• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Dasar (Grand Theory)

1. Teori Pembelajaran Sosialisasi (Social Learning Theory)

Teori ini menjelaskan bahwa seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman langsung (Jatmiko, 2006 dalam Danny, 2013: 11). Terdapat 4 (empat) proses pembelajaran sosial yaitu:

a. Proses perhatian (attentional)

Proses perhatian yaitu orang hanya akan belajar dari seseorang/ model jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang/ model tersebut.

b. Proses penahanan (retention)

Proses penahanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi tersedia.

c. Proses reproduksi motorik

Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan.

(2)

d. Proses penguatan (reinforcement)

Proses penguatan adalah proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model.

2. Teori Motivasi Proses (Process Theory)

Teori proses ini pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan, bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu, agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan pengurus. Teori ini juga merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jadi hasil yang dicapai tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang. Teori Motivasi Proses ini dikenal atas:

a. Teori Harapan (Expectancy Theory), komponennya adalah:

Harapan, Nilai (Value), dan Pertautan (Instrumentality).

b. Teori Keadilan (Equity Theory), hal ini didasarkan tindakan keadilan diseluruh lapisan serta obyektif di dalam lingkungan perusahaannya.

c. Teori Pengukuhan (Reinfocement Theory), hal ini didasarkan pada hubungan sebab-akibat dari pelaku dengan pemberian kompensasi. Dimana salah satunya yaitu Teori Harapan berhubungan dengan penelitian ini, Teori Harapan ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam

(3)

mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan diperlukan dari hasil pekerjaan itu.

Dalam penelitian ini pemeriksaan pajak dan sosialisasi perpajakan merupakan suatu proses sebab dan akibat bagaimana seseorang atau suatu kelompok bekerja serta timbal balik apa yang akan mereka dapatkan dari hasil kerja tersebut. Dalam hal ini Dirjen Pajak melakukan sebuah upaya seperti pemeriksaan pajak dan sosialisasi perpajakan tersebut untuk dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang nantinya akan berdampak pada peningkatan penerimaan negara terutama dari pajak. Dimana dengan meningkatnya penerimaan negara dapat membantu proses pembangunan nasional yang nantinya bertujuan untuk kesejahteraan rakyat.

B. Sistem Pemungutan Pajak

Mengacu pada Mardiasmo (2011: 7), sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia ada 3 (tiga), yaitu :

1. Official Assessment System

Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan yang

memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Sistem ini memiliki ciri-ciri yaitu, memberikan wewenang kepada fiskus untuk menentukan besarnya pajak terutang, Wajib Pajak bersifat pasif dan

(4)

utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment System

Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri sistem ini yaitu wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri; Wajib pajak berperan aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang; fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi

3. With Holding System

With holding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya yaitu wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga selain fiskus dan Wajib Pajak.

(5)

C. Self Assessment System

1. Pengertian Self Assessment System

Saat ini sistem perpajakan yang digunakan di Indonesia adalah Self

Assessment System. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007

Tentang Ketentuang Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan:

Self assessment system merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Dalam self assessment system, Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan

sarana yang paling mutlak bagi Wajib Pajak untuk melaporkan dengan benar semua hal tentang Wajib Pajak mulai dari identitas, kegiatan usaha sampai jumlah harta yang semuanya berkaitan dengan perpajakan. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian secara penuh yang diberikan untuk penyempurnaan SPT baik dalam masalah bentuk, isi, dan susunannya sehingga SPT menjadi sarana yang handal bagi tercapainya tujuan perpajakan

Self Assessmet System bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran

masyarakat dalam membayar pajak. Namun sistem ini juga membuka adanya kemungkinan penyimpangan dari Wajib Pajak untuk tidak melaporkan kewajiban perpajaknnya dengan benar. Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi yang diberi wewenang untuk menerapkan kebijakan dalam rangka mengawasi dan menjaga penerimaan Wajib Pajak untuk melakukan berbagai tindakan agar self assessment system berjalan dengan baik.

(6)

2. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak

Dalam menjalankan sistem self assessment tersebut, Wajib Pajak

harus mematuhi peraturan- peraturan perpajakan yang ada. Agar kepatuhan perpajakan dapat terpenuhi, Wajib Pajak pertama-tama harus memahami kewajiban-kewajiban dan hak-hak perpajakannya. Mardiasmo (2011: 56) memaparkan kewajiban dan hak Wajib Pajak sebagai berikut.

Kewajiban-kewajiban Wajib Pajak dalam perpajakan nasional meliputi: a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

Pajak (PKP).

c. Menghitung dan membayar pajaknya sendiri dengan benar.

d. Mengisi dengan benar Surat Pemberitahuan (SPT diambil sendiri) dan memasukan ke KPP dalam batas waktu yang telah ditentukan

e. Menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan.

f. Jika diperiksa, Wajib Pajak harus memberikan keterangan yang diperlukan, memperlihatkan/ meminjamkan pembukuan/ pencatata, dan member bantuan guna kelancaran pemeriksaan termasuk memasuki ruangan-ruangan/ tempat yang dipandang perlu.

g. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk

(7)

merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

Sedangkan hak-hak Wajib Pajak antara lain meliputi: a. Mengajukan surat keberatan dan surat banding. b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

c. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.

d. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.

e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran

pajak.

f. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak.

g. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

h. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.

i. Member kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban

pajaknya.

j. Meminta bukti permohonan atau pemungutan pajak. k. Mengajukan keberatan dan banding.

(8)

D. Pemeriksaan Pajak

1. Pengertian Pemeriksaan Pajak

Untuk melaksanakan upaya penegakan hukum salah satunya dengan tindakan pemeriksaan pajak, maka mutlak diperlukan tenaga pemeriksa pajak dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Menurut Resmi (2007: 52) kasus dinyatakan bahwa pemeriksaan adalah “ Pegawai Negeri

Sipil dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas atau wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan”.

Sedangkan menurut Mardiasmo (2011: 52) pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut:

Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peratuan perundang-undangan perpajakan. Dari kedua pengertian tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pemeriksaan adalah serangkaian dari kegiatan yang dilaksanakan oleh para petugas perpajakan (sipil) guna mencari, mengumpulkan data atau semua keterangan tentang adanya pengusaha kena pajak dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(9)

2. Tujuan Pemeriksaan Pajak

Tujuan Pemeriksaan menurut keputusan menteri keuangan nomor: 545/kmk.04/ 2000 tanggal 22 desember yang dikutip oleh Tony (2005:66) yaitu:

a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak yang dilakukan dalam hal :

1) Surat Pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan bayar.

2) Surat pemberitahuan tahun pajak penghasilan menunjukan rugi. 3) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan tidak pada waktu yang

telah ditetapkan.

4) Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

5) Adanya Indikasi Kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada point 3 (tiga) tidak dipenuhi.

b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan, yang dapat dilakukan dalam hal :

1) Pemberian Nomor pokok wajib pajak (NPWP) secara jabatan. 2) Penghapusan Nomor pokok wajib pajak.

(10)

4) Wajib Pajak Pengajuan keberatan.

5) Pengumpulan bahan guna penyusunan norma. penghasilan neto. 6) Pencocokan data dan atau keterangan.

7) Penentuan Wajib Pajak berlokasi didaerah terpencil.

8) Penentuan satu atau lebih tempat terutang pajak pertambahan nilai.

9) Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan untuk tujan lain selain pada point 1 (satu) sampai point 8 (delapan).

3. Ruang Lingkup pemeriksaan

Salah satu unsur dari pemeriksaan adalah ruang lingkup pemeriksaan, yaitu suatu tempat dimana akan dilakukannya pemeriksaan apakah dikantor ataupun dilapangan tempat dimana wajib pajak mempunyai kewajiban untuk membayar pajak.

Menurut Hardi (2003: 18) dalam bukunya yang berjudul Pemeriksaan Pajak bahwa berdasarkan Ruang Lingkupnya, Jenis-jenis Pemeriksaan sebagaimana disebut diatas dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Pemeriksaan Lapangan

Adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak ditempat Wajib Pajak, yang dapat mencakup kantor wajib pajak, pabrik, tempat usaha, tempat tinggal, dan tempat lain yang ada

(11)

kaitannya dengan kegiatan usaha, juga pekerjaan bebas Wajib Pajak, serta tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal pajak.

Pemeriksaan lapangan dapat meliputi suatu jenis pajak, seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dapat dibedakan sebagai berikut :

1) Pemeriksaan Lengkap adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk kerja sama operasi (KSO) dan konsorsium atas seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya, dilaksanakan dengan penerapan teknik-teknik yang lazim digunakan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan. Pemeriksaannya dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan.

2) Pemeriksaan Sederhana lapangan (PSL) adalah pemeriksaan lapangan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak secara terorganisasi antar seksi oleh kepala kantor unit pelaksana pemeriksaan pajak dalam tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya, dilaksanakan dengan penerapan teknik-teknik yang dipandang perlu menurut keadaan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan. Pelaksanaannya dilakukan dalam waktu 1 (satu)

(12)

bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.

b. Pemeriksaan Kantor

Adalah pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan kantor unit pelaksana pemeriksaan pajak, dapat meliputi suatu jenis pajak tertentu, baik untuk tahun berjalan maupun tahun-tahun sebelumnya. Pemeriksaan kantor hanya dapat dilakukan dengan

pemeriksaan sederhana kantor (PSK), jangka waktu

penyelesaiannya selama 4 (empat) minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) minggu, dengan ketentuan berikut :

1) Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan untuk masing-masing jenis pemeriksaan tersebut diatas, tidak dapat diubah meskipun terjadi pergantian pemeriksaan pajak.

2) Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan

sebagaimana dimaksudkan di atas dapat diberikan

berdasarkan permintaan kepala kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau atas permintaan direktur pemeriksaan, penyidikan, dan penegihan pajak.

3) Apabila terdapat transaksi transfer pricing, jangka waktu penyelesaian pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun.

(13)

4. Norma Pemeriksaan

Di dalam Melaksanakan tugas pemeriksaan, pemeriksaan pajak wajib mengikuti tata cara pemeriksaan pajak yang sudah ditetapkan. Tujuannya adalah agar hak dan kewajiban, baik pemeriksa pajak maupun Wajib Pajak tetap dihormati, karena masing-masing telah diatur dengan jelas, sedangkan tujuan yang lain dari pengaturan tata cara pemeriksaan pajak ini untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pemeriksaan, sekaligus sebagai alat pengawasan bagi atasan pemeriksaan pajak.

Berikut ini akan diuaraikan rincian mengenai hak dan kewajiban, baik bagi pemeriksa maupun bagi wajib pajak, sebagai norma dan pedoman pemeriksaan pajak yang dikutip oleh Tony (2005: 71):

a. Pada waktu melakukan pemeriksaan, pemeriksaan pajak harus memiliki tanda pengenal pemeriksaan pajak dan dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan pajak.

b. Pemeriksa pajak harus memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang akan dilakukannya pemeriksaan.

c. Pemeriksa pajak harus memperlihatkan kepada wajib pajak, tanda pengenal pemeriksa pajak dan surat perintah pemeriksaan pajak. d. Pemeriksa pajak harus menjelaskan kepada Wajib Pajak yang akan

diperiksa tentang maksud dan tujuan pemeriksaan.

(14)

f. Pemeriksa pajak wajib membuat laporan pemeriksaan pajak (LPP). g. Pemeriksa pajak wajib memberikan petunjuk kepada Wajib Pajak

mengenai penyelenggaraan pembukuan, pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan, dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya agar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

h. Pemeriksa pajak wajib pengembalikan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lam 14 (empat belas) hari sejak selesainya pemeriksaan. i. Pemeriksa pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang

berhak, segala sesuatu yang diketahui atau diberitahuakan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan.

5. Pelaksanaan Pemeriksaan

Pelaksanaan Pemeriksaan berpedoman pada norma pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksaan, dan Wajib Pajak. Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang tergabung dalam tim pemeriksa pajak yang susunannya terdiri dari suvervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota.

Pemeriksaan dilakukan pada hari dan jam kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan jika dipandang perlu, dapat dilanjutkan diluar

(15)

jam kerja atau hari kerja. Namun apabila saat dilakukan pemeriksaan pajak Wajib Pajak tidak ada ditempat, maka pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang ada pihak lain yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk berlaku selaku yang mewakili Wajib Pajak. Berikut pelaksanaan pemeriksaan menurut Tony (2005: 9) :

a. Dalam melakukan pemeriksaan Pajak, Pemeriksaan pajak

berwenang :

1) Memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya termasuk keluaran atau media

2) Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari Wajib Pajak yang diperiksa.

3) Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat penyimpanan dokumen, uang, dan barang yang dapat memberikan petunjuk tentang keadaan usaha Wajib Pajak dan atau tempat-tempat lain yang dianggap penting, serta

melakukan pemeriksaan ditempat-tempat tersebut,

melakukan penyegelan tempat atau ruangan yang dimaksud diatas, apabila Wajib Pajak, wakil atau kuasanya tidak berada ditempat pada saat pemeriksaan dilakukan.

4) Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak

(16)

yang diperiksa. b. Laporan Pemeriksaan Pajak

1) Laporan pemeriksaan pajak digunakan sebagai dasar penerbitan surat tagihan pajak atau unyuk tujuan lain dalam

rangka pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

2) Perhitungan besarnya pajak yang terutang menurut laporan pemeriksaan pajak digunakan sebagai dasar penerbitan ketetapan pajak dan surat tagihan pajak berbeda dengan surat pemberitahuan, diberitahukan kepada Wajib Pajak.

E. Sosialisasi Perpajakan

Menurut Mustofa (2007) dalam Restiani (2011:17), sosialisasi adalah suatu konsep umum yang dimaknakan sebagai proses dimana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berfikir, merasakan dan bertindak dimana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sedangkan menurut Basamalah (2007) juga disebutkan dalam Restiani (2011:17), sosialisasi adalah sebagai suatu proses dimana orang-orang mempelajari sistem nilai, norma dan pola perilaku yang diharapkan oleh kelompok sebagai bentuk transformasi dari orang tersebut sebagai orang luar menjadi organisasi yang efektif.

(17)

Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya dari Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pengertian, informasi dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan Wajib Pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan dan perundang-undangan.

Direktorat Jenderal Pajak mengatur mengenai penyeragaman kegiatan sosialisasi perpajakan bagi masyarakat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ./2007. Media informasi yang dapat digunakan dalam melakukan sosialisasi perpajakan meliputi media televisi, koran, spanduk, flyers (poster dan brosur), billboard/mini billboard, dan radio. Penyampaian informasi harus menggunakan bahasa yang sesederhana mungkin dan bukan secara teknis, sehingga informasi tersebut dapat diterima dengan baik. Selain itu, penyampaian informasi perpajakan sebaiknya dilakukan secara langsung kepada masyarakat dengan cara diskusi, seminar, penyuluhan dan sejenisnya.

Informasi tentang pajak dirasa masih sangat kurang oleh masyarakat. Sumber informasi yang dinilai informatif dan dibutuhkan secara urut adalah call center, penyuluhan, internet, petugas pajak, televisi, iklan bis. Materi

sosialisasi yang disampaikan lebih ditekankan pada manfaat pajak, manfaat NPWP, dan pelayanan perpajakan di masing-masing unit. Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan meliputi metode, media, materi, dan pembicara dalam penyuluhan. Metode yang digunakan dalam proses penyuluhan adalah

(18)

metode diskusi. Biasanya dalam pelaksanaan penyuluhan perpajakan digunakan media seperti proyektor dan materi yang disampaikan berupa simulasi pengisian SPT serta pengetahuan perpajakan. Dalam melakukan penyuluhan perpajakan, penyuluh/pembicara yang dipilih merupakan pihak-pihak yang menguasai materi perpajakan yang akan disosialisasikan. Harapan perbaikan dalam kegiatan penyuluhan pajak adalah agar dalam penyajian materi harus mudah dimengerti oleh peserta dan dalam pelaksanaannya diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat (Yohannah, 2012: 27).

Direktorat Jenderal Pajak juga mengatur pembentukan tim sosialisasi untuk memberikan sosialisasi perpajakan bagi masyarakat dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-114/PJ./2005 tentang Pembentukan Tim Sosialisasi Perpajakan. Kepada tim sosialisasi perpajakan ini dibebankan empat tugas penting, yaitu:

1. Menyiapkan metode dan materi sosialisasi perpajakan kepada pelajar, mahasiswa,dan masyarakat Wajib Pajak.

2. Melakukan sosialisasi perpajakan kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Wajib Pajak.

3. Meningkatkan pemahaman kepada pelajar, mahasiswa, dan

masyarakat Wajib Pajak tentang perpajakan.

4. Tugas-tugas lain sebagaimana yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak.

(19)

F. Kepatuhan Wajib Pajak

1. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Nurmantu (2003) dalam Yohannah (2012: 28), kepatuhan perpajakan didefinisikan

sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Terdapat dua macam kepatuhan, yaitu:

a. Kepatuhan Formal

Kepatuhan formal berkaitan dengan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Kepatuhan formal dapat dilihat dari aspek kesadaran Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri, ketepatan waktu Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan, ketepatan waktu dalam membayar pajak, dan pelaporan Wajib Pajak melakukan pembayaran pajak dengan tepat waktu.

b. Kepatuhan Material

Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara

substantive (hakekat) memenuhi semua ketentuan material

perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang- undang perpajakan yang diidentifikasikan dari kepatuhan material antara lain kesesuaian jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar dengan perhitungan

(20)

sebenarnya, penghargaan terhadap independensi akuntan publik/ konsultan, dan besar/ kecilnya tunggakan pajak.

2. Kriteria Wajib Pajak Patuh

Menurut keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003 Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak patuh yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT dalam 2 (dua) tahun terakhir.

b. Dalam 2 (dua) tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.

c. SPT Masa yang terlambat itu tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pajak berikutnya.

d. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak. e. Tidak pernah dijatuhi hukuman dalam melakukan tindak pidana di

bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.

f. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Badan Keuangan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian itu tidak

(21)

mempengaruhi laba rugi fiscal.

g. Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

h. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan SPT yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir.

Proses Penetapan Wajib Pajak patuh dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setelah menerima daftar normatif Wajib Pajak Patuh dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) paling lambat akhir bulan Januari dan mengirimkan penetapan Wajib Pajak Patuh kepada:

a) Kepala KPP tempat Wajib Pajak domisili terdaftar. b) Kepala KPP tempat Wajib Pajak lokasi terdaftar.

c) Kepala KPP Wilayah atasan KPP tempat Wajib Pajak lokasi terdaftar.

Bagi Wajib Pajak yang memenuhi kriteria Wajib Pajak Patuh akan diberikan pelayanan khusus dalam restitusi Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai berupa pengembalian kelebihan pajak tanpa dilakukan pemeriksaan pajak terlebih dahulu. Sedangkan masa berlakunya penetapan Wajib Pajak Patuh untuk jangka waktu 2 tahun.

Surat penetapan Wajib Pajak Patuh dapat dicabut oleh Kepala Kantor wilayah setelah mempertimbangkan usulan Kepala Kantor Pelayanan

(22)

Pajak dalam hal memenuhi kriteria pembatalan sebagai berikut:

a. Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan.

b. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk semua jenis pajak.

c. Dalam hal Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa lebih dari 3 (tiga) masa pajak, terdapat penyampaian SPT Masa yang lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pajak berikutnya. d. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk 2 (dua)

masa pajak berturut-turut atau lebih untuk semua jenis pajak. e. Dalam suatu masa pajak ternyata tidak memenuhi kriteria atau

tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir sejak masa pajak yang bersangkutan.

G. Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah hasil penelitian- penelitian yang pernah dilakukan mengenai Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak:

(23)

Tabel. 2.1

Hasil Penelitian Terdahulu

No Tahun Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian

1. 2007 Himawan

Saputro

Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada KPP Kebayoran Lama.

Penelitian tersebut menunjukan beberapa simpulan yaitu pemeriksaan tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan formal Wajib Pajak dan pemeriksa memiliki pengaruh terhadap kepatuhan material Wajib Pajak dalam pengisian Surat Pemberitahuan Pajak 2. 2011 Metti Restiani Analisis Kualitas Pelayanan Pajak

dan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cianjur.

Menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pajak dan sosialisasi perpajakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan formal Wajib Pajak orang pribadi secara parsial

(24)

dan simultan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Cianjur.

3. 2012 Kusujarwati

Anjarini

Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Satu

Hasil penelitian pemeriksaan pajak berdampak positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Sawah Besar Satu. 4. 2012 Meidyanti Syawlina Putri, Nurul Herawati, dan Emi Rahmawati

Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Sanksi Pajak, dan Keadilan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Bangkalan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan, sanksi pajak dan keadilan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Bangkalan.

5. 2012 Nila Ayu

Puspitas ari

Analisis Sosialisasi Peraturan Perpajakan Dalam Upaya Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak ( Studi Kasus Pada Kantor

Sosialisasi peraturan perpajakan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jatim I membantu Wajib Pajak memahami

(25)

Sumber: Dari Beberapa Jurnal

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak jawa Timur I Surabaya)

dan menyadari kewajiban perpajakan mereka. Sehingga sosialisasi perpajakan dapat membantu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak selain disebabkan oleh faktor-faktor lainnya.

6. 2013 Mina

Rustiana

Pengaruh Pemahaman Self Assessment System, Sanksi

Perpajakan Dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Jakarta Grogol Pertambunan. Penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat pengaruh pemahaman self assessment system terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi, dan terdapat pengaruh antara perpajakan dan pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

(26)

H. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1. Hubungan Pemeriksaan Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak Penerapan self assessment system dalam pemungutan pajak perlu

diimbangi dengan adanya pemeriksaan pajak yang berfungsi untuk menjaga dan mengawasi agar pelaksanaan kewajiban tersebut dapat dijalankan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan adanya pemeriksaan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan juga berkontribusi dalam hal penerimaan pajak negara yang saat ini masih sangat rendah. Terkait dengan permasalahan pemeriksaan pajak ini dalam penelitian Kusujarwati (2012) menyebutkan bahwa pemeriksaan pajak berdampak positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi, begitu pula dalam penelitian Rustiana (2013) yang menunjukan adanya pengaruh pemeriksaan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Sedangkan menurut Saputro (2007) pemeriksaan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan formal Wajib Pajak namun berpengaruh terhadap kepatuhan material Wajib Pajak.

Jadi penerapan self assessmet system yang disertai dengan adanya

pemeriksaan pajak untuk mengawasi dan mencegah tindakan-tindakan perlawanan yang mungkin dilakukan Wajib Pajak dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, maka hipotesis yang pertama adalah:

(27)

orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.

2. Hubungan Sosialisasi Perpajakan dengan Kepatuhan Wajib Pajak Sosialisasi adalah suatu konsep umum yang dimaknakan sebagai proses dimana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berfikir, merasakan dan bertindak dimana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Dalam pelaksanaan sistem pajak yaitu Self Assessment System,

perlu adanya sosialisasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak guna memberikan pengetahuan kepada Wajib Pajak tentang pentingnya membayar pajak. Sosialisasi ini dapat dilakukan melalui iklan pajak, media televisi, koran, spanduk, flyers (poster dan brosur), billboard/mini

billboard, dan radio.

Dengan adanya sosialisasi yang baik dari Dirjen Pajak diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib pajak, seperti penelitian yang dilakukan oleh Nila Ayu (2012), Menunjukkan bahwa sosialisasi peraturan perpajakan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jatim I membantu Wajib Pajak memahami dan menyadari kewajiban perpajakan mereka. Sehingga sosialisasi perpajakan dapat membantu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak selain disebabkan oleh faktor-faktor lainnya. Menurut Meidyanti, Nurul dan Emi (2012) menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan, sanksi pajak dan keadilan pajak berpengaruh terhadap

(28)

kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Bangkalan. Sedangkan penelitian dari Restiani (2011) Menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pajak dan sosialisasi perpajakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan formal Wajib Pajak orang pribadi secara parsial dan simultan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Cianjur.

Berdasarkan uraian dan hasil penelitian terdahulu diatas, maka hipotis yang kedua sebagai berikut:

H2: Sosialisasi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan perkerjaan bebas.

(29)

I. Model Konseptual

Berdasarkan kerangka pemikiran dan hipotesis diatas, maka penulis dapat membuat model konseptual penelitian sebagai berikut:

(H1) (H2) Model Konseptual Gambar 2.1 Pemeriksaan Pajak (X1) Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

(Y) Sosialisasi

Perpajakan (X2)

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dirancang sebuah prototipe alat keseimbangan tubuh manusia dan membuat perangkat lunak yang akan menghasilkan informasi yang dapat membantu seorang dokter

Siswa menulis karangan pendek de- ngan tema yang tidak ditentukan (bebas sesuai keinginan siswa) minimal satu halaman kertas folio dengan memperhatikan penggunaan bahasa dalam

• Pasal 21, atas penghasilan yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagai imbalan yang diberikan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak

Jaringan ini menggunakan tegangan rendah. Sebagaimana halnya dengan distribusi primer, terdapat pula pertimbangan perihal keadaan pelayanan dan regulasi tegangan,

Keempat risk level tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor seperti jenis kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi sebuah link berbeda-beda, menggunakan mesin atau alat yang

Dalam menyelenggarakan fungsi, Kepala Badan, Sekretaris Badan, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian, Kepala Sub Bidang, dan Kelompok Jabatan Fungsional wajib

Pengaduan terhadap Ahli Pialang Asuransi dan Reasuransi sebagai Teradu yang dianggap melanggar Kode Etik harus disampaikan secara tertulis disertai dengan

dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan perusahaan tersebut [Ruhaya and Kartawinata, 2017]. Analisis laporan keuangan merupakan hal yang sangat penting