• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERGESERAN PEMBAGIAN WARIS ADAT DALAM SUKU BATAK ANGKOLA (STUDI DI KECAMATAN PADANGBOLAK KABUPATEN PADANGLAWAS UTARA) RAMADHAN PUTERA BAKTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERGESERAN PEMBAGIAN WARIS ADAT DALAM SUKU BATAK ANGKOLA (STUDI DI KECAMATAN PADANGBOLAK KABUPATEN PADANGLAWAS UTARA) RAMADHAN PUTERA BAKTI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PERGESERAN PEMBAGIAN WARIS ADAT DALAM SUKU BATAK ANGKOLA (STUDI DI KECAMATAN PADANGBOLAK

KABUPATEN PADANGLAWAS UTARA)

RAMADHAN PUTERA BAKTI ABSTRACT

One of the characteristics of adat law in Inheritance Law is dynamic which means that it can change any time, along with community development; it can also be different from one place to another according to each community development. Batak Angkola tribe is one of the Batak ethnic groups that have long dwelled in Padanglawas Utara Regency. The result of the research showed that there was the shift in the Angkola adat (customary) inheritance law at two villages: Sosopan village and Purbasinomba village, Padangbolak Subdistrict, Padanglawas Utara Regency. It is caused by religious, educational, and economic factors. These three factors reflect positive mindset to achieve justice in distributing inheritance of the adat community in Padangbolak Subdistrict, Padanglawas Utara Regency. The people at Sosopan village and Purbasinomba village, who are Moslems, should maintain the values of distributing inheritance according to the Islamic law so that justice will be achieved.

Keywords: Shift, Inheritance Law, Angkola Tribe I. PENDAHULUAN

Hukum waris adat batak Angkola menganut sistem kekerabatan patrilinial, yakni menurut garis keturunan ayah. Sumber hukum adat masyarakat batak angkola di Kabupaten Padanglawas utara pada abad 11 masehi dalam pembagian waris masih bersumber hukum waris agama Hindu, hal ini dapat dilihat dengan adanya peninggalan sejarah berupa candi Bahal yang terletak di kecamatan Portibi Kabupaten Padanglawas Utara, candi Bahal tersebut merupakan peninggalan sejarah masuknya agama Hindu ke wilayah Kabupaten Padanglawas Utara. Candi Bahal, aset budaya milik Sumatera Utara.

Kebudayaan Islam masuk pada tahun 1821 masehi ke wilayah Kabupaten Padanglawas Utara mendapat serbuan dari pasukan Padri dari minangkabau yang menyebarkan agama Islam dibawah pimpinan Tuanku Lelo. Sejak penyebaran agama Islam di wilayah Kabupaten Padanglawas Utara sistem pembagian waris berubah dari sistem kewarisan mayorat dimana harta peninggalan secara keseluruhan atau sebagian besar akan diwarisi seorang ahli

(2)

waris, menjadi sistem kewarisan individual dimana setiap ahli waris berkesempatan menerima waris.

Terlihat adanya pergeseran dalam hal pewarisan pada masyarakat Angkola di Kecamatan Padangbolak, Propinsi Sumatera Utara yang berada di Kecamatan Padangbolak, seiring dengan perkembangan zaman tersebut sangat menarik untuk diteliti yaitu sejauh manakah pergeseran prinsip-prinsip pewarisan yang hidup pada pada masyarakat Angkola di Kecamatan Padangbolak dengan segala faktor yang mempengaruhinya.

Dari latar belakang tersebut diatas maka judul penelitian tesis tentang “Pergeseran Pembagian Waris Adat dalam suku batak Angkola (studi di

Kecamatan Padangbolak, Kabupaten Padanglawas Utara), menarik untuk

diangkat menjadi penelitian tesis ini.

Perumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Mengapa terjadi pergeseran hukum Waris Adat Angkola di Kecamatan Padangbolak, Kabupaten Padanglawas Utara?

2. Bagaimanakah Peranan Lembaga Adat dalam menyikapi pergeseran hukum Waris Adat Angkola di Kecamatan Padangbolak?.

3. Bagaimanakah pelaksanaan pembagian waris saat ini pada masyarakat Angkola di Kecamatan Padangbolak?.

Permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab, yang mempengaruhi terjadinya pergeseran hukum Waris Adat Angkola di Kecamatan Padangbolak.

2. Untuk mengetahui peranan lembaga adat dalam menyikapi pergeseran hukum Waris Adat Angkola di Kecamatan Padangbolak.

3. Untuk mengetahui pelaksanaan pembagian waris saat ini pada masyarakat Angkola di kecamatan Padangbolak.

II. Metode Penelitian

Adapun tesis ini bersifat deskriptif, penelitian yang bersifat deskriptif yaitu pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang akan menggunakan pendekatan yuridis

(3)

empiris yaitu cara yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan.1

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Padanglawas Utara Kecamatan Padangbolak. Pemilihan tersebut didasarkan atas pertimbangan cara hidup mereka yang sangat kuat mempertahankan tradisi.

yang menjadi lokasi penelitian diambil 2 (dua) desa yakni: 1. Desa Sosopan dan

2. Desa Purba Sinomba,

Alasan pemilihan lokasi penelitian didua desa sebagai sampel adalah sebagian masyarakat didesa tersebut masih kental dengan adat dibandingkan dengan desa-desa yang lain.

Penetapan sampel dilakukan melalui penarikan sampel dengan tekhnik

Purposive sampling yang artinya adalah berdasarkan pertimbangan/penelitian

subjektif, yakni menentukan sendiri responden mana yang dianggap mampu mewakili populasi. Dalam melaksanakan penelitian ini populasi adalah masyarakat batak Angkola yang beragama Islam yang berdomisili di kecamatan Padang Bolak kabupaten Padanglawas Utara dan kemudian diambil sampel masyarakat batak Angkola muslim yang pernah melakukan pembagian warisan dan merupakan penduduk tetap .

1. Bahan Hukum Primer 2. Bahan Hukum Sekunder 3. Bahan Hukum Tersier

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: a. Penelitian Kepustakaan

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan penelitian kepustakaan ( library research ), yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari serta menganalisa ketentuan perundangan-undangan yang berkaitan

1Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004), hal. 112

(4)

dengan hukum dibidang keperdataan khususnya hukum keluarga dan hukum waris adat.

b. Penelitian Lapangan

Penelitian Lapangan ( field research ) dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data pendukung yang terkait dengan penelitian ini. Tehnik yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara 2. Kuisioner

Analisa data adalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti.2Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori dan satuan urutan dasar.3Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data dengan pendekatan kualitatif, yaitu analisis data terhadap data primer dan data sekunder.

Analisis data penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis yang menggambarkan suatu data dianalisis dan apa manfaat data yang terkumpul untuk dipergunakan memecahkan masalah yang dijadikan objek penelitian.4

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pembagian harta warisan menurut adat Angkola yang mengatakan hak anak perempuan mendapat bagian dari orang tua suaminya atau dengan kata lain perempuan mendapat warisaan secara hibah.5 Pemberian harta terhadap anak perempuan biasanya sebidang tanah atau dengan bangunan disebut dengan istilah

holong ate biasanya berbentuk pemberian yang cukup hanya disetujui oleh

istrinya tanpa persetujuan seluruh anak dan ahli waris lainnya, hal ini dikarenakan dalam adat Angkola hanya laki-lakilah yang mendapat warisan, sedangkan perempuan tidak mendapatkan oleh karena sudah masuk pada clan suami dengan menerima sejumlah uang mahar/boli/jujur.6

2 Irianto Heru dan Burhan Bungin, Pokok-pokok penting tentang wawancara dalam

metedologi penelitian kualitatif, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal.143

3 Lexy j. Moleong, Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal.3 4 Nasution, Johan. Metode Penelitian Hukum.Mandar Maju, Jambi.2008. hal.174 5 Ibid

(5)

Seiring berjalannya waktu kebiasan pembagian waris tersebut mulai bergeser, ada tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran praktik hukum waris adat dalam pola-pola kehidupan masyarakat, faktor-faktor tersebut mempengaruhi pergeseran pelaksanaan pembagian waris adat Angkola yaitu sebagai berikut:

A. Faktor Agama

Masyarakat Angkola di Padanglawas Utara sejak dahulu mempunyai kepercayaan yang diperoleh dari nenek moyang. Suatu kepercayaan yang disebut Animisme, yaitu kepercayaan terhadap roh-roh halus.

Pergeseran hukum adat terjadi, salah satunya disebabkan adanya hukum atau peraturan-peraturan agama. Pada awal masuknya Islam ke Indonesia, nilai-nilai hukum agama Islam dihadapkan dengan nilai-nilai-nilai-nilai hukum adat yang berlaku, yang dipelihara dan ditaati sebagai sistem hukum yang mengatur masyarakat tersebut. Sebagai contoh, hukum kewarisan sudah ada dalam hukum adat sebelum Islam memperkenalkannya. Sehingga pada akhirnya, proses penerimaan hukum kewarisan Islam sebagai sistem hukum berjalan bersama dengan sistem hukum kewarisan adat.

Di satu pihak hukum kewarisan Islam menggantikan posisi hukum kewarisan adat yang tidak islamiyah dan di pihak lain hukum kewarisan adat yang tidak bertentangan dengan hukum kewarisan Islam mengisi kekosongan hukum kewarisan sesuai budaya hukum yang berlaku dilingkungan adat masyarakat.7

Lambat laun, hukum kewarisan adat dalam hal tertentu digeser posisinya oleh hukum kewarisan Islam, dengan demikian hukum kewarisan Islam menjadi hukum kewarisan adat dan dalam lain hal yang tidak diatur oleh hukum kewarisan Islam atau tidak bertentangan dengan hukum kewarisan Islam, maka hukum kewarisan adat itu tetap berlaku contohnya dalam pembagian waris adat dikatakan bahwa bahagian anak perempuan hanya merupakan holong ate, dan pada saat ini masyarakat adat Angkola sudah menggunakan sistem kewarisan Islam dalam hal pembagian porsi waris yakni dua bagian untuk anak laki-laki dan satu bagian

7Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Hal. 226

(6)

untuk anak perempuan ( 2:1). Hal ini terjadi karena masyarakat adat angkola sudah mayoritas menganut agama Islam.

Pengaruh kedatangan agama pada masyarakat Angkola dapat dilihat pada kenyataan yang ada pada saat pembagian harta warisan dilaksanakan, yang sebelumnya dikenal dengan istilah Holong ate atau pemberian seikhlasnya saja, dan setelah masuknya agama Islam pembagian harta warisan dilakukan menurut ajaran agama Islam (Faraidh) yang mengatakan anak perempuan mendapatkan ½ (setengah) bahagian anak laki-laki dari keseluruhan harta warisan.

B. Faktor Ekonomi

Pembagian harta warisan merupakan salah satu faktor yang bisa meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran terhadap ahli waris yang menerimanya, sebab dengan harta warisan kebutuhan ekonomi ahli waris akan terpenuhi, tetapi sebagian ahli waris yang tingkat ekonominya telah terpenuhi tidak mengharapkan lagi harta warisan, harta warisan akan diberikan kepada saudara kandungnya yang lebih membutuhkan.

Akibat dari faktor ekonomi terhadap pergeseran pembagiaan waris adat Angkola sangat berpengaruh ,antara lain adalah:8

a. Ahli waris yang tingkat ekonominya mencukupi dan dirasa berlebih tidak mengharapkan mendapatkan bahagian harta warisan karena merasa bahwa ahli waris yang lain lebih membutuhkan harta warisan untuk meningkatkan perekonomian saudaranya, hal ini membuat pembagian harta warisan dalam masyarakat Angkola berubah menjadi pewarisan kepada ahli waris yang lebih membutuhkan.

b. Bahagian anak perempuan sebagai ahli waris akan hilang jika tingkat ekonomi anak perempuan sejahtera dan mencukupi.

c. Apabila tingkat ekonomi semua ahli waris mencukupi dan dirasa lebih, maka bisa saja pembagian harta warisan tidak dilakukan atau bisa saja harta warisan tersebut malah dihibahkan.

C. Faktor Pendidikan

(7)

Pada hakikatnya faktor pendidikan merupakan hal yang penting untuk menjadikan manusia dalam menilai tentang baik dan buruk suatu pilihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka tingkat pemikirannya akan lebih kritis dalam menghadapi segala masalah yang datang, sebab dengan adanya pendidikan akan mengajarkan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan baru, dimana nilai-nilai tersebut semuanya sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi sosial suatu bangsa. Jadi pendidikan adalah pembentukan hukum nasional yang menuju ke arah unifikasi hukum, yang akan menggeser hukum waris adat Angkola.

Pergeseran pembagian warisan masyarakat adat angkola dikecamatan Padangbolak lebih dominan dikarenakan faktor agama, hal ini dikarenakan masyarakat adat angkola adalah masyarakat yang taat beragama, sehingga masyarakat menganggap bahwa nilai-nilai yang telah diatur oleh agama tentang kewarisan adalah lebih adil dan menghindari perselisihan antara ahli waris.

Indonesia mempunyai banyak wilayah atau daerah. Setiap daerah mempunyai adat istiadat dan hukum adat tersendiri yang dilaksanakan sesuai menurut adat dan kebudayaan daerah itu sendiri.

Lembaga adat kabupaten Padanglawas utara disebut juga sebagai lembaga adat Dalihan natolu yaitu suatu lembaga yang dibentuk pemerintah daerah tingkat II, sebagai lembaga musyawarah yang mengikutsertakan para pengetua adat yang benar-benar memahami, menguasai, menghayati adat istiadat dilingkungannya. Lembaga ini memiliki tugas untuk melaksanakan berbagai usaha dan kegiatan dalam rangka menggali, memelihara, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah termasuk di dalamnya adat istiadat dan kesenian untuk tujuan pembangunan dan sifatnya konsultatif terhadap pemerintah. Dalihan na tolu adalah filosofis atau wawasan sosial-kultural yang menyangkut masyarakat dan budaya adat Angkola. Dalihan na tolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan-hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok dalam adat Angkola.

Dalihan na tolu terdiri dari tiga unsur. Ketiga unsur tersebut adalah:

1. Kahanggi

(8)

3. Mora,

Dalihan na tolu sebagai suatu lembaga merupakan wadah untuk

melaksanakan tujuan bersama, memelihara, dan mempertahankan adat. Semuanya harus terpenuhi agar dapat harmonis dan seimbang, dalam masyarakat Padanglawas di istilahkan dengan “manat-manat markahanggi, elek marboru,

hormat mar mora” artinya kita harus menjaga hubungan baik dengan kahanggi,

berlaku sayang pada anak boru, dan hormat pada mora.

Kedudukan dalam dalihan na tolu dapat berubah, jika pada suatu saat seseorang dapat menjadi mora, dan saat lain pada tempat yang berbeda bisa jadi

anak boru, hal ini disesuaikan dengan tuan rumah yang mengadakan horja, dalam

masyarakat Padanglawas sering dikatakan ”margotti tutur”.

Masyarakat Angkola di kecamatan Padang bolak mayoritas memeluk agama Islam, sehingga dalam pembagian waris banyak menggunakan hukum waris Islam atau yang disebut faraidh, tetapi dalam prakteknya pembagian waris tersebut tidak dilakukan dikarenakan berbagai faktor yang menyebabkan pembagian waris tersebut bergeser dari hukum waris Islam. Banyak terjadi perselisihan dalam hal pembagian waris yang terkadang memicu pertikaian dan keretakan dalam keluarga, hal ini dapat dimengerti karena pembagian warisan sangat mudah menimbulkan sengketa, perselisihan yang terjadi banyak diselesaikan dengan musyawarah keluarga dan sebagian dimusyawarahkan dengan musyawarah adat.

Dalam menyelesaikan permasalahan pembagaian waris yang dilakukan dengan musyawarah adat mempunyai tingkatan, musyawarah ini dalam adat Angkola disebut marpokat atau martahi.

Marpokat atau martahi dahulu dilaksanakan setelah kedatangan boru

tetapi saat ini martahi diadakan sebelum datangnya boru, dalam hal ini acara martahi mengalami proses perubahan, perubahan ini terjadi atas kesepakatan dalam musyawarah adat dalihan na tolu di huta.

Beberapa tingkatan musyawarah sesuai dengan orang yang ikut dalam musyawarah itu:

(9)

b. Tahi sabagas c. Tahi sahuta d. Tahi luat

Perselisihan mengenai pembagian waris di desa Sosopan dan desa Purbasinomba tidak pernah ke tingkat Pengadilan Negeri, hal ini disebabkan masih tingginya rasa kekeluargaan dan hatobangon dihuta serta pengetua adat masih mempunyai pengaruh besar terhadap masyarakat.

Sengketa dalam pembagian warisan antara ahli waris timbul dikarenakan adanya salah satu pihak yang ingin menguasai atau ingin mendapatkan harta warisan lebih banyak dari ahli waris yang lain, karena faktor ekonomi dan pendidikan yang rendah dari dari ahli waris.

Dalam pelaksanaan pembagian waris adat Batak Angkola di kabupaten Padanglawas Utara kecamatan Padang Bolak, Lembaga Adat dan Budaya Padanglawas utara mempunyai peran penting untuk memberikan jalan keluar agar terhindar dari sengketa, dalam hal pembagian waris, lembaga adat dan budaya menyikapi persoalan persoalan yang terjadi dengan memberikan nasehat-nasehat ataupun petuah-petuah untuk dapat dipertimbangkan para ahli waris yang akan melakukan pembagian warisan, lembaga adat menyerahkan sepenuhnya proses pembagian warisan kepada ahli waris dengan catatan berlaku adil terhadap semua ahli waris, lembaga adat dalam hal ini hanya sebagai penengah jika terjadi perselisihan dan menjadi penasehat atau pembimbing jika melakukan pembagian warisan dengan hukum Islam atau dengan hukum adat.

Pembagian warisan yang dilakukan memakai hukum Islam ataupun hukum Adat adalah sama asalkan berlaku adil kepada ahli waris yang melakukan pembagian warisan, pembagian warisan merupakan hal yang sensitif yang dapat memicu perselisihan dalam keluarga, peran lembaga adat dalam hal pembagian warisan hanya memberi saran dan menjelaskan tata cara pembagian waris.

Dalam hal pelaksanaan pembagian warisan, lembaga adat menyerahkan sepenuhnya kepada ahli waris hukum mana yang akan dilaksanakan, ini dilakukan agar terhindar dari perselisihan antara pewaris, lembaga adat yang merupakan lembaga yang berdiri untuk melestarikan adat dan budaya di kabupaten

(10)

Padanglawas utara tidak dapat memaksakan hukum adat dalam pembagian warisan, dalam pembagian warisan tugas dan fungsi lembaga adat mengalami pergeseran, menurut pengetua adat dan budaya Kabupaten Padanglawas Utara pergeseran pembagian warisan yang dilakukan dengan tidak memakai hukum adat adalah wajar, karena menurut dia dalam pembagian warisan dengan memakai hukum Islam lebih adil dan menghindari perselisihan antara sesama pewaris. Pergeseran pembagian warisan dari hukum adat ke hukum waris Islam merupakan suatu keputusan yang tepat dan adil.9

Peran lembaga adat dan budaya sebagai penengah sangat penting untuk menyelesaikan persoalan pembagian warisan, persoalan warisan tidak hanya menyangkut harta yang ditinggalkan tetapi juga menyangkut hukum waris apa yang dilakukan apakah hukum waris adat atau hukum waris Islam juga mengenai ahli waris mana yang berhak menerima warisan.

Tahapan yang dilalui dalam proses martahi ini adalah: a. Pengetua adat mengumpulkan seluruh ahli waris

b. Pengetua adat mengumpulkan wali waris dan saksi-saksi

c. Musyawarah dilakukan dengan mendengarkan pendapat seluruh pihak atau ahli waris

d. Pengetua adat memberikan jalan keluar terhadap masalah pembagian warisan tersebut.

Musyawarah yang diadakan dengan kehadiran pengetua adat dilakukan atas undangan keluarga ahli waris yang diadakan dirumah pewaris, dalam penyelesaiannya biasa diakhiri dengan kesepakatan antara semua ahli waris yang di mediasi oleh pengetua adat.

Hukum waris merupakan kumpulan peraturan, yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.10

9Ibid

(11)

Hukum waris itu merupakan perangkat kaidah yang mengatur tentang cara atau proses peradilan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli waris atau para ahli warisnya”. Kemudian dalam kamus hukum, pengertian warisan adalah harta peninggalan yang berupa barang-barang atau hutang dari orang yang meninggal, yang seluruhnya atau sebagian ditinggalkan atau diberikan kepada ahli waris atau orang-orang yang telah ditetapkan menurut surat wasiat.11

a. Menurut hukum Islam, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.12 Berdasarkan pasal 171 huruf a kompilasi mengenai batasan hukumkewarisan , maka proses peralihan dalam hukumkewarisan mengenal tiga unsur pokok yaitu:13

b. Pewaris c. Harta warisan d. Ahli waris

Hukum kewarisan Islam biasa disebut dengan Faraidl. Menurut kitab

Ia-natut Tholibin, Faraidl menurut istilah bahasa ialah takdir (qadar/ketentuan) dan

pada syara’ ialah bagian yang diqadarkan/ditentukan bagi waris.Faraidl adalah jama’ dari Faraidl yang berarti: suatu bagian tertentu. Dengan demikian Faraidl dikhususkan untuk suatu bagian ahli waris yang telah ditentukan besar kecilnya oleh syara’.14

Harta waris menurut hukum adat Angkola di kabupaten Padanglawas Utara adalah keseluruhan harta kekayaan pewaris, baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Barang-barang yang berwujud dapat dibagi atas dua bagian yaitu: 1. Harta rumah

2. Harta diluar rumah

Harta yang tidak berwujud adalah harta yang tidak dapat di tangkap panca indera, contohnya kedudukan atau pangkat di dalam adat.

11 J.C.T. Simorangkir,S.H.,dkk, Kamus Hukum, hal. 186. 12 Buku II, Hukum Kewarisan, bab I, pasal 171 ayat a.

13Idris Djkfar, Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam,Pustaka jaya, hal.51

(12)

Dalam masyarakat Angkola di kabupaten Padanglawas utara sumber-sumber dari harta warisan dibagi atas dua jenis yaitu:

a. Harta Pusako: adalah harta peninggalan nenek moyang secara turn temurun atau harta bawaaan asal suami di dalam perkawinan yang dibawa kedalam kehidupan keluarga menjadi harta warisan pusaka, pada umumnya berbentuk sawah, ladang , dan rumah.

b. Harta pencarian bersama adalah harta pencarian bersama selama perkawinan, harta pencarian bersama ini dapat berupa barang-barang bergerak seperti hewan-hewan ternak dan lain-lain. Barang-barang tidak bergerak seperti rumah, ladang, sawah dan lain-lain.

Harta pusako dalam perkawinan akan menjadi satu dengan harta pencarian sebab harta pusako sudah menjadi hak dari suami yang yang telah melakukan pembagian waris sebelumnya dan sudah hak suami sepenuhnya sehingga akan diteruskan oleh keturunan mereka yang menjadi pewaris harta mereka.

Dalam hukum adat Angkola setiap keturunan akan mewariskan marga dari Ayahnya. Dalam pembagian warisan pemberian-pemberian atau yang disebut

holong ate yang diberikan kepada istri menjadi hak milik, jika diwariskan kepada

keturunannya maka pemberian-pemberian tersebut akan berpindah ke marga lain. Hal ini sepenuhnya akan menjadi hak milik dari turunannya, berbeda dengan hukum adat batak Karo dimana harta tersebut setelah istri meninggal dikembalikan kepada marga asalnya, istri hanya mempunyai hak pakai selama hidupnya.

a. Proses Pewarisan

Proses pewarisan, yaitu proses bagaimana pewaris berbuat untuk meneruskan atau mengalihkan harta kekayaan yang ditinggalkan kepada para waris ketika pewaris itu masih hidup dan pemakainya atau cara bagaimana melaksanakan pembagian warisan kepada para waris setelah pewaris meninggal. Hal ini dapat dijumpai dalam berbagai sistem hukum, baik hukum waris barat, hukum waris Islam dan juga hukum adat. Tetapi dalam hukum adat yang masyarakatnya menganut sistem pewarisan individual, ada dijumpai pengalihan harta waris pada saat pewaris masih hidup atau disebut hibah, seperti pada

(13)

masyarakat adat Angkola di Kabupaten Padanglawas Utara, penerusan atau pengalihan harta kekayaan dikala pewaris masih hidup ialah diberikannya harta kekayaan tertentu sebagai dasar kebendaan untuk kelanjutan hidup kepada anak-anakyang akan mendirikan rumah tangga baru (manjae) misalnya pemberian atau dibuatkannya bangunan rumah, bidang-bidang tanah ladang, kebun atau sawah untuk laki-laki atau perempuan yang akan berumah tangga.

Hibah dilakukan waktu si pewaris masih hidup adalah untuk menghindari pertikaian atau perselisihan diantara para ahli waris setelah pewaris meninggal dunia dimana tujuan harta warisan adalah untuk kelangsungan ahli waris dikemudian hari.

Pewarisan juga mempunyai fungsi lain, yakni mengadakan koreksi dimana perlu, terhadap hukum waris abinvestato menurut peraturan-peraturan tradisional atau agama, yang dianggap tidak memuaskan bagi oleh peninggal warisan.15 Pengalihan harta waris sesudah pewaris meninggal dunia merupakan proses yang universal dalam setiap hukum waris, tetapi pengalihan harta sebelum pewaris meninggal dunia dan merupakan proses dalam pembagian warisan setelah pewaris meninggal dunia , hal ini tidak biasa dalam hukum waris pada umumnya, namun hal tersebut dalam hukum adat merupakan penerapan dari salah satu azas atau prinsip pewarisan yaitu menurut hukum adat, harta peninggalan itu adalah meliputi semua harta benda yang pernah dimiliki oleh si peninggal harta semasa hidupnya. Jadi tidaklah hanya terbatas terhadap harta yang dimiliki pada sipeninggal harta mati.16

Dengan demikian terhadap harta-harta yang diwariskan sebelum si pewaris meninggal, maka harta tersebut akan diperhitungkan lagi pada waktu diadakan pembagian warisan sesudah si pewaris meninggal.

Dalam masyarakat Angkola di Kabupaten Padanglawas Utara pemberian harta pada saat sipewaris masih hidup tidak akan diperhitungkan lagi pada saat pembagian warisan sesudah sipewaris meninggal,

15 Soepomo: Adatprivaatrecht van west Java, hal.117

(14)

Dalam hukum adat Angkola di Kabupaten Padanglawas Utara pemberian harta kepada anak semasa orang tua masih hidup ada yang berupa tanah atau ladang, biasanya diberikan kepada anak yang telah berumah tangga untuk di usahainya sebagai tempat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Hak seorang anak yang menerima tanah atau ladang tersebut adalah hak milik, hak tersebut tidak diambil kembali dari si anak oleh ahli waris lain ketika pembagian warisan sesudah sipewaris meninggal, harta tersebut sudah beralih haknya pada si anak sebagai hak milik.

Pada perempuan pemberian harta warisan semasa orang tua masih hidup berupa perhiasan pada waktu dia melangsungkan pernikahan, harta tersebut berupa emas yang jumlahnya disesuaikan dengan mahar yang diterimanya pada saat melangsungkan pernikahan, hal ini dalam adat Angkola di Kabupaten Padanglawas Utara merupakan adat kebisaan dimana jumlah emas yang dibawa pengantin wanita disesuaikan dengan mahar yang diberikan pengantin pria.

Pembagian warisan dalam masyarakat adat Angkola di Kabupaten Padanglawas utara dapat dilaksanakan sebelum dan sesudah sipewaris meninggal, dalam pelaksanaan pembagian warisan ketika si pewaris masih hidup diadakan dengan melakukan rapat keluarga untuk menentukan pembagian harta warisan tersebut, setelah semua ahli waris sepakat dan menerima bagian masing- masing, pemanfaatan semua harta warisan ini masih dalam penguasaan orang tua selama masih hidup, pembagian warisan ini dilakukan bertujuan untuk menghindari pertikaian dan perpecahan antara sesama ahli waris jika nanti si pewaris telah meningal dunia.

Dalam pembagian warisan setelah pewaris meninggal dilaksanakan rapat keluarga, sebagian masyarakat melakukan setelah tiga hari sipewaris meninggal dalam istilah Angkola disebut Mangabisi Ari, sebagian lagi pelaksanaannya dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari pewaris meninggal.

Dalam pelaksanaan pembagian warisan tersebut seluruh harta warisan diperhitungkan kemudian diselesaikan seluruh hutang piutang dari si pewaris agar tidak ada masalah di belakang hari.

(15)

Jika ahli waris masih kecil dan telah menjadi yatim piatu maka harta warisan tersebut akan diurus oleh saudara yang akan mengurus atau membesarkan ahli waris sampai dewasa dengan diawasi oleh saudara pewaris tersebut.

Dalam pembagian harta warisan dalam adat Angkola di Kecamatan Padangbolak harta yang tidak dapat dibagi yaitu berupa rumah si pewaris, rumah serta perabotan dan tanahnya merupakan bagian yang dipisahkan dari harta warisan yang akan dibagi ,yang menjadi hak milik anak yang paling kecil dari keluarga pewaris,

Menurut wawancara dengan responden pembagian harta warisan di dua desa tersebut terdapat tiga cara yaitu:

1. Musyawarah para ahli waris

Cara ini sering digunakan penduduk masyarakat adat di dua desa tempat penelitian, dalam musyawarah ini ahli waris semua berkumpul untuk membahas pembagian harta warisan, dalam pembagian harta warisan ini anak laki-laki bermusyawarah untuk melakukan pembagian harta warisan, setelah harta warisan dibagi maka untuk bagian anak perempuan juga biasanya dibagi tetapi lebih kecil dari bahagian anak laki-laki, setelah musyawarah selesai para ahli waris membuat surat pembahagian harta warisan yang disaksikan seluruh ahli waris, tokoh adat dan kepala desa di desa dimana pembagian warisan ini dilakukan.

2. Pembagian secara tradisi yang sudah ditetapkan

Pembagian warisan ini dilakukan sesuai dengan tradisi turun-temurun dimana dalam pembagiannya anak laki-laki mendapat 2/3 dari jumlah harta warisan dan anak perempuan mendapat 1/3 dari jumlah harta warisan, harta warisan dalam hal ini diluar rumah dan tanah pekarangannya, karena rumah tersebut menurut kebiasaan adat Angkola di Kabupaten Padanglawas Utara adalah bahagian anak terkecil. 2/3 bagian anak laki-laki akan dibagi rata sesuai dengan jumlah ahli waris anak laki-laki, begitu juga dengan anak perempuan bahagian 1/3 dibagi rata sesuai dengan jumlah ahli waris anak perempuan. 3. Pembagian warisan menurut adat Angkola Kabupaten Padanglawas Utara.

(16)

Pembagian warisan ini dilakukan sesuai dengan adat Angkola Kabupaten Padanglawas Utara dimana dalam pembagiannya anak perempuan mendapat

Holong ate dari jumlah harta warisan. Pembagian warisan ini dilakukan

dengaan melibatkan ketua adat, hatobangon dihuta, serta kepala desa dan saksi-saksi, pembagian warisan menurut adat ini dilakukan karena tidak adanya kesepakatan antara ahli waris dalam musyawarah keluarga, pembagian warisan ini jarang dilakukan karena akan membuat malu keluarga ahli waris, masyarakat beranggapan ahli waris tidak mempunyai rasa malu dan dalam kebiasaan di dua desa tersebut mempunyai prinsip jika pembagian harta dengan perselisihan antara ahli waris membuat pewaris atau orang tua yang sudah meninggal tidak mendapat ketenangan di alam kubur.

b. Pembagian Warisan

Kewarisan dalam masyarakat batak berarti hukum mengenai harta benda peninggalan orang mati, jika mencari pengertian yang tepat untuk mendefenisikan hukum warisan ini sebagai keseluruhan, kita akan berhadapan dengan kenyataan bahwa bagian hukum adat ini mempunyai istilah sendiri. Istilah itu kadang tercampur satu sama lain dalam bahasa rakyat. Tetapi hukum bumiputera membuat perbedaan yang jelas antara satu dengan yang lainnya.17

Sistem pewarisan yang ada pada masyarakat adat Angkola di Kecamatan Padangbolak adalah sistem Pewarisan Patrinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih besar pengaruhnya dari kedudukan wanita didalam pewarisan.

Dalam pembagian harta warisan pada masyarakat adat Angkola di Kecamatan Padangbolak yang berhak atas harta warisan adalah anak laki-laki, sedangkan anak perempuan mendapatkan harta warisan dari keikhlasan hati (holong ate) dari anak laki-laki sebagai tanda kenang kenangan saja. Jika pewaris tidak mempunyai keturunan anak laki-laki hanya anak perempuan saja, maka harta warisan seluruhnya jatuh kepada anak-anak perempuan tersebut tersebut.

Dalam hukum warisan adat, keturunan darah ayah sebagai titik tolak untuk menyelusuri orang-orang pewaris.Hubungan keluarga terdekat dan jenis kelamin

(17)

laki-laki adalah golongan yang utama untuk mendapatkan hak waris terhadap harta benda, sehingga golongan laki-laki beserta turunan-turunan harta menurut garis vertikal adalah menjadi golongan yang utama (kesatuan).

Pada umumnya anak perempuan yang sudah kawin selalu mendapat pemberian dari harta peninggalan orangtua berdasarkan kasih sayang (holong ate) berupa benda bergerak seperti perkakas/perabot rumah tangga, barang perhiasan berupa emas dan pakaian, maka pemberian barang barang seperti ini akan menjadi hak milik anak perempuan tersebut demikian juga dengan pemberian harta tidak bergerak seperti sawah atau ladang maka pemberian itu akan menjadi hak milik anak perempuan tersebut.

Dalam adat Angkola dikecamatan Padangbolak sudah mengalami pergeseran dalam adat tersebut karena sudah terpengaruh dengan agama. Dilihat dari jumlah penduduk pada dua desa lokasi penelitian yaitu desa Sosopan dan Purba sinomba 100% menganut kepercayaan agama Islam. Sehingga dalam adat Angkola di Kecamatan Padangbolak hukum yang ditetapkan dalam waris adalah memakai hukum Islam.

Menurut wawancara dengan responden menyatakan dengan memakai pembagian waris secara hukum Islam berlangsung secara damai dan mencapai kesepakatan, hukum waris adat pembagiannya sangat tidak adil terutama untuk anak perempuan, sehingga proses pembagian warisan bergeser dari hukum waris adat menjadi hukum waris islam, tetapi ada sebagian ahli waris dengan tujuan untuk menguasai harta warisan memaksakan pembagian warisan tersebut dengan mempergunakan hukum waris adat, pembagian warisan dengan hukum adat biasanya hanya melahirkan perselisihan dan perpecahan antara ahli waris, dalam hal ini ahli waris perempuan merupakan pihak yang sangat dirugikan.

Dalam hukum waris adat anak perempuan hanya mendapatkan warisan sebatas keikhlasan dari anak laki-laki (holong ate),menurutnya lagi hal itu tidak sesuai dan tidak mempunyai rasa keadilan, posisi anak perempuan pada saat ini dibanding anak laki-laki di mata orang tua adalah sama, hal ini dapat dilihat dari kehidupan masyarakat Angkola di desa Sosopan dan desa Purbasinomba beban

(18)

tanggungan nafkah keluarga sekarang ini bukan lagi sepenuhnya dipikul laki-laki tapi sebagian sudah menjadi urusan perempuan.

Masyarakat di kecamatan Padang bolak terutama di dua desa Sosopan dan desa Purbasinomba 100% menganut agama islam, dengan kondisi masyarakat yang demikian menyebabkan hukum yang dipergunakan dalam pembagian warisan adalah hukum kewarisan Islam.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Terjadinya pergeseran pada hukum waris adat Angkola, khususnya di dua desa, (desa Sosopan, dan desa Purbasinomba) kecamatan Padangbolak kabupaten Padanglawas Utara, antara lain disebabkan: Faktor agama, faktor pendidikan, faktor ekonomi. Ketiga faktor tersebut mencerminkan pola pikir yang positif untuk mencapai rasa keadilan dalam hal pembagian waris pada masyarakat adat di Kecamatan Padangbolak Kabupaten Padanglawas Utara. 2. Dalam hal pembagian waris pada masyarakat adat Batak Angkola kecamatan

Padang Bolak Kabupaten Padanglawas Utara, Lembaga Adat dan Budaya Padanglawas utara mempunyai peran penting: Jika terjadi sengketa diantara

para pewaris Lembaga Adat dan Budaya bertindak sebagai

mediator/penengah. Dalam hal pembagian waris Lembaga Adat dan Budaya berperan sebagai pemberi nasehat atau saran bagi para waris dengan membebaskan para waris untuk memilih cara penyelesaian pembagian warisan baik secara adat atau secara faraidh (hukum waris Islam).

3. Pembagian warisan pada masyarakat Batak Angkola didesa Sosopan dan desa Purba sinomba Kecamatan Padangbolak Kabupaten Padanglawas Utara sebagian sudah menerapkan pembagian warisan secara faraidh yaitu dengan membagi waris bagi ahli waris laki-laki dan perempuan berbanding 2:1 Saran

1. Walaupun terjadi pergeseran-pergeseran hukum waris adat menjadi hukum waris Islam, Sebaiknya tata cara pembagian waris adat Angkola tetap diperhatikan agar nantinya nilai nilai adat tidak punah.

(19)

2. Hendaknya lembaga adat dan budaya kecamatan Padangbolak kabupaten Padanglawas Utara melakukan penyuluhan –peyuluhan ke desa- desa agar masyarakat mengerti tentang pentingnya pengetahuan tentang pembagian warisan.

3. Bagi masyarakat di desa sosopan dan desa Purbasinomba kecamatan Padangbolak kabupaten Padanglawas Utara dalam menjalankan pembagian warisan yang masyarakatnya 100 % beragama Islam agar tetap menjaga nilai nilai dari pelaksanaan hukum waris Islam sehingga tercapai keadilan dalam hal pembagian waris.

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004)

Djakfar Idris, Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam,Pustaka jaya Irianto Heru dan Burhan Bungin, Pokok-pokok penting tentang wawancara dalam

metedologi penelitian kualitatif, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001

Mohammad Daud Ali,Hukum Islam, jakarta: Rajagrafindo persada,2004 Moleong Lexy j., Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,Nasution, 2007

Johan. Metode Penelitian Hukum.Mandar Maju, Jambi,2008

Perkasa Alam Sutan Tinggi Barani, Buku Pelajaran adat Tapanuli Selatan Surat

Tumbaga Holling-holling, Mitra

Pilio.A, Hukum Waris.jakarta:T.PN.1997 Simorangkir J.C.T. ,S.H.,dkk, Kamus Hukum

Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita) Cetakan 17

Sunggono Bambang, Hukum Metedologi Penelitian, (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada) . 2007

Usman Datuk, Diktat Hukum adat, Bina Saran Balai Penmas SU, Medan, 1988 Vergouwen J.C, masyarakat dan hukum adat batak toba, (Yogyakarta:LkiS Yogyakarta,2004)

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika) , 2009 B. Perundang-Undangan

Buku II Kitab Undang Undang Hukum Perdata C. Penelusuran Internet

http://majalah.tempointeraktif.com.id/arsip/1987/11/21/AG/mbm.19871121.AG32 818.id.html

Referensi

Dokumen terkait

4.0 KEMAHIRAN YANG DIUKUR DALAM UJIAN APTITUD AM TAHUN 3. Kemahiran yang diukur dalam Ujian Aptitud Am Tahun

Dari pekerja yang didiagnosis akne, diklasifikasikan menurut tingkat keparahan akne dan diperoleh bahwa 31% didiagnosis dengan akne berat, 31%lainnya didiagnosis

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana proses pengendalian produk untuk meningkatkan kualitas hasil produksi yang bertujuan untuk mengetahui

Dalam pengujian sistem yang telah dilakukan sebanyak 10 (sepuluh) kali pengiriman attachment gambar/foto, keberhasilan dari pengambilan tersebut adalah 100%, untuk

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintahan daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

lava bantal watuadeg berbah sebagai upaya konservasinya. Secara garis besar metode penelitian yang dilakukan dapat dibagi dalam beberapa tahap, yaitu: Studi

Sehingga dari basil penelitian pengaruh deterjen di dalam air dalam waktu 48 jam, bahwa konsentrasi deterjen (2,5%) benih ikan patin masih dapat bertoleransi sampai waktu

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa untuk masing-masing ternak besar, yaitu sapi, kerbau dan kuda, Kecamatan Siborongborong memiliki indeks gravitasi tertinggi dengan