• Tidak ada hasil yang ditemukan

MIMBAR SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MIMBAR SEKOLAH DASAR"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN: 2355-5343

~ Berkala terbit dua kali setahun pada bulan April dan Oktober ~

Ketua Umum Julia, M.Pd Wakil Ketua Indra Safari, M.Pd

Ketua Dewan Editor Diah Gusrayani, M.Pd

Dewan Editor Dr. Tatang Muhtar, M.Si Dr. Ayi Suherman, M.Pd Dr. Prana Dwija Iswara, M.Pd

Dr. Nurdinah Hanifah, M.Pd Atep Sujana, M.Pd

Maulana, M.Pd Ani Nur Aeni, M.Pd

Bendahara

Aah Ahmad Syahid, M.Pd Karmah Setiawati, S.Pd

Publikasi Online Dr. Prana Dwija Iswara, M.Pd

Berkala Mimbar Sekolah Dasar diterbitkan oleh Program Studi PGSD, Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang. Pelindung: Dr. Herman Subarjah, M.Si (Direktur). Pembina: Dr. Nurdinah Hanifah, M.Pd (Wakil Direktur). Penanggung Jawab: Drs. Dadan Djuanda, M.Pd & Dr. Tatang Muhtar, M.Si (Ketua Prodi PGSD Kelas dan PGSD Penjas). Berkala Mimbar Sekolah Dasar terbit pertama kali pada tahun 2014.

Alamat Redaksi:

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang, Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang 45322 Jawa Barat. Telp & Fax (0261) 201244. Email: mimbar.sd@upi.edu.

Alamat Publikasi:

http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbar

(2)

Halaman 133 – 246

DAFTAR ISI 1. Pengaruh Penggunaan Metode

Discovery Berbasis Media Realita Terhadap Hasil Belajar Matakuliah Konsep Dasar IPA 1…… hal. 133-142

~ Idam Ragil Widianto Atmojo

2. Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Experiental Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial…… hal. 143-154

~ Jenny Indrastoeti, SP, & Hasan Mahfud

3. Profil Keterampilan Sosial Siswa Sekolah Dasar Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Prasekolah (TK dan Non TK) …… hal. 155-169

~ Ipah Saripah & Lia Mulyani

4. Pengaruh Model Pembelajaran

Transdisciplinary Terhadap Karakter Siswa Pada Sekolah Dasar Internasional Berbasis International Baccalaureate …… hal. 170-177

~ Cucun Sunaengsih

5. Penerapan Media Monosa (Monopoli Bahasa) Berbasis Kemandirian Dalam Pembelajaran Di Sekolah Dasar …… hal. 178-192

~ Sri Suciati, Ika Septiana, dan Mei Fita Asri Untari

6. Pengaruh Bahasa Pertama Terhadap Bahasa Kedua Dalam Karangan Siswa Kelas V SD …… hal. 193-201

~ Hastuti

7. Analisis Kebutuhan Bahan Ajar Sejarah Lokal Lampung Untuk Sekolah Dasar …… hal. 202-214

~ Yulia Siska

8. Menjadi Guru SD Yang Memiliki Kompetensi Personal-Religius Melalui

Program One Day One Juz (ODOJ)…… hal. 215-225

~ Ani Nur Aeni

9. Persepsi Guru Mengenai Sex Education di Sekolah Dasar Kelas VI …… hal. 226-237

~ Regina Lichteria Panjaitan, Dadan Djuanda, dan Nurdinah Hanifah

10.Pengaruh Pendekatan Open-Ended

Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Sekolah Dasar Kelas V …… hal. 238-246

~ Egi Agustian, Atep Sujana, dan Yedi Kurniadi

Redaksi berkala Mimbar Sekolah Dasar menerima tulisan hasil penelitian, hasil ide/gagasan, atau resensi buku baru, yang merupakan kajian-kajian baik dalam tataran praktek maupun teori pendidikan, dan khusus berkaitan dengan ke-SD-an.

(3)

[226]

PERSEPSI GURU MENGENAI

SEX EDUCATION

DI SEKOLAH DASAR KELAS VI

Regina Lichteria Panjaitan, Dadan Djuanda, dan Nurdinah Hanifah PGSD UPI Kampus Sumedang

Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang Email: nurdinah.hanifah@upi.edu

ABSTRACT ABSTRAK

The role of technology, especially information technology in Indonesia in building society XXI century. Indonesia has begun to enter the stage of the telematics community will certainly have a major impact on all levels of life of the Indonesian nation, especially in children. The emergence of a great revolution to the world of children's playground, internet presence replaces the open airy space for children's play, besides presenting impressions internet pornography and violence can harm the development of children's personality. sexual deviance behavior at the level of schooling is quite surprising, of course, this is a challenge for education and should be used as a rationale for the need for innovation in learning. Things into consideration is for this, sex education for early childhood is considered taboo in society. Guru is one of the determining factors of high and low quality of education has a strategic position in transforming sex education to learners therefore this study tries to analyze how perceptions of teachers on sex education at primary school level, the research method used is descriptive method.

Keywords: Perception of teachers, sex education, learners in primary schools.

Peranan teknologi, khususnya teknologi informasi di dalam membangun masyarakat Indonesia abad XXI. Indonesia sudah mulai masuk pada tahapan masyarakat telematika tentunya akan berdampak besar pada seluruh aras kehidupan bangsa Indonesia terutama pada anak-anak. Munculnya revolusi besar terhadap dunia bermain anak, kehadiran internet menggantikan ruang lapang terbuka untuk bermain anak, selain itu internet menghadirkan tayangan yang berbau pornografi serta kekerasan yang bisa merugikan perkembangan kepribadian anak-anak, yang mengarahkan perilaku seksual anak. Prilaku penyimpangan seksual di tingkat persekolahan cukup mengejutkan, tentunya ini merupakan tantangan bagi dunia pendidikan dan perlu dijadikan dasar pemikiran bagi perlunya pembaharuan dalam pembelajaran. Hal yang menjadi bahan pertimbangan adalah selama ini, pendidikan seks untuk anak usia dini dianggap tabu di kalangan masyarakat. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan mempunyai posisi strategis dalam mentransformasikan sex education pada peserta didik oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk menganalisis bagaimana persepsi guru terhadap

sex education di tingkat sekolah dasar, metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif.

Kata kunci: Persepsi guru, sex education, peserta didik di sekolah dasar.

PENDAHULUAN ~ Pembangunan sebagai bagian dari perubahan dan transformasi sosial budaya ternyata melahirkan dampak seperti melemahnya nilai-nilai lama yang telah memperkuat struktur masyarakat sementara itu, nilai-nilai baru belum muncul, sehingga akan menimbulkan kesenjangan. Seperti yang diuraikan oleh Al-Muchtar, (2011, hal 225) bahwa

… perubahan dan transformasi sosial budaya melahirkan ekses yang memerlukan perhatian serius, antara lain melemahnya nilai-nilai lama yang telah memperkuat struktur masyarakat. Sementara itu, nilai-nilai baru yang dibutuhkan belum muncul, sehingga akan menimbulkan kesenjangan budaya antara format perubahan sosial budaya dengan nilai-nilai baru yang relevan.

(4)

[227] Gejala yang muncul dalam masyarakat kita sekarang yang sangat memprihatinkan berbagai kalangan, antara lain, melemahnya moral, solidaritas sosial, meningkatnya individualistik, kenakalan remaja, perlakuan penyimpangan seksual, merupakan gejala – gejala yang dapat menimbulkan masalah sosial.

Indonesia menyadari sepenuhnya betapa besar peranan teknologi khususnya teknologi informasi di dalam mebangun masyarat Indonesia pada abad XXI. Melalui instruksi presiden No. 6 Tahun 2001

tentang pengembangan dan

pendayagunaan Telematika di Indonesia, menyiratkan adanya tujuan untuk membangun masyarakat Indonesia dengan pendayagunaan telematika. Tilaar (2012, hal 452) menggaris bawahi bahwa “bagi dunia pendidikan memanfaatkan teknologi merupakan hal yang penting

dalam proses pengembangan

warganegara yang intellegen” walaupun tidak bisa dipungkiri akan muncul dampak lain yang berpengaruh besar pada seluruh aras kehidupan bangsa Indonesia terutama pada anak-anak. Mutrofin (2007, hal 267) menyebutnya sebagai revolusi besar terhadap dunia bermain anak

Munculnya revolusi besar terhadap dunia bermain anak, kehadiran internet menggantikan ruang lapang terbuka untuk bermain anak, selain itu internet menghadirkan tayangan yang berbau pornografi serta kekerasan yang bisa merugikan perkembangan kepribadian anak-anak, yang mengarahkan perilaku seksual anak belakangan yang disinyalir nyaris mengalami perkembangan tak terkendali.

Degradasi nilai-nilai, demoralisasi dan dehumanisasi di era globalisasi informasi ini nampaknya memang sulit dibendung. Khususnya mengenai perlakukan penyimpangan seksual Pemberitaan media massa akhir-akhir ini cukup mengejutkan, sejumlah peserta didik sekolah Taman Kanak-kanak (TK) di Jakarta telah menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual. Terbongkarnya kasus tersebut bermula dari kecurigaan orang tua yang melihat adanya perubahan sikap anaknya, murung, takut ke sekolah dan tidak ceria lagi. Kasus tersebut telah mencoreng wajah pendidikan nasional, serta merendahkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Beberapa data mencatat mengenai asus pelecehan anak di Indonesia telah berulang kali terjadi, diantaranya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (Komnas PA) mencatat kasus pelecehan seksual sepanjang tahun 2013 sebanyak 3.039 kasus, atau naik sekitar 87% dari tahun 2012. Salah satu kasus menghebohkan terjadi di salah satu sekolah menengah negeri di Jakarta Timur, pelakunya adalah seorang wakil kepala sekolah. Di tahun sebelumnya, telah terjadi kasus pelecehan seksual menimpa beberapa orang siswi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah di Kalimantan Tengah. Sebagai catatan tambahan dari Komnas PA telah menghimpun data pada tahun 2012, menerima laporan kekerasan terhadap anak dari masyarakat sebanyak 2.637 kasus, dengan rincian 62% kasus kejahatan seksual, dan 38% kekerasan fisik. Pada umumnya, kasus pelecehan tersebut

(5)

[228] dilakukan oleh orang-orang dekat korban, baik paman, orang tua, guru, teman, penjaga, petugas kebersihan sekolah dan lain sebagainya. (BIN,2014). Selanjutnya data tambahan berdasarkan data KPAI, pada Januari hingga Mei 2014, pengaduan kekerasan seksual terhadap anak mencapai lebih dari 400 aduan. Padahal sepanjang 2013 hanya ada 502 aduan anak berhadapan dengan hukum (ABH) untuk kasus kekerasan seksual. (KPAI, 2014).

Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek

pelaksana pembangunan yang

berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur, materiil spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, mengisyaratkan pelecehan seksual terhadap anak perlu mendapatkan perhatian serius mengingat akibat dari kekerasan seksual terhadap anak akan menyebabkan anak mengalami trauma yang berkepanjangan.Tentunya ini merupakan tantangan bagi dunia pendidikan dan perlu dijadikan dasar pemikiran bagi perlunya pembaharuan dalam pembelajaran.

Pendidikan seks usia dini dapat memberikan pemahaman anak akan kondisi tubuhnya, pemahaman akan lawan jenisnya, dan pemahaman untuk menghindarkan dari kekerasan seksual. Pendidikan seks yang dimaksud di sini adalah anak mulai mengenal akan identitas diri dan keluarga, mengenal anggota-anggota tubuh mereka, serta dapat menyebutkan ciri-ciri tubuh. Pemahaman pendidikan seks di usia dini ini diharapkan anak agar anak dapat memperoleh informasi yang tepat mengenai seks. Hal ini dikarenakan adanya media lain yang dapat mengajari anak mengenai pendidikan seks ini, yaitu media informasi. Sehingga anak dapat memperoleh informasi yang tidak tepat dari media massa terutama tayangan televisi yang kurang mendidik.

Dengan mengajarkan pendidikan seks

pada anak, diharapkan dapat

menghindarkan anak dari risiko negatif perilaku seksual maupun perilaku menyimpang. Dengan sendirinya anak diharapkan akan tahu mengenai seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi. Pendidikan seks diperlukan untuk menjembatani antara rasa keingintahuan anak tentang hal itu dan berbagai tawaran informasi yang vulgar, dengan cara pemberian informasi tentang seksualitas yang benar, jujur, lengkap, yang disesuaikan dengan kematangan usianya. Berbicara tentang pendidikan seks tentunya tidak akan terlepas dengan pemahaman seseorang

(6)

[229] terhadap apa dan bagaimana pendidikan seks itu sendiri. Perbedaan pemahaman tentang pendidikan seks ini tergantung pada bagaimana sudut pandang yang mereka gunakan dalam memberikan definisi tersebut. Mengingat pentingnya sex education diberikan pada peserta didik, dan tentunya disini guru memegang

kendali dalam memfasilitasi

pengembangan pembelajaran yang bermuatan sex education. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada bagaimana persepsi guru terhadap sex education?

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya, focus penelitian ini adalah mengenai bagaimana persepsi guru terhadap sex education? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan mengenai persepsi guru terhadap sex education?

Tinjauan Tentang Persepsi

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indera, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Dengan persepsi individu menyadari dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan, proses mengerti tersebut didukung oleh kemampuan indera yang menurut Thoha (1999:123-124) merupakan proses kognitif, lebih jelas lagi Thoha

menjelaskan definisi persepsi adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Pemahaman yang sama mengenai persepsi diuraikan oleh Walgito (2002: 271), bahwa “persepsi merupakan proses psikologis dan hasil dari penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir”. Selanjutnya ahli lainnya memaparkan definisi mengenai persepsi adalah Sarwono (1983:89), beliau menguraikan persepsi merupakan

kemampuan seseorang untuk

mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan tersebut antara lain:

kemampuan untuk membedakan,

kemampuan untuk mengelompokan, dan kemampuan untuk memfokuskan. Oleh karena itu seseorang bisa saja memiliki persepsi yang berbeda, walaupun objeknya sama. Terakhir definisi mengenai persepsi disebutkan oleh Mar’at (l981:11) sebagai suatu proses pengamatan seseorang yang berasal dari kemampuan kognitif, menyangkut sesuatu yang dipikirkan mengenai obyek pengamatan. Persepsi merupakan apa yang dialami dengan segera oleh seseorang. Persepsi menghubungkan jalan kealam sekitar untuk mengetahui, mendengar, mencium, merasa juga membau dengan segera berdasarkan alat indra. Jadi persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus sendiri didapat

(7)

[230] dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak.

Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Tagiuri (dalam Harvey dan Smith, 1977) ada 3 faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu

(1) keadaan stimulus yang diamati; (2) situasi sosial tempat pengamatan itu terjadi, dan (3) karakteristik pengamatan.

Lebih jauh Walgito (1991) menjelaskan mengenai syarat persepsi di atas adalah

1) Mengenai stimulus, agar dapat

dipersepsi, stimulus harus cukup kuat, melampui ambang batas, berwujud manusia atau tidak (bila tidak berwujud manusia, ketepatan persepsi ada pada individu.

2) Keadaan individu dari segi fisiologis dan

psikologis, di mana dari segi fisiologis sistem syaraf harus dalam keadaan baik, sedangkan secara psikologis, pengalaman, kerangka acuan, perasaan, kemampuan berpikir dan motivasi akan berpengaruh dalam persepsi seseorang, dan terakhir.

3) Lingkungan atau situasi, di mana bila

objeknya manusia, maka objek dengan lingkungan yang melatar belakanginya merupakan kesatuan yang sulit dipisahkan. Demikian ini maka, dapat disimpulkan bahwa persepsi itu sangat subyektif karena disamping dipengaruhi oleh stimulus dan situasi pengamatan juga dipengaruhi oleh pengalaman,

harapan, motif, kepribadian, dan keadaan fisik individu.

Proses Pembentukan Persepsi

Proses pembentukan persepsi dimulai dengan penerimaan rangsangan dari berbagai sumber melalui panca indera yang dimiliki, setelah itu diberikan respon sesuai dengan penilaian dan pemberian arti terhadap rangsang lain. Setelah diterima rangsangan atau data yang ada diseleksi. Untuk menghemat perhatian yang digunakan rangsangan-rangsangan yang telah diterima diseleksi lagi untuk diproses pada tahapan yang lebih lanjut.

Setelah diseleksi rangsangan

diorganisasikan berdasarkan bentuk sesuai dengan rangsangan yang telah diterima. Setelah data diterima dan diatur, proses selanjutnya individu menafsirkan data yang diterima dengan berbagai cara. Dikatakan telah terjadi persepsi setelah data atau rangsang tersebut berhasil ditafsirkan. Sedangkan faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang dapat disebut sebagai faktor-faktor personal, yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli (Rakhmat, 1998). Sejalan dengan hal tersebut, maka persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor utama yaitu pengalaman masa lalu dan faktor pribadi (Sugiharto, 2001).

(8)

[231] Dalam penelitian ini persepsi yang dimaksud adalah mengenai pemahaman guru tentang fenomena yang terjadi berdasarkan inderanya dalam hal ini adalah pemahaman mengenai sex education, (instrument terlampir)

Tinjauan Tentang Pendidikan Sex Education

Pengertian Sex Education

Pendidikan seksual merupakan suatu upaya mendidik dan mengarahkan perilaku seksual secara baik dan benar. Artinya, perilaku seks yang menekankan aspek fisik maupun psikis akan menimbulkan atau mengakibatkan seks yang sehat baik bagi diri maupun orang lain (Widjanarko, 1994). Jadi pendidikan seksual merupakan suatu kegiatan untuk mengkondisikan peserta didik tahu bagai mana perilaku seksual yang baik dan benar. Bickmore (1999, hal 4) memberikan definisi mengenai pendidikan seks sebagai berikut, “Sex education curricula are generally intended to provide students with background knowledge and to increase their capacity to make responsible decisions regarding intimate relationships and sexual behavior”. Pemahaman pendidikan seks di usia dini ini diharapkan anak agar anak dapat memperoleh informasi yang tepat mengenai seks. Hal ini dikarenakan adanya media lain yang dapat mengajari anak mengenai pendidikan seks ini, yaitu media informasi. Sehingga anak dapat memperoleh informasi yang tidak tepat dari media massa terutama tayangan televisi yang

kurang mendidik.Melalui pendidikan sek anak dapat diberikan pemahaman akan kondisi tubuhnya, pemahaman akan lawan jenisnya, dan pemahaman untuk menghindarkan dari kekerasan seksual. Pendidikan seks yang dimaksud di sini adalah anak mulai mengenal akan identitas diri dan keluarga, mengenal anggota-anggota tubuh mereka, serta dapat menyebutkan ciri-ciri tubuh.

Meninjau berbagai fenomena yang terjadi di Indonesia, agaknya masih timbul pro-kontra di masyarakat, lantaran adanya anggapan bahwa membicarakan seks adalah hal yang tabu dan pendidikan seks

akan mendorong remaja untuk

berhubungan seks. Sebagian besar

masyarakat masih memandang

pendidikan seks seolah sebagai suatu hal yang vulgar tapi berdasarkan sudut pandang psikologis, pendidikan seksual sangat diperlukan bagi perkembangan remaja, dengan harapan agar remaja tidak memiliki kesalahan persepsi terhadap seksualitas dan tidak terjebak pada perilaku-perilaku yang kurang bertanggungjawab baik dari segi kesehatan maupun psikologis.

Tujuan Pendidikan seks menurut Student Health Service (2010) adalah:

a. to help children understand the body structures of men and women and acquire the knowledge about birth b. Teach children to establish and accept

the role and responsibility of their own gender by acquiring the knowledge of sex. Understanding the differences and similarities between two genders in terms of body and mind will set up a

(9)

[232]

foundation for the future development in their acquaintance with friends and lovers and their interpersonal relationship

c. Sex education is a kind of holistic education. It teaches an individual about self-acceptance and the attitude and skills of interpersonal relationship. It also helps an individual to cultivate a sense of responsibility towards others as well as oneself.

Tinjauan Tentang Konsep Guru Definisi Guru

Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pengertian guru diperluas menjadi pendidik yang dibutuhkan secara dikotomis tentang pendidikan. Usman (1996: 15) guru adalah setiap orang yang bertugas dan berwenang dalam dunia pendidikan dan pengajaran pada lembaga pendidikan formal. Imran (2010: 23), guru adalah jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus dalam tugas utamanya seperti mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan,

melatih,menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah.

Peran Guru

Mulyasa (2007: 37) mengidentifikasikan sedikitnya sembilan belas peran guru dalam pembelajaran. Kesembilan belas

peran guru dalam pembelajaran yaitu, guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansivator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator. WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu

1) Pendidik (nurturer) Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan

(supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat.

2) Model. Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.

3) Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan

(10)

[233] pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggurfg jawab sosial tingkah laku sosial anak.

4) Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu

menambah pengetahuan dan

keterampilan agar supaya

pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.

5) Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru

diharapkan dapat membantu

kawannya yang memerlukan bantuan

dalam mengembangkan

kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan-pertemuan insidental.

6) Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat

mengembangkan kemampuannya

pada bidang-bidang dikuasainya.

7) Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses

belajar mengajar perlu

diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti

membuat rencana mengajar,

mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.

METODE

Adapun tempat penelitian yang akan digunakan adalah guru sekolah dasar kelas VI di Kecamatan Tanjungsiang Kab. Subang.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif, dengan pertimbangan yang diambil dari pemaknaan definisi dari metode penelitian tersebut diantaranya yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011) “penelitian desktiptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk memberikan atau menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual”. Kemudian Sukmadinata (2006) menyatakan bahwa metode penelitian deskriptif adalah sebuah

(11)

[234] metode yang berusaha mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau tentang kecenderungan yang sedang berlangsung. Jadi Metode penelitian deskriptif merupakan salah satu metode penelitian yang banyak digunakan pada penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan suatu kejadian.

Subjek Penelitian

Subjek Penelitian ini adalah peserta didik sekolah dasar kelas VI di Kecamatan Tanjungsiang Subang.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah, angket, format wawancara. Angket digunakan untuk mengetahui bagaimana pandangan guru

mengenai sex education yang

diintegrasikan dalam proses belajar mengajar. Wawancara digunakan untuk memperoleh data untuk memperkuat data yang diperoleh melalui angket.

Teknik analisis data

Analisis statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Analisis ini hanya berupa akumulasi data dasar dalam bentuk deskripsi semata

dalam arti tidak mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat ramalan, atau melakukan penarikan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah instrumen penelitian yang dibagikan ada 20 eksemplar, sedangkan yang kembali untuk dianalisis ada 11 eksemplar. Adapun hasil penelitiannya adalah sebagai berikut:

Persepsi guru mengenai pendidikan seks sebagai sesuatu hal yang tabu ada 6 orang guru (55%) menyatakan bahwa pendidikan seks merupakan hal yang tabu dengan alasan di masyarakat kita pendidikan seks sangat sensitif, dan sebagai orang tua masih belum memahami pentingnya pendidikan seks selain itu sebagian anak masih polos. 5 orang guru (45%) menyatakan pendidikan seks bukan hal yang tabu dengan alasan Anak perlu tahu tentang pendidikan seks karena pendidikan seks harus diajarkan sedini mungkin tergantung tingkatan usia anak, materi yang disampaikan berbau/tidak bisa dihindari dari sekitar alat reproduksi manusia, pendidikan seks itu sangat penting untuk diajarkan di kelas dan bukan merupakan suatu yang tabu di jaman yang modern ini jadi anak harus mengenal pendidikan seks sejak dini, minimal tahu.

Persepsi guru mengenai pernyataan saya akan malu ketika diminta untuk memberikan materi mengenai organ tubuh

(12)

[235] pada anak didik saya ada 2 orang guru (18%) menyatakan iya, dengan alasan Karena siswa belum mengetahui betul fungsi tersebut jika yang dimaksud alat reproduksi manusia sedangnya 9 orang guru (82%) menyatakan tidak dengan alasan Tidak karena pemahaman tentang organ tubuh manusia poembahasannya tidak terlalu vulgar; Anak perlu tahu nama-nama organ tubuh dan fungsinya, termasuk alat reproduksi ; anak-anak harus mengenal organ tubuh sendiri; sangat penting memberikan materi tersebut untuk pengetahuan anak didik; anak-anak harus mengetahui bagian-bagian organ tubuh dan fungsinya; ada pembelajaran tentang masa puber pada pelajaran IPA; anak harus tahu organ tubuh mana yang tidak boleh disentuh orang lain, juga agar anak dapat memelihara organ tubuhnya dengan baik. Kemudian persepsi guru mengenai Setiap siswa yang berbicara tentang seks adalah anak nakal, ditemukan ada 2 orang guru (18%) menyatakan iya, karena usia SD masih kekanak-kanakan; bilamana yang dibicarakan bukan mengenai kesehatan, sedangkan ada 9 orang guru (82%) menyatakan tidak dengan alasan anak tersebut sudah terdorong masa puber; semua anak yang normal pasti membicarakan seks; anak mengetahui batasan –batasan seks; bicara tentang seks untuk pengetahuan kelas nanti; merupakan ilmu yang mereka dapatkan tentang seks agar mereka mengetahui fungsi dari organ tubuh; tergantung dari apa pokok bahasan yang anak bicarakan;

anak yang ingin tahu itu lebih baik supaya tahu sisi baiknya.

Persepsi guru mengenai siswa perlu pendidikan seks sehingga mereka dapat tumbuh menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab, ada sekitar 9 orang guru (82%) menyatakan iya dengan alasan sebab anak dengan memahami hal-hal tersebut akan tahu bahayanya pengaruh seks bebas; siswa perlu tahu kapan seks dapat dilakukan dan perlu ditanamkan ke anak sejak dini; setidaknya anak yang sudah tahu pendidikan seks bisa menjaga diri sendiri; sampai pada saat dewasa terjadi kelainan seks; dengan ilmu yang mereka dapatkan akan mengerti tentang seks di kemudian hari; terbebas dari seks bebas; dewasa nanti dia tahu cara menjaga dirinya dengan baik, sedangkan ada 2 (18%) menyatakan tidak dengan alasan karena yang diperlukan hanya mengenai bagaimana memelihara kesehatan alat reproduksi; untuk tumbuh dewasa dan bertanggungjawab bukan hanya dari pendidikan seks saja.

Selanjutnya persepsi guru mengenai pernyataan saya merasa perlu untuk memasukan kesehatan seksual pendidikan di sekolah ada sekitar 8 orang guru (73%) menyatakan iya dengan alasan: banyak anak-anak yang tertular penyakit akibat seks bebas ; anak tidak boleh tabu tentang pendidikan seks usia dini; perlu supaya anak mengetahui sejak dini; agar anak tahu kenapa pentingnya kesehatan; siswa harus mengetahui pentingnya pendidikan

(13)

[236] kesehatan seksual itu; hal tersebut penting buat anak yang masih polos secara diri, sedangkan ada sekitar 3 orang guru (27%) menyatakan tidak dengan alasan : karena pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan anak; perlu supaya anak mengetahui sejak dini; harus dilihat porsinya.

Persepsi guru mengenai pernyataan saya setuju pendidikan seks harus diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran di kelas rutin, bukan dipisah menjadi suatu mata pelajaran ada sekitar 7 orang guru (64%) menyatakan iya dengan alasan pendidikan seks harus diajarkan oleh guru yang memahami tentang hal itu; nanti siswa akan selalu membahas seks dalam setiap belajar; sebab anak harus sering dinasehati agar mereka ada rem bila akan melakukan hal negatif; Sedangkan 4 orang guru (56%) menyatakan tidak dengan alasan karena pada mata pelajaran tertentu ada pelajaran seks; pendidikan seks cukup diintegrasikan dalam pendidikan agama dan IPA; mengajarkan akan lebih baik jika pendidikan seks tersebut diintegrasikan dalam IPA PKN dan oleh guru agama; nanti siswa akan selalu membahas seks dalam setiap belajar; sangat bertentangan dengan kurikulum; pada mata pelajaran tertentu materi tentang seks selalu dikaitkan.

Persepsi guru mengenai pernyataan pembelajaran mengenai pendidikan seks harus masuk dalam kurikulum ada sekitar 2

orang guru (18%) menyatakan iya dengan alasan pembelajaran jadi lebih efektif, sedangkan 9 orang guru (82%) menyatakan tidak dengan alasan bisa disisipkan pada pelajaran tertentu; cukup pengenalan dalam pendidikan seks; cukup diintegrasikan dengan mata pelajaran yangsesuai; karena pembelajaran pendidikan seks untuk tingkatan SMP dan SMA saja; banyak hal yang lebih penting daripada mengenai masalah seks; pendidikan seks tersebut sudah ada dalam pelajaran IPA; sudah cukup tidak harus difokuskan mengenai pembelajaran seks.

Persepsi guru mengenai pendidikan seks seharusnya mulai diajarkan di kelas VI SD ada sekitar 9 orang guru (82%) menyatakan iya, dengan alasan karena masa-masa puber; usia anak sudah memasuki fase remaja; supaya tahu sisi baik dan buruk sejak dini; perempuan sudah mulai menstruasi; pada usia tersebut anak selalu penasaran; pendidikan seks harus diajarkan mulai dari usia dini agar mereka paham, sedangkan ada 2 orang guru (18%) menyatakan tidak, karena tidak sesuai dengan kurikulum.

SIMPULAN

Persepsi guru mengenai pendidikan seks di sekolah memperlihatkan bahwa menurut guru pendidikan seks penting mengingat jaman modern seperti sekarang diperlukan suatu materi yang bisa memberikan pemahaman kepada peserta didik mengenai materi tersebut. Walaupun penting tapi ternyata umumnya guru masih

(14)

[237] memandang bahwa pendidikan seks masih merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan. Mengenai materinya tidak harus dipisahkan menjadi mata pelajaran yang khusus tapi cukup diintegrasikan dengan mata pelajaran tertentu yang sesuai. Para guru melihat bahwa pendidikan seks penting karena nantinya akan memberikan dasar supaya anak dapat tumbuh menjadin orang dewasa yang bertanggungjawab. Guru memiliki persepsi kalau pendidikan seks tepat dibelajarkan di kelas VI dengan alasan karakteristik dan kondisi psikologi anak kelas VI yang dinilai sudah memasuki masa puber.

REFERENSI

Bickmore, Kathy (1999) Why Discuss Sexuality in Elementary School? OISE/UTforthcoming in W. Letts & J. Sears (Editors, 1999),Teaching Queerly: Affirming Diversity in Elementary Schools

(RowmanLittlefield Publishers).

BIN (2014) Waspadai Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Lingkungan Sekolah

diakses dari

http://www.bin.go.id/awas/detil/274/4/2 9/04/2014/waspadai-kekerasan-seksual-

terhadap-anak-di-lingkungan-sekolah#sthash.mlC4Itm2.dpuf.

Dowell, Josh Mc dan Ed Stewart,(2015) Pelecehan Seksual, Cet. II, Yogyakarta: Gloria Usaha Mulia, 2005

Kompasiana (2014) Perkembangan Moral Pelaku Kampanye Hitam diakses dari http://lifestyle.kompasiana.com/catatan /2014/05/09/perkembangan-moral-dan-pelaku-kampanye-hitam-655166.html. KPAI (2014) Pengaduan Pelecehan Seksual

terhadap Anak Melonjak.

http://www.kpai.go.id/berita/pengadua n-pelecehan-seksual-terhadap-anak-melonjak/.

Muchtar, Suwarma Al . (2001). Pendidikan Masalah Sosial Budaya . Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.

Murtofin (2007) Otokritik Pendidikan, Gagasan-Gagasan Evaluatif. LaksBang PRESSindo Yogyakarta.

Muslimin, Z. I. (2004). Penalaran Moral pada Peserta didik SLTP Umum dan Madrasah Tsanawiyah. Humanitas: Indonesian Psychological Journal 1 (2), 25-32.

Sukmadinata, N S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan: Penerbit: Bandung : Remaja Rosdakarya.

Tilaar. (2013) Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia . Rineka Cipta.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Widjanarko, A. 1994. Sex Education dalam Pandangan Islam. Jakarta: Palingga.

(15)

Maulana, “Interaksi Pbl-Murder, Minat Penjurusan, Dan Kemampuan Dasar Matematis Terhadap Pencapaian Kemampuan Berpikir Dan Disposisi Kritis”, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hal. 1-20.

Asiah, “Pendekatan Komunikatif Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Di Kelas IV SD”, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hal. 21-36.

Isrok’ Atun, “Menemukan Kembali Rumus Luas Persegi Panjang Dengan Konstruktivisme (Studi Kasus Pada Mahasiswa PGSD)”, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hal. 37-47.

Ocih Sukaesih, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Pembelajaran Mengidentifikasi Jenis Makanan Hewan Di SD”, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hal. 48-63. Rana Gustian Nugraha, “Meningkatkan Ecoliteracy Siswa SD Melalui Metode Field-Trip

Kegiatan Ekonomi Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial”, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hal. 64-76.

Fine Reffiane, Henry Januar Saputra, dan Taufik Hidayat,Identifikasi Tingkat Kejujuran Siswa Sekolah Dasar Melalui Gerobak Kejujuran Di Kota Semarang”, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hal. 77-83.

Rif’at Shafwatul Anam, “Efektivitas Dan Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Pada Pembelajaran IPA Di Sekolah Dasar”, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hal. 84-93.

Yena Sumayana,Penggunaan Metode Index Card Match Pada Mata Pelajaran IPS Pokok Bahasan Mengenal Sejarah Uang”, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hal. 94-100.

Maylan Sofian,Siaran Radio Citra 99.4 FM Sebagai Media Pelestarian Tembang Sunda Bagi Siswa Sekolah Dasar”, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hal. 101-120.

Diah Gusrayani,Learning Tasks’ What And How: Perspektif Dosen Dan Mahasiswa Mengenai Tugas Pembelajaran”, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hal. 121-132.

Idam Ragil Widianto Atmojo,Pengaruh Penggunaan Metode Discovery Berbasis Media Realita Terhadap Hasil Belajar Matakuliah Konsep Dasar IPA 1”, Volume 2, Nomor 2, Oktober 2015, hal. 133-142.

Jenny Indrastoeti, SP, & Hasan Mahfud,Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Experiental Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial”, Volume 2, Nomor 2, Oktober 2015, hal. 143-154.

Ipah Saripah & Lia Mulyani,Profil Keterampilan Sosial Siswa Sekolah Dasar Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Prasekolah (TK dan Non TK)”, Volume 2, Nomor 2, Oktober 2015, hal. 155-169.

Cucun Sunaengsih,Pengaruh Model Pembelajaran Transdisciplinary Terhadap Karakter Siswa Pada Sekolah Dasar Internasional Berbasis International Baccalaureate”, Volume 2, Nomor 2, Oktober 2015, hal. 170-177.

Sri Suciati, Ika Septiana, dan Mei Fita Asri Untari,Penerapan Media Monosa (Monopoli Bahasa) Berbasis Kemandirian Dalam Pembelajaran Di Sekolah Dasar”, Volume 2, Nomor 2, Oktober 2015, hal. 178-192.

Hastuti,Pengaruh Bahasa Pertama Terhadap Bahasa Kedua Dalam Karangan Siswa Kelas V SD”, Volume 2, Nomor 2, Oktober 2015, hal. 193-201.

Yulia Siska,Analisis Kebutuhan Bahan Ajar Sejarah Lokal Lampung Untuk Sekolah Dasar”, Volume 2, Nomor 2, Oktober 2015, hal. 202-214.

Ani Nur Aeni,Menjadi Guru SD Yang Memiliki Kompetensi Personal-Religius Melalui Program One Day One Juz (ODOJ)”, Volume 2, Nomor 2, Oktober 2015, hal. 215-225.

Regina Lichteria Panjaitan, Dadan Djuanda, dan Nurdinah Hanifah,Persepsi Guru Mengenai Sex Education di Sekolah Dasar Kelas VI”, Volume 2, Nomor 2, Oktober 2015, hal. 226-237. Egi Agustian, Atep Sujana, dan Yedi Kurniadi,Pengaruh Pendekatan Open-Ended Terhadap

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Sekolah Dasar Kelas V”, Volume 2, Nomor 2, Oktober 2015, hal. 238-246.

(16)

Redaksi berkala Mimbar Sekolah Dasar mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestari yang telah mereview naskah pada terbitan Volume 2 tahun 2015 ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Totok Sumaryanto, M.Pd. (FBS – Universitas Negeri Semarang) 2. Prof. Dr. Dwi Atmono, M.Pd., M.Si.

(FKIP – Universitas Lambung Mangkurat) 3. Dr. Edy Suyanto, M.Pd.

(FKIP – Universitas Lampung) 4. Andika Arisetyawan, M.Pd.

(17)

Penerbit Prodi PGSD UPI Kampus Sumedang http://kd-sumedang.upi.edu/

(Terbit April & Oktober) 1. Jenis Artikel

Artikel dapat berupa kajian hasil penelitian, kajian setara penelitian (ide/gagasan), dan resensi buku baru. Semua jenis artikel belum pernah dimuat di media apapun.

2. Format Tulisan

Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia dalam bentuk ESAI dengan extensi file docx (Microsoft Word) dan menggunakan acuan sebagai berikut:

- Margin : Atas & Bawah (2,5 cm), Kanan & Kiri (2,5 cm)

- Ukuran Kertas : A4 (21 cm x 29,7 cm)

- Jenis huruf : Century Gothic

- Ukuran Font : 10 pt

- Spasi : 1,5 (kecuali judul, identitas penulis, abstrak dan referensi: 1 spasi)

Penulisan pada judul dan sub-bagian artikel menggunakan aturan sebagai berikut: Tulisan level 1 (Huruf besar semua/UPPERCASE, rata kiri, cetak tebal)

Tulisan level 2 (Huruf besar kecil/Capitalize Each Word, rata kiri, cetak tebal)

Tulisan level 3 (Huruf besar kecil/Capitalize Each Word, rata kiri, cetak tebal & miring) Semua bagian penulisan level 1 dan 2 tidak menggunakan pointer – jika diperlukan keterangan atau penjelasan tambahan pada tubuh artikel gunakan footnote. Untuk keterangan tabel disimpan di atas tabel, untuk keterangan gambar atau diagram disimpan di bawahnya. Ukuran huruf di dalam tabel atau diagram lebih kecil, yakni dari 8-9 pt, spasi 1. Jumlah halaman termasuk tabel, diagram, foto, dan referensi adalah 10-20 halaman.

3. Struktur Artikel

a. Untuk artikel hasil penelitian menggunakan struktur sebagai berikut:

Judul (Tidak lebih dari 15 kata); Identitas Penulis (Baris pertama: nama tanpa gelar. Baris kedua: prodi/jurusan/instansi. Baris ketiga: alamat lengkap instansi. Baris keempat: alamat email dan nmr HP); Abstrak (Dibuat dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, masing-masing maksimal 200 kata, disertai kata kunci masing-masing maksimal lima kata); Pendahuluan (Berisi latarbelakang disertai tinjauan pustaka, tujuan dan urgensi penelitian); Metode (Berisi metode/pendekatan, subjek, waktu dan tempat, teknik pengumpulan data dan analisis data); Hasil; Pembahasan; Simpulan (Sesuai dengan pendahuluan/rumusan masalah); dan Referensi (Memuat referensi yang diacu saja, minimal 80% terbitan 10 tahun terakhir).

b. Untuk artikel setara penelitian (ide/gagasan) menggunakan struktur sebagai berikut: Judul (Tidak lebih dari 15 kata); Identitas Penulis (Baris pertama: nama tanpa gelar. Baris kedua: prodi/jurusan/instansi. Baris ketiga: alamat lengkap instansi. Baris keempat: alamat email dan nmr HP); Abstrak (Dibuat dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, masing-masing maksimal 200 kata; disertai kata kunci masing-masing maksimal lima kata); Pendahuluan (Berisi latarbelakang disertai tinjauan pustaka dan tujuan); Pembahasan (Judul bahasan disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat dibagi ke dalam sub-bagian); Simpulan (Sesuai dengan pendahuluan); dan Referensi (Memuat referensi yang diacu saja, minimal 80% terbitan 10 tahun terakhir).

c. Untuk artikel resensi buku menggunakan struktur sebagai berikut:

Judul (Tidak lebih dari 15 kata); Identitas Penulis (Baris pertama: nama tanpa gelar. Baris kedua: prodi/jurusan/instansi. Baris ketiga: alamat lengkap instansi. Baris keempat: alamat email dan nmr HP); Identitas Buku (Berisi judul buku, penulis, penerbit, tahun terbit, jumlah halaman, ISBN, dan foto cover/sampul depan); Pembahasan (Judul bahasan disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat dibagi ke dalam sub-bagian).

(18)

yang telah diadaptasi sesuai kebutuhan Universitas Pendidikan Indonesia. Contoh dapat melihat pada artikel yang telah dimuat, atau selengkapnya dapat dilihat di akhir pedoman penulisan ini.

5. Penyuntingan

a. Artikel dikirim kepada tim redaksi dengan alamat email: mimbar.sd@upi.edu. Jika diperlukan, tim redaksi akan meminta file dalam CD dan print-out sebanyak tiga eksemplar yang dikirim ke alamat: Redaksi Jurnal Mimbar Sekolah Dasar, Prodi PGSD UPI Kampus Sumedang - Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang Jawa Barat 45322.

b. Artikel yang telah dievaluasi oleh tim penyunting atau reviewer berhak untuk ditolak atau dimuat dengan pemberitahuan secara tertulis, dan apabila diperlukan tim penyunting akan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan revisi sesuai dengan rekomendasi hasil penyuntingan. Untuk keseragaman format, penyunting berhak untuk melakukan pengubahan artikel tanpa mengubah substansi artikel.

c. Semua isi artikel adalah tanggung jawab penulis, dan jika pada masa pracetak ditemukan masalah di dalam artikel yang berkaitan dengan pengutipan atau HAKI, maka artikel yang bersangkutan akan dicancel untuk dimuat. Untuk artikel yang dimuat, penulis akan mendapatkan dua eksemplar berkala sebagai tanda bukti pemuatan serta 10 eksemplar cetak lepas untuk keperluan masing-masing penulis, dan wajib memberikan kontribusi biaya pencetakan sesuai ketentuan tim berkala Mimbar Sekolah Dasar sebesar Rp. 250.000 di luar ongkos kirim.

CONTOH PENULISAN KUTIPAN DAN REFERENSI: JENIS

RUJUKAN DI DALAM TEKS ACUAN/REFERENSI/BIBLIOGRAFI DI DALAM PUSTAKA

Seorang

penulis A symbol is connected to its referent in the world by our sense of organs (Pinker, 2009 p.80)

atau

Pinker (2009, p. 80) claimed that a symbol ..

Pinker, S. (2009). How the mind works. New York, NY: W.W. Norton & Company, Inc.

Dua orang

penulis A set of verbs with individually similar meanings can be juxtaposed with a set of nouns with individually similar meanings ... (Hunston & Oakey, 2010)

atau

Hunston dan Oakey (1991) mengklaim bahwa …

Hunston, S. & Oakey, D. (2010). Introducing applied linguistics: Concepts and skills. New York, NY: Routledge.

Tiga s.d. 5

penulis Penjelasan (Coyle, Hood, & Marsh, 2010) menyimpulkan bahwa ...

Kutipan berikutnya dalam teks:

(Coyle et al., 2001)

Coyle, D., Hood, P. And Marsh, D. (2010). CLIL:

Content and language integrated learning. Cambridge: Cambridge University Press.

Penulis sebagai penerbit

(Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan [Balitbang Depdiknas], 2010) Atau

Badan Penelitian dan Pengembangan,

Badan Penelitian dan Pengembangan [Balitbang]

(2007). The assessment of curriculum policy of language subjects: Assessment report. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan.

Balitbang. (2008). The assessment of curriculum policies in secondary education: Assessment report. Jakarta: Badan Penelitian dan

(19)

Depdiknas], (2010) menunjukan bahwa .... Kutipan berikutnya:

(Balitbang Depdiknas, 2010) Buku ber

editor (Waugh & Monville-Burston, 1990) Waugh, L.R., & Monville-Burston, M. (eds.). (1990). On language: Roman Jakobson. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Beberapa karya dipublikasikan oleh seorang penulis pada tahun yang sama

(Sukyadi, 2011a, 2011b) Sukyadi, D., Setyarini, S. & Junida, A.I. (2011a). A Semiotic Analysis of Cyber Emoticons (A

Case Study of Kaskus Emoticons in The Lounge Forum at Kaskus-the Largest Indonesian Community. K@ta: A Biannual Publication on the Study of Language and Literature, 13(1), pp. 37-50,

Sukyadi, D. & Mardiani, R. (2011b). The Washback Effect of National Examination (ENE) on

English teachers’ Classroom Teaching and Students’ Learning. K@ta: A Biannual Publication on the Study of Language and Literature, 13(1), pp. 96-111,

(susun secara alfabetis berdasarkan judul) Buku yang

disusun oleh sebuah lembaga atau institusi

Badan Standar Nasional Pendidikan (2012)

merekomendasikan bahwa ...

(Badan Standar Nasional Pendidikan, 2012)

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2010).

Pedoman penulisan buku ajar untuk perguruan tinggi. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

(Laporan Tahunan Universitas Pendidikan Indonesia, BHMN, 2009)

Laporan Tahunan Universitas Pendidikan Indonesia, Badan Hukum Milik Negara. (2009).Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia BHMN. Buku

elektronik Most authors begin their articles by explaining what caused them to conduct their

empirical investigations (Huck, 2012)

Huck, S.W. (2012). Reading statistics and research. Boston, MA: Pearson Education, Inc.

Available from NetLibrary database.

Buku

terjemahan (Young & Rang, 2005) Young, Y. S. & Rang, K. I. (2005). jorok ada di sini: Buku pengetahuan paling Semua yang jorok sedunia (M. Ayudiah, Trans.). Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Bab dalam

sebuah buku (Richards, 2002) Gunakan penulis Bab, bukan editor buku tersebut

Richards, J. C. (2002) Theories of Teaching in Language Teaching. In Richards, J.C. and Renandya, W.A. (Eds.). (2002). Methodology in language teaching: An anthology of current practice. Cambridge: Cambridge University Press.

Kutipan lebih dari 1 halaman

Kutipan pertama:

(Rush, Waldrop, Mitchell, & Dyches, 2005, pp. 283-284) Kutipan berikutnya dar sumber

yang sama:

(Rush et al., 2005, p. 291)

Rush, K. L., Waldrop, S., Mitchell, C., & Dyches, C. (2005). The RN-BSN distance education

experience: From educational limbo to more than

an elusive degree. Journal of Professional Nursing, 21, 283-292.

Dari

ensiklopedia (Crystal, 1987) Crystal, D. (1987). The Cambridge encyclopedia of language). Cambridge: Cambridge University Press.

(20)

majalah mamala keur dirina. Mangle, 2364, pp.14-15. Dari artikel

koran cetak dengan penulis

(Kunaefi, 2012) Kunaefi, R. Mengidamkan postur polisi ideal. (2012, January 4). The Republika, p. 4. Dokumen

pemerintah Jalal, Samani, Chang, Stevenson, Ragats, and Negara (2009) report that despite the positive contributions of MGMP, there are also ..

Jalal, F., Samani, M., Chang, M. C., Stevenson, R., Ragats, A.B. and Negara, S.D. (2009).

Teacher certification in Indonesia: A strategy for teacher quality improvement. Jakarta: Ministry of National Education and World bank. Retrived March 6, 2012, from: http://ddp-ext.worldbank.org/EdStats/ IDNprwp09c.pdf

Undang-undang Law of the Republic of Indonesia Number 2, 1989 on National Education System, Article 5, Verse 1, states that ..

Law of the Republic of Indonesia, Number 2, 1989, on National Education System.

Makalah seminar atau konferensi atau prosiding

(Sukyadi, 2011) Pemakalah, A. A., & Pemakalah, B. B. (tahun). Judul Makalah atau prosiding. Dalam A. Editor (Ed.), Judul simposium atau konferensi pp. x-x). tempat: Penerbit.

Penyaji, A. A. (Tahun, Bulan). Judul Makalah. Makalah disajikan dalam pertemuan nama organisasi, tempat

Sukyadi, D. (2011). The metaphorical use of English

address terms in indonesian blog comments (A pragmatic analysis of Indonesian bloggers). Disajikan pada Conference on English Studies (CONEST) 8, Unika Atma Jaya, Jakart Artikel jurnal dengan satu penulis (Karjo, 201) Atau Karjo (2011) berpendapat bahwa …

Karjo, C.H. (2011). Investigation of scalar implicature of Binus University students.

K@ta: A Biannual Publication on the Study of Language and Literature, 13(1), pp. 56-75, Artikel jurnal

dengan 3-6 penulis

(Sukyadi, Setyarini, & Junida,

2011) Sukyadi, D., Setyarini, S. & Junida, A.I. (2011). A semiotic analysis of cyber emoticons (A case study of kaskus emoticons in The Lounge Forum at Kaskus-the Largest Indonesian

Community. K@ta: A Biannual Publication on the Study of Language and Literature, 13(1), pp. 37-50,

Berasal dari tesis individu atau institusi

(Amalia, 2012) Amalia, A. (2012). The use of video in teaching writing procedural text: A quasi-experimental study in one of Senior High Schools in

Bandung (Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2012, Tidak diterbitkan) Skripsi/tesis/di

sertasi dari database

McNiel (2006)

(MCNiel, 2006) McNiel, D. S. (2006). personal narrative discussing growing up with Meaning through narrative: A an alcoholic mother. Retrieved from ProQuest Digital Dissertations. (AAT 1434728)

Abstrak dari

basis data (Morrissey, 2004) Morrissey, J. P. (2004). recidivism of mentally ill persons released Medicaid benefits and from jail (NCJ No. 214169) [Abstract].

Retrieved from National Criminal Justice Reference Service abstracts database. Abstrak

seminar atau simposisum

Brier, Pandelaere, Dewitte, &

Warlop (2006) Briers, B., Pandelaere, M., Dewitte, S., & Warlop, L. (2006, June). Hungry for money: The desire for caloric resources increases the desire for

(21)

Human Behavior and Evolution Society. Abstract retrieved from http://www.hbes .com/HBES/abst2006.pdf.

Skripsi/tesis/di sertasi dari Repositori

(Amalia, 2012) Amalia, A. (2012). The use of video in teaching writing procedural text: A quasi-experimental study in one of Senior High Schools in

Bandung (Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2012). Retrieved from

http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_s kripsi=11587

Book review

(Telaah Buku) Cramond (2007) Cramond, B. (2007). Enriching the brain? Probably not for psychologists [Review of the book

Enriching the brain: How to maximize every learner’s potential]. PsycCRITIQUES, 52(4), Article 2. Retrieved from

http://www.apa.org/psyccritiques/ Laman web

dengan penulis

(Ljungberg, 2012) Ljungberg, C.( 2012). Shadows, mirrors, and smoke screens: zooming on iconicity. Retrieved

March 22, 2012, from

http://www.iconicity.ch/en/iconicity/index.php Laman web

tanpa tahun (Sound Symbolism Checksheet, n.d.) Ling 131: Language & Style. (n.d.) symbolism checksheet. Retrieved March 22, Sound 2012, from http://www.lancs.ac.uk/fass/projects/stylistics/ topic5a/7soundchecksheet.htm Bila kutipan dari laman web sebuah institusi (Perpustakaan UPI, 2011) Sebagaimana dikatakan oleh Perpustakaan UPI (2011)

Perpustakaan UPI. (2011). Menyimak fungsi perpustakaan. Retrieved March 26, 2012, from

http://perpustakaan.upi.edu/index.php?option =com_content&task=view&id=26&Itemid=1 (Sekolah Pascasarjana UPI,

n.d.) Sekolah Pascasarjana UPI. (n.d.). pada tanggal 26 Maret 2012 dari: Sejarah. Diakses http://sps.upi.edu/tentang-sps/sejarah/

Gambar dari

Web Photo Paris Van JavaBandung-Indonesia (ID: 5081183ID, n.d.)

Paris Van Java-Bandung-Indonesia [Photo] (n.d.). Retrieved March 25, 2012 from

http://www.panoramio.com/photo/5081183

Gambar

Gambar dari

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristianingsih (2014) mengenai pelepasan ion Ni dan Cr kawat ortodontik staInless steel yang direndam dalam minum berkarbonasi

Modus lain yang digunakan oleh PT Indosat Tbk adalah dengan mengadakan program Free Talk yang berlangsung sejak april 2006, padahal program promosi ini bukan diskon

Dari tabel 7, 8, dan 9 dapat terlihat jelas bahwa hasil analisa dari kedua metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 dan Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia

Menurut Sutedi (2011), dalam hal penagihan pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan

Fungsi kabur dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu fungsi tegas dengan kendala kabur, fungsi tegas yang menularkan kekaburan dari varia- bel bebas ke variabel tak

Dengan segala puji syukur penulis haturkan kepada Illahi Rabbi atas segala rahmat, taufiq, serta hidayahNya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat

Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi, dan

Aturan tenang pengadaan ini harus difahami oleh semua pihak yang tekait dengan proses pengadaan tersebut, tidak terkecuali pihak penyedia jasa. Penyedia jasa semestinya