• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN tahun (Susilo & Wulandari, 2011). usia 60 tahun ke atas. Menurut WHO (2010) 524 juta orang berusia 65 tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN tahun (Susilo & Wulandari, 2011). usia 60 tahun ke atas. Menurut WHO (2010) 524 juta orang berusia 65 tahun"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM). Hipertensi adalah kondisi tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (WHO, 2013). Hipertensi juga sering disebut sebagai “silent killer” karena karakter dari penyakit hipertensi tidak menampakan tanda dan gejala yang jelas. Hipertensi bisa menyerang siapa saja baik laki-laki maupun perempuan usia 30-60 tahun (Susilo & Wulandari, 2011).

Keberhasilan Pemerintah dalam Pembangunan Nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dibidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia, akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat (Bandiyah, 2009). Lansia menurut Bab I pasal 1 ayat (2) UU No. 13 Tahun 1998 adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut WHO (2010) 524 juta orang berusia 65 tahun dalam populasi dunia, penduduk lansia di indonesia mencapai 9,12% (BPS, 2014). Jumlah penduduk berusia diatas 65 tahun terutama di Jawa Tengah terus mengalami peningkatan pada tahun 2013 jumlah lansia mencapai 7,47% dari seluruh penduduk provinsi Jawa Tengah naik menjadi 7,63%

(2)

pada tahun 2014, jumlah lansia di Jawa Tengah mengalami peningkat 0,2% dari tahun 2014 menjadi 7,82% (BPS, 2014).

Peningkatan jumlah usia lanjut akan berpengaruh pada berbagai aspek kehidupannya ( fisik, mental dan ekonomi ) salah satunya pada perubahan fisik dalam sistem kardiovaskular ( Tamher, S dan Noorkasiani, 2009). Disfungsi kardiovaskular dapat diperberat dan mempengaruhi aktivitas normal kehidupan sehari-hari, yaitu terjadinya perubahan normal penuaan adalah faktor genetik, dan gaya hidup dapat menunjang kelainan mayor, diantaranya yaitu penyakit hipertensi (Smeltzer & Bare, 2013). Berdasarkan hasil penelitian dari John, et al (2010), lansia cenderung memiliki status risiko kardiovaskular absolut lebih tinggi , karena ada kecenderungan yang jelas terhadap tekanan darah tinggi dengan bertambahnya usia.

Menurut catatan Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2011 ada satu milyar orang didunia menderita hipertensi dan dua per-tiga diantaranya berada dinegara berkembang yang berpenghasilan rendah-sedang. Bila tidak dilakukan upaya yang tepat jumlah ini akan terus meningkat, dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% atau 1.6 milyar orang di seluruh dunia menderita hipertensi, sedang di Indonesia angka kejadian hipertensi cukup tinggi. Data statistik terbaru menyatakan bahwa terdapat 24,7% penduduk Asia Tenggara dan 23,3% penduduk Indonesia berusia 18 tahun keatas mengalami hipertensi pada tahun 2014 (WHO, 2015). Penyakit Hipertensi masih menempati proporsi terbesar dari seluruh Penyakit Tidak Menular (PTM) yang dilaporkan, yaitu sebesar 57,89% dari 100%, sedangkan urutan

(3)

kedua terbanyak adalah Diabetes Mellitus sebesar 16,53% dari 100%. Dua penyakit tersebut menjadi prioritas utama pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) di Jawa Tengah, jika Hipertensi dan Diabetes Melitus tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan Penyakit Tidak Menular (PTM) lanjutan seperti Jantung, Stroke, Gagal Ginjal, dsb. Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) dapat dilakukan dengan intervensi yang tepat pada setiap sasaran/kelompok populasi tertentu sehingga peningkatan kasus baru Penyakit Tidak Menular (PTM) dapat ditekan, di Kabupaten Brebes pada tahun 2014 yang menderita hipertensi sebanyak 41.692 jiwa (Profil Kesehatan Kabupaten Brebes 2014). Berdasarkan data di Puskesmas Bumiayu pada tahun 2015 yang menderita hipertensi sebanyak 846 jiwa, pada bulan Januari-September 2016 sebanyak 1.000 jiwa. Jumlah penduduk di desa Dukuhturi tahun 2015 sekitar 10.261 jiwa atau 10,49% (100%) (BPS Kabupaten Brebes 2016), dan data yang mengikuti posbindu aktif di dukuhturi sebanyak 70 orang dan 40 orang yang menderita hipertensi.

Karakteristik penyakit menjadi salah satu faktor yang menyebabkan semakin patuh atau tidaknya pasien dengan saran dokter. Beberapa studi (Basuki B, et al) menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi. Faktor risiko tersebut pada umumnya disebabkan oleh pola hidup (life style) yang tidak sehat (Rahajeng E, et al;2009). Terdapat sebuah penelitian mengatakan bahwa pasien dengan penyakit kronis

(4)

yang tidak memperlihatkan symptom yang begitu terlihat akan semakin menunjukkan pola hidup yang tidak baik (Nurhayati, 2015).

Pasien hipertensi yang melakukan modifikasi gaya hidup untuk mengontrol tekanan darahnya hanya sekitar 30% dari (40% dari orang dewasa diatas usia 55 tahun) penderita hipertensi di Poitou-Charentes (Prancis) (Ragot, et al 2005). Lansia dengan hipertensi mengalami kesulitan pengontrolan tekanan darah akan memperburuk kesehatannya. Menurut Anggraini, et al. (dalam Bianti Nuraini, 2015), hipertensi yang tidak terkontrol akan menimbulkan berbagai komplikasi, bila mengenai jantung kemungkinan dapat terjadi infark miokard, jantung koroner, gagal jantung kongestif, bila mengenai otak terjadi stroke, ensevalopati hipertensi, dan bila mengenai ginjal terjadi gagal ginjal kronis, sedangkan bila mengenai mata akan terjadi retinopati hipertensi. Salah satu upaya untuk melakukan pencegahan komplikasi hipertensi perlu adanya peningkatan pencegahan tentang hipertensi. Individu dengan penyakit jantung disarankan untuk melaksanakan self-management sebagai salah satu managemen penyakit dalam kehidupan sehari – hari (Richard & Sea, 2011).

Menurut Lin, KW (2006), program manajemen diri (self management) dikembangkan untuk mendukung pasien dengan penyakit kronis, salah satunya penyakit hipertensi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hayes (2010) menyatakan bahwa manajemen hipertensi yang efektif salah satunya dengan menghentikan kebiasaan merokok, mempertahankan diet

(5)

yang sehat dan aktivitas fisik yang sehat. Modifikasi perilaku sangat bermanfaat untuk mengurangi atau menunda dampak buruk dari stroke.

Pelaksanaan self-management pada penderita hipertensi diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, sikap dan pengobatan terkait penyakit hipertensi (Bagong, 2005). Pemeliharaan kesehatan terkait dengan penyakit hipertensi sudah banyak dilakukan melalui berbagai macam cara. Beberapa penelitian tentang manajemen hipertensi sudah banyak dilakukan seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Xue, et al (2008) dengan membentuk sebuah kelompok suka rela dengan memberikan edukasi tentang hipertensi. Prasetyo, et al (2012) melakukan penelitian tentang self care management hipertensi di tatanan rumah sakit dan hanya menggunakan kuesioner dan tidak memberikan edukasi.

Strategi Pengelolaan Diri (Self Management) merupakan teknik yang berakar pada teori pengkondisian operan. Tujuan dari strategi Pengelolaan Diri (Self Management) ini adalah agar individu secara teliti dapat menempatkan diri dalam situasi-situasi yang menghambat tingkah laku dan belajar untuk mencegah timbulnya perilaku atau masalah yang tidak dikehendaki. Bentuk pelaksananaannya meliputi self monitoring (pemantauan diri), stimulus control (pengendalian diri), serta self reward (penghargaan diri sendiri). Penerapan teknik self management dengan mengkombinasikan teknik biasanya lebih berguna dari pada menggunakan satu teknik saja (Brillianti,2016).

(6)

Berdasarkan penelitian oleh Lia Mulyati,et al (2013) mengungkapkan bahwa didapatkan ada hubungan antara keyakinan terhadap efektivitas terapi (p=0.005; OR=3,48), self-efficacy (p=0.003; OR=3,67), dukungan sosial (p=0.015; OR=2,87) dan komunikasi antar petugas pelayanan kesehatan dengan pasien (p=0.002; OR=3,27) dengan SMB. Komunikasi antar petugas kesehatan dengan pasien merupakan faktor paling dominan memengaruhi kesuksesan Self Management Behaviour (SMB) sehingga kemampuan komunikasi sangat diperlukan dalam implementasi asuhan keperawatan.

Berdasarkan study pendahuluan kepada 6 lansia yang mengalami hipertensi terhadap 5 komponen Self Management, hasil menunjukkan rata-rata tekanan darah lansia sekitar 160/100 mmHg dan 140/100 mmHg dengan integrasi diri menyatakan rendah oleh 1 lansia, sedang oleh 3 lansia dan tinggi oleh 2 lansia, Regulasi diri menyatakan rendah oleh 2 lansia, sedang oleh 2 lanisa dan tinggi oleh 2 lansia, Interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya menyatakan rendah oleh 1 lansia, sedang oleh 3 lansia dan tinggi oleh 2 lansia, Pemantauan tekanan darah menyatakan rendah oleh 1 lansia, sedang oleh 3 lansia dan tinggi oleh 2 lansia dan yang terakhir kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan 4 lansia menyatakan sedang dan 2 lansia tinggi. Berdasarkan paparan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Pengaruh Self Management terhadap Tekanan Darah Lansia yang Mengalami Hipertensi”.

(7)

B. Rumusan Masalah

Pada usia lanjut, terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi psikologis, serta perubahan kondisi sosial, akibat terjadinya perubahan-perubahan secara makro, salah satunya adalah system kardiovaskuler. Disfungsi dari system kardiovaskuler diantaranya yaitu penyakit hipertensi. Penyakit hipertensi jika tidak dikontrol dengan baik akan berkomplikasi pada penyakit stroke, CHF, Jantung dan lainnya. Hipertensi dapat dicegah dengan berbagai jenis, baik farmakologi maupun non farmakologi, untuk pencapian keberhasilam dalam sembuh lansia harus bertanggung jawab dalam melakukan pengelolaan diri sendiri (self management) dengan cara pengaturan pola makan, gaya hidup yang benar, hindari kopi, merokok dan alkohol, mengurangi konsumsi garam yang berlebihan dan aktivitas yang cukup seperti olahraga yang teratur, baik untuk menurunkan gejala maupun menurunkan risiko komplikasi. Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan “Adakah pengaruh Self Management terhadap Tekanan Darah Lansia yang Mengalami Hipertensi di Posbindu Dukuhturi-Bumiayu”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui status Self Management pada Lansia Hipertensi di Posbindu Dukuhturi-Bumiayu”.

(8)

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ( usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat merokok dan lama diagnosis) lansia hipertensi

b. Untuk mengetahui gambaran self management yang diterapkan oleh lansia hipertensi

c. Untuk mengetahui pengaruh antara self management terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai acuan untuk meneliti self management bagi peneliti lain, sehingga diharapkan dapat menjadi modal untuk perkembangan self management khususnya penderita hipertensi.

2. Bagi Responden

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi responden (lansia yang mengalami hipertensi) agar dapat mengontrol gaya hidupnya (perilaku).

3. Bagi Instalasi terkait (Posbindu)

Sebagai bahan informasi dan data mengenai program kesehatan, khususnya lansia yang mengalami hipertensi tentang mengontrol pengelolaan diri sendiri (Self Management).

(9)

4. Bagi Ilmu Pengetahuan ( Profesi Perawat)

Diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi yang hendak meneliti lebih lanjut mengenai self management pada lansia yang mengalami hipertensi agar tidak terjadi komplikasi.

E. Keaslian penelitian

1. Penelitian oleh Lia Mulyati,et al (2013) yang berjudul “Analisis Faktor yang Memengaruhi Self Management Behavior pada Pasien Hipertensi” Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi SMB dan menganalisis faktor yang paling dominan memengaruhi SMB pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik studi cross sectional, dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara keyakinan terhadap efektivitas terapi (p=0.005; OR=3,48), self-efficacy(p=0.003; OR=3,67), dukungan sosial (p=0.015; OR=2,87) dan komunikasi antar petugas pelayanan kesehatan dengan pasien (p=0.002; OR=3,27) dengan SMB.

Perbedaan penelitiannya dari peneliti adalah tempat penelitian yaitu penelitiannya meneliti di RSUD 45 Kuningan sedangkan peneliti, meneliti di Posbindu Dukuhturi Kec.Bumiayu serta variabel bebasnya yaitu peneliti Self Management, penelitiannya Self Management Behavior. Persamaan

(10)

penelitiannya dari peneliti adalah variabel terikatnya yaitu hipertensi dan metode yaitu deskriptif analitik dengan pendekatan crossectional.

2. Penelitian oleh Retnowulan D & Hadi Warsito (2013) yang berjudul “Penerapan Strategi Pengelolaan Diri (Self Management) Untuk Mengurangi Kenakalan Remaja Korban Broken Home” Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan penerapan strategi pengelolaan diri untuk menurunkan tingkat kenakalan remaja dari keluarga broken home pada siswa MTs Radenpaku Wringinanom Gresik. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasi experimental design dengan nonequivalent control group design. Subjek penelitian ini adalah 14 siswa kelas VIII B MTs Radenpaku Wringinanom Gresik yang dipilih dengan tekhnik purposive yang memiliki skor kenakalan tinggi, ke-14 subjek tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 7 siswa dalam kelompok eksperiment dan 7 siswa dalam kelompok kontrol melalui tekhnik random. Data penelitian dikumpulkan melalui angket kenakalan dan dianalisis secara statistik. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistic nonparametric dengan menggunakan Uji Jumlah Jenjang Wilcoxon. Dari hasil analisis data berdasarkan Uji Jumlah Jenjang Wilcoxon, menunjukkan bahwa n1= n2= 7. Dari tabel nilai R diperoleh R0,05 = 36 dan R0,01 =32 . Pada α = 0,05 ternyata R = 28 < R0,05 = 36 , maka diputuskan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti hipotesis penelitian yang berbunyi “Skor kenakalan remaja korban broken home antara kelompok siswa yang dibantu dengan strategi pengelolaan diri (self

(11)

management) menurun secara signifikan dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibantu dengan metode konvensional” dapat diterima. Penelitian ini juga membuktikan bahwa kelompok subjek eksperimen mengalami penurunan yang lebih signifikan dalam tingkat kenakalan dibandingkan kelompok control, ini berate bahwa Strategi pengelolaan diri efektif untuk menurunkan kenakalan remaja korban broken home.

Perbedaan penelitiannya dari peneliti adalah variabel terikatnya yaitu penelitiannya dengan variabel kenakalan remaja broken home sedangkan peneliti variabel terikatnya hipertensi dan metode penelitian yang digunakan penelitiannya dengan menggunakan quasi experimental design dengan nonequivalent control group design, sedangkan peneliti menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan crossectional. Persamaan penelitiannya dari peneliti adalah variabel bebasnya yaitu Self-management.

3. Penelitian oleh Nargis Akhter (2010) yang berjudul “ Self-management Among Patients with Hypertension in Bangladesh”. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui tingkat manajemen diri dan faktor yang berkaitan antara pasien dengan hipertensi di Medical College Hospital Rangpur, Bangladesh. Alat penelitian adalah kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti yang terdiri dari tiga bagian: bentuk penilaian data demografi; Data yang berhubungan dengan kesehatan bentuk penilaian dan hipertensi manajemen diri perilaku kuesioner. Menggunakan Cronbach "s alpha keandalan perilaku hipertensi manajemen diri instrumen

(12)

adalah 0,91. Frekuensi, persentase, sarana dan standar deviasi digunakan untuk analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen diri secara keseluruhan antara pasien dengan hipertensi adalah pada tingkat yang moderat (M = 2.55, SD = 0,47). Selama lima sub-dimensi manajemen diri, sarana self-integrasi, self-regulation, interaksi, pemantauan diri, dan kepatuhan, juga di tingkat moderat, orang dewasa berusia muda dan menengah memiliki skor pengelolaan diri secara signifikan lebih tinggi daripada orang dewasa yang lebih tua (t = 4.54, p <0,05). Wanita memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki (t = 2.66, p <0,05). subyek berpendidikan memiliki skor manajemen diri yang lebih rendah daripada mereka yang telah dididik (F = 5.89, p <0,001). Subyek yang tinggal di daerah perkotaan memiliki skor manajemen diri yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di daerah pedesaan (F = 3.24, p <0,001). Selain itu, waktu sejak diagnosis ditemukan menjadi signifikan. Subjek yang memiliki kali lebih lama sejak diagnosis (> 6 tahun) memiliki skor manajemen diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan waktu yang lebih singkat (≤6 tahun) (t = 2.44, p<0,01).

Perbedaan pada penelitiannya dengan peneliti adalah pada metode yaitu dimana peneliti menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan crossectional, sedangkan penelitiannya menggunakan metode deskriptif. Persamaan penelitiannya dengan peneliti adalah pada variabel bebas dan variabel terikat yaitu sama-sama meneliti Self Management dan Hipertensi.

(13)

4. Penelitian oleh Dalal M Neminqani1, et al (2013) yang berjudul “Hypertensive Patients: Self-Care Management Practices in Al-Taif, KSA”. Penelitian ini Deskriptif crossectional, instrument kuesioner. Data karakteristik bentuk penilaian dan hipertensi diri perilaku manajemen kuesioner. Frekuensi, berarti, standar penyimpangan dan tes analitik (Chi Square dan uji T) digunakan untuk analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen diri secara keseluruhan perilaku dengan hipertensi adalah pada tingkat sedang (2,22 ± 0,528). Selama lima sub-dimensi manajemen diri, sarana selfintegration, regulasi diri, interaksi, self-monitoring dan kepatuhan, juga di tingkat moderat. Kepatuhan terhadap direkomendasikan rejimen memiliki skor tertinggi (2,45 ± 0,48) diikuti oleh skor Self-monitoring (2.39 ± 0.69) .Wanita memiliki signifikan lebih tinggi dibandingkan laki-laki 2.47 ± 0.40 vs 2.08 ± 0.54), (P = 0.000). orang dewasa berusia muda dan menengah memiliki skor pengelolaan diri secara signifikan lebih tinggi dari yang lebih tua orang dewasa (P = 0.010). Universitas subyek berpendidikan memiliki skor manajemen diri yang lebih tinggi daripada yang kurang berpendidikan (P = 0,025). Subyek yang tinggal di daerah pedesaan memiliki skor perilaku manajemen diri tidak signifikan lebih rendah dibandingkan tinggal di daerah perkotaan (P = 0,931). Selain waktu sejak diagnosis ditemukan menjadi signifikan (P = 0,038). Studi ini menawarkan bukti bahwa di antara pasien Saudi dengan hipertensi, ada kesempatan untuk meningkatkan perilaku manajemen diri mereka. Studi tersebut

(14)

menunjukkan bahwa, terapi antihipertensi harus mempertimbangkan kesadaran pasien nasihat penyedia layanan kesehatan dan petunjuk, faktor-faktor yang dapat meningkatkan perilaku manajemen diri, dan kemungkinan bahwa pasien akan mematuhi rekomendasi.

Perbedaan penelitiannya dengan peneliti adalah metode penelitian dan tempat, dimana peneliti menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan crossectional dan bertempat di Posbindu Dukuhturi Kecamatan Bumiayu sedangkan penelitiannya menggunakan metode deskriptif crossectional dan bertempat di Al-Taif, KSA serta pada variabel bebasnya yaitu peneliti dengan variabel Self Management sedangkan penelitiannya tentang Self-Care Management. Persamaan penelitiannya dengan peneliti adalah variabel terikatnya yaitu menggunakan hipertensi.

Referensi

Dokumen terkait

Implikasi tersebut dibuktikan dengan munculnya selalu masalah klasik peternak, berupa permasalahan umum yang dihadapi peternak berupa harga susu rendah artinya biaya produksi susu

(2010), menyatakan, bahwa penggunaan metode hidroakustik dapat menjamin ketepatan dalam menduga potensi sumberdaya ikanserta menjadi rujukan untuk kesesuaian akurasi

Dari hasil analisis data dengan menggunakan statistic non parametric dengan menggunakan Uji tanda, dapat diketahui bahwa teknik Logoterapi dapat meningkatkan Efikasi Diri

Adapun penelitian sebelumnya yang dilakukan Epraem (2006) dengan hasil penelitian bahwa, perencanaan dan pengawasan yang baik terhadap beban operasional yang ada

Oleh karena itu manfaat brand image yang disampaikan oleh Philip Kotler berhubungan dengan penelitian yang dilakukan penulis, untuk membuktikan pada hasil penelitian

Dengan hormat kami informasikan bahwa dalam rangka implementasi kurikulum 2013 di tahun anggaran 2014, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet (Anief, 1994)..

BMT Shohibul Ummat dalam menghadapi pembiayaan yang bermasalah mempunyai kebijakan tersendiri untuk menyelesaikan pembiayaan dengan cara rechuduling yaitu dengan