• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adat Perkawinan Masyarakat Samin di Desa Tapelan Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Adat Perkawinan Masyarakat Samin di Desa Tapelan Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Adat Perkawinan Masyarakat Samin di Desa Tapelan Kecamatan Ngraho

Kabupaten Bojonegoro

Sarjono

Dosen Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial IKIP PGRI Bojonegoro

ABSTRAK

Masyarakat Samin adalah suatu kelompok masyarakat yang menganut ajaran Saminisme yang diajarkan oleh Samin Soero Sentiko. Mereka mempunyai kebiasaan dan adat yang berbeda dengan masyarakat lain. Masyarakat Samin adalah termasuk etnis jawa atau suku jawa. Didalam melaksanakan perkawinan, anak-anak Samin harus mengikuti adat istiadat yang ditetapkan oleh tradisi mereka dengan cara nyuwito atau magang calon pengantin laki-laki magang pada keluarga calon perempuan, apabila sudah ada kecocokan hati pada kedua calon mempelai maka dilanjutkan dengan melawan pada orang tua gadis dengan berucap: Saya ingin menikahi dan hidup berumah tangga dengan gadis yang saya cintai, janji saling cinta. Kalau orang tua gadis mengucapkan: Saya punya anak perempuan yang bernama. . . . saya mengijinkan dan menyetujui janjinya calon pengantin untuk hidup berumah tangga saling mencintai. Bagi masyarakat samin ucapan tersebut harus saling dipegang teguh dan tidak boleh dianggap main-main. Setelah semua proses adat dilaksanakan maka dilanjutkan dengan perkawinan di KUA mengikuti anjuran dari pemerintah yaitu mendaftarkan perkawinannya di KUA. Dalam merayakan perkawinan masyarakat samin tidak merayakannya sebagaimana mestinya pengantin yang dilengkapi dengan perlengkapan dan pakaian adat, namun hanya memakai pakaian sehari-hari saja (ala kadarnya). Perayaan tersebut hanya dengan “Brokohan” yaitu makan bersama dengan mengundang tetengga kanan kiri dan sanak saudaranya saja. Dan dalam acara tersebut mereka tidak menerima sumbangan berupa uang, namun mereka bisa menerima kalau sumbangan tersebut berupa bahan makanan (bahan-bahan dapur).

Kata kunci: Adat Perkawinan Masyarakat Samin

Samin community is a community that embraces the teachings of Saminisme taught by Samin Soero Sentiko. They have different habits and customs with other people. Samin is the ethnic communities including Java or Java tribe. In performing marriages, children should follow the customs Samin set by their traditions by way of apprenticeship candidates nyuwito or groom internship in family women candidates, when there is a match in the hearts of both the prospective bride and groom then proceed to fight the girl's parents to say: I want to marry and settle down to live with the girl I love, love one another appointment. If the girl's parents say: I have a daughter named. . . . I allow and approve the bride and groom promise to love each other. For the people of Samin, the utterance must be adhered to each other and should not be considered to be kidding. After all the customary processes implemented then followed by marriage in KUA follow the advice of the government to register the marriage at KUA. In celebrating the marriage is not celebrated as it should Samin bridal equipped with fixtures and custom clothing, but only wear everyday clothes (perfunctory). The celebrations only with "Brokohan" ie eat with the left and right neighbors and invite relatives only. And in the event they do not receive cash donations, but they can accept donations if it is in the form of food (kitchen ingredients).

PENDAHULUAN

Dalam kebudayaan terdapat unsur-unsur adat istiadat yang mencakup sistem nilai, budaya, dan norma yang ada dalam masyarakat yang menumbuhkembangkan menjadi suatu kebiasaan yang dalam hal ini dilakukan berkali-kali. Adat yang mendarah daging akan membentuk tabiat dan kebiasaan adat sebagai hukum rakyat yang hidup dan tidak tertulis.

Untuk mengkaji lebih lanjut dan mendalami masalah kebudayaan yang berkaitan dengan suku bangsa yang memiliki budaya tersebut, sering kali ditemukan sesuatu yang menarik untuk dikaji. Salah satinya

adalah adat masyarakat Samin yaitu dalam hal perkawinan. Seperti diketahui manusia tidak akan berkembang tanpa adanya perkawinan, karena perkawinan menyebabkan adanya keturunan dan keturunan menimbulkan keluarga yang berkembang menjadi kerabat dan masyarakat.

Perkawinan merupakan unsur tali temali yang meneruskan kehidupan manusia dan masyarakat. Perkawinan bagi masyarakat manusia bukan sekedar persetubuhan antara jenis kelamin yang berbeda sebagaimana makhluk lainnya, tetapi perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang bahagia.

(2)

Perkawinan menyangkut pula kehormatan keluarga dan kerabat bersangkutan dalam pergaulan masyarakat, proses pelaksanaan perkawinan diatur dengan tata tertib adat. Menurut adat perkawinan bisa merupakan urusan pribadi, bergantung kepada tata susunan masyarakat yang bersangkutan (Imam Sudiyat 1993: 107).

Mengingat pentingnya suatu perkawinan yang prosesnya senantiasa disertai oleh berbagai upacara keagamaan dan kepercayaan masing-masing sehingga perkawinan bersifat “Religius Magis” hal ini terbukti dengan adanya berbagai macam suku bangsa yang mempunyai corak dengan tata tertib adatnya sendiri. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat, agama, dan aliran kepercayaan. Hal ini harus dihargai dan dijunjung tinggi namun bukan berarti perkawinan dapat dilakukan seenaknya. Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang pelaksanaannya dijunjung oleh peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975. Sehubungan dengan hal itu peneliti memaparkan kasus perkawinan menurut kepercayaan masyarakat Samin. Didalam melaksanakan perkawinan, anak-anak Samin harus mengikuti adat istiadat yang ditetapkan oleh tradisi mereka. Masyarakat Samin menganggap sah menurut adatnya apabila seorang pemuda telah menyukai seorang gadis maka pemuda tersebut beserta orang tuanya maupun para perangkat desa “jawab” artinya melamar pada orang tua gadis. Setelah peristiwa lamaran diterima, perjaka tersebut “Ngawulo” yaitu dengan cara magang atau nyuwito artinya mencari pengalaman atau nyonto di rumah orang tua gadis dan menjadi “Tahanang” artinya perjaka tersebut harus tinggal di rumah gadis dengan maksud agar tidak diganggu gadis lain.

Selama ngawulo pemuda tersebut bekerja membantu orang tua gadis sanbil menunggu hari baik untuk melangsungkan upacara perkawinan : dari latar belakang inilah, maka peneliti tertarik untuk meneliti sejauh mana pelaksanaan perkawinan adat masyarakat Samin dengan mengambil judul “Adat Perkawinan Masyarakat Samin di Desa Tapelan Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro”.

Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan dan menganalisis tentang:

1. Pelaksanaan adat perkawinan menurut adat masyarakat Samin.

2. Adat perkawinan masyarakat Samin sudah atau belum sesuai dengan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini untuk: 1. Menambah wawasan penelitian tentang

pelaksanaan adat perkawinan dalam suatu masyarakat.

2. Menambah wawasan pengetahuan bahwa adat perkawinan dalam masyarakat Samin yang telah

mengalami banyak perubahan saat ini telah sesuai dengan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 3. Mendapatkan gambaran nyata tentang pelaksanaan

adat perkawinan masyarakat Samin.

METODE

1. Metode Interview atau Wawancara

Metode Interview adalah metode pengumpulan data dengan mengadakan komunikasi langsung atau tanya jawab dengan saling tatap muka antara interviewer (pewawancara) dengan interviewer (yang diwawancarai). Menurut Arikunto (1996: 145) dalam buku prosedur penelitian suatu praktek ada 3 jenis wawancara yaitu :

a. Wawancara bebas dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja tetapi mengingat pula akan data apa yang akan dikumpulkan

b. Wawancara terpimpin yaitu wawancara yang dilakukan oleh pewawancara dengan membawa sebutan pertanyaan

c. Wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan wawancara terpimpin

Dalam penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin, sebab respondenya bebas mengemukakan pendapatnya namun disertai pengontrolan. Sehingga data yang diharapkan dapat terkumpul dengan baik. Adapun dalam penelitian ini , peneliti mewawancarai atau tanya jawab dengan perangkat desa/ sesepuh desa, tokoh masyarakat dan keluarga dekat memepelai atau calon mempelai.

2. Metode Dokumentasi

Surachmad ( 1990:69) mengatakan bahwa metode dokumenter adalah cara penyelidikan ditunjukkan pada penguraian dan penjelasan apa yang telah lalu melalui sumber-sumber dokumen. Perbedaan-perbedaan dalam titik pusat dalam sumber-sumber data yang telah wajar. Dengan metode ini peneliti mendapatkan catatan-catatan, keterangan-keterangan atau dokumen-dokumen dari desa Tapelan, Kecamatan Ngraho, Kabupaten Bojonegoro.

3. Metode Observasi

Hadi dalam buku Metodologi Research mengatakan bahwa sebagai metode ilmiah observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik penomoran-penomoran yang diselidiki (1992: 136). Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala subyek yang diteliti.

HASIL PENELITIAN

1. Adat Perkawinan Dalam Masyarakat Samin Masyarakat Samin termasuk golongan masyarakat yang menyerderhanakan semua proses kehidupan sosialnya, termasuk dalam hal perkawinannya. Dalam masyarakat Samin masih berlaku sistim perjodohan, dari perjodohan ini kebanyakan dari meraka menerima perjodohan yang diberikan oleh orang tuanya. Didalam melaksanakan perkawinan

(3)

anak-anak Samin harus mengikuti adat istiadat yang ditetapkan oleh tradisi mereka yaitu dengan cara magang atau nyuwirto artinya mencari pengalaman atau nyonto (mencontoh). Proses magang ini sama artinya dengan orientasi atau pengenalan sifat masing-masing calon mempelai apabila sudah ada kecocokan hati pada kedua calon mempelai maka dilanjutkan dengan melamar orang tua gadis mengenai lamaran yang berbunyi:

Orang tua calon penganten laki-laki :

“Nopo bener yen ndiko nggadah turunan wedok?” “La, naliko yen kulo rabi angsal nopo mboten?” Artinya:

“Benarkah bapak mempunyai anak perempuan?” “Bolehkah dia saya lamar?”

Calon Pengantin laki-laki:

“Pak, angsal kulo ngriki arep ngrabi turun ndiko nek empun gedhe “

Artinya:

“Pak, kedatangan saya kemari ingin mengawini anak bapak apabila sudah besar”

Jawaban orang tua gadis:

“Saya mengijinkan, terserah anaknya, mau apa tidak” Wali pihak perempuan mengatakan:

“Nggih enten kulo ngriki dipun sekseni ucap kulo, janji podi dhemene, kulo ndhuwe turun wedok pangaran..., kulo nglekake janji teng penganten lanang janji podo dhemene”.

Artinya:

“Saya disini supaya disaksikan ucapan saya, janji saling cinta, saya punya anak perempuan yang bernama . . ..., saya mengijinkan janjinya pengantin laki-laki untuk saling mencintai”.

Bagi masyarakat Samin ucapan tersebut harus saling dipegang teguh dan tidak boleh dianggap main-main. Pada masyarakat Samin sudah mengenal KUA, setelah semua proses adat dilaksanakan maka dilanjutkan dengan perkawinan ke KUA. Masyarakat Samin sudah mulai mengikuti anjuran dari pemerintah yaitu mendaftarkan perkawinanya ke KUA.

Dalam merayakan perkawinan masyarakat Samin tidak merayakannya sebagaimana mestinya pengantin yang dilengkapi dengan perlengkapan dan pakaian adat, namun hanya memakai pakaian sehari-hari saja (ala kadarnya). Peranyaan tersebut hanya dengan “ Brokoan” yaitu makan bersama dengan mengundang tetangga kanan-kiri dan sanak saudara saja. Dan dalam acara tersebut mereka tidak menerima kalau sumbangan tersebut berupa uang, namun mereka bisa menerima kalau sumbangan tersebut berupa bahan makanan (bahan-bahan dapur).

2. Penyajian Data

Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data dari sesepuh desa bernama Gatot yanng mengungkapkan panjang lebar tentang pelaksanaan perkawinan adat yang terjadi di desa Tapelan. Berikut penuturannya:

“Lek arep nikah yo... kondho, tegese kondo karo pak yunge:

Calon pengantin laki-laki:

“Pak angsal kulo ngiki badhe ngarep aku turun panjenengan, turun wedhok angsal nopo mboten?” Jawaban dari orang tua gadis:

“Oleh le, kondho mboke” Calon pengantin laki-laki:

“Mbok kulo ngiki badhe ngarepake turun sampeyan angsal nopo mboten?”

Jawaban dari orang tua gadis:

“Lego le... ngrukunake, saiki kari bocah’e gelem opo ora, ono sing nglakoni takonono dhewe”.

Calon pengantin laki-laki :

“Dek awakmu tak senengno gelem opo ora?” Jawaban dari gadis :

“Purun mas”

Calon pengantin laki-laki: “Nggeh pak”

“Choro ngono wis iku kawinan terus bar kuwi liyo dino opo sorene opo sak kal kuwi dicelukno pak naib karo modin disekseno maneh amargo rukun dulur-dulur iki kudu ngono, bar diseksekno bopo biyunge, yen durung nang pengadilan, pak naib urung ditekakno urung gelem rukun, rukun dulur iku kudu ngono. Cekake ngono iku yo wis ngawulo, sak durunge iku wis tahu mrono, wis podo senenge. Lek biyen ngawulone isoh-isoh tulung tahun margo iseh cilik, lek saiki paling suwe rong wulan gak suwe-suwe. Ngertose peraturan saking pemerintah nggih sampun tuwek niki, nggih kesadarane piyambak mboten wonten perintah, menawi teng pak naib niku dicatet, menawi riyen mboten, kedah rukuni dos pundi ngoten. Lek brokohan niku mboten diramekno, nggih diramekno dulur-dulur sami dugi, ngantene nggih mboten diparasi biasa mawon.

Wong Samin iki yen wis kawin ora wedi ditinggal paribasane wis tuek kok wek-wekan ajeng kawin, mulo mboten saget amargi sampun disekseno yo wong tuwo-tuwo kuwi”.

Artinya :

“Kalau mau nikah harus ijin, maksudnya ijin pada bapak ibunya”.

Calon pengantin laki-laki:

“Pak, maksud kedatangan saya kemari mau melamar anak perempuan bapak, boleh apa tidak?”

Jawaban dari orang tua gadis: “Ya boleh, ijin sama ibunya” Calon pengantin laki-laki:

“Bu, saya kesini mau melamar anak perempuan ibu, boleh apa tidak?

Jawaban dari orang tua gadis :

“Ya boleh, aku merestui, sekarang terserah anaknya, mau apa tidak, ada yang menjalani, tanyai sendiri”. Calon pengantin laki-laki :

“Dik aku menyukai kamu, mau apa tidak?” Jawaban dari si gadis:

(4)

Calon pengantin laki-laki:

“Kalau mau aku senang, pak anaknya sudah setuju”. Jawaban dari orang tua gadis:

“Kalau saya mengijinkan, ibunya merestui”.

“Kalau sudah pada setuju, kira-kira disaksikan hari ini... kemudian orang tua-tua dikumpulkan”. Wali penganten perempuan mengatakan:

“Ketahuilah saya disini dan saya disaksikan ucapan saya, saya mempunyai anak perempuan, saya telah menyaksikan janji mereka berdua kalau berjanji akan saling mencintai dan akan segera menikah, setuju nak....”.

Jawaban pengantin laki-laki: “ya pak”.

“Seperti itu, sudah kawin, selanjutnya lain hari, Soune atau waktu itu juga mendatangkan pak Naib atau moden untuk menyaksikan yang kedua karena peraturannya seperti itu. Sesudah disaksikan bapak ibunya kalau belum ke pengadilan pak Naib belum didatangkan itu tidak baik karena peraturannya harus seperti itu. Waktu itu sudah tidak ngawulo lagi, sebelumnya sudah datang dan saling suka. Kalau dulu ngawulonya bisa sampai 3 tahun tapi sekarang paling lama 2 bulan tidak lama-lama. Tahunya kalau ada peraturan pemerintah ya sudah tua ini, karena kesadaran sendiri tidak ada perintah, kalau di Naib itu dicatat, kalau dulu tidak. Kalau brokohan tidak dimeriahkan, cuma saudara-saudara pada datang dan penggantinya tidak pakai dandanan biasa saja. Orang Samin itu kalau sudah kawin tidak takut ditinggal ibaratnya kalau pengen kawin lagi tidak bisa karena sudah disaksikan oleh orang tua-tua itu. Begitu pula yang disampaikan informan yang bernama Subandi selaku sesepuh desa Tapelan yang menjelaskan secara singkat tentang perkawinan adat Samin adalah sebagai berikut :

“Lek badhe nikah kedhah jawab pak yunge, nek kulo, lek pake empun nglegake yunge empun ngrukumi, lek carane sing wedhok dak tari empun gelem lha niku empun dadi bojone, lek kulo ngoten niku carane. Lek empun podo gedhene, ditari empun diseksekno pake tumukan yunge, nek wis gedhe niku mboten ngawulo riyen niku sik cilik dhereng akhir dewoso. Choro ngono umur pitulas. Sak niki umure kerukunane pemerintah nggih diseksekno pak Naib, sak niki adate isih diagem choro ngono. Nek brokohan iku mestine dulure dikelumpukno dijak mangan bareng nak wis mateng”.

Artinya:

“Kalau mau kawin harus ijin bapak ibunya, itu kalau saya, saat bapak sudah mengijinkan, ibu merestui, yang perempuan juga setuju, seperti itu sudah jadi istrinya. Kalau saya seperti itu caranya, kalau sudah dewasa, anaknya sudah setuju kalau disaksikan bapak ibunya. Kalau sudah dewasa tidak ngawulo, kalau ngawulo itu masih kecil belum dewasa ibaratnya 17 tahun. Kalau sekarang menurut aturan pemerintah harus mengundang pak Naib, sampai sekarang adat

itu masih dipakai, kalau brokohan itu semestinya saudara-saudara dikumpulkan untuk makan bersama jika sudah matang”.

Masih menurut pak Subandi yang memberi informasi tentang perkawinan yaitu:

“Nek empun cekap umure, lha niku sintrene ten wali, lha sak niki lek wis gedhe, empun wayah, inggih langsung mawon. Lha nek brokohan nek wonten sing dibetet nggih masak, niku empun cekap, niku nggih wong rukun akeh, derek-derek nggih sampun ndugeni”.

Artinya:

“Kalau sudah cukup umurnya itu keputusannya pada wali sekarang kalau sudah dewasa, sudah waktunya, langsung saja. Kalau brokohan ada biayanya ya masak, itu sudah cukup, namanya orang rukun saudara-saudara juga datang.

Pak Subandi memberikan keterangan bahwa adat masyarakat Samin tentang perkawinan adalah sebagai berikut :

“Lek wong nyamin niku, lek jarene wong lanang niku pake engkang ngrukunake, mboke engkang mujudake, nek gadah turunan ditari wong lanang, lek bapak nglegakake terus sing wedok ditari empun gelem, niku empun diarani kawinan. Sakniki inggih taksih ngoten morak-marik dugi KUA, enten nopo-nopo niku diumpamakno sandangan. Nganggo umume sakniki. Jane seng mestine nggih niku. Wong diarani wong nyamin nggih ngoten niku. Ngertose KUA nggih nembe mawon, ndak-ndake nggih namine nderek adat sakniki, inggih nderek ombake banyu, lek ombake ngriko nggih derek ngriko, lek ngriki nggih nderek ngriki. Lek mboten nggih mboten nganggoni umume sakniki. Lek seng mesti nggih niku adate tiyang Samin. Lek tiyang nem-neman sakniki nggih nganggo adate tiyang sepuh sing riyen kulo lakoni. Lek neng KUA iku adate Sakniki. Lek mboten nderek ngoten terose mboten rukun, mboten sae. Lha nek brokohan niku sakwise jawab. Nggih sami kaliyan tiyang slametan, kiro-kiro lek sampun saget mbrokohi nggih sampun remen”.

Artinya :

“Orang dahulu itu namanya suami istri kalau sudah punya anak dilamar orang, bapak ibunya sudah mengijinkan, yang perempuan sudah setuju, itu namanya sudah kawin, kalau sekarang masih seperti itu. Kalau dari KUA ada berita seperti itu, ibaratnya pakaian yang mengikuti aturan umumnya sekarang, namanya orang samin ya seperti itu. Tahunya tentang KUA akhir-akhir ini, namanya juga ikut adatnya sekarang, ya ikut saja, kalau aturannya kesana ya ikut kesana, kalau aturannya kesini ya ikut kesini. Kalau tidak seperti itu, ya tidak mengikuti umumnya sekarang yang pasti seperti itu adatnya orang Samin. Anak-anak muda sekarang masih memakai adatnya orang tua seperti yang saya lakukan dulu. KUA itu adat sekarang, kalau tidak ikut katanya tidak baik. 3. Hasil Penelitian

(5)

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peneliti mendapatkan gambaran yang jelas bahwa masyarakat Samin masih memakai adat yang biasa mereka lakukan pada saat melakukan perkawinan walaupun sekarang nampak perubahan dalam melaksanakn perkawinan guna mengikuti anjuran pemerintah. Pada waktu dulu sebelum melakukan perkawinan, seorang pemuda yang menyukai seorang gadis, dia dan orang tuanya beserta perangkat desa harus “jawab” yang artinya melamar pada orang tua gadis. Setelah pihak perempuan setuju dengan lamaran pihak lelaki, perjaka tersebut harus “ngawulo” atau “nyuwito” dengan mencari pengalaman/ nyonto dirumah orang tua gadis. Selama ngawulo tersebut, perjaka membantu orang tua gadis sambil menunggu hari baik untuk melangsungkan upacara perkawinan. Dulu sistem ngawulo ini masih sering berlaku apalagi jika calonnya masih kecil (dalam arti belum dewasa/ aqil balik), si perjaka harus ngawulo bertahun-tahun sampai calonnya tumbuh menjadi dewasa, tetapi cara ngawulo tersebut tidak dipakailagi walaupun nampak hanya dilakukan dalam waktu yang singkat karena pada umumnya sekarang baru diperbolehkannya kawin jika sudah dewasa/ aqil balik.

Pelaksanaan perkawinan yang terjadi pada masyarakat Samin masih tergolong sederhana, hal itu terlihat pada peristiwa lamaran. Saat melakukan lamaran laki-laki tersebut meminta ijin dan restu dari bapak dan ibu gadis yang dimaksud, setelah mendapat ijin dan gadis itu menyatakan setuju untuk dinikahi maka selanjutnya adalah memberitahukan hal itu pada orang tua untuk berkumpul menyaksikan calon pengantin laki-laki berjanji saling mencintai dan saling setia. Janji yang diucapkan ”derek kulo ingkang dateng ngiki supoyo sampeyan seksekno ucap kulo, turun kulo wedok, kulo nglegakake janji jeneng lanang, kulo seksekno kandani, yen janji podo duweni janji, karo nyekseni bojonipun dinikahi, tomponen le?” dan pengantin laki-laki jawab “nggih pak”. Setelah acara tersebut selesai, selanjutnya mendatangkan naib dan moden untuk menyaksikan acara yang kedua kali dalam perkawinan mereka dan mencatat secara hukum. Dalam melangsungkan perkawinan dihadapan naib, wali menyerahkan sepenuhnya kepada naib untuk menikahkan anaknya dengan laki-laki tersebut. Setelah itu naib memberikan penjelasan sekali lagi bahwa yang akan dinikahi sudah saling mencintai dan tidak ada paksaan untuk dinikahi dan kejelasan mengenai nama ataupun orang tuanya. Setelah semua dirasa jelas dan saksi-saksi sudah lengkap maka selanjutnya naib membacakan kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang suami yang dipenuhi dalam rumah tangga nanti. Setelah pengantin laki-laki menjawab bersedia, selanjutnya naib membimbing calon pengantin laki-laki mengucapkan kalimat syahadat dihadapan para saksi dan setelah itu dinyatakan sah menurut naib maupun para seksi maka selanjutnya diadakan penandatanganan bukti surat nikah oleh kedua

mempelai. Setelah itu diadakan doa bersama yang dipimpin oleh naib agar pernikahan yang dilangsungkan menjadi langgeng dan bahagia dengan harapan menjadi keluarga yang sakinah.

Setelah proses-proses perkawinan dihadapan naib selesai kemudian diadakan “Brokohan”. Brokohan ini mengandung arti suatu perayaan selamatan atau syukuran yang ditunjukkan kedua mempelai dalam membina rumah tangga langgeng atau rukun. Perayaan ini dilakukan secara sederhana (tergantung kedua binansial rumah tangga). Adapun perlengkapan brokohan itu yang utama adalah tumpeng yang ditempatkan di tampah yang terdiri dari nasi berada di tenggah dan dikelilingi lauk pauk yang berupa urap-urapan, daun mengkudu yang artinya supaya keluarga yang dibina oleh pengantin menjadi sehat lahir dari penyakit. Kemudian telur yang berasal dari ternaknya sendiri yang bertujuan kedua mempelai dikaruniai anak, ikan laut (gerih) yang bertujuan bercukupan sandang pangan. Dan juga dilengkapi lauk-pauk lainnya sebagai bahan perlengkap saja. Selain itu juga ada nasi kabuli yang ditempatkan dipiring yang lauknya terdiri dari serondeng, peyek kedelai, dan ayam goreng. Hal ini bertujuan agar cita-cita dari keluarga yang akan dibina akan dikabulkan. Selain itu juga ada buah yaitu pisang raja yang dimaksudkan pengantin menjadi raja sehari dan minumnya air putih. Dalam brokohan itu mereka hanya mengundang sanak famili dan tetangga sekitar saja. Dalam perkawinan kedua mempelai hanya memakai pakaian seadanya dan tidak dilengkapi dengan pakaian adat atau perlengkapan sebagaimana layaknya seorang pengantin. Dan dalam acara tersebut mereka tidak menerima sumbangan berupa uang, tetapi mereka bisa menerima sumbangan berupa bahan makanan (bahan-bahan dapur).

Apabila ada lingkungan Samin tedapat beberapa orang yang dalam melaksanakan perkawinan tidak sesuai dengan adat yang semestinya, maka mereka akan menjadi bahan pembicaraan dan dikucilkan dari kalangan mereka. Hal itu dilakukan karena mereka melakukan hal yang bertentangan dengan wong Sikejo atau tiyang Sikep ( sebutan orang Samin) yang artinya orang Samin atau masyarakat Samin yang mempunyai sikap atau sikap hidup tersendiri yang dapat dijadikan sebagai cara atau adat istiadat. Jadi pengertian wong sikap yaitu orang atau masyarakat yang mempunyai cara adat atau istiadat tersendiri yang harus dipatuhi. Walaupun dalam masyarakat Samin masih kental dengan adat perkawinannya namun masyarakat Samin dapat dengan mudah untuk menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada terutama dalam hak perkawinan dan sangat patuh terhadap peraturan pemerintah. Hal itu terbukti dengan perkawinan KUA yang mana masyarakat Samin sudah mulai memahami arti pentingnya pencatatan maupun peraturan pemerintah tersebut. Walaupun pengetahuan mereka masih sangat minim sekali tentang UU No. 1 tahun 1974 tentang

(6)

perkawinan mereka berupaya untuk mengikuti segala peraturan.

Dari uraian di atas jelas dikatakan bahwa pelaksanaan adat perkawinan masyarakat Samin masih dipertahankan hanya saja sekarang pelaksanaanya sudah melakukan anjuran dari pemerintah yaitu dengan melakukan perkawinan mereka di KUA.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

• Bahan adat Perkawinan masyarakat Samin yang disertai oleh tata cara adat masih dipake, hal itu merupakan tradisi masyarakat Samin dalam melangsungkan pernikahan.

• Adapun pelaksanaan perkawinan yang dilakukan masyarakat Samin masih dipertahankan, namun banyak mengalami kemajuan yaitu dengan mencatat perkawinan di KUA sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal itu disebabkan sifat masyarakat Samin yang terbuka sehingga mudah menerima pengaruh dari luar yang bersifat positif.

• Lebih lanjut tentang pengesahan perkawinan khususnya hukum yang mengatur tentang perkawinan yaitu UU No. 1 tahun 1974, bahwa perkawinan dimasyarakat Samin sudah mengikuti peraturan yang ada yaitu dihadapan pegawai pencatat sipil.

B. Saran

• Adat perkawinan masyarakat Samin hendaknya dapat dipetik manfaatnya bahwa dalam kehidupan masyarakat harusnya saling menjunjung tinggi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Samin sehingga terhindar dari pengaruh kebudayaan asing yang bersifat negatif dan bertentangan dengan kebudayaan Indonesia.

• Untuk mewujudkan rumah tangga dan kekerabatan yang baik dalam kehidupan masyarakat memerlukan suatu tatanan dan aturan. Untuk itu rumah tangga dalam suatu perkawinan harus dijauhkan dari kerusakan akhlak dan lebih ditekankan dan didekatkan pada kerukunan hidup bertetangga dan berkerabat.

• Di dalam masyarakat adat khususnya dalam pelaksanaan perkawinan yang menggunakan tata cara adat dirasa perlu adanya suatu peraturan untuk memecahkan masalah adat yang mana aturan tersebut dapat diterima dikalangan masyarakat adat tanpa mengubah sifat dan corak dari adat tersebut sehingga aturan tersebut dapat berjalan seiring dengan adat serta menjadi pengayom dikalangan masyarakat adat.

Daftar Rujukan

Arikunto,

Suharsimi.

1996.

Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktek

.

Jakarta: Bina Aksara.

Gatot.

Informan Pelaksanaan Perkawinan

Adat Masyarakat Samin di Desa

Tapelan

Kec.

Ngraho

Kab.

Bojonegoro

.

Gatra.1997.

Dusun Jepang Negeri Ujung

Dunia Edisi 22 Maret

. Jakarta:

Majalah Gatra.

Hadi, Sutrisno. 1992.

Metodologi Research

.

Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Kartomihardjo,

R.

Prayogo.

1989.

Masyarakat Samin di Jawa Timur

(Sebuah Flesibility Studi), Proyek

Sasana

. Jakarta: Depdikbud.

Koentjoningrat.

1990.

Pengantar

Ilmu

Antropologi

. Jakarta: Bina Aksara.

Saleh Wantjik. 1986.

Hukum Perkawinan

Indonesia

. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sajoyo dan Pujowati Sayojo. 1995.

Sosiologi

Pendekatan,

Kumpulan

Bacaan

.

Yogyakarta: University Press.

Shadily, Hasan. 1992.

Sosiologi Untuk

Masyarakat

. Jakarta: Bina Aksara.

Siregar, Bisman. 1989.

Agar Tidak Disebut

Kumpul Kebo

. Tempo No. 24 Tahun

XIX.

Subandi.

Informan yang menceritakan Mbah

Suro Kamidin Mengenai Kesan Mbah

Surosentiko

.

Sudiyat, Imam. 1993.

Hukum Adat atau

Sketsa Azas

. Yogyakarta: Liberty.

Suparto, 1994.

Sosiologi dan Atropologi

Indonesia

. Bandung: Armeko.

Surachmad, Winarno, 1990.

Dasar dan

Teknik Research

. Bandung: Tarsito.

(7)

Panitia Penggali dan Penyusunan Sejarah

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa aplikasi SPK menggunakan metode KNN dapat membantu Toko AJJ dalam meningkatkan pelayanan dengan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa penerapan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Badan, dan Pajak Pertambahan Nilai

Semakin tinggi arus listrik yang digunakan maka kekerasan, ketahanan korosi dan daya lekat antar permukaan menjadi lebih baik [1].. Perlakuan awal dengan

Keuntungan atas biaya tunai usaha yang dijalankan oleh peternak nonmitra lebih tinggi dibandingkan peternak mitra, namun sebaliknya keuntungan atas biaya total usaha

Melihat kepada contoh atau isu ini, perlu satu kajian baharu yang menganalisis isu-isu kontemporari kesan dari perubahan sosial yang berlaku terutamanya dalam

Harborne menyatakan bahwa senyawa tanin jika dideteksi di bawah sinar UV pendek menunjukkan warna lembayung, pada penelitian ini noda yang dihasilkan pada eluen

(Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi

Provided further, a student whose admission is terminated on account of having submitted a forged or false document at the time of seeking admission shall have any fee paid to