluasi penerapan SIS berbasis EWARS dalam upaya deteksi dini Kejadian Luar Biasa di Kabupaten Barru.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengevaluasi input penerapan SIS berbasis EWARS dalam upaya deteksi dini Kejadian Luar Biasa di Kabupaten Barru.

b. Untuk mengevaluasi proses penerapan SIS berbasis EWARS dalam upaya deteksi dini Kejadian Luar Biasa di Kabupaten Barru

c. Untuk mengevaluasi output penerapan SIS berbasis EWARS dalam upaya deteksi dini Kejadian Luar Biasa di Kabupaten Barru.

(7)

upaya deteksi dini Kejadian Luar Biasa di Kabupaten Barru.

e. Untuk mengetahui hambatan dan dukungan penerapan SIS berbasis EWARS dalam upaya deteksi dini Kejadian Luar Biasa di Kabupaten Barru.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Daerah

Menjadi masukan bagi stakeholder kesehatan dalam mendukung ketersediaan sumber daya data dan informasi kesehatan pada setiap level adminitrasi di Kabupaten Barru

2. Bagi Dinas Kesehatan

a. Masukan bagi pengelola data dalam menerapkan Sistem Informasi Kesehatan

b. Masukan untuk pengambil keputusan dalam mengembangkan dan menerapkan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) berbasis EWARS

3. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Sebagai referensi pustaka hasil penelitian dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya di bidang Sistem Informasi Kesehatan.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang evaluasi penerapan sistem informasi surveilans berbasis EWARS di Kabupaten Barru sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan, namun penelitian-penelitian terkait dengan evaluasi sistem informasi sudah banyak dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai evaluasi sistem informasi antara lain sebagai berikut:

1. Siswoyo et al. (2008), melakukan penelitian tentang Proceeding EWORS: Using a syndromic–based surveilance tool for disease outbreak detection in Indonesia dengan metode penelitian kualitatif dan hasil menunjukkan bahwa Program EWORS dikembangkan untuk melengkapi surveilans penyakit yang

(8)

sudah ada dan menyediakan sebuah sistem, pengawasan sederhana yang secara fleksibel untuk mendeteksi wabah penyakit lebih awal. Program ini melengkapi pelaporan surveilans penyakit yang dilakukan oleh Direktorat Pengawasan CDC di Indonesia, yang masih manual, sistem berbasis kertas untuk pengumpulan data dari dinas kesehatan provinsi dan kabupaten. Keberhasilan program ini tergantung pada banyak faktor seperti sumber daya manusia, komitmen rumah sakit, jaringan komputer, dan keahlian teknis. Karena keterbatasan data laboratorium klinis di banyak negara berkembang, secara luas menerapkan sistem EWORS sindromik surveilans memungkinkan untuk pemetaan yang lebih cepat dari wabah penyakit menular.

2. WHO (2004), melakukan penelitian tentang Strengthening the early warning function of surveillance in the Republic of Serbia: lessons learnt one year after implementation dengan metode penelitian kuantitatif dan hasil menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kepekaan dan kegunaan Alert di Serbia dengan melakukan penambahan ruang gawat darurat untuk mendeteksi adanya sindrom, peran yang lebih baik bagi laboratorium untuk mengkonfirmasi dugaan wabah, merevisi daftar dan definisi sindrom untuk menyesuaikan sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi penyakit yang ditargetkan, dan memperkuat analisis data melalui pelatihan.

3. Masrochah (2006), melakukan penelitian tentang Sistem Informasi Surveilans sebagai Pendukung Kewaspadaan Dini KLB di Dinas Kesehatan Kota Semarang dengan metode penelitian kualitatif dan hasil menunjukkan bahwa dalam rangka pemanfataan SIS epidemiologi yang optimal perlu dukungan sumber daya manusia yang bertanggung jawab mengelola basis data dan komitmen semua pihak pengelola surveilans epidemiologi. Keterbatasan system yang ada adalah mapping belum dapat menggambarkan peta kecamatan dan puskesmas.

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 2010 Awal Musim Hujannya maju 2 dasarian, yang mana terjadi pada mangsa Kapat (dimana bayangan berada pada 1 pecak/kaki ke arah Selatan, angin Barat

Margin, dan Return On Equity berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham dan juga penelitian yang dilakukan oleh Insi (2011) yang menyatakan bahwa secara

Dan buku siswa ini baik karena dilihat dari aktivitas siswa yang menunjukkan kategori aktif, hasil belajar siswa yang menunjukkan kategori baik, dan sikap siswa yang

Dari pengamatan geofi sika pada aktivitas April 2005 terdeteksi bahwa hiposentrum berada pada kedalaman kurang dari 2 km yang posisinya terletak di bawah antara Kawah Ratu dan

Metode ekstraksi yang sesuai untuk mengekstrak senyawa bioactiv dari daun moringa oleifera adalah ekstraksi menggunakan air subkritis karena dalam waktu yang relatif

Penelitian yang dilakukan oleh Manampiring dan Keppel (2011) mengenai studi populasi bakteri resisten merkuri yang dilakukan di tiga titik pengambilan sampel di

Dari hal ini peneliti melihat bahwa pada keadilan distributif ini tidak dilakukan, dan dari hasil wawancara Benediktus Bifel, Frans Boimau dan Christina Ledo selaku

Dengan demikian, alat bukti yang dimaksud berdasarkan Pasal 23 dan 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Pasal 75 dan 76 Peraturan Menteri Negeri Agraria/Kepala