• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KINERJA PEMBOBOTAN CIRI PADA TEMU KEMBALI CITRA MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK DAN ALGORITME GENETIKA FACHRIZAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN KINERJA PEMBOBOTAN CIRI PADA TEMU KEMBALI CITRA MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK DAN ALGORITME GENETIKA FACHRIZAL"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN KINERJA PEMBOBOTAN CIRI

PADA TEMU KEMBALI CITRA MENGGUNAKAN

BAYESIAN NETWORK DAN ALGORITME GENETIKA

FACHRIZAL

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

PERBANDINGAN KINERJA PEMBOBOTAN CIRI

PADA TEMU KEMBALI CITRA MENGGUNAKAN

BAYESIAN NETWORK DAN ALGORITME GENETIKA

FACHRIZAL

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komputer pada

Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(3)

ABSTRACT

FACHRIZAL. Performance Comparison of Feature Weighting on Content Based Image Retrieval Using Bayesian Network and Genetic Algorithm. Under supervision of YENI HERDIYENI.

This research proposes performance comparison on image retrieval using bayesian network and genetic algorithm, which combines color, shape and texture information. Histogram-162 is used for color feature, edge direction histogram for shape feature and co-occurrence matrix for texture feature. Combining multiple features in image retrieval process can be implemented using feature weight assignment. Bayesian network and genetic algorithm is used to find the optimal weight. This research used 1050 images with various classes i.e car, lion, sunset, texture, bear, elephant, arrow, landscape, reptile and aircraft. Experiment results shows that genetic algorithm has better precision than bayesian network on recall between 0.0 and 0.3.

Keywords : Content based image retrieval, bayesian network, genetic algorithm, feature weight assignment.

(4)

Judul Skripsi : Perbandingan Kinerja Pembobotan Ciri pada Temu Kembali Citra Menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika

Nama : Fachrizal NIM : G64066011

Menyetujui

Pembimbing,

Dr. Yeni Herdiyeni, S.Si, M.Kom NIP 197509232000122001

Mengetahui :

Ketua Departemen Ilmu Komputer,

Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc.

NIP. 19601126 198601 2 001

(5)

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala curahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir ini berjudul Perbandingan Kinerja Pembobotan Ciri pada Temu Kembali Citra Menggunakan Bayesian Network dan Algoritme Genetika dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Yeni Herdiyeni, S.Si., M.Kom. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan memberi saran, masukan serta arahannya selama penyelesaian tugas akhir ini. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada Bapak Ir. Julio Adisantoso M.Kom. dan Bapak Sony Hartono Wijaya S.Kom., M.Kom. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun kepada penulis. Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1 Kedua orang tua tercinta, Ibu dan Bapak atas segala do’a, kasih sayang dan dukungannya, 2 Kakak-kakak tersayang atas doa dan dukungannya,

3 Teman-teman ekstensi Ilkom IPB yang telah membantu penulis semasa perkuliahan : Pangudi, Agung, Lucky, Ahmad Rizki, Arie, Feri, Dimas, Harry, Andri, Seta, Haikal, Abdul, Syachrudin, Andi serta teman-teman seperjuangan Program Penyelenggaraan Khusus Ilmu Komputer angkatan pertama lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu–persatu,

4 Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Komputer IPB, yang telah banyak membantu penulis pada masa perkuliahan dan penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama pengerjaan penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu–persatu. Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dari penelitian ini, oleh karena itu sangat diharapkan kritik serta saran untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Akhir kata, semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2010

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 15 Mei 1985. Penulis merupakan putra terakhir dari pasangan Bapak H. Amirullah dan Ibu Hj. Munani.

Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Diploma 3 Teknik Informatika IPB. Pada tahun 2005 penulis lulus dari Diploma 3 Teknik Informatika IPB dan pada tahun yang sama penulis bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan dengan memilih Program Penyelenggaraan Khusus Ilmu Komputer Departemen Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

Ruang Lingkup... 1

TINJAUAN PUSTAKA... 1

Content Based Image Retrieval (CBIR) ... 1

Sobel Edge Detector... 1

Co-occurrence Matrix... 2

Bayesian Network... 2

Algoritme Genetika ... 3

Fungsi Evaluasi (fitness function) ... 3

Seleksi ... 4

Pindah Silang ... 4

Mutasi... 4

Elitisme ... 4

Recall dan Precision... 4

METODOLOGI PENELITIAN ... 5

Data Penelitian ... 5

Ekstraksi Ciri... 5

Ekstraksi Ciri Warna ... 5

Ekstraksi Ciri Bentuk ... 5

Ekstraksi Ciri Tekstur... 6

Model Bayesian Network... 6

Pengukuran Tingkat Kemiripan ... 6

Algoritme Genetika ... 6

Evaluasi Hasil Temu Kembali... 8

Lingkup Pengembangan Sistem ... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8

Ekstraksi Ciri Citra... 8

Ekstraksi Ciri Warna ... 8

Ekstraksi Ciri Bentuk ... 8

Ekstraksi Ciri Tekstur... 8

Algoritme Genetika ... 8

Representasi Kromosom dan Populasi Awal... 8

Fungsi Evaluasi ... 9 Elitisme ... 9 Seleksi Individu... 9 Pindah Silang ... 9 Mutasi... 9 Kriteria Penghentian... 9

Hasil Temu Kembali ... 10

KESIMPULAN DAN SARAN ... 13

Kesimpulan ... 13

Saran... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perbandingan nilai recall precision pada kelas mobil ...10

2 Perbandingan nilai recall precision pada kelas tekstur ...11

3 Perbandingan nilai recall precision pada kelas gajah ...11

4 Perbandingan nilai recall precision pada kelas tanda panah ...11

5 Perbandingan nilai recall precision semua citra di basis data ...11

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram content based image retrieval... 1

2 Contoh pembangunan co-occurrence matrix. ... 2

3 Model umum bayesian network untuk CBIR ... 2

4 Ilustrasi pindah silang satu titik potong (one point crossover)... 4

5 Ilustrasi pindah silang dua titik potong (two point crossover). ... 4

6 Proses mutasi kromosom... 4

7 Metode penelitian menggunakan bayesian network... 5

8 Metode Penelitian menggunakan algoritme genetika... 5

9 Model umum bayesian network menggunakan informasi tekstur ... 6

10 Proses algoritme genetika... 7

11 Diagram alur proses pindah silang. ... 8

12 Hasil temu kembali citra menggunakan bayesian network...10

13 Hasil temu kembali citra menggunakan algoritme genetika...10

14 Grafik rata-rata recall precision setiap kelas menggunakan bayesian network. ...12

15 Grafik rata-rata recall precision setiap kelas menggunakan algoritme genetika...12

16 Grafik recall precision menggunakan bayesian network dan algoritme genetika...13

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Contoh citra yang digunakan untuk masing-masing kelas ...16

2 Perbandingan nilai recall precision pada kelas singa, matahari terbenam, beruang, pemandangan, reptil, dan pesawat...19

3 Grafik Perbandingan nilai rata-rata precision tiap kelas menggunakan Bayesian network dan algoritme genetika ...21

(9)

PENDAHULUAN Latar Belakang

CBIR (Content Based Image Retrieval) merupakan suatu pendekatan temu kembali citra yang didasarkan pada informasi yang terkandung di dalam citra seperti warna, bentuk dan tekstur. Kombinasi informasi citra sangat dibutuhkan untuk meningkatkan hasil temu kembali citra.

Pembobotan fitur memegang peranan penting dalam mengombinasikan setiap fitur citra. Menurut Shao et al (2003), Metode pembobotan fitur dengan memberikan bobot secara manual terhadap setiap fitur citra bersifat subjektif. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu algoritme yang mampu melakukan pembobotan fitur secara automatis. Bayesian network dan Algoritme genetika dapat digunakan untuk mengombinasikan fitur citra dengan memberikan bobot-bobot fitur citra secara automatis sehingga dapat menghasilkan temu kembali citra yang lebih optimal.

Rodrigues dan Araujo (2004), telah mengembangkan bayesian network dalam pengukuran tingkat kemiripan citra pada suatu sistem CBIR. Pebuardi (2008) menggunakan model bayesian network dalam pengukuran kemiripan citra berbasis warna, bentuk dan tekstur. Model bayesian network yang digunakan adalah model bayesian network yang telah dikembangkan oleh Rodrigues dan Araujo (2004) dengan melakukan perbaikan pada ekstraksi ciri citra. Shao et al (2003), menggunakan algoritme genetika untuk pembobotan fitur secara automatis pada temu kembali citra. Pratama (2009) menggunakan algoritme genetika dalam penelitiannya untuk optimasi pembobotan fitur pada temu kembali citra.

Pada penelitian ini membandingkan kinerja pembobotan fitur menggunakan algoritme genetika dan model bayesian network. Kedua metode tersebut digunakan untuk memberikan nilai bobot pada setiap fitur.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kinerja pembobotan fitur menggunakan bayesian network dan algoritme genetika dalam temu kembali citra.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah menggunakan bayesian network dan algoritme genetika sebagai fungsi pembobotan fitur pada

temu kembali citra. Fitur warna, bentuk dan tekstur adalah fitur citra yang digunakan pada penelitian ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Content Based Image Retrieval (CBIR)

Content Based Image Retrieval (CBIR) merupakan suatu pendekatan untuk masalah temu kembali citra yang didasarkan pada informasi yang terkandung di dalam citra itu sendiri seperti warna, bentuk, dan tekstur dari citra (Rodrigues & Araujo 2004). Gambar 1 adalah tahapan yang ada pada CBIR.

Gambar 1 Diagram content based image retrieval.

Sobel Edge Detector

Edge detection adalah operasi yang dijalankan untuk mendeteksi garis tepi citra yang memiliki tingkat kecerahan yang berbeda. Sobel edge detector merupakan salah satu metode pendeteksi tepi yang umum digunakan (Rodrigues dan Araujo 2004). Sobel edge detector menggunakan matriks konvolusi 3x3 yang digunakan untuk menentukan nilai gradien pada sumbu X dan sumbu Y. Berikut ini adalah matriks yang digunakan pada sumbu X :

-1 -2 -1

0 0 0

1 2 1

(10)

2 Berikut ini adalah matriks konvolusi yang

digunakan pada sumbu Y :

-1 0 1

-2 0 2

-1 0 1

Sebuah piksel akan dianggap sebagai garis tepi (edge) jika nilai magnitudonya lebih besar dari nilai threshold yang ditetapkan (Gonzalez 2004).

Co-occurrence Matrix

Tekstur adalah pola piksel yang berulang pada wilayah spasial dimana penambahan noise pada pola dan perulangan frekuensinya, dapat terlihat secara acak dan tidak terstruktur (Osadebey 2006). Pada penelitian ini menggunakan co-occurrence matrix untuk mengekstraksi ciri tekstur.

Co-occurrence matrix adalah salah satu metode berbasis statistika yang dapat digunakan untuk mengekstraksi ciri tekstur. Co-occurrence matrix menggunakan matriks derajat keabuan untuk mengambil contoh bagaimana suatu derajat keabuan tertentu terjadi, dalam hubungannnya dengan derajat keabuan yang lain. Matriks derajat keabuan adalah sebuah matriks yang elemen-elemennya merupakan frekuensi relatif kejadian (occurrence) dari kombinasi level keabuan antar pasang piksel, dengan hubungannya pada spasial tertentu (Osadebey 2006).

Gambar 2 menjelaskan pembangunan co-occurrence matrix untuk citra I yang berukuran 4x5 piksel yang memiliki delapan level keabuan. Posisi operator p didefinisikan dengan jarak d = 1 dan Θ = 0o. matriks A merepresentasikan jumlah titik yang memiliki intensitas g(i) terjadi pada posisi yang didefinisikan oleh operator p, relatif terhadap titik dengan intensitas g(j) (Osadebey 2006).

Gambar 2 Contoh pembangunan co-occurrence matrix. Bayesian Network

Bayesian network adalah sebuah graf berarah tanpa cycle (directed acyclic graph) yang digunakan untuk representasi grafis dan pengambilan keputusan (reasoning) mengenai wilayah yang tidak pasti (Neapolitan 2004 dalam Pebuardi 2008). Model bayesian network terdiri atas :

1. satu set node, setiap node merepresentasikan setiap variabel yang ada di sistem.

2. link antara dua node merepresentasikan hubungan sebab dari satu node ke node yang lain.

3. distribusi bersyarat.

Secara umum bayesian network terdiri atas tahapan-tahapan berikut :

1. Pembangunan hubungan (relationship) Rodrigues dan Araujo (2004) telah membangun sebuah model bayesian network yang digunakan untuk CBIR. Model bayesian network yang dibangun dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Model umum bayesian network untuk CBIR.

I

(11)

Pada Gambar 3, C merupakan karakteristik citra sedangkan Ij adalah citra-citra yang ada di

basis data. Garis berarah yang menghubungkan karakteristik citra dengan citra-citra di basis data menggambarkan peluang sebuah citra Ij

memiliki karakteristik Ci.

Formula bayes dapat digunakan untuk menghitung peluang kemiripan antara citra kueri dan citra basis data. Berikut ini adalah formula bayes :

Nilai P(Ij|Q) adalah nilai peluang kemiripan

antara dua buah citra. Jika sebuah citra direpresentasikan sebagai sebuah vektor, maka nilai P(Ij|Q) akan sama dengan nilai kemiripan

antara vektor citra kueri dengan vektor citra-citra basis data menggunakan cosine similarity. Berikut adalah formula cosine similarity :

= = =

×

×

=

=

n i i n i i n i i i t

Q

I

Q

I

Q

I

Q

I

Q

I

sim

1 2 1 2 1

)

,

(

r

r

Ii adalah karakteristik ke-i citra basis data,

sedangkan Qi adalah karakteristik ke-i dari citra

kueri. Menggunakan formula cosine similarity hanya dapat mengukur kemiripan dua citra yang memiliki karakteristik homogen.

Model bayesian network dapat digunakan untuk menggabungkan fitur warna, bentuk dan tekstur dari citra. Formula peluang citra I yang memiliki fitur warna yang dapat direpresentasikan dengan CC, bentuk dengan CS, tekstur dengan CT dan citra kueri dengan Q dapat ditentukan sebagai berikut :

P(Ij|Q) =

CT CS CC, , P(Ij,CC,CS,CT|Q) =

CT CS CC, , P(Ij| CC,CS,CT)

×

P(CC,CS,CT|Q)

2. Inference menggunakan Bayesian Network Tujuan utama melakukan inference (inferensia) pada suatu bayesian network adalah menghitung nilai peluang posterior dari satu set variabel kueri. Berdasarkan inference yang dilakukan oleh Rodrigues dan Araujo (2004), nilai P (lj|Q) dapat dihitung dengan :

)... | ( 1 [ ) | ( Q PCCj CC j I P =η − )] | ( ) | ( ...×PCSj CS ×PCTj CT ))... | ( 1 ( 1 [ ) | (Ij Q PCCj CC P =η − − ))] | ( 1 ( )) | ( 1 ( ...× −PCSj CS × −PCTj CT yang merupakan persamaan umum dari model bayesian network dengan adalah sebuah konstanta.

Algoritme Genetika

Algoritme genetika atau genetic algorithm (GA) adalah algoritme pencarian berdasarkan seleksi alam dan genetika alam (Suyanto 2007). GA dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahan optimasi kombinasi, yaitu dengan mendapatkan suatu nilai solusi optimal terhadap suatu permasalahan yang mempunyai banyak kemungkinan solusi.

Fungsi evaluasi (fitness function), pindah silang, mutasi, dan seleksi adalah kumpulan metode atau teknik pada GA. Secara umum GA terdiri dari lima komponen dasar, yaitu : 1. Representasikan kromosom untuk

memudahkan penemuan solusi dalam masalah pengoptimasian.

2. Inisialisasi populasi.

3. Fitness function yang mengevaluasi setiap solusi.

4. Proses genetik yang menghasilkan sebuah populasi baru dari populasi yang ada. 5. Parameter seperti ukuran populasi,

probabilitas proses genetik, dan banyaknya generasi.

Mutasi dan pindah silang (crossover) adalah dua jenis transformasi yang digunakan di dalam GA. Tujuan dari dua transformasi ini adalah mendapatkan individu baru yang terbaik setelah dilakukan evaluasi pada setiap individu. Individu terbaik inilah yang diharapkan menjadi solusi optimal suatu permasalahan.

Fungsi Evaluasi (fitness function)

Fungsi evaluasi adalah salah satu tahap yang menentukan hasil dari sistem algoritme genetika. Di dalam evolusi alam, individu yang nilai evaluasinya tinggi akan bertahan hidup, sedangkan individu yang bernilai evaluasi rendah akan mati (Suyanto 2007). Pada algoritme genetika, suatu individu akan dievaluasi berdasarkan suatu fungsi tertentu sebagai ukuran fitness-nya.

) ( ) ( ) | ( Q P Q I P Q I P j j ∧ =

(12)

4

Seleksi

Seleksi adalah proses memilih individu sebagai induk yang memiliki nilai evaluasi atau kualitas yang baik (Suyanto 2007). Sementara itu, kromosom yang memiliki nilai evaluasi yang rendah memiliki peluang yang kecil untuk dipilih atau bahkan tidak terpilih ke tahapan genetika selanjutnya (Klabankoh & Pinngern 1999 dalam Pratama 2009).

Pindah Silang

Proses pindah silang adalah salah satu operator genetika pada GA yang menggabungkan dua buah kromosom induk sehingga membentuk dua buah kromosom baru. Proses pindah silang dilakukan dengan menggunakan probabilitas pindah silang. Pindah silang dilakukan pada GA bertujuan untuk mengeksplorasi sebuah solusi baru dari solusi yang sudah ada. Solusi yang terbentuk diharapkan memiliki solusi yang lebih baik (Aly 2007 dalam Pratama 2009).

Teknik pindah silang dapat dilakukan dalam berbagai cara yaitu dari one point crossover atau disebut satu titik potong, dan n-point crossover (Suyanto 2007). Teknik pada satu titik potong ialah semua gen di belakang titik potong ditukar dengan induk. teknik n-titik potong atau n-point crossover ialah menukar semua gen diantara titik potong dengan induk. Ilustrasi teknik pindah silang dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 4 Ilustrasi pindah silang satu titik potong (one point crossover).

Gambar 5 Ilustrasi pindah silang dua titik potong (two point crossover).

Mutasi

Mutasi adalah operator genetik kedua yang digunakan dalam GA. Mutasi digunakan dengan tujuan mengembalikan kerusakan akibat proses genetik. Proses mutasi akan memodifikasi nilai gen dari solusi dengan probabilitas mutasi (Aly 2007 dalam Pratama 2009). Kromosom yang dihasilkan oleh mutasi memiliki kemungkinan bernilai lebih baik atau lebih buruk dari kromosom sebelumnya. Jika kromosom tersebut lebih buruk dari kromosom sebelumnya maka mereka memiliki peluang tereliminasi pada proses seleksi. Proses mutasi direpresentasikan pada Gambar 6.

Gambar 6Proses mutasi kromosom.

Elitisme

Elitisme adalah proses yang dilakukan untuk mempertahankan suatu individu yang memiliki nilai evaluasi (fitness) tertinggi. Hal ini bertujuan agar individu yang memiliki nilai evaluasi yang tinggi, tidak rusak akibat proses genetika seperti pindah silang dan mutasi (Suyanto 2007).

Recall dan Precision

Recall dan precision adalah dua parameter yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas temu kembali. Recall menyatakan perbandingan materi relevan yang ditemukembalikan. Sedangkan precision menyatakan perbandingan materi yang ditemukembalikan yang relevan (Baeza-Yates & Ribeiro-Neto 1999).

(13)

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu : ekstraksi citra, pengukuran tingkat kemiripan dan evaluasi hasil temu kembali. Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian diilustrasikan pada Gambar 7 dan Gambar 8 berikut ini :

Gambar 7 Metode penelitian menggunakan

bayesian network.

Gambar 8 Metode Penelitian menggunakan algoritme genetika.

Data Penelitian

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 1050 citra yang dikelompokkan secara manual menjadi 10 kelas yaitu mobil, singa, matahari terbenam, tekstur, beruang, gajah, tanda panah, pemandangan, reptil, dan pesawat. Citra memiliki format TIF dengan ukuran yang bervariasi yang berasal dari http://www.fei.edu.br/~psergio/MaterialAulas/G eneralist1200.zip. Beberapa contoh citra yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Ekstraksi Ciri

Ekstraksi ciri citra pada penelitian ini dilakukan berdasarkan fitur warna, bentuk dan tekstur citra. Berikut penjelasan masing-masing ekstraksi ciri yang dilakukan.

Ekstraksi Ciri Warna

Pada awal langkah pemrosesan, citra RGB diubah menjadi HSV. Hal ini dilakukan karena HSV (Hue, Saturation, value) merupakan ruang warna yang komponen-komponennya berkontribusi langsung pada persepsi visual.

Setelah citra RGB diubah menjadi HSV, langkah selanjutnya adalah mengkuantisasi warna. Kuantisasi warna bertujuan untuk menghilangkan piksel warna yang dianggap noise, sehingga berdampak pada waktu komputasi yang lebih sedikit dan menghemat tempat penyimpanan. Penelitian ini, mengkuantisasi warna ke dalam 162 bin. Model kuantisasi warna yang digunakan adalah histogram HSV-162.

Dari hasil kuantisasi, setiap citra akan direpresentasikan dengan sebuah vektor yang memiliki elemen sebanyak 162 buah. Nilai elemen vektor menyatakan jumlah piksel citra yang masuk ke dalam bin. Setelah histogram citra selesai dihitung kemudian dilakukan normalisasi terhadap masing-masing vektor citra.

Ekstraksi Ciri Bentuk

Pada langkah awal ekstraksi ciri bentuk, citra RGB diubah menjadi citra grayscale. Setelah itu dilakukan operasi sobel edge detector terhadap citra.

Arah (direction) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

Θ = tan -1 (Gy/Gx)

dengan Gx adalah matriks hasil konvolusi terhadap citra I dengan sumbu X, sedangkan Gy

(14)

6 adalah matriks hasil konvolusi terhadap citra I

dengan sumbu Y.

Setelah edge direction diperoleh langkah berikutnya adalah menentukan piksel-piksel citra yang merupakan garis (edge). Sebuah piksel dianggap sebagai edge jika nilai magnitudonya lebih besar dari threshold yang ditentukan.

Hasil ekstraksi ciri bentuk akan menghasilkan vektor dengan elemen sebanyak 72 buah. Setelah edge dan edge direction ditentukan, langkah selanjutnya adalah menghitung jumlah piksel pada edge yang bersesuaian arahnya dengan 72 bin yang didefinisikan. Setelah itu dilakukan normalisasi vektor citra.

Ekstraksi Ciri Tekstur

Ektraksi ciri tekstur dilakukan dengan menggunakan co-occurrence matrix. Pada penelitian ini informasi tekstur direpresentasikan menggunakan energy, moment, entropy, maximum probability, contrast, correlation dan homogeneity.

Langkah awal yang dilakukan adalah menghitung co-occurrence matrix dengan empat arah berbeda yaitu 0o, 45o, 90o dan 135o, jadi untuk setiap citra akan dihasilkan empat co-occurrence matrix. Selanjutnya tujuh informasi tekstur dihitung untuk setiap co-occurrence matrix. Sehingga setiap fitur akan diperoleh empat nilai, masing-masing untuk arah 0o, 45o, 90o dan 135o . Nilai dari setiap fitur diperoleh dengan menghitung rata-rata keempat nilai fitur yang bersangkutan. Informasi tekstur untuk setiap citra akan direpresentasikan dengan sebuah vektor yang memiliki tujuh elemen dan nilai akhir dari informasi tekstur diperoleh dengan melakukan normalisasi terhadap vektor masing-masing citra.

Model Bayesian Network

Model bayesian network yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil penelitian Rodrigues dan Araujo (2004) dan digunakan oleh Pebuardi (2008) pada penelitiannya. Model bayesian network dapat digunakan dalam mengombinasikan informasi citra seperti warna, bentuk dan tekstur dalam temu kembali citra.

Informasi warna, bentuk dan tekstur masing-masing direpresentasikan dalam bentuk vektor yang panjangnya secara berurutan adalah 162 elemen, 72 elemen dan 7 elemen. Setiap bin dalam vektor ciri memiliki peluang kemunculan di setiap citra basis data. Misalkan informasi

tekstur dimodelkan pada sebuah struktur network akan terlihat sebagai berikut :

Gambar 9 Model umum bayesian network menggunakan informasi tekstur. Pada Gambar 9, node-node level pertama merupakan fitur-fitur dari informasi tekstur. Apabila informasi warna dan bentuk dimodelkan dalam bentuk network maka secara berurutan node-node level pertama akan terdiri dari 162 node untuk informasi warna dan 72 node untuk informasi bentuk. Sedangkan node-node pada level kedua merupakan citra-citra yang ada di basis data.

Pada model network yang dibangun, nilai peluang kejadian sebuah citra Ii di basis data

yang memiliki karakteristik Cj (P(Ii|Cj))

merupakan nilai elemen vektor citra Ii yang

ke-j.

Pengukuran Tingkat Kemiripan

Pada model bayesian network jika citra kueri diketahui, maka nilai peluang citra kueri untuk setiap karakteristik P(Q|Cj) dapat

diketahui. Dengan demikian, peluang terjadinya setiap citra di basis data jika diketahui sebuah citra kueri P(Ij|Q) dapat dihitung. Dengan kata

lain, nilai kemiripan antara setiap citra di basis data terhadap citra kueri dapat dihitung.

))... | ( 1 ( 1 [ ) | (Ij Q PCCj CC P =η − − ...×(1−P(CSj |CS))×(1−P(CTj |CT))] P(CCj|CC), P(CSj|CS) dan P(CTj|CT) dihitung

menggunakan cosine similarity. P(CCj|CC)

merupakan nilai kemiripan antara vektor warna citra kueri dengan vektor warna citra di basis data, P(CSj|CS) untuk vektor bentuk dan

P(CTj|CT) untuk vektor tekstur.

Hasil pada tahap ini adalah nilai kemiripan antara setiap citra di basis data dengan citra kueri. Setelah nilai kemiripan diketahui, citra-citra diurutkan berdasarkan nilai kemiripannya.

Algoritme Genetika

Algoritme genetika (GA) merupakan suatu metode pencarian yang didasarkan pada mekanisme dari seleksi dan genetika alamiah.

(15)

Proses algoritme genetika dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10Proses algoritme genetika. Proses GA diawali dengan menentukan nilai populasi awal yang terdiri dari bobot-bobot fitur. Kromosom yang terdapat di dalam populasi dibangun secara acak. Setelah populasi awal dibangun, selanjutnya adalah mengevaluasi populasi dengan fungsi evaluasi atau fungsi fitness.

Total count atau TC(w) adalah fungsi evaluasi yang digunakan pada penelitian ini. Total count adalah banyaknya citra yang relevan dari basis data yang dibangkitkan oleh persamaan fungsi integrasi dengan sekumpulan bobot fitur (Chan & King 1999 dalam Ferry 2009).

Formulasi untuk pengukuran tingkat kemiripan antara citra kueri dan basis data yaitu fungsi integrasi (Chan & King 1999 dalam Ferry 2009), sebagai berikut:

Dt (I1,I2) =

= = n i i n i i fi

w

w

D 1 1 dengan

w = bobot vektor fitur, Df = nilai kesamaan cosine,

n = banyaknya vektor fitur.

Formulasi untuk cosine sebagai berikut:

= = =

×

×

=

n i i n i i n i i i k

Q

I

Q

I

V

Eval

1 2 1 2 1

)

(

dengan

Ii = vektor ke-i citra basis data,

Qi = vektor ke-i citra kueri.

Selanjutnya dilakukan proses penyimpanan kromosom yang terbaik dari hasil evaluasi yang disebut elitisme. Elitisme bertujuan untuk mempertahankan kualitas dari kromosom yang memiliki nilai evaluasi terbaik sehingga tidak hilang atau rusak selama proses genetik berikutnya.

Setelah itu, proses seleksi dan pindah silang (crossover) dilakukan. Proses seleksi dilakukan terhadap seluruh kromosom dalam populasi. Teknik seleksi yang digunakan adalah teknik Roulette Wheele dengan menghitung probabilitas seleksi dengan rumus sebagai berikut : ), ( k k EvalV P = k =1,2,...PopSize

= = PopSize i k V Eval F 1 ) (

Probabilitas seleksi kumulatif (qk) untuk setiap

kromosom Vk : F P q k j j k ∑ =

=

1

Algoritme seleksi sebagai berikut:

Langkah 1 : Bangkitkan bilangan acak r antara [0,1]

Langkah 2 : Jika r ≤ q1, pilih kromosom V1,

kalau tidak pilih kromosom k dengan ketentuan :

Vk (2 ≤ k ≤ Pop.Size) dan

qk-1 ≤ r ≤ qk

Proses seleksi induk secara singkat adalah memilih kromosom berdasarkan rangking hasil evaluasi. Kromosom dengan rangking tertinggi akan memiliki peluang yang lebih besar untuk terpilih dibandingkan kromosom lainnya.

Populasi hasil proses seleksi dilanjutkan ke proses genetika berikutnya yaitu pindah silang. Pindah silang berguna untuk membuat populasi baru yang lebih baik dari populasi sebelumnya.

(16)

8 Proses pindah silang merupakan proses

lanjutan dari proses seleksi. Proses pemilihan induk dilakukan dengan cara mengambil nilai acak yang bernilai lebih kecil dari peluang pindah silang Pc. Untuk dapat melakukan proses

pindah silang dibutuhkan dua kromosom induk. Pindah silang yang digunakan adalah penyilangan satu titik (one-point crossover). Diagram alur proses pindah silang dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11Diagram alur proses pindah silang. Proses selanjutnya adalah mutasi. Mutasi bertujuan mengganti gen bobot yang rusak atau dinilai tidak baik dalam kromosom. Pergantian nilai gen tersebut berdasarkan nilai acak. Peluang mutasi Pm menentukan jumlah gen di

dalam satu populasi yang diharapkan mengalami mutasi.

Populasi baru hasil mutasi, selanjutnya dievaluasi kembali dan diseleksi untuk mengetahui kromosom yang memiliki nilai fitness terbaik. Demikian seterusnya, kromosom-kromosom dalam populasi akan senantiasa berevolusi melalui iterasi berurutan hingga terpenuhinya kriteria penghentian GA.

Kromosom yang dihasilkan suatu generasi diharapkan dapat lebih baik daripada generasi sebelumnya. Generasi terakhir setelah kriteria penghentian tercapai adalah kromosom yang terdiri dari bobot optimal untuk masing-masing fitur. Bobot fitur citra ini selanjutnya akan diintegrasikan ke dalam fungsi kemiripan dalam temu kembali citra sehingga diharapkan menghasilkan temu kembali citra yang lebih baik.

Evaluasi Hasil Temu Kembali

Tahap evaluasi temu kembali dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam proses temu kembali citra terhadap sejumlah koleksi pengujian. Pada tahap evaluasi dilakukan penilaian kinerja sistem dengan melakukan pengukuran recall dan precision dari proses temu kembali.

Lingkup Pengembangan Sistem

Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah Windows XP profesional, Visual c++ 2005 Express Edition dan juga CImg Library. Perangkat keras yang digunakan adalah sebuah notebook dengan prosesor intel core 2 duo 1.5 GHz, memori 2.5 GB dan hard disk 200 GB.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Ciri Citra

Ekstraksi Ciri Warna

Hasil dari ekstraksi ciri warna untuk seluruh citra yang ada di basis data adalah sebuah matriks berukuran 1050x162. Jumlah citra di basis data sebanyak 1050 dan vektor ciri warna sebanyak 162 buah.

Ekstraksi Ciri Bentuk

Pada ekstraksi ciri bentuk, operasi sobel edge detector dilakukan pada setiap citra basis data. Hasil dari ekstraksi ciri bentuk adalah matriks berukuran 1050x72. jumlah citra di basis data sebanyak 1050 dan vektor ciri bentuk sebanyak 72.

Ekstraksi Ciri Tekstur

energy, moment, entropy, maximum probability, contrast, correlation dihitung dan direpresentasikan dengan co-occurrence matrix. Hasil akhir ekstraksi ciri tekstur adalah matriks berukuran 1050x7.

Algoritme Genetika

Berikut ini adalah tahapan-tahapan algoritme genetika yang dilakukan pada penelitian ini.

Representasi Kromosom dan Populasi Awal

Representasi kromosom dan populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebuah vektor yang didefinisikan sebagai berikut:

(17)

C = (w1, w2, w3),

dengan

C = kromosom, w1 = bobot fitur warna,

w2 = bobot fitur bentuk,

w3 = bobot fitur tekstur,

P = (C1, C2, ..., C30),

Dengan

P = populasi, C1 = kromosom ke-1.

Populasi awal yang digunakan terdiri dari 30 kromosom dengan panjang gen kromosom sebanyak tiga buah. Banyaknya gen menunjukkan jumlah fitur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu warna, bentuk dan tekstur. Populasi awal dibangun secara acak. Kromosom inilah yang kemudian akan menjadi solusi pemecahan dalam masalah pembobotan fitur automatis pada temu kembali citra. • Fungsi Evaluasi

Pada penelitian ini yang ingin dicapai adalah mendapatkan bobot-bobot fitur optimal sehingga dapat meningkatkan relevansi hasil temu kembali citra. Pada tahap ini setiap kromosom akan dihitung nilai evaluasinya. Fungsi evaluasi yang digunakan pada penelitian ini adalah total count atau TC(w). TC(w) didefinisikan sebagai banyaknya citra yang relevan dari basis data yang dibangkitkan oleh persamaan fungsi integrasi dari suatu kromosom (Chan & King 1999). Semakin besar nilai total count dari suatu kromosom maka akan semakin baik kualitas kromosom tersebut.

Formulasi untuk pengukuran tingkat kemiripan antara citra kueri dan basis data adalah fungsi integrasi yang disajikan sebagai berikut: Dt (I1,I2) =

= = n i i n i i fi

w

w

D 1 1

Dengan w adalah bobot vektor fitur, Dfadalah

nilai kesamaan cosine, dan n adalah banyaknya vektor fitur (Chan & King 1999).

Elitisme

Nilai evaluasi Kromosom atau individu akan diurutkan untuk mengetahui kromosom yang memiliki nilai evaluasi terbaik. Kromosom yang memiliki nilai evaluasi terbaik akan disimpan agar tidak rusak oleh proses genetika. Jumlah

kromosom yang disimpan dalam penelitian ini adalah sebanyak dua nilai terbaik.

Seleksi Individu

Teknik yang digunakan dalam menyeleksi kromosom adalah teknik Roullete Wheele. Seleksi dilakukan dengan cara mengambil nilai acak. Jika nilai tersebut lebih kecil dari nilai probabilitas kumulatif yang telah ditentukan, maka kromosom tersebut akan terpilih untuk tetap bertahan ke generasi selanjutnya.

Kromosom yang memiliki nilai evaluasi lebih besar akan memiliki peluang lebih besar pula untuk terpilih. Kromosom yang terpilih akan bertahan pada generasi selanjutnya. • Pindah Silang

Teknik one point crossover digunakan pada proses pindah silang. Proses pindah silang diawali dengan memilih induk yang akan dipindahsilangkan. Pemilihan induk dilakukan dengan cara mengambil nilai acak yang bernilai lebih kecil dari peluang pindah silang Pc.

Peluang pindah silang yang digunakan sebesar 0.8.

Gen-gen yang dimiliki oleh kromosom induk akan dipindahsilangkan sesuai dengan titik potongnya. Hasil dari pindah silang adalah terbentuknya dua buah kromosom baru. • Mutasi

Proses mutasi merupakan proses mengganti nilai gen pada kromosom yang telah dipilih sebelumnya dengan nilai acak. Nilai acak yang diambil menyatakan posisi gen-gen yang akan dimutasi. Nilai peluang mutasi Pm yang

ditentukan dalam GA adalah sebesar 0.10. Populasi baru hasil mutasi akan dievaluasi kembali untuk mengetahui kualitas kromosom yang terbentuk. Kemudian populasi tersebut akan terus dilanjutkan ke generasi selanjutnya. • Kriteria Penghentian

Kriteria penghentian yang digunakan dalam penelitian ini adalah batasan maksimum sebanyak 30 iterasi. Jika iterasi telah mencapai maksimum, maka proses genetik akan selesai dan menghasilkan populasi yang lebih baik dari sebelumnya. Kromosom dari populasi yang memiliki nilai Total Count (w) tertinggi merupakan bobot-bobot fitur optimal yang selanjutnya digunakan dalam proses temu kembali citra.

(18)

10

Hasil Temu Kembali

Hasil temu kembali adalah tahapan akhir setelah pembobotan ciri citra dengan menggunakan model bayesian network dan algoritme genetika dilakukan. Contoh hasil temu kembali pada kelas mobil menggunakan bayesian network dan algoritme genetika dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13 berikut ini.

Gambar 12 Hasil temu kembali citra menggunakan bayesian network.

Gambar 13 Hasil temu kembali citra menggunakan algoritme genetika.

Evaluasi Hasil Temu Kembali

Pada evaluasi hasil temu kembali, recall dan precision dihitung untuk menentukan tingkat keefektifan sistem temu kembali. Untuk mendapatkan nilai precision dari suatu kelas, maka setiap citra yang ada di masing-masing kelas dijadikan sebagai citra kueri. Nilai precision untuk kelas tersebut diperoleh dengan merata-ratakan nilai precision dari setiap citra kueri. Metode penghitungan nilai precision menggunakan interpolasi dengan aturan (Baeza-Yates & Ribeiro-Neto 1999) sebagai berikut:

dengan

rj∈{0.0, 0.1, …, 1.0},

r0 = 0.0, r1 = 0.1, …, r10=1.0

Pada uraian di bawah ini akan dipaparkan nilai precision untuk beberapa kelas, yaitu mobil, tekstur, gajah dan tanda panah. Nilai precision yang disajikan merupakan perbandingan antara nilai precision temu kembali menggunakan algoritme genetika dengan nilai precision menggunakan bayesian network.

Tabel 1 menunjukkan perbandingan nilai precision pada kelas mobil. Pada kelas ini, terdapat 171 citra. Secara umum nilai precision menggunakan algoritme genetika lebih tinggi dibandingkan menggunakan bayesian network. Tabel 1Perbandingan nilai recall precision

pada kelas mobil

Recall BN GA 0 0,5423 0,6813 0.1 0,3717 0,4936 0.2 0,3254 0,4231 0.3 0,3099 0,3896 0.4 0,3006 0,3669 0.5 0,2893 0,3441 0.6 0,2792 0,3233 0.7 0,2665 0,3017 0.8 0,2527 0,2740 0.9 0,2377 0,2334 1 0,1922 0,1700

Pada Tabel 2 disajikan nilai precision pada kelas tekstur. Kelas tekstur terdiri dari 170 citra. Secara umum nilai precision menggunakan bayesian network lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan algoritme genetika.

(19)

Tabel 2 Perbandingan nilai recall precision pada kelas tekstur

Recall BN GA 0 0,5887 0,7357 0.1 0,5066 0,5290 0.2 0,4928 0,4376 0.3 0,4678 0,3949 0.4 0,4370 0,3580 0.5 0,4041 0,3253 0.6 0,3602 0,2948 0.7 0,3165 0,2707 0.8 0,2746 0,2426 0.9 0,2276 0,2077 1 0,1666 0,1674

Pada Tabel 3 disajikan nilai precision pada kelas gajah. Kelas gajah terdiri dari 93 citra. Secara umum nilai precision menggunakan algoritme genetika lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan bayesian network. Tabel 3 Perbandingan nilai recall precision

pada kelas gajah

Recall BN GA 0 0,4169 0,7030 0.1 0,2693 0,5772 0.2 0,2300 0,4198 0.3 0,2158 0,3557 0.4 0,2051 0,3240 0.5 0,1947 0,2903 0.6 0,1813 0,2593 0.7 0,1653 0,2310 0.8 0,1530 0,2083 0.9 0,1409 0,1809 1 0,1161 0,1407

Pada Tabel 4 disajikan nilai precision pada kelas tanda panah. Kelas tanda panah terdiri dari 39 citra. Secara umum nilai precision menggunakan bayesian network lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan algoritme genetika.

Tabel 4 Perbandingan nilai recall precision pada kelas tanda panah

Recall BN GA 0 0,9095 0,8282 0.1 0,9095 0,8048 0.2 0,9095 0,6423 0.3 0,9000 0,5858 0.4 0,8917 0,4484 0.5 0,8850 0,3487 0.6 0,8597 0,2692 0.7 0,8195 0,2270 0.8 0,7250 0,1456 0.9 0,6587 0,0695 1 0,3461 0,0427

Berdasarkan Tabel 1, 2, 3 dan 4 dapat dilihat model bayesian network memiliki nilai precision yang lebih tinggi pada setiap recall untuk kelas tekstur dan tanda panah. Kelas tekstur dan kelas tanda panah secara visual, memiliki kemiripan warna bentuk dan juga tekstur. Sedangkan algoritme genetika memiliki nilai precision yang lebih tinggi hampir disetiap recall dibandingkan bayesian network pada kelas Mobil dan juga kelas gajah. Pada Kelas mobil dan juga kelas gajah secara visual, memiliki ciri warna dan tekstur yang cukup beragam, tetapi memiliki kemiripan bentuk.

Pada Tabel 5 disajikan perbandingan nilai recall precision untuk semua citra di basis data. Tabel 5 Perbandingan nilai recall precision

semua citra di basis data

Recall BN GA 0 0,4904 0,6589 0.1 0,3699 0,4879 0.2 0,3396 0,3714 0.3 0,3193 0,3219 0.4 0,3019 0,2878 0.5 0,2850 0,2603 0.6 0,2679 0,2358 0.7 0,2505 0,2155 0.8 0,2269 0,1927 0.9 0,2015 0,1661 1 0,1463 0,1311

Berdasarkan Tabel 5, algoritme genetika memiliki nilai precision yang lebih tinggi dibandingkan bayesian network hingga recall ke 0.3. Tabel perbandingan nilai precision untuk kelas yang lain dapat dilihat pada Lampiran 2.

(20)

12 Gambar 14 dan 15 adalah grafik

perbandingan nilai rata-rata precision setiap kelas. Gambar 14 merupakan grafik nilai rata-rata precision setiap kelas menggunakan

bayesian network. Gambar 15 merupakan grafik nilai rata-rata precision setiap kelas menggunakan algoritme genetika.

Rata-rata recall precision setiap kelas menggunakan Bayesian Network

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Recall P re c is io n

Mobil Singa Matahari Terbenam

Tekstur Beruang Gajah

Tanda Panah Pemandangan Reptil

Pesawat

Gambar 14 Grafik rata-rata recall precision setiap kelas menggunakan bayesian network.

Rata-rata recall precision setiap kelas menggunakan Algoritme Genetika

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Recall P re c is io n

Mobil Singa Matahari Terbenam

Tekstur Beruang Gajah

Tanda Panah Pemandangan Reptil

Pesawat

(21)

Berdasarkan Gambar 14 dan 15, kelas tanda panah memiliki nilai precision yang paling tinggi dan kelas reptil memiliki nilai precision yang paling rendah. Kelas tanda panah memiliki ciri warna, bentuk dan tekstur yang tidak terlalu beragam. Sedangkan pada kelas reptil memiliki ciri warna, bentuk dan tekstur yang beragam. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 1 contoh citra yang digunakan. Berdasarkan Gambar 14, dibandingkan dengan algoritme genetika, bayesian network memiliki performa terbaik atau memiliki nilai precision yang tinggi pada kelas tanda panah, pesawat dan tekstur. Secara visual ketiga kelas tersebut memiliki ciri warna, bentuk dan tekstur yang tidak terlalu beragam.

Berdasarkan Gambar 15, algoritme genetika memiliki performa yang baik atau memiliki nilai precision yang tinggi dibandingkan bayesian network pada kelas mobil, singa, matahari terbenam, beruang, gajah, pemandangan dan reptil. Secara visual, kelas mobil, singa, matahari terbenam, beruang, gajah, pemandangan dan reptil memiliki keberagaman warna, tekstur dan bentuk.

Berdasarkan pengamatan tersebut, bayesian network baik digunakan pada kelas yang memiliki ciri warna, bentuk dan tekstur yang tidak terlalu beragam. Sedangkan algoritme genetika baik digunakan pada kelas yang memiliki keberagaman warna, bentuk dan tekstur. Grafik perbandingan nilai precision tiap kelas menggunakan bayesian network dan algoritme genetika disajikan pada Lampiran 3.

Gambar 16 adalah grafik perbandingan nilai recall precision antara bayesian network dengan algoritme genetika.

Grafik recall precision

menggunakan Bayesian Network dan Algoritm e Genetika

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Recall P re c is io n BN GA

Gambar 16 Grafik recall precision Menggunakan bayesian network dan algoritme genetika.

Berdasarkan Gambar 16, algoritme genetika meningkatkan nilai precision pada awal recall hingga recall ke 0.3. Sedangkan bayesian network memiliki nilai precision lebih tinggi dibandingkan algoritme genetika setelah recall ke 0.3. Dengan kata lain hingga recall ke 0.3, algoritme genetika memiliki tingkat relevansi citra-citra yang ditemukembalikan lebih tinggi dibandingkan bayesian network.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penelitian ini telah mengimplementasikan dan membandingkan kinerja pembobotan fitur citra pada temu kembali citra menggunakan bayesian network dan algoritme genetika. Fitur yang digunakan yaitu warna, bentuk dan tekstur. Algoritme genetika memiliki kinerja yang baik hingga recall ke 0.3, sedangkan bayesian network memiliki kinerja yang baik setelah recall ke 0.3. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata peningkatan nilai precision antara bayesian network dengan algoritme genetika hingga recall ke 0.3 sebesar 19,1%. Berdasarkan hasil percobaan tersebut sistem temu kembali menggunakan algoritme genetika lebih baik dibandingkan bayesian network karena mampu menghasilkan gambar yang lebih baik hingga recall ke 0.3.

Saran

Saran dari penelitian ini adalah menggunakan metode lain untuk ekstraksi ciri warna, bentuk dan tesktur citra untuk mendapatkan ciri yang lebih baik. Sehingga mampu meningkatkan kinerja algoritme genetika dan bayesian network pada temu kembali citra.

DAFTAR PUSTAKA

Baeza-Yates R, Berthier Ribeiro-Neto. 1999. Modern Information Retrieval. New York : Addison Wesley.

Gonzalez RC, Woods RE, Eddins SL. 2004. Digital Image Processing Using Matlab. New Jersey : Pearson Prentice Hall.

Osadebey ME. 2006. Integrated Content-Based Image Retrieval Using Texture, Shape and Spatial Information [thesis]. Umea : Department of Applied Physics and Electronics, Umea University.

(22)

14 Pebuardi, R. 2008. Pengukuran Kemiripan

Citra Berbasis Warna, Bentuk, dan Tekstur Menggunakan Bayesian Network [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

Pratama, F. 2009. Algoritme Genetika Untuk Optimasi Pembobotan Fitur Pada Temu Kembali Citra [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

Rodrigues PS & Arnaldo de Albuquerque Araujo. 2004. A Bayesian Network Model Combining Color, Shape and Texture Information to Improve Content Based Image Retrieval Systems. LNCC, Petropolis, Brazil. Shao et al. 2003. Automatic Feature Weight

Assignment Based on Genetic Algorithm for Image Retrieval. China. Suyanto. 2007. Artificial Intelligence,

searching, reasoning, planning and learning. Penerbit Informatika: Bandung.

(23)
(24)

16 Lampiran 1Contoh citra yang digunakan untuk masing-masing kelas

1. Kelas mobil

Citra 1 Citra 6 Citra 89 Citra 129

Citra 150 Citra 135 Citra 19 Citra 75

2. Kelas singa

Citra 173 Citra 179 Citra 193

Citra 212

Citra 208 Citra 230 Citra 260 Citra 266

3. Kelas matahari terbenam

Citra 270 Citra 278 Citra 291 Citra 297

Citra 298 Citra 306 Citra 309 Citra 320

4. Kelas tekstur

(25)

Lampiran 1 Lanjutan

Citra 409 Citra 421 Citra 441 Citra 450

5. Kelas beruang

Citra 549 Citra 552 Citra 557 Citra 563

Citra 569 Citra 573 Citra 583 Citra 589

6. Kelas gajah

Citra 635 Citra 650 Citra 653 Citra 658

Citra 661 Citra 665 Citra 705 Citra 723

7. Kelas tanda panah

Citra 730 Citra 733 Citra 745 Citra 750

(26)

18 Lampiran 1 Lanjutan

8. Kelas pemandangan

Citra 769 Citra 772 Citra 776 Citra 821

Citra 838 Citra 845 Citra 855 Citra 871

9. Kelas reptil

Citra 901 Citra 908 Citra 902 Citra 915

Citra 927 Citra 946 Citra 936 Citra 948

10.Kelas pesawat

Citra 956 Citra 962 Citra 976

Citra 979

(27)

Lampiran 2 Perbandingan nilai recall precision pada kelas singa, matahari terbenam, beruang, pemandangan, reptil, dan pesawat

1. Perbandingan nilai recall precision pada kelas singa

Recall BN GA 0 0,4358 0,6740 0.1 0,3256 0,5417 0.2 0,2869 0,3987 0.3 0,2519 0,3548 0.4 0,2293 0,3242 0.5 0,2136 0,3032 0.6 0,2020 0,2790 0.7 0,1961 0,2574 0.8 0,1885 0,2285 0.9 0,1752 0,1979 1 0,1364 0,1479

2.Perbandingan nilai recall precision pada kelas matahari terbenam Recall BN GA 0 0,5468 0,6838 0.1 0,3843 0,5811 0.2 0,3282 0,4277 0.3 0,3027 0,3560 0.4 0,2862 0,3079 0.5 0,2760 0,2691 0.6 0,2654 0,2344 0.7 0,2488 0,2007 0.8 0,2298 0,1758 0.9 0,1967 0,1468 1 0,1187 0,1040

3. Perbandingan nilai recall precision pada kelas beruang Recall BN GA 0 0,3515 0,5772 0.1 0,2029 0,3970 0.2 0,1768 0,2478 0.3 0,1603 0,2032 0.4 0,1494 0,1726 0.5 0,1417 0,1524 0.6 0,1360 0,1357 0.7 0,1295 0,1246 0.8 0,1232 0,1188 0.9 0,1143 0,1110 1 0,0974 0,0990

(28)

20 Lampiran 2 lanjutan

4. Perbandingan nilai recall precision pada kelas pemandangan Recall Bayes GA 0 0,3840 0,6206 0.1 0,2419 0,3938 0.2 0,2217 0,2799 0.3 0,2085 0,2334 0.4 0,1990 0,2085 0.5 0,1900 0,1899 0.6 0,1817 0,1765 0.7 0,1719 0,1662 0.8 0,1608 0,1536 0.9 0,1483 0,1408 1 0,1295 0,1256

5. Perbandingan nilai recall precision pada kelas reptil

Recall Bayes GA 0 0,2038 0,3939 0.1 0,1229 0,1887 0.2 0,0937 0,1222 0.3 0,0850 0,1064 0.4 0,0775 0,0989 0.5 0,0721 0,0918 0.6 0,0688 0,0871 0.7 0,0687 0,0839 0.8 0,0684 0,0806 0.9 0,0663 0,0754 1 0,0595 0,0642

6. Perbandingan nilai recall precision pada kelas pesawat Recall Bayes GA 0 0,5862 0,6289 0.1 0,5302 0,4445 0.2 0,5121 0,3226 0.3 0,4805 0,2364 0.4 0,4425 0,2047 0.5 0,3986 0,1866 0.6 0,3722 0,1687 0.7 0,3561 0,1559 0.8 0,2946 0,1402 0.9 0,2392 0,1301 1 0,1405 0,1156

(29)

Lampiran 3 Grafik Perbandingan nilai rata-rata precision tiap kelas menggunakan bayesian network dan algoritme genetika

1. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas mobil menggunakan bayesian network dan algoritme genetika

Recall precision kelas m obil

m enggunakan Bayesian Network dan Algoritm e Genetika

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Recall P re c is io n BN GA

2. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas singa menggunakan bayesian network dan algoritme genetika

Recall precision kelas singa

m enggunakan Bayesian Network dan Algoritm e Genetika

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Recall P re c is io n BN GA

3. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas matahari terbenam menggunakan bayesian network dan algoritme genetika

Reca ll precision ke las m atahari te rbenam m e nggunakan Ba yesia n Network dan Algoritm e Gene tika

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Recall P re c is io n BN GA

(30)

22 Lampiran 3 Lanjutan

4. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas tekstur menggunakan bayesian network dan algoritme genetika

Recall precision kelas tekstur

m enggunakan Bayesian Network dan Algoritm e Genetika

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Recall P re c is io n BN GA

5. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas beruang menggunakan bayesian network dan algoritme genetika

Recal l precisi on kelas beruang

m enggunakan Bayesian Network dan Algoritm e Genetika

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Recall P re c is io n BN GA

6. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas gajah menggunakan bayesian network dan algoritme genetika

Recall precision kelas gajah

m enggunakan Bayesian Network dan Algoritm e Genetika

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Recall P re c is io n BN GA

(31)

Lampiran 3 Lanjutan

7. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas tanda panah menggunakan bayesian network dan algoritme genetika

Recall preci sion kelas tanda panah

m enggunakan Bayesian Network dan Algoritm e Genetika

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Recall P re c is io n BN GA

8. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas pemandangan menggunakan bayesian network dan algoritme genetika

Recall preci si on kelas pem andangan m enggunakan Bayesian Network dan Algoritm e Genetika

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Recall P re c is io n BN GA

9. Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas reptil menggunakan bayesian network dan algoritme genetika

Recall preci si on kelas reptil

m enggunakan Bayesi an Network dan Algoritm e Genetika

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Recall P re c is io n BN GA

(32)

24 Lampiran 3 Lanjutan

10.Grafik perbandingan nilai rata-rata precision pada kelas pesawat menggunakan bayesian network dan algoritme genetika

Recall preci sion kelas pesaw at

m enggunakan Bayesian Network dan Algoritm e Genetika

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Recall P re c is io n BN GA

Gambar

Gambar 1 Diagram content based image  retrieval.
Gambar 2 Contoh pembangunan co- co-occurrence matrix.
Ilustrasi teknik pindah silang dapat  dilihat pada  Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 7 Metode penelitian menggunakan     bayesian network.
+7

Referensi

Dokumen terkait

PPSAK 9 tentang Pencabutan ISAK 5: Interpretasi atas Paragraf 14 PSAK 50 (1998) tentang Pelaporan Perubahan Nilai Wajar Investasi Efek dalam Kelompok Tersedia untuk

Namun, manusia (muslim) wajib berikthiar memperkecil risiko yang timbul. Salah satunya caranya adalah menabung. Tetapi upaya tersebut seringkali tidak memadai, karena

Oleh sebab itu kajian tentang pluralisme dan kesadaran akan pentingnya pluralitas dari bangsa Indonesia sangat penting. Ya karena memang bangsa Indonesia adalah

Sedangkan hasil dari data rekam medic tahun 2014, menunjukkan bahwa responden yang bekerja lebih beresiko mengalami perdarahan daripada ibu yang tidak bekerja,

Hepatitis B kronis adalah penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B persisten... dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di dalam

Jumlah SD dan SMP yang dilakukan promosi Kesehatan penyakit berpotensi wabah yang dapat dicegah minimal 1 kali dalam

Hasil: Infusa daun rambutan memiliki aktivitas larvasida dengan konsentrasi efektif sebesar 50% yang menyebabkan mortalitas larva 97% serta tidak memiliki perbedaan yang

Salah satu hal terhebat yang dapat dilakukan oleh seorang percaya yang muda adalah dengan membuat suatu cara yang sistematis dalam pembacaan Alkitab – Buku Firman Tuhan – seumur