• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Transportasi dalam Pemilihan Lokasi Tempat Tinggal di Kota Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Transportasi dalam Pemilihan Lokasi Tempat Tinggal di Kota Bandung"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Transportasi dalam Pemilihan Lokasi Tempat Tinggal

di Kota Bandung

Oleh :

Najid

Mahasiswa Program Doktoral Pascasarjana Teknik Sipil ITB Gd.Lab.Tek.I Lantai 2

Jl.Ganesha 10 Bandung –40132 Telp./Fax : (022) 2502350

e-mail: najid@trans.si.itb.ac.id

Prof.Ir.Hang Tuah Salim,MOcE.PhD. Staf Pengajar

Jurusan Teknik Sipil ITB Gd.Lab.Tek.I Lantai 2 Jl.Ganesha 10 Bandung –40132 Telp./Fax : (022) 2502350 e-mail: Tuah@melsa.net.id. Prof.Ir.Ofyar Z.Tamin,MSc.PhD. Staf Pengajar

Jurusan Teknik Sipil ITB Gd.Lab.Tek.I Lantai 2 Jl.Ganesha 10 Bandung –40132 Telp./Fax : (022) 2502350 e-mail: ofyar@trans.si.itb.ac.id Ir.Ade Sjafruddin,MSc.PhD. Staf Pengajar

Jurusan Teknik Sipil ITB Gd.Lab.Tek.I Lantai 2

Jl.Ganesha 10 Bandung –40132 Telp./Fax : (022) 2502350

e-mail:ades@trans.si.itb.ac.id

Abstrak

Tata guna lahan yang terjadi sering tidak sesuai dengan perencanaan tata guna lahan yang telah dibuat oleh pemerintah sehingga hal tersebut dapat menyebabkan ketidak teraturan pola tempat tinggal penduduk yang mengakibatkan inefisiensi dalam perjalanan. Fenomena ini mengindikasikan pentingnya memahami perilaku orang dalam memilih tempat tinggal. Pada makalah ini pemodelan dilakukan dengan analisis

stated preference dan menggunakan pendekatan logit model yang mengarah kepada :

- Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi tempat tinggal di kota Bandung. - Mengembangkan model yang dapat menjelaskan perilaku pemilihan tempat tinggal di kota Bandung. - Mengukur sensitivitas respons orang terhadap perubahan atribut model.

Pada makalah ini atribut model dibatasi pada atribut perjalanan (transportasi) yaitu aksesibilitas dan atribut lahan yang ditetapkan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi tempat tinggal. Dari kuesioner didapatkan atribut perjalanan adalah nilai aksesibilitas dari lokasi lahan pemukiman ke lokasi pusat perbelanjaan (pasar), angkutan umum, sekolah dan tempat kerja, sedangkan atribut lahan adalah harga lahan dan luas lahan. Model hubungan antara atribut perjalanan dan atribut lahan dengan keputusan pemilihan lokasi tempat tinggal menggambarkan utilitas dari lokasi pemukiman. Pada contoh kasus perumahan Vijaya Kusuma dan perumahan Kopo Permata maka berdasarkan model akan terjadi 93% demand yang memilih lokasi Vijaya Kusuma dan 3% demand yang memilih lokasi Permata Kopo.

1. Latar Belakang

Parengkuan (1991) menyatakan masalah ketersediaan lahan semakin parah dengan adanya kasus-kasus seperti lahan-lahan yang semula telah dialokasikan untuk suatu kegiatan tertentu dalam rencana kota, pada saat akan diimplementasikan sering telah digunakan oleh jenis kegiatan lainnya. Demikian pula pembangunan-pembangunan yang dilakukan masyarakat kota sering tidak sesuai dan/atau searah dengan apa yang telah direncanakan dalam rencana kota oleh karena masalah ketersediaan lahan. Salah satu instrumen perangkat kebijakan lahan kota untuk mengendalikan permasalahan tersebut adalah pajak lahan kota atau Pajak Bumi dan Bangunan disingkat PBB. Hasil analisis menunjukkan bahwa pajak bangunan lebih mempunyai hubungan

(2)

dengan pembentukan lahan kota dibandingkan dengan pajak bumi untuk kasus kotamadya Bandung (Parengkuan,1991)

Winarso (1995) menyatakan selama ini perubahan guna lahan mudah saja terjadi yang kemudian disahkan pada evaluasi rencana berikutnya. Keadaan ini tentu tidak benar, bahkan sering pula menyulut ketidak puasan masyarakat karena perubahan yang terjadi tidak sesuai dengan rencana yang telah diketahui masyarakat. Perubahan juga mempunyai dampak yang besar terhadap pengeluaran publik, terutama jika perubahan itu untuk guna lahan yang lebih komersial seperti pusat perbelanjaan, pertokoan, perkantoran dan lain sebagainya.

Selama kurun waktu tahun 1980-1990 , kotamadya Bandung memiliki tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 1,86% pertahun dengan jumlah penduduk tahun 1990 berdasarkan hasil sensus sebesar 2.056.915 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 122.95 jiwa perhektar. Sebagian besar penduduk yang tinggal di pinggiran kota dominan bekerja di kotamadya Bandung (tiap hari melakukan kegiatan penglaju/ komuting). Berdasarkan kondisi ini diperkirakan jumlah penduduk siang di kotamadya Bandung 1,5 kali lebih besar dari jumlah penduduk malam (Bappeda, 1997). Antara tahun 1990-1995, kotamadya Bandung memiliki tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 1,64% pertahun dengan jumlah penduduk tahun 1995 sebesar 2.231.385 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 133,38 jiwa per-hektar. Berdasarkan proyeksi penduduk, maka jumlah penduduk akan mencapai 2.385.590 jiwa pada tahun 2000 dengan laju pertumbuhan penduduk 1,17% dan 2.728.411 jiwa pada tahun 2017 (laju pertumbuhan penduduk 0,46%).

Pada tahun 1990 (setelah perluasan) penggunaan dominan di kotamadya Bandung adalah perumahan (52,56%) , lahan kosong berupa tegalan atau sawah (41,53%), industri (3,65%), fasilitas sosial (3,33%) dan ekonomi perdagangan (2,68%). Dilihat dari penyebaran kegiatan komersial dan jasa, kegiatan tersebut cenderung menyebar ke arah utara (Jl.Merdeka-Dago, Jl.Sukajadi, Jl.Setiabudi). dan ke arah selatan. Perkembangan industri pada kawasan perluasan tersebut dominan terkonsentrasi pada kawasan Jl.Raya Ujungberung dan Gedebage. Terdapat pula kecenderungan yang kuat pada perkembangan kawasan perluasan terutama kawasan-kawasan pinggiran dan kantong-kantong bagian wilayah selatan dan timur kota sebagai kawasan-kawasan tempat tinggal dan penempatan berbagai kegiatan fungsional perkotaan. Namun demikian dominasi kegiatan masih terlihat pada kawasan kotamadya lama terutama pada kawasan pusat kota (Bappeda, 1998).

Perkembangan lanjut dari pusat-pusat kesempatan kerja baru terlihat dengan menjamurnya kawasan perumahan skala besar yang dibangun sejak awal 1980-an yakni dalam bentuk beberapa pusat distrik dan lingkungan. Selain bekerjanya daya tolak kawasan pusat, pertumbuhan kawasan perumahan ini juga dipengaruhi oleh kebijaksanaan pembiayaan pembangunan perumahan lewat fasilitas kredit perbankan. Pada awal tahun 1990-an pusat-pusat perkembangan semakin mantap bersama-sama dengan perkembangan beberapa pusat sekunder di kawasan pinggiran dalam, misalnya pusat sekunder Maskumambang, Setrasari dan pusat Buahbatu, yang terakhir ini tidak direncanakan sebelumnya. Di sepanjang jalan Soekarno Hatta kemudian bermunculan kegiatan perdagangan dan jasa berskala besar, menengah dan kecil serta beberapa kampus pendidikan tinggi.

Pengembangan kegiatan perkotaan lainnya dikembangkan berdasarkan kegiatan dominan, kebijakan dan strategi pengembangan tata ruang yang ada, dengan menjelaskan fungsi dan

beberapa pembatas untuk mengendalikan dan mengoptimalkan penggunaan lahan dan

(3)

2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

2.1. Melakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi tempat tinggal.

2.2. Membuat model yang menggambarkan karakteristiik perilaku pemilihan lokasi tempat

tinggal tersebut.

2.3. Mengetahui karakteristik perilaku pemilihan lokasi tempat tinggal

3. Landasan Teori

Pembangunan jalan bebas hambatan (expressway) telah merubah lingkungan kota seperti perilaku

individu, struktur sosial ekonomi serta mempengaruhi perencanaan wilayah dan fasilitas transportasi (Transportation 20 : 305 – 323, 1993). Ketika tingkat pelayanan transportasi meningkat dengan adanya proyek maka biaya transportasi (waktu tempuh) akan berubah serta harga jual (sewa) lahan dan harga-harga lainnya berubah sesuai dengan keseimbangan pasar, sebagai hasil dari semua itu pola tata guna lahan di area kota tersebut akan berubah karena utilitas atau tingkat keuntungan dari masing-masing sektor sosial ekonomi akan berubah (Transportation 20 : 267 – 283, 1993).

Secara teori, kebijakan tata guna lahan akan meningkatkan harga rumah dengan berbagai variasi (Ned Levine, Urban Studies, Vol. 36 No.12. 2047-2068, 1999). Dalam kasus di Trinidad, peningkatan harga lahan yang cepat tidak hanya disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi dan penduduk sebagaimana diperkirakan oleh teori ekonomi tetapi juga sebagai hasil dari kendala institusi dan peraturan lingkungan yang menghambat kecepatan penyediaan lahan (Ayse Pamuk & David E.Dowall, Urban Studies, Vol.35, No.2, 285-299,1998). Sedangkan dalam kasus di kota

Granada, nilai lahan mengikuti multicentric behaviour (Jorge Chica Olmo (Urban Studies, Vol.

32 No.8, 1331-1344, 1995).

Teori ekonomi dari ukuran kota menyatakan bahwa ukuran kota yang optimal dapat terealisasi apabila aglomerasi ekonomi seperti pendapatan daerah seimbang atau mendekati aglomerasi dis-ekonomi seperti kemacetan, polusi dll. (Xiao Ping Zheng, Urban Studies, Vol. 35 No.1. 95-112, 1998). Sementara itu hubungan antara pendapatan daerah terhadap kebutuhan akan jumlah rumah kurang elastis, tetapi terhadap kualitas rumah cukup elastis, sedangkan hubungan antara harga rumah sangat elastis terhadap kebutuhan dan kualitas rumah di Pakistan (Hafiz A.Pasha & Mohammad S.Butt, Urban Studies, Vol. 33 No.7. 1141-1154, 1996).

Kebutuhan akan rumah juga dipengaruhi oleh kebijakan terhadap pemanfaatn lahan seperti kebijakan mengurangi intensitas pembangunan pada lahan mempunyai dampak berkurangnya penyewaan dan pemilikan rumah di California. (Ned Levine, Urban Studies, Vol. 36 No.12. 2047-2068, 1999).

Hubungan antara kebutuhan akan rumah / tempat tinggal atau tempat usaha dengan pembangunan transportasi telah banyak dimodelkan dan dikenal dengan istilah model interaksi tata guna lahan dan transportasi. Sebagian besar model-model tersebut dibuat berdasarkan kebutuhan aplikasinya pada kota-kota tertentu dengan pendekatan teori tertentu serta teknik modelling tertentu juga.

(4)

4. Prinsip Desain Stated Preference

Sebagaimana disarankan sebagian besar teknik stated preference dicirikan dengan penggunaan desain eksperimental untuk membangun alternatif hipotetikal yang disampaikan kepada responden. Hal ini untuk meyakinkan bahwa atribut yang disampaikan kepada responden berbeda secara bebas satu sama lain, hasilnya efek dari tingkat atribut terhadap masing-masing lebih terlindungi dengan mudah. Kombinasi dari masing-masing alternatif disebut ful factorial.

Jumlah pilihan pada teknik stated preference jangan terlalu banyak karena hal tersebut dapat menyebabkan kelelahan pada responden. Kroes dan Sheldon (1988,p14) menyarankan antara 9 sampai 16 pilihan dapat diterima yang tergantung pada lokasi survei.

5. Fungsi Utilitas

Fungsi Utilitas adalah ukuran daya tarik dari masing-masing skenario hipotetikal yang disampaikan kepada responden. Fungsi ini menggambarkan dampak keinginan atau persepsi responden terhadap semua atribut di dalam pertanyaan stated preference. Secara umum fungsi utilitas berbentuk linier seperti di bawah ini :

Ui = a0 + a1.X1 + … + an.Xn + e

Dimana : Ui = utilitas pilihan ke i a0 ..an = koefisien model X1 ..Xn = nilai atribut

e = faktor kesalahan

Tujuan analisis adalah untuk menentukan nilai koefiein modelyang dikenal sebagai bobot persepsi atau bagian utilitas, yang menggambarkan efek relatif dari masing-masing atribut terhadap keseluruhan utilitas. Faktor kesalahan menggambarkan faktor-faktor yang tidak terukur pada survei. Berdasarkan asumsi adanya faktor kesalahan tersebit maka model yang dibuat lebih merupakan model probabilistik dari pada model deterministik.

6. Pendekatan Model

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui atribut (variabel) apa saja dan seberapa besar pengaruhnya dalam menentukan pemilihan lokasi tempat tinggal. Untuk maksud tersebut maka lokasi dibedakan berdasarkan lokasi lama (existing) dan lokasi baru yaitu lokasi dengan perbaikan sarana/ prasarana transportasi umum (lokasi hipotetikal).

Probabilitas bahwa individu memilih lokasi baru dari pada lokasi lama adalah fungsi perbedaan utilitas antara kedua lokasi tersebut, sehingga bentuk persamaan logitnya dapat ditulis sebagai berikut :

P1 = eU1/( eU1+ eU2) ………. (6.1)

Dengan menganggap bahwa fungsi utilitas adalah linier, maka perbedaan utilitas dapat diekspresikan dalam bentuk perbedaan dalam sejumlah n atribut yang relevan antara kedua lokasi, dirumuskan sebagai berikut :

U1 – U2 = a0 + a1(X11 - X12) + a2(X21 – X22) + a3(X31 – X32) + …..+ an(Xn1 – Xn2) ……… (6.2)

(5)

U1 = Utilitas lokasi baru U2 = Utilitas lokasi lama a0 = konstanta model an = parameter atribut n

Xn1 = atribut n untuk lokasi baru Xn2 = atribut n untuk lokasi lama

Utilitas sebagai respon individu juga dapat dinyatakan dalam bentuk probabilitas memilih lokasi tertentu yaitu :

Ln[P1/(1-P1)] = a0 + a1(X11 - X12) + a2(X21 – X22) + a3(X31 – X32) + …..+ an(Xn1 – Xn2 ………. (6.3)

Sehingga dari persamaan (6.2) dan (6.3) dapat dirumuskan persamaan transformasi sebagai berikut :

U1 – U2 = ln (P1 / 1 – P1 ) ……….(6.4) Transformasi ini dikenal dengan nama transformasi Berkson Theil.

7. Desain Kuesioner

Pada survei ini pilihan responden didasarkan pada dua kondisi perumahan yaitu perumahan A mewakili kondisi perumahan dengan kondisi aksesibilitas yang kurang baik tetapi dengan harga yang murah (mirip dengan kondisi eksisting perumahan Gading Junti dan perumahan Vijaya Kusuma) sedangkan perumahan B yaitu alternatif perumahan dengan kondisi pengandaian. Desain eksperimen ditujukan untuk mendefinisikan kombinasi level seluruh faktor yang termasuk dalam eksperimen. Berikut ini didefinisikan seluruh faktor yang ditentukan dalam desain eksperimen yaitu berupa atribut lahan dan atribut perjalanan beserta level atributnya.

Untuk memberikan semua kemungkinan pilihan kepada responden dalam mengekspresikan keinginannya dan untuk mengetahui jarak antara pilihan responden maka pilihan didalam kuesioner menggunakan teknik rating dengan 5 point skala semantik yaitu : 1) Pasti memilih A; 2) Mungkin memilih A; 3) Pilihan Berimbang; 4) Mungkin memilih B; 5) Pasti memilih B. Atribut didefinisikan sebagai selisih antara level atribut B dikurang level atribut A.

Atribut didefinisikan sebagai perbedaan antara 2 (dua) lokasi yaitu lokasi A dan lokasi B, sehingga desain penuh (full factorial) sebanyak 28 = 256 alternatif (option). Sejumlah 256 pertanyaan pilihan untuk diajukan kepada responden terlalu banyak maka replikasi sebagian dari

desain faktorial melalui pembauran (counfounding) seperti yang dilakukan oleh Cochran and

Cox,1957 dapat digunakan. Untuk itu ditetapkan 16 pertanyaan yang akan diajukan kepada

responden, dengan demikian terdapat 16 (enambelas) blok (Cochran and Cox,1957, PLAN 6A.14

hal.285) alternatif blok kedua.

7.1. Atribut Lahan dan Atribut Perjalanan

Seperti diuraikan di atas atribut lahan terdiri dari kondisi banjir, kondisi udara dan harga lahan, sedangkan atribut perjalanan terdiri dari aksesibilitas (waktu tempuh) ke tempat kerja,

(6)

aksesibilitas ke sekolah, aksesibilitas ke tempat belanja (pasar) dan aksesibilitas ke angkutan umum (jalan utama) serta aksesibilitas ke rumah sakit..

Untuk memberi gambaran kondisi ekstrim yang aktual dari masing-masing level atribut maka untuk segmen demand rumah tipe 21 dilakukan survei terhadap perumahan Gading Junti (Kopo Ketapang) dan perumahan Vijaya Kusuma (Cipadung) dan perumahan Kopo Permata (Kopo Sayati). Gambaran kondisi level atribut dari masing-masing perumahan tersebut dapat dilihat pada tabel 7.1 berikut ini :

Tabel 7.1 : Presentasi Numerik dari Level Atribut Tiga Perumahan

Atribut

(menit) Gading Junti Vijaya Kusuma Permata Kopo Ke tempat kerja - Motor - Angkutan Umum 45 – 60 60 – 90 45 – 60 60 – 90 30 – 60 45 - 60 Ke sekolah 30 10 20 Ke tempat belanja 30 30 10 Ke angkutan Umum 20 20 10 Ke rumah sakit 60 30 30

Kondisi Banjir Tidak banjir Tidak banjir Tidak Banjir Kondisi Udara sedang Sejuk (bersih) Sedang

Harga lahan /m2 200.000 200.000 400.000

Berdasarkan presentasi numerik dari level atribut perumahan di atas maka ditetapkan level atribut rendah dan tinggi yang disampaikan pada tabel 7.2. di bawah ini :

Tabel 7.2 : Level Rendah dan Tinggi untuk masing-masing Atribut

No Atribut Level Rendah Level Tinggi

1 Aksesibilitas ke tempat kerja (CBD) 60 30

2 Aksesibilitas ke sekolah 30 10

3 Aksesibilitas ke Pasar (pusat belanja) 30 10

4 Aksesibilitas ke Angk.Umum 20 10

5 Aksesibilitas ke rumah sakit 60 30

6 Kondisi Banjir Ada genangan air di

jalan waktu hujan Tidak ada genangan air di jalan waktu hujan

7 Kondisi Udara Kurang sejuk Lebih sejuk

8 Harga Lahan -200.000 -400.000

Selisih level atribut dari kedua level atribut di atas ditetapkan (-) untuk selisih rendah dan (+) untuk selisih tinggi yang dapat dilihat pada tabel 7.3 di bawah ini :

Tabel 7.3 : Selisih Kedua Level Atribut

Atribut Selisih Level Rendah (-) Selisih Level Tinggi (+)

Ke tempat kerja 0 30 Ke sekolah *) 0 20 Ke tempat belanja *) 0 20 Ke angkutan umum *) 0 10 Ke rumah sakit 0 30 Kondisi banjir 0 1

Kondisi polusi udara 0 1

Harga lahan 0 200.000

(7)

8. Pengumpulan Data

Survei Wawancara Rumah Tangga dengan alat survei Kuesioner dilakukan kepada responden pada segmen demand Perumahan Tipe 21 pada perumahan Vijaya Kusuma dan Gading Junti yang memiliki rata-rata satu kendaraan sepeda motor (perjalanan kerja dengan sepeda motor). Beberapa survei pendahuluan dilakukan sebelum survei utama untuk menguji efisiensi dari

rancangan kuesioner Stated Prefernce (SP) dan juga penyajiannya. Jumlah sampel untuk survei

Stated Preference berdasarkan pendekatan a rule of thumb sekitar 30 responden untuk setiap

segmen demand, Steer Davies Gleave mengusulkan lebih sesuai 75 sampai 100 replikasi yang didukung juga oleh Bradley dan Kroes (1990). Untuk survei ini ditanyakan alasan memilih lokasi

tempat tinggal dan dilakukan survei awal stated preference dengan variabel dan pilihannya

masing-masing sebagaimana dapat dilihat pada tabel 8.1 di bawah ini : Tabel 8.1 : Variabel dan Pilihannya

No Variabel Pilihan

1 Aksesibilitas ke tempat kerja 30 menit ; 60 menit 2 Aksesibilitas ke sekolah 10 menit ; 30 menit 3 Aksesibilitas ke pasar 10 menit ; 30 menit 4 Aksesibilitas ke jalan utama (naik ojeg motor) 10 menit ; 20 menit 5 Aksesibilitas ke rumah sakit 10 menit ; 30 menit

6 Kondisi banjir 1 ; 0

7 Kondisi udara 1 ; 0

8 Harga lahan 200.000 ; 400.000

9. Analisis Data

Karakteristik sosial ekonomi dan karakteristik perjalanan dari responden dapat dilihat di bawah ini :

- Rata-rata Pendapatan Keluarga : Rp. 750.000,-.

- Rata-rata Jumlah Keluarga : 3 – 4 orang.

- Rata-rata Pemilikan Kendaraan : Sebuah Sepeda Motor

- Harga pembelian rumah tahun 1994 (saat ini) : Rp. 14 juta (Rp.30juta)

- Jenis Pemilikan Rumah : Kredit (15 tahun)

- Rata-rata waktu tempuh (biaya) ke tempat kerja : 54 menit (Rp.3.500)

- Rata-rata waktu tempuh (biaya) ke tempat belanja : 15 menit (Rp. 1600)

Distribusi jumlah responden yang memilih alasan dalam menentukan lokasi tempat tinggal dapat dilihat pada tabel 8.2 di bawah ini :

Tabel 8.2 : Distribusi alasan memilih lokasi tempat tinggal

Distribusi Jumlah Responden Alasan

Jumlah %

Aksesibilitas ke tempat kerja 7 11,67

Aksesibilitas ke pasar 9 15,00

Aksesibilitas ke jalan utama 6 10,00

Aksesibilitas ke sekolah 4 6,67

Aksesibilitas ke rumah sakit 10 16,67

Harga lahan 15 25,00

Udara segar 4 6.67

Tidak banjir 5 8,33

(8)

Dapat dilihat pada tabel 8.2 di atas bahwa aksesibilitas khususnya aksesibilitas ke tempat kerja, ke pusat belanja, ke jalan utama dan ke sekolah merupakan alasan yang kuat dalam memilih lokasi tempat tinggal selain harga lahan.

Dengan analisis Regresi Linier (bantuan program SPSS) diperoleh fungsi utilitas :

U1 – U2 = 0,961 + 0,0054.Wt – 0,0079.Sc + 0,0124.Sh + 0,0072.Tr + 0,0045.Hp + 0,055.Bj + 0,579.Ud + 0,0084.Hg ……….. (9.1)

R 2 = 0,472

Dengan analisis Maximum Likelihood (bantuan program Alogit) diperoleh fungsi utilitas :

U1 – U2 = 9,216 – 0,2433.Wt + 0,3303.Sc + 0,0509.Sh + 0,0325.Tr + 0,0163.Hp + 1,019.Bj + 5,914.Ud + 0,0858.Hg ………. (9.2)

R 2 = 0,4912 Keterangan :

Wt = Selisih Aksesibilitas ke tempat kerja (menit) Sc = Selisih Aksesibilitas ke sekolah (menit) Sh = Selisih Aksesibilitas ke pusat belanja (menit)

Tr = Selisih Aksesibilitas ke jalan utama /angkutan umum (menit) Hp = Selisih Aksesibilitas ke rumah sakit (menit)

Bj = Selisih Kondisi banjir Ud = Selisih Kondisi udara

Hg = Selisih Harga lahan (ratusan ribu rupiah)

Dari kedua metoda estimasi di atas maka dapat dilihat koefisien determinasi model (fungsi utilitas) dengan estiimasi maksimum likelihood lebih besar dari koefisien determinasi dengan metoda estimasi regresi linier. Atas dasar tersebut maka model (fungsi utilitas) yang dipilih untuk estimasi probabilitas pemilihan lokasi tempat tinggal jika ada 2 (dua) pilihan lokasi dipilih fungsi utilitas pada persamaan 9.2.

Untuk mengetahui karakteristik perilaku pemilihan lokasi dilakukan analisis terhadap 2 (dua) lokasi yaitu Vijaya Kusuma dan Permata Kopo dengan menggunakan persamaan 9.2, yang hasilnya adalah utilitas lokasi Vijaya Kusuma lebih besar 3,63 dari utilitas lokasi Permata Kopo, Probabilitas pilihan pada lokasi Vijaya Kusuma 0,97 dan probabilitas pilihan pada lokasi Permata Kopo 0,03.

Atas dasar pilihan lokasi tersebut akan terjadi alokasi penduduk yang berarti terjadi perubahan bangkitan perjalanan dan karena pada fungsi utilitas terdapat variabel / atribut harga lahan maka pemerintah dapat mempengaruhi alokasi penduduk dengan menetapkan harga lahan berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan.

10. Kesimpulan dan Saran 10.1. Kesimpulan :

- Udara segar dan kondisi tidak banjir tidak menjadi faktor penentu utama dapat disebabkan

karena kedua lokasi survei memiliki udara yang cukup segar dan tidak banjir.

- Kondisi atribut antara kedua lokasi Vijaya Kusuma dan Gading Junti hampir sama hanya

Vijaya Kusuma lebih baik untuk aksesibilitas ke sekolah dan ke rumah sakit.

- Model fungsi utilitas yang dipilih adalah model fungsi utilitas denga metoda estimasi

(9)

- Dari model fungsi utilitas yang terpilih dapat dilihat bahwa udara segar mempunyai sensitifitas yang tertinggi pada utilitas lahan disusul kondisi tidak banjir dan aksesibilitas ke sekolah kemudian aksesibilitas ke tempat kerja. Harga lahan tidak memiliki sensitifitas yang tinggi disebabkan responden tidak membayangkan total harga rumah dengan perbedaan harga lahan pada kusioner.

- Dengan adanya fungsi utilitas tersebut pemerintah kota akan dapat mengendalikan pertumbuhan penduduk (perumahan) dengan harga lahan melalui penetapan harga lahan pada NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) Pajak Bumi dan Bangunan.

10.2. Saran :

- Perlu dilakukan analisis serupa pada segmen demand perumahan tipe 36, 45 dan seterusnya.

- Studi selanjutnya harus dapat memberikan persepektif yang lebih konkrit antara pengaruh

harga lahan terhadap utilitas lahan.

11. Daftar Pustaka

- Bappeda, 1998, Studi Sistem Transportasi Terpadu di Kotamadya DT II Bandung.

- Brotchie JF, et.al., 1980, Technique for Optimal Placement of Activities in Zones (TOPAZ), Berlin Heidelberg New York.

- Bureau of Transport Economics, 1998, Urban Transport Models, Department Of Transport

and Regional Services.

- Lubis,H.A.S. & Karsaman,R.H., 1997, Krisis Perencanaan Transportasi Kota, Perencanaan

dan Manajemen Transportasi, Jurnal PWK.Vol. 8 no.3.

- Hadi,G.K, 1995, Dampak Perubahan Guna Lahan Terhadap Kinerja Jaringan Jalan, Lalu Lintas dan Biaya Perjalanan, Tesis, ITB.

- Kombaitan,B., 1999, Perubahan Struktur Ruang Perkotaan dan Perkembangan Pola Ruang

Pergerakan Bekerja, Disertasi, ITB.

- Kombaitan,B., 1995, Perijinan Pembangunan Kawasan dalam Penataan Ruang, Aspek

Hukum dalam Penataan Ruang, Jurnal PWK no. 17.

- Musa,I.,2000, Peranan Faktor Lokasi dalam Pemilihan Lokasi Industri Para pemanfaat Kawasan Industri di Indonesia, Disertasi, ITB.

- Parengkuan,E.P,1991, Studi Permasalahan Pajak Lahan Kota dalam Kaitannya dengan

Penggunaan Lahan dan aspek Pengendalian Guna Lahan di Kotamadya Bandung, Jurnal

Perencanaan Wilayah dan Kota, no.2 Triwulan 1.

- Rejeki,T.R., Pedoman Penentuan Indeks Perubahan Pemanfaatan Lahan Sebagai Penerapan Permendagri No.4 Tahun 1996, Tesis, ITB.

- Santoso,I., 1986, The Developmentof Microcomputer version Of Leeds Integrated Land Use

– Transport (LILT) Model, Thesis, University of London.

- Sujarto,D., 1992, Wawasan Tata Ruang, Wawasan mengenai Tata Ruang dan Pembangunan,

Jurnal PWK Juli, Edisi Khusus.

- Tamin,O.Z., 1997, Perencanaan & Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB.

- Tamin,O.Z, Russ,B.F., 1997, Penerapan Konsep Interaksi Tata Guna Lahan-Sistem Transportasi dalam Perencanaan Sistem Jaringan Transportasi, Perencanaan dan Manajemen Transportasi, Jurnal PWK.Vol. 8 no.3.

- Winarso,H.,1995, Tarif Ijin Perubahan Guna Lahan Perkotaan Sebagai Bentuk Kontrol

Pelaksanaan Penataan Ruang Kota, Aspek Hukum dalam Penataan Ruang, Jurnal PWK

no.17.

- Webster,F.V, et.al, 1990, Urban Land Use and Transportation Interaction, Gower Publishing

(10)
(11)

Gambar

Tabel  7.2 : Level Rendah dan Tinggi untuk masing-masing Atribut
Tabel 8.2 :  Distribusi alasan memilih lokasi tempat tinggal

Referensi

Dokumen terkait

Dari grafik kecepatan perjalanan akan teridentifikasi lokasi-lokasi yang memiliki kecepatan sangat rendah atau lokasi-lokasi yang sering terjadi kemacetan pada jam puncak

Hasil analisis varians menunjukkan bahwa dosis pelapisan arang aktif pada pupuk urea pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4 memberikan pengaruh yang signifikan (P < 0,05) terhadap

Melalui pembelajaran kooperatif dengan menggunakan metode eksperimen itu dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, agar nantinya siswa dapat

1) Mengembangkan kerjasama internasional dalam penerapan MCS kelautan dan perikanan. Pada saat ini pelaksanaan sistem MCS kelautan dan perikanan berada di bawah koordinasi

2011 Tentang Izin Mendirikan Bangunan, kedua hambatan atau kendala yang dihadapi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Batu dalam melaksanakan

Jika tumor primer non kanker besar dengan kuat mengurangi aliran darah ke jantung, mengangkat bagian tumor yang tidak tumbuh di dalam dinding jantung bisa mempengaruhi fungsi

Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali Cabang Tabanan) berupa sebuah sistem pendukung keputusan yang mampu untuk mendata nasabah yang mengajukan kredit, melakukan analisis

akhirnya turut membimbing dengan hingga terselesaikannya tesis ini. 4) Ibu Priscilla Desidarata Sari Prawiro, S.E., M.S.M., selaku Dosen Co- Pembimbing tidak resmi dan teman