• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 119) berpendapat bahwa rasa ingin tahu (couriosity) adalah keinginan. cepat serta menilai sesuatu secara kritis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. 119) berpendapat bahwa rasa ingin tahu (couriosity) adalah keinginan. cepat serta menilai sesuatu secara kritis."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Rasa Ingin Tahu

Rasa ingin tahu merupakan suatu emosi yang berkaitan dengan perilaku ingin tahu seperti eksplorasi, investigasi dan belajar untuk mendapatkan informasi atau hal-hal baru. Samani dan Hariyanto (2012: 119) berpendapat bahwa rasa ingin tahu (couriosity) adalah keinginan untuk menyelidiki dan mencari pemahaman terhadap rahasia alam atau peristiwa sosial yang sedang terjadi. Pendapat lainnya yang selaras yaitu dikemukakan oleh Susanto (2015: 30)bahwa rasa ingin tahu merupakan kemampuan untuk melakukan usaha-usaha yang rumit secara objektif dan cepat serta menilai sesuatu secara kritis.

Aly dan Rahma (2010: 3) berpendapat bahwa rasa ingin tahu mendorong manusia untuk melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mencari jawaban atas berbagai persoalan yang muncul di dalam pikirannya. Rasa ingin tahu menimbulkan tindakan dalam rangka pencarian informasi juga dikemukakan oleh Graham dan Johnson (2011) dalam jurnalnya yang berjudul “Stimulating Curiosity To Enhance

Learning” menyebutkan bahwa:

“Findings from the psychology of curiosity can be profitably employed to guide teaching practice, in a range of education contexts, to motivate students to seek information. In particular, inquiry based learning approaches such as problem based learning

▸ Baca selengkapnya: sebagian mutakallimin berpendapat bahwa tuhan tidak mungkin mengerjakan sesuatu

(2)

appear to be consistent with theories and evidence regarding the effective stimulation of students’ curiosity. Even without switching paradigms, simple techniques such as providing regular feedback and assessments of students’ current state of knowledge may aid teachers in enhancing learning via increased curiosity”.

Rasa ingin tahu dapat menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap pembelajaran untuk melatih berbagai konteks dalam pendidikan dan memotivasi siswa untuk mencari informasi yang dibutuhkan. Rasa ingin tahu terbukti dapat menstimulasi siswa untuk memecahkan masalah secara efektif. Secara tidak langsung, peningkatan rasa ingin tahu siswa dapat terlihat pada cepat lambatnya siswa dalam menyelesaikan suatu persoalan.

Kesimpulan dari beberapa pengertian di atas mengenai rasa ingin tahu adalah sebuah sikap yang dimiliki oleh setiap individu untuk mempelajari sesuatu hal yang belum diketahuiuntuk dipelajari lebih dalam, agar nantinya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar. Rasa ingin tahu itu tidak pernah dapat dipuaskan. Rasa ingin tahu yang dimiliki setiap orang berbeda-beda dan tidak sama kuatnya, akibatnya penyelesaiannya juga harus sesuai dengan tingkat rasa ingin tahunya. Rasa ingin tahu siswa dapat digali atau dimunculkan dengan beberapa perlakuan atau rangsangan seperti diberikannya penghargaan atau dalam bentuk pujian yang nantinya siswa dapat termotivasi untuk melakukan suatu kegiatan. Siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang besar akan membantu siswa dalam menyelesaikan suatu masalah.

(3)

Indikator rasa ingin tahu di sekolah menurut Daryanto dan Darmiatun (2013:147)adalah berikut ini:

Tabel 2.1 Indikator Rasa Ingin Tahu

Karakter Indikator

Kelas 1-3 Kelas 4-6

Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yag selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

Bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaran.

Bertanya atau membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait dengan pelajaran.

Bertanya kepada sesuatu tentang gejala alam yang baru terjadi.

Membaca atau mendiskusikan gejala alam yang baru terjadi.

Bertanya kepada guru tentang sesuatu yang didengar dari radio atau televisi.

Bertanya tentang beberapa peristiwa alam, sosial, budaya, ekonomi, politik, teknologi yang baru didengar.

Bertanya tentang berbagai peristiwa yang dibaca dari media cetak.

Bertanya tentang sesuatu yang terkait dengan materi pelajaran tetapi di luar yang dibahas di kelas.

2. Hakikat Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah sesuatu yang didapat atau dicapai oleh seseorang setelah mengalami proses belajar yang dinyatakan dalam berubahnya pengetahuan, tingkah laku, dan keterampilan. Mulyasa (2014: 189) berpendapat bahwa prestasi belajar adalah hasil yang

(4)

diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar, sedangkan belajar hakekatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Pendapat lainnya juga datang dari Arifin (2011: 12) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat parenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, prestasi belajar adalah suatu hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar sesorang yang mampu memotivasi untuk bisa meraih hasil yang lebih baik pada jenjang atau tingkatan yang lebih tinggi.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar masing-masing siswa akan berbeda sesuai dengan tingkatannya dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Mulyasa (2014:190-191) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:

1) Bahan materi yang dipelajari 2) Lingkungan

3) Faktor instrumental 4) Kondisi peserta didik

Uraian di atas menunjukkan bahwa prestasi belajar bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi merupakan hasil berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Mulyasa (2014:191-193) yaitu faktor internal maupun faktor eksternal:

(5)

1) Faktor Internal

Prestasi belajar seseorang akan ditentukan oleh faktor diri (internal), baik secara fisiologis maupun secara psikologis, beserta usaha yang dilakukannya. Faktor fisiologis, berkaitan dengan kondisi jasmani atau fisik seseorang, yang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kondisi jasmani pada umumnya dan kondisi yang berkaitan dengan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama panca indera, sedangkan faktor psikologis, berasal dari dalam diri seseorang seperti intelegensi, minat, dan sikap.

Intelegensi merupakan dasar potensial bagi pencapaian hasil belajar, artinya hasil belajar yang dicapai akan bergantung pada tingkat intelegensi, dan hasil belajar yang dicapai tidak akan melebihi tingkat intelegensinya. Minat (interest), yaitu kecenderungan dan kegaiarahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (respon tendensy) dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Selain faktor-faktor di atas, prestasi belajar juga dipengaruhi oleh waktu (time) dan kesempatan (engagement).

2) Faktor Eksternal

Faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik, digolongkan ke dalam faktor sosial dan non-sosial. Faktor sosial

(6)

menyangkut hubungan antar manusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial yang termasuk dalam faktor ini adalah lingkungan keluarga, sekolah, teman dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan faktor non-sosial adalah faktor-faktor lingkungan yang bukan sosial seperti lingkungan alam dan fisik, misalnya keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas belajar, buku-buku sumber, dan sebagainya.

Kesimpulannya, bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dikelompokkan menjadi empat antara lain bahan materi yang dipelajari, lingkungan, faktor instrumental dan kondisi peserta didik. Akan tetapi dari faktor tersebut terdapat faktor yang melatarbelakangi adanya prestasi belajar yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal adalah faktor yang ditentukan dari dalam diri meliputi faktor fisiologis seperti kondisi jasmaniah, kondisi fungsi panca indera dan faktor psikologis seperti intelegensi, minat, dan sikap. Faktor ekternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor eksternal digolongkan menjadi faktor sosial seperti keluarga, teman, masyarakat dan faktor non-sosial seperti lingkungan alam dan fisik.

c. Fungsi Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan hal yang penting dalam sebuah proses pendidikan. Arifin (2011: 12) berpendapat bahwa prestasi belajar semakin terasa penting untuk dibahas karena mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain:

(7)

1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai tendensi keingintahuan dan merupakan kebutuhan umum bagi manusia. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan.

4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik di masyarakat.

5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap peserta didik. Peserta didik menjadi fokus utama yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran.

Dilihat dari beberapa fungsi prestasi belajar diatas, maka betapa pentingnya kita mengetahui prestasi belajar peserta didik, baik secara perorangan maupun secara kelompok, sebab fungsi prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Disamping itu, prestasi belajar juga bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan diagnosis, penempatan, atau bimbingan terhadap peserta didik.

(8)

d. Usaha Mendongkrak Prestasi Belajar

Setiap orang tidak pernah puas dengan prestasi yang dimilikinya. Oleh karena itu, Mulyasa (2014: 198-199) menyatakan bahwauntuk melancarkan belajar dan meningkatan prestasi belajar, hal-hal di bawah ini perlu diperhatikan:

1) Hendaknya dibentuk kelompok belajar, karena dengan belajar bersama peserta didik yang kurang paham dapat diberitahu oleh peserta didik yang telah paham dan peserta didik yang telah paham menerangkan kepada temannya menjadi lebih menguasai.

2) Semua pekerjaan dan latihan yang diberikan oleh guru hendaknya dikerjakan segera dan sebaik-baiknya, ingat maksud guru memberi tugas-tugas tersebut adalah untuk latihan ekspresi dan latihan ekspresi adalah cara terbaik untuk penguasaan ilmu atau kecakapan-kecakapan.

3) Mengesampingkan perasaan negatif dalam membahas atau berdebat mengenai suatu masalah atau pelajaran. Karena perasaan negatif dapat menghambat ekspresi dan mengurangi kejernihan pikiran. 4) Rajin membaca buku atau majalah yang bersangkutan dengan

pelajaran. Dengan banyak membaca, maka batas pandangan mengenai suatu pelajaran akan tambah jauh dan luas.

5) Berusaha melengkapi dan merawat dengan baik alat-alat belajar (alat tulis dan sebagainya). Hal ini kelihatannya soal sepele tetapi alat-alat yang tidak lengkap atau tidak baik akan mengganggu belajar.

6) Selalu menjaga kesehatan agar dapat belajar dengan baik, tidur teratu, makan bergizi, serta cukup istirahat.

7) Waktu rekreasi gunakan sebaik-baiknya, terutama untuk menghilangkan kelelahan.

8) Untuk mempersiapkan dan mengikuti ujian harus melakukan persiapan minimal seminggu sebelum ujian berlangsung. Dalam hal ini antara lain perlu dipersiapkan: (a) persiapan yang matang untuk menguasai isi pelajaran, (b) mengenal jenis pertanyaan (jenis) tes yang akan ditanyakan (apakah tes essay atau objektif), (c) berlatih untuk mengkombinasikan isi dan bentuk tes.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang berfokus pada kelompok untuk bekerjasama dalam kegiatan belajar mengajar. Slavin (2009: 4) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada

(9)

berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari meteri pelajaran.Pendapat lainnya datang dari Suprijono (2015: 47) pembelajaran kooperatif adalah suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, kerja sama yang baik, dan pengembangan keterampilan sosial.Shoimin (2016: 45) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Pembelajaran

cooperative learning sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial

yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib.

Kesimpulan dari pendapat para ahli tentang pembelajaran kooperatif di atas yaitu, pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran secara kelompok atau tim dalam rangka melakukan kerjasama dalam penyelesaian tugas secara aktif, sehingga dapat bermanfaat bagi semua anggotanya.

Untuk menciptakan pembelajaran kooperatif yang efektif perlu adanya langkah-langkah yang sistematis agar pembelajaran dapat

(10)

berlangsung dengan efektif dan efisien. Arends menjelaskanbahwa sintaksis model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase.

Tabel 2.2 Sintaksis Model Cooperative Learning

FASE – FASE PERILAKU GURU

Fase 1: Mengklarifikasikan tujuan dan establishing set.

Guru menjelasakan tujuan-tujuan pelajaran dan establishing set.

Fase 2: Mempresentasikan informasi.

Guru mempresentasikan informasi kepada siswa secara verbal atau dengan teks.

Fase 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam tim-tim belajar.

Guru menjelaskan kepada siswa tata cara membentuk tim-tim belajar dan membantu kelompok untuk melakukan transisi yang efisien.

Fase 4: Membantu kerja-tim dan belajar.

Guru membantu tim-tim belajar selama mereka mengerjakan tugasnya.

Fase 5: Mengujikan berbagai materi.

Guru menguji pengetahuan siswa tentang berbagai materi belajar atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil-hasil kerjanya.

Fase 6: Memberikan pengakuan.

Guru mencari cara untuk mengakui usaha dan prestasi individual maupun kelompok.

(Arends, 2008: 21) 4. Metode Eksperimen

Metode eksperimen merupakan metode yang melibatkan siswa dalam melakukan percobaan untuk mencari suatu kebenaran. Sejalan dengan pendapat Sagala (2011: 220) bahwa eksperimen adalah percobaan untuk membuktikan suatu pertanyaan atau hipotesis tertentu.

Metode eksperimen merupakan cara penyajian bahan pelajaran di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari. Asmani (2012: 34) bahwa metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan

(11)

kepada anak didik, baik perorangan maupun kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan. Pendapat lainnya datang dari Roestiyah (2008: 80) bahwa metode eksperimen adalah salah satu cara mengajar, di mana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal; mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang metode eksperimen di atas, dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen adalah salah satu cara mengajar dengan melakukan percobaan dalam rangka pembuktian suatu teka-teki, pertanyaan, maupun hipotesis. Metode eksperimen memiliki kebaikan dan kelemahan yang harus diperhatikan, Sagala (2011: 220-221) mengemukakan diantaranya yaitu:

a. Kebaikan:

1) Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku saja.

2) Dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksploratoris tentang sains dan teknologi, suatu sikap dari seseorang ilmuwan.

3) Metode ini didukung oleh asas-asas didaktik modern, antara lain siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian; siswa terhindar jauh dari verbalisme; memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis; mengembangkan sikap berpikir ilmiah dan hasil belajar akan tahan lama dan internalisasi.

b. Kelemahan:

1) Pelaksanaan metode ini sering memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan murah.

2) Setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau pengendalian.

(12)

3) Sangat menuntut penguasaan perkembangan materi, fasilitas peralatan dan bahan mutakhir. Sering terjadi siswa lebih dahulu mengenal dan menggunakan alat bahan tertentu dari pada guru. Penerapan metode eksperimen dalam pembelajaran akan berjalan dengan baik jika menggunakan prosedur atau langkah yang sistematis. Roestiyah (2008: 81-82) mengemukakan prosedur yang harus diperhatikan jika siswa melakukan suatu eksperimen, sebagai berikut:

a. Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimen, mereka harus memahami masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen.

b. Kepada siswa harus diterangkan pula tentang:

1) Alat-alat serta bahan-bahan yang akan digunakan dalam percobaan.

2) Agar tidak mengalami kegagalan siswa perlu mengetahui variabel-variabel yang harus dikontrol ketat.

3) Urutan yang akan ditempuh sewaktu eksperimen.

4) Seluruh proses atau hal-hal yang penting saja yang akan dicatat.

5) Perlu menetapkan bentuk catatan atau laporan berupa uraian, perhitungan, grafik dan sebagainya.

c. Selama eksperimen berlangsung, guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen.

d. Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa, mendiskusikan ke kelas; dan mengevaluasi dengan tes atau sekedar tanya jawab.

5. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) a. Pengertian IPA

IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar. Susanto (2015: 167) mengemukakan bahwa Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang

(13)

tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapat suatu kesimpulan.

b. Nilai-nilai IPA

Ilmuan mengatakan bahwa IPA tidak menjangkau nilai-nilai moral dan etika, juga tidak membahas nilai-nilai keindahan, tetapi IPA mengandung nilai-nilai tertentu yang berguna bagi masyarakat. Trianto (2010: 138-141) mengemukakan nilai-nilai non-kebendaan yang terkandung dalam IPA antara lain sebagai berikut:

1) Nilai Praktis

Penerapan dan penemuan IPA telah melahirkan teknologi yang secara langsung dapat dimanfaatkan masyarakat. Teknologi tersebut dapat memberikan manfaat pada kehidupan sehari-hari, dengan demikian sains mempunyai nilai praktis. Contohnya penemuan listrik oleh Faraday diterapkan dalam teknologi hingga melahirkan alat-alat listrik yang bermanfaat bagi kehidupan.

2) Nilai Intelektual

Metode ilmiah yang digunakan dalam IPA banyak dimanfaatkan manusia untuk memecahkan masalah. Metode ilmiah telah melatih keterampilan, ketekunan, dan melatih mengambil keputusan dengan pertimbangan yang rasional dan menuntut sikap-sikap ilmiah bagi penggunanya. Keberhasilan memecahkan masalah tersebut akan memberikan kepuasan intelektual.

3) Nilai Sosial-Budaya-Ekonomi-Politik

IPA mempunyai nilai-nilai sosial-budaya-ekonomi-politik berarti kemajuan IPA dan teknologi suatu bangsa, menyebabkan bangsa tersebut memperoleh kedudukan yang kuat dalam percaturan sosial-ekonomi-politik internasional.

4) Nilai Kependidikan

IPA sebagai alat pendidikan yang artinya pelajaran IPA dan pelajaran lainnya merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan.

5) Nilai Keagamaan

Secara empiris orang yang mendalami mempelajari IPA, makin sadarlah dirinya akan adanya kebenaran hukum-hukum alam, sadar akan adanya keterkaitan didalam alam raya ini dengan Maha Pengaturnya.

(14)

c. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Adapun tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar dalam Standar Isi Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP, 2006: 162) dimaksudkan untuk:

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

Tabel 2.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 10 Memahami perubahan

lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan

10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

(BSNP, 2006: 168)

6. Media Barang Habis Pakai

Barang habis pakai merupakan segala sesuatu yang sudah tidak digunakan kembali. Selaras dengan pendapat Damanhuri dan Padmi (2010: 5) bahwa limbah (barang habis pakai) merupakan semua buangan

(15)

yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan hewan yang berbentuk padat, lumpur (sludge), cair maupun gas yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi. Walaupun dianggap sudah tidak berguna dan tidak dikehendaki, namun bahan tersebut kadang–kadang masih dapat dimanfaatkan kembali dan dijadikan bahan baku. Pendapat di atas selaras dengan Rizal (2011: 157) dalam jurnalnya bahwa sampah ialah semua jenis benda atau barangbangunan/kotoran manusia, hewanatau tumbuh-tumbuhan atau yangberasal dari aktivitas kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang dapat menimbulkan dan ataumengakibatkan pengotoran terhadap air, tanah dan udara sehingga dapat menimbulkan pengrusakan lingkungan hidup manusia.Kesimpulannya, sampah atau barang habis pakai merupakan segala sesuatu yang berwujud baik padat maupun cair yang berasal dari sisa atau buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.

7. Pembelajaran IPA Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Eksperimen Berbantuan Media Barang Habis Pakai

Pada pembelajaran IPA materi pokok Energi dan Penggunaannya menggunakan model kooperatif dengan metode eksperimen berbantuan media barang habis pakai dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa siap belajar.

(16)

b. Guru mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal. Menjelaskan materi tentang perubahan lingkungan fisik bumi kepada siswa untuk bekal melakukan eksperimen. Perlu dijelaskan tujuan eksperimen dan masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen. c. Guru memberikan penjelasan kepada siswa tentang tata cara

pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien. Pembentukan kelompok eksperimen dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa.

d. Guru membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya, serta mendampingi siswa jika siswa merasa kesulitan. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen.

e. Menguji pengetahuan peserta didik mengenai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas. f. Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi inividu

maupun kelompok. Guru memberikan pujian atas keberanian siswa mempresentasikan hasil diskusi.

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian Soudaya Orprayoon tahun 2014 yang berjudul “Effects of Cooperative Learning on Learning Achievement and Group Working Behavior of Junior Students in Modern French Literature Course”

(Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Belajar dan Perilaku Kerja Kelompok Siswa SMP di Kuliah Sastra Modern Perancis)

(17)

menunjukkan bahwa pengaruh metode pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar siswa terdapat peningkatan yang signifikan. Selain itu, metode pembelajaran kooperatif juga mendorong siswa untuk lebih menghormati satu sama lain, termotivasi dalam belajar, dan mengembangkan keterampilan berbicara dan keterampilan dalam memecahkan masalah.

2. Penelitian Najmonnisa, Mirza Amin ul Haq & Ismail Saad yang berjudul

“Impact of Cooperative Learning Teaching Methods on 7th Grade Students' Academic Achievement: An Experimental Study” (Pengaruh

Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Prestasi Akademik Siswa pada Kelas 7 : Sebuah Studi Eksperimental) menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberikan hasil yang signifikan daripada penggunaan teknik ceramah. Prestasi siswa dapat meningkat saat guru menggunakan pembelajaran kooperatif dalam kelas. Pembelajaran kooperatif terbukti mampu membangkitkan pemikiran siswa yang terbuka dan harmonisasi antar siswa.

3. Penelitian Samuel W. Wachanga dan John Gowland Mwangi tahun 2004 yang berjudul “Effects of the Cooperative Class Experiment Teaching

Method on Secondary School Students’ Chemistry Achievement in Kenya’s Nakuru District” (Pengaruh Metode Pembelajaran Kelompok Kelas

Percobaan SMP Terhadap Prestasi Belajar Kimia Distrik di Nakuru Kenya) menunjukkan bahwa metode CCE lebih dapat meningkatkan

(18)

prestasi belajar siswa daripada menggunakan pembelajaran biasa yang sering dilakukan.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah Untu yang berjudul

“Penggunaan Metode Eksperimen Pada Mata Pelajaran Ipa Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD N Oloboju”menunjukkan

bahwa dengan menggunakan metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Oloboju. Hasil penelitian menunjukan pada siklus I dengan jumlah siswa 17 orang diperoleh siswa yang tuntas secara individu sebanyak 11 orang dan 6 orang belum tuntas dengan persentase ketuntasan belajar klasikal 64,70% dan persentase daya serap klasikal 69,41%. Pada siklus II siswa yang tuntas sebanyak 16 orang dan terdapat 1 orang yang tidak tuntas dengan persentase ketuntasan belajar klasikal 94,12% terdapat peningkatan 29,42% dari persentase ketuntasan belajar klasikal siklus I dan persentase daya serap klasikal 78,24% terdapat peningkatan 8,83% dari persentase daya serap klasikal siklus I. Hal ini menunjukkan penggunaan metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Oloboju pada pembelajaran IPA.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA di sekolah dasar merupakan pembelajaran awal, sehingga tahap berfikir siswa pada sekolah dasar dimulai dari kongkret menuju ke abstrak. Oleh karena itu, dalam pembelajaran IPA dibutuhkan pembelajaran yang membuat siswa mempunyai rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa yang meningkat.

(19)

Metode eksperimen merupakan salah satu metode pembelajaran yang inovatif dalam proses pembelajarannya. Melalui pembelajaran kooperatif dengan menggunakan metode eksperimen itu dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, agar nantinya siswa dapat berkembang sesuai dengan potensi yang ada dalam diri siswa, serta dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan prestasi belajar siswa. Sebab metode ini menuntut siswa untuk aktif berpikir secara ilmiah berdasarkan permasalahan yang ada pada materi pelajaran tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dibuat kerangka berfikir penelitian pembelajaran IPA melalui pembelajaran kooperatif menggunakan teknik metode eksperimenpada materi perubahan lingkungan fisik bumi berbantuan media barang habis pakai.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Rasa ingin tahu dan prestasi

belajar siswa meningkat Siswa melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif

dengan metode eksperimen.

Siklus II Siklus I Dalam pembelajaran guru

menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan metode eksperimen. Tindakan

Rendahnya rasa ingin tahu

dan prestasi belajar siswa Sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan metode eksperimen. Kondisi Awal

(20)

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan teori dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan metode eksperimen berbantuan media barang habis pakai dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa pada mata pelajaran IPA materi perubahan lingkungan fisik bumi di SD N 2 Pasir Kulon

2. Penggunaan metode eksperimen berbantuan media barang habis pakai dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi perubahan lingkungan fisik bumi di SD N 2 Pasir Kulon

Gambar

Tabel 2.1 Indikator Rasa Ingin Tahu
Tabel 2.2 Sintaksis Model Cooperative Learning
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Rasa ingin tahu dan prestasi

Referensi

Dokumen terkait

anak-anak di Dusun Kropak.. Subbidang, Program, dan Kegiatan Frek &

Dalam sistem perlakuan dengan mesin berkas elektron sebelum gas buang diiradiasi dengan MBE terlebih dahulu gas tersebut dicampur dengan gas ammonia dan selanjutnya gas

Dengan dapat dibuatnya model simulasi untuk optimasi waktu memasak buah kelapa sawit di stasiun perebusan pada pengolahan CPO, maka pengguna dapat melakukan simulasi dengan

Selain terdapat pada objek penelitian, penelitian tersebut bertujuan untuk pembuatan aplikasi dan apakah dengan menggunakan software (dibuat dengan Microsoft Access 2000

Berdasarkan pembahasan dan pengujian dan analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sistem pendukung keputusan dengan menggunakan metode Simple Additive

Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan maka Credit Union Tilung Jaya memiliki sistem pengendalian intern pemberian kredit yang kurang baik, karena terdapat beberapa masalah

Dump Truck HD 465 – 5 mempunyai suatu sistem yang sangat penting yaitu sistem ( Charging System) , Pada charging system ada salah satu komponen yang sangat penting yaitu

Biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan barang tersebut tentu saja akan menjadi pertimbangan utama bagi pengusaha dalam memnentukan harga jual produknya itu. Harga