• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto dalam bukunya berjudul Sosiologi Suatu Pengantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto dalam bukunya berjudul Sosiologi Suatu Pengantar"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1Latar Belakang

Kebudayaan merupakan hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia. Kata kebudayaan merupakan adopsi dari bahasa Sansekerta seperti yang telah diungkapkan oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto dalam bukunya berjudul Sosiologi Suatu Pengantar

sebagai berikut: Kata “Kebudayaan” berasal dari (bahasa Sansekerta) buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal” (Soekanto, 2002:150). Soekanto menyebutkan adanya tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals, salah satunya adalah kesenian. Kesenian dibagi menjadi beberapa macam diantaranya adalah seni rupa, seni suara, seni gerak, seni musik, dan sebagainya (Soekanto, 2002:154).

Masyarakat Jawa sampai saat ini masih memegang teguh budaya yang diyakini sebagai peninggalan nenek moyang sehingga mereka mencoba mempertahankan budaya tersebut dengan cara melestarikan dan memadukannya dengan hal-hal yang berbau modern. Seperti halnya kesenian musik tradisional bernamakan Campursari. Seperti yang telah diungkapkan oleh Rumanti bahwa musik

Campursari merupakan perpaduan antara musik tradisional (gamelan) yang pentatonis dengan musik modern (musik barat) yang diatonis. Musik Campursari

(2)

siaran rutin Radio Republik Indonesia (RRI) stasiun Semarang, dengan vokalis Dharmanto. Musik Campursari dapat membawakan membawakan lagu-lagu dangdut, namun yang dapat dicampursarikan hanyalah iramanya (Rumanti, 2002:83).

Kata Campursari berasal dari dua kata yaitu “campur” dan “sari”. Definisi kata “campur” dalam kamus Baoesastra Djawa adalah tjarup dadi siji, awor, amor tetunggalan yang memiliki arti membaur menjadi satu, membaur, membaur satu sama lain (Poerwodarminta, 1939:624). Sedangkan dalam konteks memiliki arti berbaurnya instrument musik tradisional dengan musik modern. Definisi kata “sari” adalah asri, endah yang memiliki arti asri dan indah (Poerwodarminta, 1939:546). Sedangkan dalam konteks memiliki arti percampuran dua musik yang menghasilkan keindahan.

Selain musiknya yang unik, Campursari atau yang biasa disebut dengan tembang Campursari memiliki bagian lain yaitu lirik yang berbahasa Jawa. Lirik tersebut berupa puisi yang di dalamnya juga terdapat aturan tentang guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan. Aturan tentang bunyi jumlah larik dalam satu tembang, jumlah vokal pada akhir tiap larik tertentu, dan jumlah suku kata pada larik-larik tertentu. Padmosoekotjo menyatakan dalam bukunya berjudul Ngengrengan Kasusastran Djawa bahwa puisi tradisional juga disebut tembang (macapat) yang di dalamnya terdapat aturan guru lagu, guru wilangan, dan guru gatra (Padmosoekotjo, t.t:22, 24). Tembang menurut Padmosoekotjo sebagai karangan atau karya bahasa dengan aturan tertentu yang cara pengucapanya harus dilagukan dengan suara (Padmosoekotjo, t.t:25).

(3)

Banyak ditemukan beberapa karya tembang Campursari dari para seniman Jawa, mereka para seniman selalu menghadirkan nuansa-nuansa tembang Campursari

dengan kekhasan tersendiri. Kekhasan mereka diperlihatkan melalui bermacam-macam bentuk, salah satunya menggunakan “tema” sebagai ciri khas, seperti lima buah tembang Campursari yang telah peneliti pilih adalah tembang dengan ciri khas bertema kota Nganjuk. Kelima tembang tersebut peneliti ambil dari karya seorang musisi asli Nganjuk bernama Ndaru Antariksa.

Peneliti memilih tembang bertema kota Nganjuk ini dikarenakan adanya ketertarikan dengan banyaknya tembang yang dihasilkan oleh Ndaru Antariksa yang mengarah pada kota Nganjuk ini sehingga terlihat istimewa di mata peneliti. Sebelumnya peneliti akan memaparkan profil kota Nganjuk selaku topik dalam tema lima buah tembang yang akan diteliti. Nganjuk adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia yang beribukota di Nganjuk. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro di sebelah Utara, Kabupaten Jombang di sebelah Timur, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Ponorogo di sebelah Selatan, serta Kabupaten Madiun di sebelah Barat. Nganjuk juga dikenal dengan julukan kutha Bayu atau kota Angin (http://kabnganjuk.blogspot.com/2012/05/profil-kab-nganjuk.html).

Tembang Campursari bertema kota Nganjuk ini menurut sepengetahuan peneliti berjumlah enam. Diciptakan oleh dua orang musisi, yang pertama Ndaru Antariksa menciptakan lima buah tembang dan satu buah tembang lagi adalah karya Koko Widjanarko. Namun peneliti hanya menfokuskan penelitian pada lima buah tembang Campursari karya Ndaru Antariksa. Tembang Campursari karya Ndaru

(4)

Antariksa bertema kota Nganjuk ini merupakan tembang yang memiliki kekhasan dengan adanya penyebutan beberapa tempat di kota Nganjuk. Tembang pertama dan kedua berjudul Alun-alun Nganjuk yang kemudian dilanjutkan Alun-alun Nganjuk II.

Alun-alun merupakan simbol pusat kota yang dahulu banyak terdapat para pedagang kaki lima di dalam maupun di sekitar Alun-alun. Asal-usul tembang yang memakai judul pusat kota itu dimulai dari pengalaman narasumber disaat berkeliling Alun-alun

mencari roti bakar untuk anaknya, namun penjual roti bakar tidak juga ditemukan, sehingga Ndaru Antariksa (Narasumber) pulang kemudian tidak sengaja bersenda gurau dengan anaknya dengan menyanyikan sepenggal cuplikan lirik yang terdapat pada tembang “Ning alun-alun tak goleki” hingga dilanjutkan menjadi sebuah

tembang berjudul Alun-alun Nganjuk kemudian diteruskan menjadi Alun-alun Nganjuk II yang juga menceritakan tentang suasana Alun-alun yang menjadi sepi dikarenakan terjadinya pergeseran peraturan yang melarang pedagang kaki lima untuk berjualan di dalam area Alun-alun sehingga menyebabkan Alun-alun yang sebelumnya ramai menjadi sepi, pernyataan tersebut terdapat pada lirik tembang

Alun-alun Nganjuk II. 1 Tembang ketiga berjudul Sedudo Kali Bening merupakan nama tempat wisata. Sedudo adalah nama sebuah air terjun dan obyek wisata yang terletak di Desa Ngliman Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk Jawa Timur. Jaraknya sekitar 30 km arah Selatan ibukota kabupaten Nganjuk. Berada pada ketinggian 1.438 meter dpl, ketinggian air terjun ini sekitar 105 meter (http://id.wikipedia.org/wiki/Air_terjun_Sedudo). Tempat tersebut sering kali

(5)

dikunjungi kebanyakan oleh para pemuda dan pemudi. Tembang yang keempat berjudul Pojok Gedung Juang yang di mana Gedung Juang merupakan nama dari sebuah tempat favorit atau tongkrongan pemuda dan pemudi Nganjuk. Ndaru Antariksa sendiri menjelaskan tentang keadaan dimana di Gedung Juang tersebut terdapat patung pesawat dan patung-patung yang lain. Keadaan tersebut juga digambarkan dalam lirik tembang. Tembang kelima berjudul Jaket Iki juga menceritakan sebuah tempat yang merupakan tempat pemberhentian angkot atau bus. Ndaru Antariksa menceritakan ide awal dari pembuatan tembang tersebut ketika beliau tanpa sengaja melihat seorang pemudi yang turun dari sebuah bus kemudian langsung disambut pasangannya yang menjemput di pinggir jalan mastrip dan memberikan jaketnya untuk digunakan menjadi payung karena pada saat itu cuaca sedang gerimis. Jalan Mastrip inilah yang kemudian terkenal karena penyebutan di dalam lirik tembang berjudul Jaket Iki.

1.2Rumusan Masalah

Seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang di atas, maka diketahui bahwa permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana bentuk tembang Campursari karya Ndaru Antariksa yang bertema tentang kota Nganjuk?

b. Bagaimana gaya bahasa dalam tembang Campursari karya Ndaru Antariksa yang bertema tentang kota Nganjuk?

(6)

c. Apa makna yang terkandung dalam tembang Campursari karya Ndaru Antariksa yang bertema tentang kota Nganjuk?

1.3Tujuan Penelitian

Secara garis besar penelitian ini mempunyai tujuan :

a. Mengetahui bagaimana bentuk tembang Campursari karya Ndaru Antariksa yang bertema kota Nganjuk.

b. Mengetahui dan memahami gaya bahasa yang terdapat pada tembang

Campursari karya Ndaru Antariksa yang bertema kota Nganjuk.

c. Mengetahui dan memahami makna lirik tembang Campursari karya Ndaru Antariksa yang bertema kota Nganjuk.

Dengan demikian, penilitian ini diharapkan akan mampu menambah wawasan dan memberikan masukan yang berguna bagi masyarakat dan peneliti lanjutan yang terapresiasi terhadap bidang seni terutama seni musik Campursari dan juga karya sastra puisi Jawa yang dalam hal ini berarti lirik tembang Campursari.

1.4Tinjauan Pustaka

Adapun pembahasan dalam penelitian ini membahas lirik tembang

Campursari secara ilmu sastra khususnya stilistika. Penelitian yang menfokuskan pada analisis lirik tembang Campursari ini menjelaskan tentang lirik tembang

Campursari dilihat dari aspek penggunaan gaya bahasa, makna lirik tembang, citraan yang meliputi berbagai macam citraan (citraan penglihatan, citraan perabaan, citraan

(7)

pendengaran dan citraan gerak), persajakan, orkestrasi pada lirik (pengulangan syair). Sepanjang pengetahuan peneliti tidak terdapat karya yang atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh peneliti lain, kecuali yang sudah tertulis sebagai acuan. Ada pun penelitian yang terdahulu digunakan sebagai acuan dasar dalam keberlangsungan perkembangan penelitian, adalah sebagai berikut:

Fitrianto, Danang. 2011. “Analisis Lirik Tembang Campur Sari Karya Cak Diqin”. Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Adapun pembahasan dalam penelitian adalah tentang gaya bahasa, pencitraan, dan orkrestasi dalam tembang Campursari dengan menggunakan analisis stilistika.

Intarti. 2011. “Kidung Ludruk Kelompok Kartolo CS”. Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Adapun pembahasan dalam penelitian tentang karakteristik dan gaya bahasa dalam kidung kelompok Kartolo CS.

Prabowo, Devita Rina. 2014. “Analisis Gaya Bahasa Pada Lirik Lagu Hip Hop Berbahasa Jawa”. Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Adapun pembahasan dalam penelitian adalah tentang pemanfaatan gaya bahasa dalam lirik lagu berbahasa Jawa karya Jogja Hip Hop Foundation (JHF) berdasarkan langsung dan ketidak lagsungan makna.

Purwanto. 2000. “Analisis Unsur Lirik Tembang Campur Sari (LTCS) karya Manthou’s”. Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Adapun pembahasan dalam penelitian adalah tentang unsur-unsur kepuitisan yang meliputi unsur parikan dan wangsalan dengan menggunakan analisis struktural.

(8)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori analisis stilistika yang membahas tentang penggunaan gaya bahasa, pencitraan, persajakan juga tentang orkestrasi (pengulangan syair).

1.5Landasan Teori

Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini dikhususkan pada ilmu sastra, yaitu analisis stilistika. Stilistika berasal dari Bahasa Inggris, yaitu Stylistic yang Istilah stilistika atau stylistic terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist yang berarti pengarang atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode’. Ics atau ik’ adalah ilmu, kaji, telaah. Stilistika adalah ilmu gaya atau gaya bahasa (Wicaksono, 2014:4). Stilistika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti tata bahasa yang meliputi kebiasaan-kebiasaan atau ungkapan-ungkapan dalam pemakaian bahasa yang mempunyai efek kepada pembacanya (Tim Penyusun, 2009:489).

Stilistika mengkaji cara sastrawan memanipulasi (dengan arti memanfaatkan) unsur dan kaidah yang terdapat dalam bahasa dan efek apa yang ditimbulkan oleh penggunaannya itu. Stilistika meneliti ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra, ciri-ciri yang membedakan atau mempertentangnya dengan wacana non sastra, meneliti deviasi terhadap tata bahasa sebagai sarana literer. Singkatnya, stilistika meneliti fungsi puitik suatu bahan. Pada apresiasi sastra, analisis stilistika digunakan untuk memudahkan menikmati, memahami, dan menghayati sistem tanda yang digunakan dalam karya sastra yang berfungsi untuk mengetahui ungkapan ekspresi

(9)

yang ingin diungkapkan oleh pengarang. Pusat perhatian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seseorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Dengan demikian, style dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa. sedangkan pengertian gaya bahasa sendiri adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu pula (Sudjiman, 1993:3, 13).

1.6Metode Penelitian

Metode penelitian dibagi menjadi dua cara, yaitu metode pengumpulan data dan metode analisis. Keduanya akan diuraikan sebagai berikut:

1.6.1 Metode Pengumpulan Data

Tahap awal dalam metode pengumpulan data adalah melalui penulisan ulang data. Penulisan ulang pada data dilakukan karena data yang peneliti peroleh terdapat pada Video Compact Disc (VCD). Penulisan disamakan memakai ejaan bahasa Jawa Baku. Kemudian dilanjutkan proses terjemahan dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.

1.6.2 Metode Analisis

Proses analisis data peneliti memilih bagian data yang sesuai dengan teori stilistika, yaitu mencari penggunaan gaya bahasa, citraan yang meliputi (citraan

(10)

penglihatan, gerak, pendengaran dan perabaan), manipulasi bunyi (persajakan, orkestrasi atau pengulangan syair), ciri khas serta tema tembang.

1.7Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan terbagi menjadi empat bab yaitu:

1. Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian yang meliputi metode pengumpulan data dan metode analisis, dan yang terkhir sistematika penulisan.

2. Bab II menjelaskan tentang biografi pencipta tembang, deskripsi bentuk tembang, dan hasil terjemahan tembang.

3. Bab III menjelaskan analisis tembang Campursari meliputi penggunaan gaya bahasa yang meliputi gaya bahasa perbandingan: personifikasi, metafora (perbandingan langsung), asosiasi (perbandingan tidak langsung), hiperbola. Kemudian gaya bahasa penegasan meliputi repetisi, klimaks, inversi, retoris, dan eksklamasio. Citraan yang meliputi citraan penglihatan, pendengaran, perabaan, dan gerak. Manipulasi bunyi yang meliputi persajakan (sajak tengah dan sajak akhir). Orkestrasi atau pengulangan syair, ciri khas dan makna yang terkandung dalam lirik tembang Campursari karya Ndaru Antariksa bertema kota Nganjuk.

(11)

4. Bab V penutup menjelaskan tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran.

Referensi

Dokumen terkait